Anda di halaman 1dari 7

Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Comparative Economic Islamic


Ahsin Aligori
NIM : 31211200000033
1. Analisis aspek politik kebijakan dan regulasi yang berdampak pada pengembangan keuangan Syariah
di negara muslim
Keuangan Syariah di Indonesia dan di negara muslim terus berkembang. Tentunya ini tidak lepas dari
regulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing negara. Pemerintah negara muslim berbeda-
beda dalam menganut system syariah, yaitu full menerapkan peraturan Syariah, dan masih
memberlakukan dual system konvensional dan Syariah.
Kasus dalam pengembangan perbankan/keuangan islam kontemporer sejak tahun 19870-an
mengambil 2 pola : 1) Merestrukturisasi sitem perbankan secara keseluruhan sesuai dengan syariat
islam (full fledged Islamic financial system), namun terjadi kegagalan seperti Negara Sudan dan
Pakistan. 2) Mendirikan bank islam dengan bank konvensional (dual banking system) seperti
Malaysia, Turki, Indonesia, Bahrain Bangladesh dan kini Pakistan Sudan.
Penerapan kebijakan dari dua system ada yang mengalami perkembangan kea rah yang lebih baik di
beberapa negara, sebaliknya ada beberapa negara mengalami kegagalan. Menurut Khan dan Bhatti
(2008), kegagalan lebih dari 25 tahun upaya islamisasi system keuangan di Pakistan sejak awal 1980-
an, disebabkan beberapa factor. 1) Politis dan birokrasi menunggangi Gerakan islamisasi untuk
mencapai tujuannya sendiri, 2) Bank sentral lamban mengimplementasikan kerangka konseptual
islamisasi, 3) Lemahnya dukungan institusi keuangan dan perbankan karena moral hazard, 4)
Masyarakat resisten terhadap islamisasi system keuangan karena prilaku risk averse sangat tinggi dan
lemahnya kepercayaan terhadap Lembaga keuangan, dan 5) Instabilitas makroekonomi dan krisis
pemerintahan yang sering melanda.
Kasus di Indonesia, praktek perbankan syariah di Indonesia baru dimulai pada tahun 1992 dan
stagnan selama hampir 7 tahun sesudahnya, disebabkan oleh minimnya dukungan regulasi.
Perkembangan pesat perbankan syariah di Indonesia saat ini juga tidak bisa dilepaskan dari dukungan
regulasi. BUS pertama, Bank Muamalat Indonesia, terjadi berkat dukungan UU No. 7/1992 tentang
perbankan yang memperkenalkan “bank bagi hasil”. Dengan aturan pelaksana PP No. 72/1992
tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, maka lahirlah bank syariah pertama di Indonesia yaitu
Bank Mumalat Indonesia pada 1992. Perkembangan perbankan syariah secara pesat sejak 1999 juga
merupakan hasil dari dukungan regulasi yang memadai yaitu UU No. 10/1998 tentang perubahan UU
No. 7/1992 dan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diperkuat oleh UU No.
3/2004. Eksperimen dual banking system di Indonesia berpuncak di tahun 1998 dengan lahirnya UU
No. 10/1998 yang mengizinkan perbankan konvensional untuk membuka unit usaha syariah (UUS).
Regulasi baru ini memicu ekspansi industri perbankan syariah nasional secara signifikan setelah
mengalami stagnasi selama lebih dari 7 tahun dan sekaligus secara resmi menandai penerimaan Bank
Indonesia terhadap eksistensi bank syariah dalam dual banking system. Industri perbankan syariah
kemudian tumbuh pesat setelah stagnasi pasca berdirinya bank syariah pertama. Tahun 1992 1 BUS
yaitu Bank Muamalat dan 9 BPR Syariah (BPRS), maka pada 1999, berdiri BUS kedua yaitu Bank
Syariah Mandiri dan UUS yang pertama yaitu UUS Bank IFI, dan jumlah BPRS meningkat pesat
mencapai 78. Pada 2004, berdiri BUS ketiga yaitu Bank Mega Syariah dan jumlah UUS meningkat
signifikan menjadi 15 UUS. Jelang terbitnya UU No. 21/2008, pada Juni 2008, jumlah BUS stagnan
sedangkan UUS melonjak dan mencapai puncaknya, yaitu 28 UUS. UUS diperkenalkan dan
dikembangkan diatas argumen infant industry, bahwa industri yang baru tumbuh perlu dilindungi dan
difasilitasi agar tumbuh dewasa, stabil dan mampu bersaing. Namun proteksi akan kredibel jika
diikuti dengan disiplin pasar, yaitu batas waktu yang tegas. UUS adalah insentif bagi pelaku
perbankan konvensional agar bersedia ikut mengembangkan perbankan syariah.
Permasalahan yang masih dihadapi dalam industry keuangan Syariah khususnya perbankkan Syariah
di negara-negara mayoritas muslim terkait market share yang masih rendah yaitu indoensia yang
hanya mencapai 6.75%, Mesir 5.5%. dari 6 negara pembanding, market share Malaysia tertinggi
34.2%.

