net/publication/354849144
CITATIONS READS
0 329
1 author:
Mohamad Torik
32 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Mohamad Torik on 26 September 2021.
Perbankan Syariah
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
PENGERTIAN LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH,
PERKEMBANGAN TRANSAKSI,
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
01
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Karakteristik system perbankan Menjelaskan Konsep Syariah
syariah yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil, diawasi oleh DSN-
MUI, BI, OJK, DSSAS-IAI
Ekonomi Islam
Ekonomi Islam yang merupakan interaksi antara dua sekelompok golongan, yang
merupakan pertukaran antara dua keinginan, baik perorangan atau badan usaha, baik itu
sebagai badan hukum atau bukan, adalah transaksi ekonomi yang didasari kepada syariat
Islam, syariat yang berpijak kepada Hukum Islam dalam artian yang mutlak, Al Quran dan
Hadist, dan bila terjadi keraguan atau penyimpangan dalam pelaksanaannya, harus kembali
kepada kedua kitab tsb., dan bila tidak diketemukan secara gamblang atau secara jelas, harus
diputuskan melalui fatwa Ulama.
Ekonomi di suatu negara, adalah kegiatan yang diatur oleh negara melalui departemen
Keuangan, sistem perbankan, sistem jual beli, diatur oleh negara dengan dikeluarkannya
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Sistem Pengawasan dan lain-lain. Yang menjadi
dasar referensi di suatu negara menjadi berbeda-beda, di Indonesia meneruskan pengaturan
yang diberlakukan sejak jaman Belanda, di negara-negara Commonwealth menurunkan
pengaturan dari negara Inggris, dan lain sebagainya. Dengan berlakunya Masyarakat
Ekonomi Asean, bisa jadi akan diberlakukan peraturan yang sama di kawasan Asean.
Ekonomi Islam dapat diberlakukan dimana saja, di negara-negara dengan ideologi dan
pemikiran yang berazas Islam, tanpa menggunakan referensi dari negara tertentu, baik itu
negara yang pernah menjajah atau negara yang menjadi panutan. Tujuan Ekonomi Islam
berdasarkan konsep dasar dalam islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan pada Alquran
dan Sunnah adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang, pangan kesehatan dan
pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2. Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua orang.
3. Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana
distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4. Memastikan untuk setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral.
5. Memastikan stabilitas dan juga pertumbuhan ekonomi.
Bank
Bank Indonesia membagi klasifikasi atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat,
yang menjadi beda diantara kedua bank tersebut adalah bolehnya mengeluarkan giro. Bank
prekreditan rakyat tidak diberikan wewenang untuk mengeluarkan giro.
Perbankan Syariah
Perbankan syariah diprakarsai pada awalnya adalah menurut aturan agama Islam,
dimana tertulis di dalam kitab Al Quran, bahwa “harus dilakukan pencatatan atas transaksi
keuangan yang bukan tunai”. Sebagai aplikasi yang ada adalah keharusan membayar zakat,
dimana diminta untuk ‘self assessment akan harta yang kita miliki.
Sampai dengan awal 2016 ini, hanya ada satu bank yang murni beroperasi menjadi
bank syariah, selebihnya merupakan unit usaha dari bank umum atau bank pembangunan
daerah.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
4 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI
Sampai dengan bulan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai
jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155
BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.380 kantor yang tersebar di hampir seluruh
penjuru nusantara.
Di Indonesia, Lembaga Keuangan syariah antara lain Baitulmal Wat Tanwil, Asuransi
Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksa Dana Syariah, Penggadaian Syariah, Lembaga Amil
Zakat dan Badan Amil Zakat. Upaya pengembangan Lembaga Keuangan Syariah di
Di dunia internasional, bank syariah pertama didirikan di Mesir tahun 60an, lalu diikuti
dengan berdirinya bank-bank syariah di negara-negara lain, seperti Arab, Philipina, Malaysia.
Di Indonesia, bank syariah pertama berdiri tahun 1992 yaitu bank Muamalat di Jakarta. Seiring
dengan meningkatnya persaingan dan kebutuhan masyarakat, bank-bank BUMN dan Bank
Nasional membuka cabang atau memkonversi unit usaha syariah, seperti Bank Syariah
Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank Syariah Bukopin, Bank Jabar dan Banten
Syariah, dan Unit Usaha Syariah dari beberapa bank lainnya seperti BPD Jambi, BPD Jateng,
Bank DKI.
Sementara tantangan yang harus diselesaikan dalam jangka panjang antara lain:
1. Perlunya kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan keuangan syariah
secara komprehensif.
2. Perlunya kodifikasi produk dan standar regulasi yang bersifat nasional dan global untuk
menjembatani perbedaan dalam ‘fiqh muammalah’.
3. Perlunya referensi nilai imbal hasil (rate of return) bagi keuangan syariah.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan
pasar domestk yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan syariah
nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan
dan kinerja yang bertaraf internasional.
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim. 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi. 2009, Akuntansi Syariah, PPPS (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Dr. Halim Alamsyah Deputi Gubernur Bank Indonesia, 2015, Perkembangan dan Prospek
Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, Bank Indonesia,
Layanan Informasi Publik, www.bi.go.id, Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
Tujuan Syariah, Dasar Hukum
dan Falsafah Operasional
02
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Keberadaan Bank Syariah harus Memahami Dasar Hukum
mengikuti DSN-MUI dan UU 21 2008
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan
demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang
dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa belakangan
ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan cara untuk
menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan membangun model teori
ekonomi yang bebas dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi
pendapatan. Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut
dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan syariah didirikan dikarenakan pengambilan
riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275).
“menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.”
Di dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum pun hanya
disebutkan frasa “Bank Umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil” dan di
penjelasannya disebut “Bank berdasarkan prinsip bagi hasil”. Begitu pula dalam Pasal 6 ayat
(2) PP No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat hanya menyebutkan frasa “Bank
Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil”
yang dalam penjelasannya disebut “Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan bagi hasil”.
Pada saat berlakunya UU No. 7 Tahun 1992, selain ketiga PP tersebut di atas tidak
ada lagi peraturan perundangan yang berkenaan dengan Bank Islam. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa eksistensi Bank Islam yang telah diakui secara hukum positif di Indonesia,
belum mendapatkan dukungan secara wajar berkenaan dengan praktek traksaksionalnya. Hal
ini dapat dilihat misalnya dari tidak seimbangnya jumlah dana yang mampu dikumpulkan
dibandingkan dengan penyalurannya di masyarakat.
Perkembangan lain yang patut dicatat berkaitan dengan perbankan syariah pada saat
berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah berdirinya Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI berdiri secara resmi tanggal 21 Oktober 1993
dengan pemrakarsa MUI dengan tujuan menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa
muamalat dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan
umat Islam di Indonesia. Dengan demikian dalam transaksi-transaksi atau perjanjian-
perjanjian bidang perbankan syariah lembaga BAMUI dapat menjadi salah satu choice of
forum bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang mungkin terjadi
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
dalam pelaksanaan transaksi atau perjanjian tersebut. Perkembangan kemudian berkenaan
dengan BAMUI, melalui Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-09/MUI/XII/2003
tanggal 24 Desember 2003 menetapkan di antaranya perubahan nama BAMUI menjadi
Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) dan mengubah bentuk badan hukumnya
yang semula merupakan Yayasan menjadi ‘badan’ yang berada di bawah MUI dan merupakan
perangkat organisasi MUI.
Pada tahun 1998 eksistensi Bank Islam lebih dikukuhkan dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut, sebagaimana ditetapkan dalam
angka 3 jo. angka 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, penyebutan terhadap
entitas perbankan Islam secara tegas diberikan dengan istilah Bank Syari’ah atau Bank
Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk
memperoleh kebajikan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan
yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari.
b) Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan mengacu pada Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus
dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh
adanya pertukaran antara uang dan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku
prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi
barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya
penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim. 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat, Jakarta
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
http://www.sarjanaku.com/2012/06/bank-syariah-pengertian-prinsip-tujuan.html
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
KERANGKA DASAR
PENYUSUNAN DAN PELAPORAN
KEUANGAN BANK SYARIAH,
PENYAJIAN LAPORAN
KEUANGAN BANK SYARIAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
03
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Penyusunan Laporan Keuanngan Memahami KDPPLKS dan Unsur-
Syariah yang diatur oleh KDPPLKS unsur Laporan Keuangan.
bertujuan untuk memberikan
informasi kepada stakeholders.
KDPPLKS
Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan membahas :
Kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statemens, yang selanjutnya hanya disebut "laporan keuangan"), termasuk laporan
keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun
sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pengguna. Beberapa diantara pengguna
ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan disamping yang tercakup
dalam laporan keuangan. Namun demikian, banyak pengguna sangat bergantung pada
laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu laporan
keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan
Kerangka dasar ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan dalam
laporan keuangan entitas syariah maupun entitas konvensional, baik sektor publik maupun
sektor swasta. Entitas syariah pelapor adalah entitas syariah yang laporan keuangannya
digunakan oleh pengguna yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai sumber
utama informasi keuangan entitas syariah. Entitas konvensional yang melakukan transaksi
syariah tidak perlu mentiapkan laporan laporan keuangan syariah secara lengkap melainkan
hanya melaporkan transaksi syariah sesuai dengan ketentuan standar akuntansi syariah
dalam laporan keuangan konvensional
Lebih lanjut dijelaskan bahwa transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang
bersifat komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial. Transaksi syariah
komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial dilakukan antara lain berupa;
investasi untuk mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau
pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Sedangkan, transaksi syariah
nonkomersial dilakukan antara lain berupa; pemberian dan pinjaman atau talangan (qardh);
penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.
Riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan
yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk
pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang
tidak sejenis secara tidak tunai.
Kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu
tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya, dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian, atau membawa
kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Masyir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
Gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain :
- tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad
baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;
- menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan penjual;
- tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kualitas barang/jasa;
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
24 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
- tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
- tidak danya ketegasan jenis dan obyek akad;
- kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi;
- adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi
dan ketidak tahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Haram adalah segala jenis unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan As Sunah.
Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan
lainnya adalah :
- meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha.
- informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya;
- informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamanakan dana, menginvestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak; dan
- informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanaman modal dan
pemilik dana syirkah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban
(obligationi) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat,
infak, sedekah, dan wakaf.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk
tujuan umum (general purpose financial statements yang selajutnya hanya disebut ”laporan
keuangan”), termasuk laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disusun dan
disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar
pemakai. Beberapa di antara pemakai ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh
informasi tambahan disamping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian,
banyak pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi
keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan
dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka. Laporan keuangan dengan tujuan khusus
seperti prospektus, dan perhitungan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan tidak termasuk
dalam kerangka dasar ini.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
25 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
Pemakain Dan Kebutuhan Informasi:
- Investor sekarang dan investor; hal ini karena mereka harus memutuskan apakah akan
membeli,menahan atau menjual investasi atau penerimaan dividen.
- Pemilik dana qardh; untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh
tempo.
- Pemilik dan syirkah temporer; untuk pengambilan keputusan pada investasi yang
memberikan tingkat pengambilan yang bersaing dan aman.
- Pemilik dana titipan; untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil setiap hari.
- Pembayar dan penerima zakat, infaq, sedekah, dan wakaf; untuk informasi tentang
sumber dan penyaluran dana tersebut.
- Pengawas syariah; untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah terhadap
prinsip syariah.
- Karyawan;untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitalitas entitas syariah.
- Pemasok dan mitra usaha lainnya; untuk memperoleh informasi tentang kemampuan
entitas membayar utang pada saat jatuh tempo.
- Pelanggan; untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas syariah.
- Pemerintah serta lembaga-lembaganya; untuk memperoleh informasi tentang aktifitas
entitas syariah, perpajakan serta kepentingan nasional lainnya.
- Masyarakat; untuk memperoleh infomasi tentang kontribusi entitas terhadap masyrakat
dan negara.
Komponen laporan keuangan entitas syariah meliputi komponen laporan keuangan yang
mencerminkan antara kegiatan komersial, kegiatan sosial serta kegiatan dan tanggung jawab
khusus entitas syariah. Unsur neraca entitas syariah terdiri dari aset, kewajiban, dana syirkah
temporer, dan ekuitas. Unsur kinerja terdiri dari penghsilan, beban, dan pihak ketika atas bagi
hasil.hak pihak ketiga atas bagi hasil bukan unsur beban walaupun secara perhitungan
dikurangkan dalam penentuan laba entitas.
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim, 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat, Jakarta.
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, 2009, Akuntansi Syariah, PPPS (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta.
Ahmad Ifham Sholihin , 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
SISTEM OPERASIONAL BANK
SYARIAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
04
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Sistem Penerimaan Dana, Memahami Istilah pada operasional
Penyaluran Dana dan Fungsi Jasa Cash Flow Bank Syariah
Keuangan
Definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank terdiri dari dua
jenis yaitu bank konvesional dan bank syariah.
Terkait dengan asas operasional bank syariah disebutkan bahwa perbankan syariah
dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan
prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan dinyatakan bahwa
perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Skema transaksi yang dimiliki dalam skema non – riba memiliki setidaaknya ada empat
fungsi, yaitu :
1. Fungsi Manajemen Investasi
Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana
(shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang
produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan
dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
2. Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana , bank syariah berfungsi sebagai investor (pemiliik dana).
Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada
sektor – sektor yang produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan
3. SISTEM OPERASIONAL
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak
dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil.
Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
31 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem
operasional tersebut meliputi:
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan
tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya,
dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
1. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat
digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak
langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat
digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan
yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada
pemilik dana lainnya.
2. Titipan (wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah
dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh
atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Investasi (mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai
tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib),
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
32 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai
investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan
demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual beli,
skema investasi, dan skema sewa.
Skema jual beli memiliki beberapa bentuk, yaitu murabahah, salam, dan istishna’.
Skema investasi terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah dan musyarakah.
Dan skema sewa terdiri atas ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.
1. Skema pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual
beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah,
salam dan istishna’. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa (Ijarah).
2. Skema Investasi, dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila
pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil..Prinsip bagi hasil untuk
produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan
mudharabah.
WADIAH
Adalah titipan dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerima titipan, kapan pun si penitip
menghendaki.
Wadiah dibagi menjadi dua, yaitu : Wadiah Yad-dhamanah dan Wadiah Yad-amanah.
- Wadiah Yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip
dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut
diperoleh keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.
- Wadiah Yad-amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan
tersebut sampai si penitip mengambil kembali titipannya.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
33 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat meminta imbalan (ujrah) kepada
penitip atas jasanya dalam menjaga barang atau uang titipan. Sebaliknya, jika si penerima
titipan, khususnya yang menggunakan akad wadiah yad-dhamanah merasa mendapat
manfaat atas sesuatu yang dititipi, maka si penerima titipan boleh memberikan bonus kepada
penitip dari hasil pemanfaatannya dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan sebelumnya
dan besarnya bergantung pada penerima titipan.
Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam perbankan syariah adalah wadiah yad-
dhamanah dan biasa disingkat denga wadiah. Prinsip ini dapat diterapkan pada kegiatan
penghimpunan dana berupa giro dan tabungan.
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, ATM, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya
dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan menggunakan kuintansi,
kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Mudharabah
adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha dimana pihak pertama
menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.
Pihak yang menyediakan dana biasa disebut dengan istilah shahibul maal, sedangkan
pihak yang mengelola usaha disebut dengan istilah mudharib.
Mudharabah dibagi menjadi tiga :
- Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah mudharabah yang member kuasa
kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa batasan apapun yang
berkaitan dengan usaha tersebut
- Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) adalah shahibul maal memberi batasan
kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha, tempat, pemasok, maupun
konsumen.
- Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate. Dalam
konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang (muwakkil)
kepada orang lain (wakil) dalam hal-hal yang mewakilkan. Hal-hal yang diwakilkan haruslah :
· Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
· Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
· Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
·
Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ’anhu ‘ashil).
Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ‘anhu ‘ashil).
Prinsip Sharf
Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik
antara mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
Prinsip Ijarah
Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam pelaksanaan
fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 9 Tahun 2000, disebutkan
bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa. Ijarah bila diterapkan
untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk
medapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah (Karim, 2004).
Ahmad Ifham Sholihin., 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, 2009, Akuntansi Syariah, PPPS (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat, Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
BAGI HASIL
DALAM BANK SYARIAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
05
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Sistem Pembagian Hasil Memahami Konsep Profit Sharing atau
Revenue Sharing
Profit dalam kamus ekonomi berarti pembagian laba. Secara definisi, profit sharing
dapat diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu
perusahaan. Syafi’i Antonio menguraikan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan
dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul
maal) dan pengelola (Mudharib).
Bagi hasil adalah keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan sejumlah
persyaratan:
1. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :
1) Revenue Sharing,
2) Profit dan Loss Sharing.
2. Pada saat akad terjadi, wajib disepakati sistem bagi hasil yang dipakai, apakah Revenue
Sharing, Profit dan Loss Sharing atau Gross Profit. Kalau tidak disepakati maka akad
tersebut menjadi gharar.
3. Waktu pembagian bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, contohnya: setiap
bulan atau waktu yang telah disepakati.
4. Bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam akad.
Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah menjadi ciri khusus yang ditawarkan bagi
masyarakat, dan aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha haruslah
ditentukan pada awal terjadinya akad. Besarnya porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan kerelaan (An-Tarodhin)
oleh masing-masing pihak dan tidak ada unsur paksaan.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi'i Antonio bahwa
mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan
menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan bagian
keuntungan sehingga tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada
akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul maal. Sedangkan, untuk
profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat ulama Abu hanifah, Malik, Zaidiyah yang
menjelaskan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila
perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan
sebagainya. Hambali menegaskan bahwa mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta
mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi
besarnya nafkah yang boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut
kebiasaan) para pedagang dan tidak boros.
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum
dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan
Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada
umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan
Mudharabah.