2. Apakah ada pengaruh sentralisasi zakat dan wakaf (pengelolaan oleh Lembaga negara) terhadap
peningkatan portofolio zakat dan wakaf di negara muslim. Jelaskan berikut data pendukung

Pengelolaan Zakat di negara muslim


Pada masa nabi zakat untuk pengentasan kemiskinan. Dalam operasionalnya, menetapkan struktur
amil zakat yang terdiri dari : 1) petugas pencatat para wajib zakat, 2) petugas penaksir penghitung
zakat, 3) petugas penarik zakat, 4) petugas pemelihara harta, 5) petugas pendistribusian zakat ke
mustahik.
Perkembangan kontemporer, pengelolaan zakat dipengaruhi oleh system pemerintahan yang
mengelola zakat apakah tersentral dikelola Lembaga negara atau oleh masyarakat sipil. Saudi arabian
pengelolaan zakat di atur oleh undang undang . Menurut raja Saudi warga yang bukan Saudi tidak
wajib bayar zakat tapi wajib bayar pajak pendapatan. Zakat dikenakan pada semua jenis kekayaan.
Termasuk zakat penghasilan profesi jika sudah mencapai nisap maka di potong zakatnya cara
hitungnya tergantung laporan keuangan individu. Ketentuan undang undang negara dalan pengelolaan
zakat mulai dari tahun 1951M
Negara Sudan pengelolaan zakat ditetapkan dengan Undang undang zakat yang di terbitkan yaitu
pada bulan April 1984 dan berjalan dengan efektif September 1984. zakat berada dalam satu naungan
dengan pajak . Jadi di Sudan ini orang yang bekerja di pajak juga membantu menyalurkan dana zakat.
Negara Pakistan menerapkan Undang- undang zakat pada tahun 1979, sempurnanya undang undang
zakat pada tahun 1980 . pengelolaan zakat di negara Pakistan ini di sebut CZF (central zakat fund ) .
di negara Pakistan ini zakat merupakan hal yang wajib bagi yang beragama islam dan hartanya sudah
wajib zakat yaitu telah mencapai nisab.
Negara Yordania menetapkan Undang undang zakat di tetapkan oleh kerajaan Hasyimite yordania
pada tahun 1944M. Yordania negara islam yang paling awal menciptakan undang undang wajib
zakat. Pada tahun1988 terdapat undang- undang untuk Lembaga pengelola agar independent, dan
kelompok kerja di sebut lajnah az zakat (komisi zakat ) tugas nya melihat adanya orang miskin di
masyarakat, mendirikan tempat berobat , tepat belajar/ sekolah , proyek investasi
Negara Kwait menetapkan Undang undang zakat di kwait ini di setujui oleh perlemen, juga merupkan
undang undang adanya bait az zakat pada tanggal 1982 . dewan direksi nya adalah mentri wakaf . dari
awal berdirinya bait az-zakat mereka sudah fokus dengan perencanan serta strategisnya . Baitul zakat
ini berkembang sesuai dengan perkembangan yang di harapkan. semua itu karena pegawai yang
mempunyai keahlian dan menggunakan perencanaan yang baik
Negara Malaysia menetapkan Lembaga majlis agama yang sudah di beri tugas oleh pemerintah
sebagai pengurus masalah islam termasuk yang berkaitan dengan zakat . Ada 13 negri di Malaysia
yang mengurus zakat yaitu PPZ pusat pungutan zakat) , PPZ perannya untuk pengelolaan dan
manajemen PPZ di depan majelis agama

P en g h i mp u n an za k at i n d o n esi a

12
11
10
8
Jumlah (triliun)