1. Musyarakah (Joint Venture Profit dan Loss Sharing); menurut Syafi’i Antonio,
Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan akad. Musyarakah adalah hubungan
kemitraan antara bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik
bank maupun konsumen memasukkan modal dengan perbandingan yang berbeda serta
menyetujui laba yang ditetapkan sebelumnya. Sistem ini juga berdasarkan prinsip mengurangi
kemungkinan partisipasi yang menjurus pada kemitraan akhir oleh konsumen dengan
diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank
sekaligus ataupun berangsur-angsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya.
2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing); Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu
bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
41 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
orang Hijaz menyebutnya dengan qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah
istilah dengan pengertian yang sama. Mudharabah juga termasuk perjanjian antara pemilik
modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai
sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut
dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian. Selain itu, mudharabah juga berarti pernyataan
yang berarti bahwa seseorang memberi modal usaha kepada orang lain dengan tujuan modal
itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedangkan kerugian akan ditanggung oleh pihak pemilik modal.
Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha). Pada akad mudharabah, harus
minimal ada dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan
pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib). Pemodal dan pengelola syaratnya harus
mampu melakukan transaksi dan secara hukum sah.
2. Objek mudharabah (modal dan kerja). Ini merupakan konsekuensi logis dari tindakan
yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah. Modal yang diserahkan berbentuk uang, sedangkan kerja yang diserahkan bisa
berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill dan sebagainya.
3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul). Adanya persetujuan dari kedua belah pihak
merupakan konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhim minkum atau sama-sama rela (Q.S. An-
Nisa:29). Kedua belah pihak harus rela bersepakat mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
Pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan Pelaksana usaha
pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan
ijab dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.
4. Nisbah Keuntungan. Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang
tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima kedua
pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan
shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang
akan mencegah perselisihan kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
Metode penghitunga bagi hasil dalam ekonomi syariah secara umum dapat dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Menghitung saldo rata-rata harian (Daily Average) sumber dana sesuai klasifikasi dana
yang dimiliki.
Total Dana
DA = -----------------
∑N
Dimana,
DA = saldo rata-rata harian
N = waktu atau hari
2. Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber dana yang telah
tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha lainnya.
WA
DP = TWA x TP
Dimana,
WA = saldo rata-rata tertimbang
TWA = total saldo rata-rata tertimbang
TP = total pendapatan periode tertentu
7. Mendistribusikan bagi hasil tersebut sesuai dengan nisbahnya kepada pemilik dana
sesuai dengan klasifikasi dana yang ditanamkan.
Contoh:
Pada awal Januari 2020, Bp. Torik membuka tabungan atau
simpanan mudharabah pada lembaga keuangan syariah. Data transaksi yang terjadi
selama bulan tersebut adalah sebagai berikut:
Perhitungan saldo rata-rata harian dana Bp. Torik selama bulan Januari adalah dengan
menghitung saldo rata-rata tertimbang dibagi dengan jumlah hari dalan bulan bersangkutan.
Dengan data-data diatas, maka dapat dihitung distribusi pendapatan sesuai klasifikasi dana
yang dikelola, yaitu sebagai berikut :
Nisbah adalah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang
melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana
(mudharib), dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda
tangani oleh kedua belah pihak.Dengan menggunakan data-data pada contoh diatas, akan
diilustrasikan penghitungan nisbah.
Misalkan, diketahui nisbah yang telah disepakati dengan pihak lembaga keuangan syari’ah
sebesar 60:40, maka distribusi pendapatan untuk Bp. Torik adalah sebagai berikut.
Nisbah simpanan mudharabah untuk pemilik dana
25.000.000 x 60% = 15.000.000
Distribusi pendapatan untuk Bp. Torik atas simpanan mudharabahnya adalah
8.774.193,55
500.000.000 x 15.000.000 = 263.225,81
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, PSAK 105, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
TRANSAKSI
PENGHIMPUNAN DANA
DALAM BANK SYARIAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
06
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Tabungan Deposito Giro Memahami Konsep
Penghimpunan Dana
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Nasabah jika hendak mengambil simpanannya dapat datang
langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan, atau melalui fasilitas
ATM.
Dalam hal ini terdapat dua prinsip perjanjian Islam yang sesuai diimplementasikan
dalam produk perbankan berupa tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah.
Tabungan Wadiah
Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan
qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagihasilkan
keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada
pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonus
merupakan kebijakan Bank Syariah semata yang bersifat sukarela.
Deposito adalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada
masyarakat. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya
tidak boleh ditarik nasabah. Deposito merupakan salah satu produk penghimpunan dana
(funding) dalam perbankan syariah. Yang dimaksud deposito adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara
nasabah dan bank yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan deposito syariah
adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana yang telah
difatwakan oleh Dewan Syari’ah Nasional MUI bahwa deposito yang dibolehkan oleh Islam
adalah deposito yang berdasarka prinsip mudharabah yang termaktub dalam fatwa nomor
03/DSN-MUI/IV/2000.
Dalam hal ini, bank syari’ah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) sedangkan
nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal). Dalam kapasitasnya sebagai
mudharib, Bank syari’ah dapat melakukan berbagai macam usaha selagi usaha tersebut tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah serta berhak untuk mengembangkannya, termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, Bank syari’ah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat
sebagai wali amanah, yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
50 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
Disamping itu bank syari’ah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang
diharapkan dapat memperoleh keberuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai
aturan syari’ah.
Dari hasil pengelolaan dana, bank syari’ah akan membagihasilkan kepada pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan dan disepakati dalam akad pembukaaan
rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian
yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila terjadi adalah mismanagement
(salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana terdapat dua bentuk
mudharabah, yakni :
Dalam deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah DSN MUI menentukan beberapa
prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam menjalankan produk ini :
- Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
- Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
- Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
- Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
- Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
Tujuan
- Bagi Bank; Sumber pendanaan bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dengan
jangka waktu tertentu yang lebih lama dan fluktuasi dana yang relatif rendah.
- Bagi Nasabah; Alternatif investasi yang memberikan keuntungan dalam bentuk bagi hasil
Manfaat
- Membantu perencanaan program investasi
- Bagi hasil yang kompetitif,yang dapat menambah pokok deposito, di ambil tunai, dipindah
bukukan atau di transfer ke bank lain.
- Dana aman dan terjamin
Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir
merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima
pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh
pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
52 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
pihak penerima, langsung ke akun mereka. Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau pemindahbukuan. Adapun yang
dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan
bahwa giro yang dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan
mudharabah.
Prinsip wadiah
Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dari akar kata Wada`a yang
berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau
amanah. Jadi wadi`ah adalah titipan atau simpanan.
Pengertian wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari satu pihak
kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip mengkehendaki. Menurut Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan
barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan
barang/uang.
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah
dhamanah, pihak bank selaku pemegang titipan boleh menggunakan uang atau barang yang
dititipi dan bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan. Sedangkan wadiah amanah, pihak
bank selaku pemegang titipan tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipi. Karena wadiah
yang diterapkan dalam produk giro perbankan adalah wadiah yad dhamanah, maka
implikasinya sama dengan hukum qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang
meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian,
pemilik dana dan Bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas
penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Tujuan/Manfaat GIRO
Bagi bank:
- Sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun valuta asing
- Salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktifitas
lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh nasabah.
Bagi nasabah:
- Memperlancar aktivitas pembayaran dan penerimaan dana
- Dapat memperoleh bonus dan bagi hasil
Zaenab melakukan penarikan tabungan atas namanya melalui counter teller sebesar
Rp.1.000.000,-
Dr. Dana SyirkahTemporer Rp1.000.000,- (Tab Mudharabah-a/n Zaenab)
Cr. Kas Rp1.000.000,-
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, PSAK 105, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta
Wiroso, 2011, Seminar AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH AKUNTANSI MUDHARABAH
(psak 105), UNPAD – BI, Bandung
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
MURABAHAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
07
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Murabahah Memahami Konsep Jual Beli melalui
Bank Syariah
DEFINISI
Murabahah berasal dari kata ribh yang berarti keuntungan, laba, atau tambahan.
Pembiayaan yang dilakukan dengan menggunakan mekanisme jual beli umumnya dikenal
ada tiga jenis yaitu murabahah, salam, dan istishna. Menurut Antonio dalam bukunya
Akuntansi Perbankan dari teori ke Praktik, menurut sifat penggunaanya pembiayaan pada
dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumstif.
Yang termasuk dalam pembiayaan produktif adalah mudharabah dan musyarakah sedangkan
murabahah sendiri termasuk dalam pembiayaan konsumtif. Hampir di seluruh dunia bahkan
di Indonesia murabahah masih menjadi The Queen Of Finance in The Bank. Padahal
pembiayaan yang dianjurkan dalam Islam adalah pembiayaan bagi hasil yang dalam hal ini
adalah mudharabah dan musyarakah namun pada kenyataannya, pembiayaan
murabahahlah yang paling banyak digunakan dalam perbankan syariah.
Akad murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga asal dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli dimana pembayaran
dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Murabahah adalah akad jual beli barang
dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan
penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK
102). Menurut Gozali (2005: 94) mendefinisikan pengertian murabahah adalah sebagai
berikut: “Suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah dimana bank
menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dalam
bentuk barang yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar
harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu dan mekanisme
Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati
diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam akad,
maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli:
1). Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
2). Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.
Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika
pembeli:
1). Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau
2). Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
Rukun Murabahah
1. Penjual (Ba’i)
Penjual merupakan seseorang yang menyediakan alat komoditas atau barang yang akan
dijual belikan, kepada konsumen atau nasabah.
2. Pembeli (Musytari)
Pembeli merupakan, seseorang yang membutuhkan barang untuk digunakan, dan
bisa didapat ketika melakukan transaksi dengan penjual.
3. Objek Jual Beli (Mabi’)
Adanya barang yang akan diperjual belikan merupakan salah satu unsur terpenting demi
suksesnya transaksi. Contoh: alat komoditas transportasi, alat kebutuhan rumah tangga
dan lain lain.
4. Harga (Tsaman)
Harga merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena merupakan suatu nilai tukar
dari barang yang akan atau sudah dijual.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
60 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
5. Ijab Qabul
Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan
kedua belah pihak, kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab qobul yang dilangsungkan.
Menurut mereka ijab dan qabul perlu diungkapkan secara jelas dan transaksi yang
bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, akad sewa, dan akad nikah.
Jual beli secara al-murabahah diatas hanya untuk barang atau produk yang telah
dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk
tersebut tidak dimiliki oleh penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada
pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual
semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang
memesannya.
Pertama, dimulai dari pengajuan pembelian barang oleh nasabah. Pada saat itu, nasabah
menegosiasikan harga barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran
perbulan.
Kedua, Bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam
membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati oleh
kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah setidaknya
mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi jual beli yang
dilakukan.
Ketiga, setelah akad disepakati pada murabahah dengan pesanan, bank selanjutnya
melakukan pembelian barang kepada pemasok. Akan tetapi, pada murabahah yanpa
pesanan, bank dapat langsung menyerahkan barang kepada nasabah karena telah
memilikinya terlebih dahulu. Pembelian barang kepada pemasok dalam murabahah dengan
pesanan dapat diwakilkan kepada nasabah atas nama bank. Dokumen pembelian barang
tersebut diserahkan oleh pemasok kepada bank.
Keempat, barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok kepada
nasabah pembeli.
Kelima, setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada bank.
Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang tertentu
selama jangka waktu yang disepakati.
Standar akuntansi tentang jual beli murabahah mengacu pada PSAK 102 tentang
akuntansi murabahah yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008. PSAK ini menggantikan
PSAK 59 yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian dan mengungkapan
murabahah.
PSAK 102 dapat diterapkan untuk lembaga keuangan syariah seperti Bank, Asuransi,
Lembaga Pembiayaan, Dana Pensiun, Koperasi, dan lainnya yan menjalankan transaksi
murabahah.
- Perhitungan Pendapatan Margin Yang Diakui Saat Jatuh Tempo Atau Pembayaran
Angsuran
Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya pendapatan margin
yang diakui bergantung pada alternative penggunaan pendekatan yang digunakan. Bila bank
menggunakan pendekatan proposional, maka besarnya margin pada setiap bulan adalah
sama. Sedang bila bank menggunnakan pendekatan tabel anuitas, maka margin pada bulan
pertama akan lebih besar disbanding dengan bulan kedua dan seterusnya.
Berdasarkan PSAK 102, pendekatan yang disarankan adalah pendekatan proposional, yaitu
proposional terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalihkan presentasi
keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (PSAK 102 paragraf 24). Adapun
presentase keuntungan dihitung dari :
Penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal perhitungan margin perbulan
yang dihitung proposional terhadap jumlah yang dibayar.
Saat Negosiasi
Pada waktu negosiasi, bank syariah tidak melakukan jurnal apapun mengingat
negosiasi tersebut belum memiliki implikasi terhadap posisi keuangan bank syariah.
*sekiranya pemasok memiliki rekening di bank syariah, maka pembayaran akan dilakukan via
rekening. Akan tetapi jika pemasok tidak memiliki rekening dibank syariah, maka pembayaran
akan dibayar dengan menyerahakan sejumlah kas.
Dalam praktik, bank syariah menerapkan biaya administrasi yang beragam antar satu bank
dengan bank lainnya. Ada bank syariah yang menerapkan biaya administrasi 1% atau lebih
rendah dan ada juga yang menerapkan sekitar 1.5% dari total pembiayaan. Biaya materai
ditentukan berdasarkan jumlah materai yang digunakan untuk berbagai dokumen transaksi.
Biaya notaris didasarkan pada kebijakan notaris yang digunakan bank syariah. Salah satu
metode yang digunakan oleh notaris adalah presentase tertentu dari transaksi, misalnya
0.25% dari nilai pembiayaan. Biaya asuransi didasarkan pada kebijakan perusahaan asuransi
syariah yang menjadi mitra bank syariah.
2. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan denda
Misalkan pada pembayaran bulan Maret, hingga tanggal jatuh tempo, bank belum
menerima pembayaran angsuran dari nasabah. Pembayaran angsuran baru dilakukan oleh
nasabah pada tanggal 20 Maret, sebesar Rp. 4.500.000. karena nasabah memberi alasan
yang dapat diteriima, bank memberi toleransi keterlambatan tersebut dan tidak mengenakan
denda. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sbb:
3. Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh tempo dan
sebagian bagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda
Seringkali, nasabah baru dapat membayar sebagian dari jumlah angsuran yang harus
dibayar. Dalam kondisi ini, bagian angsuran piutang yang belum dibayar berubah menjadi
piutang murabahah jatuh tempo. Adapun jumlah margin murabahah yang ditangguhkan
sebagian berubah menjadi pendapatan margin sebesar proposional terhadap jumlah yang
dibayar dan sebagian lagi berubah menjadi pendapatan margin murabahah akrual sebesar
proposional terhadap jumlah yang belum dibayar.
Misalkan pada tanggal 10 April (tanggal jatuh tempo), ketika bank hendak mendebit rekening
nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di rekening PT ABC untuk membayar
angsuran bulan April. Saldo rekening yang tersedia hanya Rp. 2.025.000 dan Bank maksimal
hanya dapat mendebit rekening sebesar Rp. 2.000.000, maka jurnal yang diperlukan sbb:
5. Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang ditentukan
(pelunasan dini)
Nasabah diperkenankan melunasi pembiayaan yang didapatnya lebih awal dari waktu
yang disepakati. Bagi bank syariah, pelunasan lebih awal merupakan hal yang sangat baik
karena mengurangi beban pengawasan dan administrasi dimasa depan. Oleh karena itu,
biasanya bank memberikan potongan atas pelunasan tersebut. Dalam praktik perbankan,
besar/kecilnya potongan oleh bank mempertimbangkan jenis pembiayaan dan jangka waktu.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
70 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
Pembiayaan untuk perusahaan atau lembaga cenderung lebih besar disbanding potongan
individu. Adapun pembiayaan dengan sisa jangka waktu lebih lama cenderung lebih besar
dibanding dengan sisa waktu yang lebih pendek. Oleh karena potongan tersebut merupakan
kewenangan bank dan bukan hak nasabah, maka bank juga boleh tidak memberikan
potongan pada nasabah yang melakukan pelunasan dini.
Misalkan pada waktu 10 Juni 20xx, PT ABC bermaksud melunasi sisa kewajibannya dengan
nilai buku Rp. 90.000.000 yang terdiri atas pokok pembiayaan sebesar Rp. 75.000.000 dan
margin yang ditangguhkan sebesar Rp. 15.000.000. Disepakati pada saat pelunasan bahwa
potongan pelunasan akan diberikan sebesar 80% dari sisa margin murabahah yang masih
ditangguhkan.
Besarnya potongan pelunasan dan margin murabahah yang akan menjadi pendapatan
margin murabahah adalah sbb :
Margin yang ditangguhkan = Rp. 15.000.000
Potongan pelunasan = 80% x Rp. 15.000.000
= Rp. 12.000.000
Pendapatan margin murabahah = margin yang ditangguhkan – potongan pelunasan
= Rp. 15.000.000 – Rp. 12.000.000
= Rp. 3.000.000
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
SALAM
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
09
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Tansaksi Salam adalah Memahami Konsep Transaksi Salam
pembelian kini untuk
penyerahan dimasa yang akan datang
Utang salam diakui pada saat bank menerima modal usaha salam yang diterima.
Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aktiva non kas. Modal usaha salam
dalam bentuk aktiva non kas diukur sebesar nilai wajar.
Contoh 2 :
Seorang petani datang pada bank syariah untuk mendapatkan pembiayaan salam. Ia memiliki
sawah 2 ha yang bisa ditanami. Ia mengajukan dana sebesar Rp. 10.000.000. yg digunakan
untuk membeli bibit padi dan pemeliharaan. Perkiraan untuk 2 ha sawah, bisa menghasilkan
6 ton beras sudah digiling, bila dijual per-kg nya Rp. 4000. Ia akan menyerahkan beras 3 bulan
lagi.
Jawab:
Bank akan mendapatkan beras Rp. 10.000.000/4.000=Rp. 2500kg. beras tersebut dapat
dijual kembali pada pihak ke 3 dengan harga Rp/4.400/kg. jadi total pendapatan Rp. 4.400 x
2.500kg=Rp.11.000.000. Jadi keuntunganya: Rp. 11.000.000-Rp. 10.000.000= Rp.
1.000.000.
Dijurnal:
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, PSAK 103, Jakarta
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 05/DSN-MUI/IV/2000, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
ISTISHNA
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
10
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Istishna adalah pembelian yang Memahami Konsep Jual Beli Istishna
dikondisikan
Transaksi ini memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal yang dibeli belum
ada pada saat transaksi, melainkan harus dilunasi terlebih dahulu. Dan dalam transaksi salam
barangnya adalah hasil dari pertanian sedangkan dalam Istishna biasanya barang
manufaktur. Dalam pembayarannya Istishna dapat di bayarkan di muka, melalui cicilan, atau
di tangguhkan sampai waktu pada masa yang akan datang. Namun ada juga yang
berpendapat beda menurut Fuqaha’ Hanafi Istishna' dikategorikan sebagai jual beli sesuatu
dengan suatu syarat. Bagi mereka jual beli istishna' tidak sama dengan jual beli salam. Begitu
juga dengan pendapat fuqaha’ Hambali yang berpendapat bahwa al-istishna' tidak sama
dengan jual beli salam. Fuqaha’ Hambali mendefinisikan istishna sebagai jual beli sesuatu
dengan syarat. Sedangkan fuqaha’ bermazhab Maliki dan Syafi’i mengkategorikan istishna'
sama dengan Bai' al-salam. Konsep al-istishna' sama dengan Bai' salam yaitu kedua-duanya
merupakan unsur niaga pemesanan barang, yang membedakan antara kedua prinsip tersebut
ialah jenis-jenis barang yang dipesan. Hal ini dilihat bahwa jenis-jenis barang yang dipesan di
dalam jual beli salam adalah lebih umum dibanding barang yang dipesan di dalam al-istishna
yang dipesan yang berbentuk khusus dan biasanya tidak banyak beredar dipasaran atau tidak
pasaran.
Skema istishna
PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna membahas tentang akuntansi istishna dan
istishna paralel dari sudut pandang LKS sebagai penjual dan pembeli. Dalam hal mengenai
proses/alur tagihan (billing) istishna adalah sub-kontraktor akan melakukan penagihan atas
barang pesanan kepada LKS dan selanjutnya LKS melakukan penagihan kepada pemesan
atau pembeli akhir.
Sedangkan pada PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna bagian pengakuan dan
pengukuran akuntansi untuk penjual menjelaskan bahwa biaya perolehan istishna terdiri dari
biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari bahan baku dan tenaga kerja
langsung untuk membuat barang pesanan. Biaya tidak langsung terdiri dari biaya overhead,
termasuk biaya akad dan pra-akad.Biaya pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan
diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati.Tetapi bila akad tidak disepakati,
maka biaya tersebut dibebankan di periode berjalan. Biaya perolehan istishna yang terjadi
selama periode laporan keuangan, diakui sebagai aset istishna dalam penyelesaian pada saat
terjadinya.Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan
pengembangan tidak termasuk dalam biaya istishna.
Biaya perolehan istishna paralel terdiri dari biaya perolehan barang pesanan sebesar
tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas; biaya tidak langsung adalah biaya
overhead, termasuk biaya akad dan pra-akad; dan semua biaya akibat produsen atau
kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, bila ada. Biaya perolehan istishna paralel
diakui sebagai aset istishna dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen
atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
Pendapatan istishna adalah total harga yang disepakati dalam akad antara bank dari pembeli
akhir; termasuk margin keuntungan. Margin keuntungan adalah selisih antara pendapatan
istishna dari harga pokok istishna.
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dari biaya untuk penyelesaian tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode
akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak ada pendapatan istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
2. Tidak ada harga pokok istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
3. Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dari
4. Pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna, dari keuntungan dilakukan
hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.
Jika pembeli akhir melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dari bank
memberikan potongan, maka bank menghapus sebagian keuntungannya sebagai akibat
penyelesaian awal tersebut.
Jurnal
Pengakuan untuk asset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi dan biaya
serta pendapatan asset dapat di identifikasi terpisah, maka akan dianggap akad terpisah. Jika
tidak maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan tambahan dan sifatnya signifikan
atau dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad terpisah
Untuk akun yang kredit akan tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk
memenuhi kewajiban akad tersebut.
Beban pra akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’
jika akad disepakati. Jika tidak disepakati maka biaya tersbut dibebankan pada periode
berjalan.
Jurnal
1. Pembelian mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Jurnal:
2. Aset Istishna yang diperolh melalui Transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih
dari satu tahun diakui sebesar: baiya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
istishna’ tangguh.
PENYAJIAN
Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
1. Piutang istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum dilunasi
oleh pembeli akhir.
2. Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin penjual
kepada pembeli akhir.
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
MUDHARABAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
11
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Mudharabah adalah penitipan dana Memahami Konsep Mudharabah
kepada pengelola.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan
berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha,
atau berdagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti potongan,
karena pemilik memotong sebagain hartanya untuk diperdagangkan dan memperolah
sebagian keuntungan. Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti
sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan
modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi
keuntungan.
Sedangkan secara istilah, mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh pemilik modal
kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya
sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.
Secara teknis, Antonio (2001) mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerja sama usaha
antara dua pihak di mana salah satu pihak menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola.
Kemudian berdasarkan PSAK 105 mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak
kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal. Namun
demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta
jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan itu hanya dapat dicairkan
Macam-macam Mudharabah
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah.
Berikut penjelasan ketiga jenis mudharabah tersebut.
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa
adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi.
Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk
menggunakan dana yang diinvestasikan.
Dalam perbankan syariah kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan
maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik
dana, sedang bank sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola
dana penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik
dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan
dana untuk keperluan usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan
kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha.
Dalam PSAK 105 par. 7 tantang mudharabah, batasan tersebut bisa berupa:
1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya;
2. Tidak menginvestasikan dananya pada teransaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau
jaminan; Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang
diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
3. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari
pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan
kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
97 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
tersebut. Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad
mudharabah dan musyarakah.
Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:
1. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai
musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau
2. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi
untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai
mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Rukun Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
1. Pelaku (pemilik modal dan pelaksana usaha)
2. Objek mudharabah (modal dan kerja)
3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
4. Nisbah keuntungan
4. Nisbah keuntungan Rukun yang satu ini merupakan ciri khas dari akad mudharabah, yang
tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh
kedua belah pihak yang berakad.
Bagi hasil untuk akad mudharabah musytarakah (PSAK 105 PAR 34)
Ketentuan untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:
1. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut
dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing.
2. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi
untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dan dengan pemolik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
5. Hasil usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Jurnal:
Piutang pendapatan bagi hasil xx
Pendapatan bagi hasil mudharabah xx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hsil.
Jurnal:
Kas xx
Piutang pendapatan bagi hasil xx
Jurnal:
Kas/piutang/aset nonkas xxx
Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Mudharabah xxx
Keuntungan investasi mudharabah xxx
ATAU
Kas/piutang/aset nonkas xxx
Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Kerugian investasi mudharabah xxx
Investasi mudharabah xxx
1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima
2. Pengukuran dana syirkah temporer Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas atau
nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Jurnal
Kas/aset nonkas xxx
Dana syirkah temporer xxx
Jurnal pencatatan ketika menerima pendapatan bagi hasil dari penyaluran kembali dana
syirkah temporer:
Kas/piutang xxx
Pendapatan yang belum dibagikan xxx
4. Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada
pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akutansi konvensional
yaitu:
Jurnal penutup:
Pendapatan yang belum dibagikan: xxx
Beban Bagi Hasil Mudharabah – pemilik dana xxx
Beban Bagi Hasil Mudharabah – pengelola dana xxx
5. Kerugian yang diakibatkan oleh kesaahan atau kelainan pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana. Jurnal:
Beban xxx
Utang Lain-lain/Kas xxx
6. Diakhir akad
Jurnal:
Dana Syirkah Temporer xxx
Kas/Aset Nonkas xxx
Jika ada penyelisihan kerugian sebelumnya Jurnal:
Dana Syirkah Temporer xxx
Kas/Aset Nonkas xxx
Penyisihan Kerugian xxx
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
MUSYARAKAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
12
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Tansaksi adalah Kerjasama Memahami Konsep Aktif dan Pasif
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam
hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku
(fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau
syarikat (kamus al Munawar) Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan
dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya.
Pendapatan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya) atau sesuai
nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional
sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya). Jika
salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad
musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya.
Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang
lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya. Porsi jumlah bagi
hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha
yang diperoleh selama periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas,
termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Pengelola musyarakah
mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang
dikelola dalam pembukuan tersendiri.
Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat, musyarakah
akad dapat diklasifikasikan:
1. Musyarakah al-inan
Syirkah al-inan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka
miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, kemudian berbagi
keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam musyarakah ‘inan bersifat terbatas pada
persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah dalam dunia perbankan umumnya
didasarkan atas konsep musyarakah ‘inan.
2. Musyarakah abdan ( syirkah a’mal)
Musyarakah abdan adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih yang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
3. Musyarakah wujuh
4. Musyarakah mufawadhah
Musyarakah mufawadhah adalah kontrak kerjasama dimana para anggotanya memiliki
kesamaan dalam modal, aktivitas, tanggung jawab dan utang piutang dari mulai berdirinya
musyarakah hingga akhir. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara bersama.
Mayoritas ulama membolehkan jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi, Imam Syafi’i melarang
syirkah ini karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan oleh mitra
lainnya, kendati ia tidak mengetahui. Dengan demikian, jika hal ini dilaksanakan maka akan
dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang dilarang dalam agama islam.
STANDAR AKUNTANSI
PSAK 106: Akuntansi Musyarakah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah (2002) yang mengatur mengenai musyarakah.
1. PSAK 106 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah baik sebagai mitra
aktif dan mitra pasif.
2. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk
mitra aktif dan akuntansi untuk mitra pasif dalam transaksi musyarakah.
3. Kewajiban bagi mitra aktif untuk membuat catatan akuntansi terpisah atas usaha
musyarakah yang dilakukan.
4. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai mitra aktif, penyempurnaan
dilakukan untuk:
• pengukuran pada akad atas penyetoran infestasi musyarakah aset non kas di ukur sebesar
nilai wajar.
• penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif di akui sebagai musyarakah dan di sisi lain
di akui syirkah temporer
5. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai mitra pasif
penyempurnaan di lakukan untuk:
• pengukuran pada saat akad atas penyetoran investasi musyarakah aset non kas di ukur
sebesar nilai wajar.
• keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset non kas diserahkan pada nilai wajar
disajikan sebagai pos lawan dari investasi musyarakah.
Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi
hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen II.
Db. Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah-akrual 4.000.000
Db. Kas/Rekening nasabah 4.000.000
Kr. Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000
Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun
ini merupakan sub akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil musyarakah akrual
disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil ini belum berwujud kas, maka
pendapatan bagi hasil akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan
nasabah penghimpunan. Untuk kemudahan mengidentifikasi pendapatan yang belum
berwujud kas, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan pendapatan bagi hasil
yang telah berwujud kas.
Jika tidak mampu melunasi modal musyarakah bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo
sebagai berikut:
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, PSAK 106, Jakarta
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 08/DSN-MUI/IV/2000, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
IJARAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
13
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Tansaksi adalah Kerjasama Sewa Memahami Konsep Ijarah
Ijarah adalah penjualan manfaat atau salah satu bentuk aktivitas antara dua belah
pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling meringankan, serta
termasuk salah satu bentuk tolong-menolong yang dianjurkan agama. Menurut bahasa, Ijarah
berasal dari kata al–ajru yang artinya adalah al-iwadh dalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai ganti dan upah. Dalam arti luas, ijarah adalah suatu akad yang berisi penukaran
manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Dalam Fikih
Islam, ijarah yaitu memberikan sesuatu untuk disewakan.
Ijarah sebagai jual beli jasa yang bisa disebut upah mengupah, yakni mengambil
manfaat dari tenaga manusia, ada pula yang mengatakan bahwa ijarah itu jual beli
kemanfa’atan dari suartu barang atau disebut dengan sewa – menyewa. Dari definisi ijarah,
bahwa ijarah di bagi menjadi dua yaitu ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah
didasarkan pada adanya perpindahan manfaat. Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual
beli. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada dua hal utama, yaitu berbeda pada objek
akad di mana objek jual beli adalah barang konkrit, sedang yang menjadi objek pada ijarah
adalah jasa atau manfaat, antara jual beli dan ijarah juga berbeda pada penetapan batas
waktu, di mana pada jual beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi,
sedang kepemilikan dalam ijarah hanya untuk batas waktu tertentu.
Menurut fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH, Fatwa DSN No:
27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT, didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, maka haruslah diketahui secara jelas
dan disepakati bersama sebelumnya:
• Jenis pekerjaan, dan jumlah jam kerjanya setiap harinya.
• Berapa lama masa kerja. Haruslah disebutkan satu atau dua tahun.
• Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya, harian, bulanan, mingguan ataukah
borongan?
• Tunjangan-tunjangannya harus disebutkan dengan jelas. Misalnya besarnya uang
transportasi, uang makan, biaya kesehatan, dan lain-lainnya.
Rukun Ijarah:
1. Mu’jar(orang/barang yang disewa)
2. Musta’jir (orang yang menyewa)
3. Sighat (ijab dan qabul)
4. Upah dan manfaat.
1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah yang menyewakan, Musta’jir adalah orang
yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan bagi
Mu’jir dan Musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta),
dan saling meridhai. Bagi orang yang berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang
yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.
2. Shighat ijab kabul antar Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-
mengupah, ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari
Rp 5.000,00”, maka musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga
demikian setiap hari”.
Barang yang disewakan atau sesuatau yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan
pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini:
1. Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah mengupah dapat
diamfaatkan kegunaannya.
2. Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat
diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-
menyewa).
3. Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’
bukan hal yang dilarang (diharamkan).
4. Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian dalam akad.
Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
1. objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan
sebagai pemberi sewa (muajjir);
2. manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
3. manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4. pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
5. manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
6. spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik,
kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat
kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat
mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak
yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak
hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena
manfaat tidak boleh diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat,
kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad
Macam-Macam Ijarah
Ijarah merupakan suatu akad yang lazim, yaitu suatu akad yang tidak boleh ada
pembatalan pada salah satu pihak, baik orang yang menyewakan barang atau penyewa,
kecuali ada sesuatu hal yang yang menyebabakan ijarah itu batal, antara lain:
1. Menurut Hanafiyah berakhir dangan meninggalnya salah seorang dari dua orang yang
berakad ijarah hanya hak manfaat, maka hak ini tidak dapat di wariskan karena warisan
berlaku untuk benda yang dimiliki. Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat ijarah tidak batal
karena kematian salah satu pihak yang berakad. Sifat akad ijarah adalah akad lazim
(mengikat para pihak) seperti halnya dengan jual beli. Ijarah merupakan milik al-manfaah
(kepemilikan manfaat) maka dapat diwariskan.
2. Pembatalan akad ijarah dengan iqalah, yaitu mengakhiri suatu akad atas kesepakatan
kedua belah pihak. Diantara penyebabnya adalah terdapat aib pada benda yang disewa
yang menyebabkan hilang atau berkurangnya manfaat pada benda itu.
3. Sesuatu yang diijarahkan hancur, rusak atau mati misalnya hewan sewaan mati, rumah
sewaan hancur. Jika barang yang disewakan kepada penyewa musnah, pada masa sewa,
perjanjian sewa menyewa itu gugur demi hukum dan yang menanggung resiko adalah pihak
yang menyewakan.
4. waktu perjanjian akad ijarah telah habis, kecuali ada uzur atau halangan. Apabila ijarah
telah berakhir waktunya, maka penyewa wajib mengembalikan barang sewaan utuh seperti
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
123 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
semula. Bila barang sewaan sebidang tanah sawah pertanian yang di tanami dengan tanaman
padi, maka boleh ditangguhkan padinya bisa dipetik dengan pembayaran yang sebanding
dengan tenggang waktu yang diberikan.
Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diakui selama masa akad secara
proporsional kecuali pendapatan ijarah muntahiyah bittamlik memulai penjualan secara
bertahap maka besar pendapatan setiap periode akan menurun secara progresif selama
masa akad karena adanya pelunasan bagian per bagian objek sewa pada setiap periode
tersebut.
Piutang pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diukur sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Jika biaya akad menjadi beban
pemilik objek sewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi
pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.
Perpindahan hak milik objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah
diakui pada saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan objek sewa yang telah
diserahkan kepada penyewa. Objek sewa yang telah dikeluarkan dari aktiva pemilik objek
sewa pada saat terjadinya perpindahan hak milik objek sewa.
Pengakuan pelepasan objek sewa ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan objek sewa
secara bertahap adalah sebagai berikut :
1. Perpindahan hak milik sebagian objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah
diselesaikan dan penyewa menbeli sebagian objek sewa dari pemilik objek sewa;
2. Nilai buku bagian objek sewa yang telah dijual dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa
pada saat terjadinya perpindahan hak milik bagian objek sewa;
3. Pemilik objek sewa mengakui keuntungan atau kerugian sebesar selisih antara harga jual
dan nilai buku atas bagian objek sewa yang tersisa maka perlakuan akuntansinya.
Dalam ijarah muntahiyah bittamlik, jika objek sewa mengalami penurunan nilai permanen
sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa dan penurunan nilai timbul bukan akibat
tindakan penyewa atau kelalaiannya, serta jumlah cicilan ijarah yang sudah dibayar melebihi
nilai sewa yang wajar, maka selisih antara keduanya (jumlah yang sudah dibayar penyewa
untuk tujuan pembelian aktiva dan nilai sewa wajarnya) diakui sebagai kewajiban kepada
penyewa dan dibebankan sebagai kerugian pada periode terjadinya penurunan nilai.
Jika biaya pemeliharaan rutin dan operasi objek sewa berdasarkan akad menjadi beban pada
saat terjadinya. Biaya pemeliharaan rutin dan operasi dalam ijarah muntahiyah bittamlik
melalui penjualan objek sewa secara bertahap akan meningkat secara progresif sejalan
dengan peningkatan kepemilikan objek sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah diakui pada
saat seluruh pembayaran sewa ijarah telah diselesaikan dan objek sewa telah diterima
penyewa. Objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar nilai wajar pada
saat terjadinya. Penerimaan objek sewa tersebut di sisi lain akan menambah :
1. Saldo laba, jika sumber pendanaan berasal dari modal bank;
2. Dana investasi tidak terikat, jika sumber pendanaan berasal dari simpanan pihak ketiga
3. Saldo laba dan dana investasi tidak terikat, jika sumber pendanaan berasal dari modal bank
dan simpanan pihak ketiga.
Perpindahan hak milik objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui pembelian objek
sewa dengan harga sebesar sisa cicilan sewa sebelum berakhirnya masa sewa yang diterima
diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayarkan.
Pengakuan penerimaan objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui pembayaran
sekadarnya adalah sebagai berikut :
1. Perpindahan hak milik objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa ijarah telah
diselesaikan dan penyewa membeli objek sewa dari pemilik objek sewa;
2. Objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayarkan
Pengakuan penerimaan objek dalam ijarah muntahiyah bittamlik memalui pembelian objek
sewa bertahap adalah sebagai berikut :
1. Perpindahan hak milik sebagian objek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa ijarah
telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian objek sewa dari pemilik objek sewa
2. Bagian objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar biaya
perolehannya.
AKUNTANSI PEMILIK
BPRS ALBARAKAH mendapatkan pengajuan pembiayaan ijarah dari PT. RENCARINDO.
Perusahaan tersebut bermaksud menambah 1 buah armada kendaraan jenis Toyota Camry
keluaran tahun 2008 untuk melayani konsumen di jakarta, spesifikasi kendaraan sbb:
Merek : TOYOTA ALL New CAMRY
Tahun Pembuatan : 2008
Dealer : PT. Toyota Astra Motor (TAM)
Umur Ekonomis : 5 tahun (60 bulan)
Harga Perolehan : Rp 500.000.000,00 (on the roads)
Uang Muka Sewa : Rp 50.000.000,00
Sewa Per Bulan : Rp 15.000.000,00
Jangka Waktu Sewa : 4 tahun (48 Bulan)
Waktu Pembelian Barang : Bulan ke-48
Biaya Notaris : Rp 5.000.000,00
Ilustrasi 2. BPRS ALBARAKAH melakukan transaksi ijarah dengan PT. RENCARINDO dan
atas transaksi tersebut BPRS mencatat dalam jurnal sebagai berikut:
Aset yang Diperoleh untuk Ijarah Rp 500.000.000,00
Aset Ijarah Rp 500.000.000,00
Catatan: pencatan ini dilakukan untuk memberikan informasi dalam neraca bahwa rekening
aset ijarah hanya digunakan untuk aset ijarah yang belum disewakan kepadda pihak lain
sedangkan rekening aset yang diperoleh untuk ijarah digunakan untuk pencatatan pengakuan
aset ijarah yang sudah disewakan oleh pihak lain baik dengan akad ijarah maupun ijarah
muntahiyah bittamlik.
AKUNTANSI PENYEWA
BPRS ALBARAKAH mendapatkan pengajuan pembiayaan ijarah dari sebuah perusahaan
eksportir kerjinan PT HANDICRAFT di Yogyakarta untuk menyediakan mobil ekslusif bagi
manajer perusahaannya. PT HANDICRAFT tidak ingin memiliki mobil tersebut sehingga
hanya bermaksud menyewa saja. Oleh karena itu BPRS ABARAKAH tidak memiliki mobil
yang dimaksud, maka BPRS menghubungi PT RENCARINDO.
Adapun spesifikasi kendaraan yang dimaksud dan informasi lain berkaitan dengan akad
adalah sebagai berikut:
Jenis kendaraan : sedan
Merek : Toyota All New Camry
Kapasitas mesin : 4000 cc
Tahun pembuatan : 2008
Dealer : PT TOYOTA ASTRA MOTOR (TAM)
Umur Ekonomis : 5 tahun (12 bulan)
3. Jika sumber pembayaran sewa aset ijarah berasal dari investasi tidak terikat dan modal
LKS
Aset ijarah (D) Rp 500.000.000
Pendapatan operasi lainnya (K) Rp 250.000.000
Pendapatan utaman operasi lainnya (K) Rp 250.000.000
Catatan: pendapatan yang diakui sebagai pendapatan operasi utama lainnya harus
dibagihasilkan juga kepada pemegang rekening investasi mudharabah sesuai kesepakatan
nisbah sedangkan pendapatan lainnya menjadi hak sepenuhnya LKS.
b. Melalui pembelian obyek ijarah sebelum berakhirnya masa sewa dengan harga beli sebesar
sisa cicilan sewa atau sekedarnya.
Misalnya sisa cicilan yangbbelum dibayarkan sebesar Rp. 60.000.000
Aset Ijarah (D) Rp. 60.000.000
Aset/Rekening Pemilik Objek Ijarah Rp.60.000.000
Catatan: jika nilai sisa cicilan dan nilai buku obyek ijarah sama
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, PSAK 107, Jakarta
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 09/DSN-MUI/IV/2000, 27/DSN-
MUI/2000, 44/DSN-MUI/2004, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
QARDH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
14
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Pinjaman Bersifat Sosial Memahami Konsep Qardh
Menurut istilah al-qardh secara lughawi (etimologi) berarti (terputus). Harta yang
dihutangkan kepada pihak lain dinamakan qardh karena ia terputus dari pemiliknya. Dan
menurut istilah (terminologinya), al-qardh sesuai dengan definisi yang berkembang di
kalangan Fuqaha adalah sebagai berikut: “Al-qardh adalah akad penyerahan (pemilikan)
harta al-misliyat kepada orang lain untuk ditagih pengembaliannya, atau dengan pengertian
lain,” suatu akad yang bertujuan untuk menyerahkan harta misliyat kepada pihak lain untuk
dikembalikan yang sejenis dengannya.” Sedangkan menurut Sayyid Sabbiq, bahwa al-Qardh
adalah: "Sesuatu/harta yang diberikan oleh orang yang menghutangi kepada penghutang
dengan pengembalian yang sama pada saat penghutang sudah mampu mengembalikan”.
Secara terminologi, qardh berarti menyerahkan harta kepada orang yang
menggunakannya untuk dikembalikan gantinya ada suatu saat. Qardh merupakan transaksi
yang diperbolehkan oleh syariah dengan menggunakan skema pinjam-meminjam. Akad
qardh merupakan akad yang memfasilitasi peminjaman sejumlah dana tanpa adanya
pembebanan bunga atas dana yang dipinjam oleh nasabah.
Al-qardh secara bahasa artinya adalah al-qath’u (memotong). Dikatakan demikian
kerana pemberi utang (muqrid) memotong sebagian hartanya dan memberikannya kepada
pengutang. Adapun definisinya secara syara’ adalah pemberian harta kepada orang yang
mengambil manfaatnya, lalu orang tersebut mengembalikan gantinya. Menurut ulama
Hanafiyah, qardh merupakan akad khusus pemberian harta mitsli kepada orang lain dengan
adanya kewajiban pengembalian semisalnya.
Al-qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang memberikan
pinjaman yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
(Zuhaili, 1989, IV, hal.720)
SKEMA QARDH
Pertama: bank syariah melakukan evaluasi dan seleksi terhadap kelayakan nasabah
menerima pinjaman qardh. Evaluasi dan seleksi lebih dilihat pada aspek kesesuaian nasabah
dengan criteria yang ditetapkan bagi penerima dana qardh yang bersifat sosial. Selanjutnya,
kedua belah pihak menyepakati akad qardh.
Kedua: setelah akad qardh disepakati, bank syariah selanjutnya menyerahkan dana qardh
sesuai dengan yang disepakati.
Ketiga: nasabah melakukan pengembalian pinjaman qardh sebesar yang dipinjam, baik
secara langsung keseluruhan maupun cicilan.
Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari internal dan eksternal bank. Sumber
pinjaman qardh yang berasal dari eksternal bank berasal dari dana infaq, sedekah dan
sumber dana non-halal, sedangkan pinjaman qardh yang berasal dari internal bank adalah
ekuitas bank syariah.
Sumber dana qardh dapat berasal dari
1. Bagian modal LKS,
2. Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS.
PENGGUNAAN QARDH
Transaksi qardh pada dasarnya merupakan transaksi yang bersifat sosial karena tidak
diikuti dengan pengambilan keuntungan dari dana yang dipinjamkan. Kendati demikian,
transaksi ini juga bermanfaat bagi bank syariah untuk memfasilitasi berbagai keperluan bank
syariah dalam hal:
1. Pemenuhan tangguang jawab sosial bank syariah untuk membantu mengembangkan
usaha kecil mikro yang memerlukan dana tanpa bunga.
2. Menyalurkan dana sosial yang dihimpun oleh bank syariah, baik dari dana yang sesuai
dengan syariah, seperti dana infaq, sedekah, hibah, dendan dan lainnya maupun yang tidak
TUJUAN/MANFAAT
Tujuan dan manfaat qardh adalah:
1. Bagi bank Manfaat pembiayaan berdasarkan akad qardh bagi bank adalah sebagai salah
satu bentuk penyaluran dana termasuk dalam rangka pelaksanaan fungsi bank untuk
mendapatkan fee dan jasa lain yang disertai pemberian fasilitas qardh.
2. Bagi nasabah Manfaat transaksi pembiayaan qardh bagi nasabah adalah sebagai sumber
pinjaman yang bersifat nonkomersial. Selain itu bagi nasabah, qardh merupakan sumber
pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan
garansi dan pengambilalihan kewajiban.
Pinjaman Qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki
kemampuan finansial untuk tujuan social atau untuk kemanusiaan.
Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan
penerima pinjaman.
Biaya administrasi dalam jumlah yang terbatas diperkenankan untuk dibebaskan kepada
peminjam, jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaiannya maka kerugian
tersebut dapat mengatasi jumlah pinjaman.
KETENTUAN QARDH
Ketentuan Umum al-Qardh
1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang
telah disepakati bersama.
3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada
LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
138 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat
yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
1. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Ketentuan yang terkait dengan transaksi pinjaman qardh meliputi berbagai aspek, antara lain:
1. Larangan mensyaratkan tambahan pengembalian atas suatu pinjaman;
2. Larangan menunda pembayaran pinjaman bagi orang yang mampu;
3. Perintah meringankan beban orang yang kesulitan membayar pinjaman;
4. Pembolehan mengenakan biaya administrasi; dan
5. Pembolehan sanksi pada peminjam yang mampu, tetapi melalaikan kewajibannya.
SANKSI
1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya dan bukan karena ketidak-mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi
kepada nasabah.
2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa --
dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan.
3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara
penuh
Pelaporan akuntansi qardhul hasan disajikan sendiri dalam laporan sumber dan penggunaan
dana qardhul hasan, karena dana tersebut bukan aset perusahaan.
Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat dengan akun dana kebajikan dan dibuat buku besar
pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana kebajikan yang diterima atau
dikeluarkan.
2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal, jurnal:
Dr. Dana kebajiakn-kas
Cr. Dana kebajikan denda/pendapatan non halal
4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardhul hasan, jurnal:
Dr. Dana kebajikan-kas
Cr. Dana kebajikan-dana kebajikan poduktif
Sedangkan dalam PSAK No. 59 tahun 2002 yang mengatur pengakuan dan pengukuran
pinjaman qardh, menjadikannya kedalam dua hal.
Yang pertama, dalam hal bank sebagai peminjam qardh, kelebihan pelunasan kepada
pemberi pinjaman qardh diakui sebagai beban. Dan dalam hal bank sebagai pemberi
pinjaman qardh.
Dalam hal bank yang memberikan pinjaman, maka bank akan membuat pencatatan sebagai
berikut:
1) Pada saat memberikan pinjaman qardh:
Dr. Piutang qardh
Cr. kas
2) Pada saat menerima pelunasan di tambah kelebihan pembayaran:
Dr. Kas
Cr. Piutang qardh
Cr. Pendapatan qardh
Dalam hal bank sebagai peminjam qardh, maka bank akan membuat jurnal untuk
mencatatnya sebagai berikut:
1) Pada saat menerima pinjaman:
Dr. Kas
Cr. Utang qardh
2) Pada saat pelunasan utang qardh ditambah kelebihan pembayaran:
Dr. Utang qardh
Dr. Belian qardh
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
140 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
Cr. Kas
Sedangkan dalam PAPSI tahun 2003, perlakuan akuntasi qardhul hasan sebagai berikut:
1) Pada saat pinjaman qardh diberikan
Dr. pinjaman qardh
Cr. Kas / rekening nasabah / kliring
2) Pada saat penerimaan biaya administrasi
Dr. kas
Cr. Pendapatan operasional lainnya – pendapatan administrasi pinjaman qardh
3) Pada saat penerimaan biaya imbalan
Dr. kas
Cr. Pendapatan operasional lainnya -
4) Pada saat pelunasan / cicilan
Dr. kas / rekening nasabah / kliring
Cr. Pinjaman qardh
5) Pada saat penghapusan pinjaman qardh
Dr. cadangan penyisihan kerugian pinjaman qardh
Cr. Pinjaman qardh
Perbankan
Syariah
Pokok Bahasan
ZAKAT dan
Transaksi Berbasis Imbalan
DALAM BANK SYARIAH
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
15
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 84048 Mohamad Torik L Buana, SE, MM
Abstract Kompetensi
Sistem Zakat dan Transaksi Lain Memahami Konsep Operasional non
Penghimpunan dan Penyaluran Dana
Jenis Zakat
Ada dua jenis zakat:
1. Zakat jiwa/ zakat fitrah
Adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim setelah matahari terbenam akhir bulan
Ramadhan. Lebih utama dibayar sebelum shalat ‘idul fitri, karena jika bayar setelah shalat ied,
maka sifatnya seperti sedekah biasa bukan zakat fitrah.
2. Zakat harta
Zakat harta adalah zakat yang boleh di bayar pada waktu yang tidak tertentu, mencakup hasil
perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak
serta hasil kerja profesi, yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri-sendiri dan cukup
nisab.
AKUNTANSI ZAKAT
Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang
memenuhi kriteria wajib zakat (PSAK 101 paragraf 71). Unsur dasar laporan sumber dan
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
147 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana, penggunaan dana selama
satu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukan dan azakat yang belum
disalurkan pada tanggal tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dana zakat tidak diperkenankan
untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif.
2. jika pemberian dilakukan dalam bentuk non kas, maka dicatat berdasarkan jumlah yang
tercatat
Dana Zakat (D) xxx
Aset non kas - dana zakat (K) xxx
DANA KEBAJIKAN
Dana kebajikan merupakan dana sosial diluar zakat yang berasal dari masyarakat yang
dikelola oleh bank syariah. Dana kebajikan bisa juga disebut dengan dana qardh. PSAK 59
dan PAPSI menggunakan istilah qardh dan bukan istilah dana kebajikan. Akan tetapi, pada
PSAK 101, istilah ini diganti dengan istilah “Dana Kebajikan”. Tidak ada keterangan resmi
alasan penggantian istilah ini dalam PSAK 101. Akan tetapi, adanya istilah dana kebajikan
memberi fleksibilitas dalam sumber maupun penggunaan dana tersebut, mengingat istilah
qardh lebih tepat digunakan untuk transaksi yang terkait dengan pinjam meminjam tanpa
bunga.
AKAD SHARF
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi
jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual
beli atau pertukaran mata uang, dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis
(misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar
atau sebaliknya).
Nilai tukar atau kurs mata uang yang telah diketahui oleh kedua belah pihak. Valuta
yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual sebelum keduanya
berpisah. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka
jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang sama, sekalipun model dari mata
uang yang berbeda.
Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli. Dalam akad sharf
tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan,
karena sharf dikatakan sah apabila penguasaan objek akad dilakukan secara tunai atau dalam
kurun waktu 2×24 jam (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan
perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang
melakukan jual beli valuta itu berpisah.
AKAD AL-WAKALAH
Akad wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh suatu pihak kepada pihak lain
dalam hal hal yang boleh diwakilkan. Sebabnya adalah tidak semua hal dapat di wakilkan
contohnya sholat, puasa, bersuci, qishash, talak, dan lain sebagainya.
Al Wakalah atau Al Wikalah atau Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian,
pemberian mandate (Sabiq, 2008). Akad Wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Sumber hukum dari akad
Al wakalah terdapat pada Al-Qur’an (Qs 18:19) dan As-Sunah. Rukun dan ketentuan Syariah
dalam akad ini adalah sebagai berikut:
Rukun wakalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri dari pihak pemberi kuasa/muwakil
dan pihak yang diberi kuasa/wakil, objek akad berupa barang atau jasa, ijab Kabul/serah
terima.
2016 Nama Mata Kuliah Pusat Bahan Ajar dan eLearning
150 Perbankan Syariah. http://www.mercubuana.ac.id
AKAD AL-KAFALAH (JAMINAN)
Kafalah disebut juga dharman (jaminan), hamalah (beban), dan za’amah
(tanggungan). (Sayid Sabiq, 1997). Adad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil).
Rukun kafalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri atas pihak peminjam, pihak yang
beruntung, dan pihak yang berutang; objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang
baik berupa barang, jasa maupun pekerjaan; ijab Kabul/serah terima.
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
DSAK IAI, 2007, KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PELAPORAN KEUANGAN
BANK SYARIAH, Jakarta
DSAK IAI, 2007, Jakarta
Firdaus Furywardhana SE, SS, MSi, Akuntansi Syariah, PPPS 2009 (Pendidikan dan
Pelatihan Perbankan Syariah), Jogjakarta
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Edisi 2.
Salemba Empat. Jakarta