6
5
4
3
3

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Tahun

Negara Indonesia menetapkan regulasi zakat yang mengatur penarikan, pengelolaan dan
pendistribusian berkembang dinamis dari masa kerajaan sampai pemerintahan sekarang. Pada masa
orde baru Tahun 1968 pemerintah mendirikan BAZIS DKI, selanjutnya berdiri BAZ di daerah. Pada
masa reformasi terdapat Peraturan UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang
bertujuan untuk menyemprunakan pengelolaan zakat. UU ini menjadi landasan legal formal
pelaksanaan zakat di Indonesia. Pemerintah nulai membentuk pengelolaan zakat BAZNAS mulai dari
pusat sampai ke kota kabupaten. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat yang menguatkan pengelolaan zakat dimana pemantauan sepenuhnya oleh
pemerintah. Isu lain yaitu 1) zakat sebagai tax dedaction 2) keterlibatan civil society (masyarakat)
dalam pengelolaan zakat. Penghimpunan zakat di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat.
Peningkatan dari tahun 2020 ke 2021 sebesar 10% ini dari zakat yang tercatat dan terlaporkan ke
BAZNAS baik dari LAZ dan BAZNAS provinsi, kota dan kabupaten. Pengelolaan zakat Indonesia
yang sifatnya voluntary system masih diminati oleh masyarakat yang ingin membayar zakat baik ke
BAZNAS atau LAZ. Di Indonesia Kinerja pengelolaan zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi
dan reputasi lembaga pengelolanya. Operasional organisasi nirlaba yang transparan lebih disukai dan
menumbuhkan kepercayaan muzaki. Kepercayaan publik menjadi kata kunci disini. Gerakan zakat
Indonesia kontemporer yang banyak ditopang OPZ (Organisasi Pengelola Zakat) bentukan
masyarakat sipil, menjadi salah satu role model pengelolaan zakat dunia, yang dicirikan dengan
tingkat kepercayaan donatur yang tinggi, karakter lokal yang kental, dan efisiensi operasional yang
tinggi, dengan wilayah operasional yang mampu menjangkau seluruh negeri bahkan hingga melintas
batas negara.

Pengelolaan Wakaf
Pengelolaan wakaf pada era kekhilafahan Islam dimulai pada masa Khilafah Bani Umayah yang
mengalami masa perkembangan luar biasa. Wakaf dan penyalurannya tidak hanya terbatas kepada
kalangan fakir miskin, akan tetapi telah merambah berbagai hal,wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji
para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat terhadap
pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian khalifah untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai
sektor untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan umat.
Wakaf di Arab Saudi. Perkembangan wakaf di Arab Saudi sangat pesat dan bentuknya bermacam-
macam seperti hotel, tanah, apartemen, toko, kebun, dan tempat-tempat ibadah. Pemanfaatan hasil
wakaf, sebagian digunakan untuk perawatan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta sebagian lain
diproduktifkan yang hasilnya digunakan untuk membiayai fasilitas pendidikan dan kegiatan sosial
lainnya.
Arab Saudi termasuk negara yang sangat serius menangani wakaf, di antaranya dengan membentuk
Kementerian Haji dan Wakaf. Kementerian ini berkewajiban mengembangkan dan mengerahkan
wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh waqif. Sedangkan untuk mengawal
kebijakan perwakafan, pemerintah membentuk Majelis Tinggi Wakaf yang diketuai oleh Menteri haji
dan Wakaf dengan anggota terdiri dari ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari
Kementerian Ekonomi dan Keuangan, Direktur Kepurbakalaan serta tiga anggota dari cendekiawan
dan wartawan. Majelis ini mempunyai wewenang untuk membelanjakan hasil pengembangan wakaf
dan menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh waqif dan manajeman wakaf
Negara Sudan menetapkan pengelolaan wakaf secara produktif disertai dengan manajemen yang rapi
dimulai pada tahun 1987, dengan dibentuknya Badan Wakaf Islam Sudan. Badan Wakaf ini diberi
wewenang yang luas dalam memenej dan melaksanakan semua tugas yang berkaitan dengan wakaf,
menertibkan administrasi wakaf, menggalakkan sertifikasi tanah wakaf dan mendorong para
dermawan untuk berwakaf. Selain itu, Badan Wakaf ini juga mengawasi para naz}ir dalam mengelola
wakaf, agar lebih produktif dan sesuai tujuan dari wakif. Berbeda dengan Turki, Negara ini
mempunyai sejarah Panjang dalam pengelolaan wakaf, mulai sejak masa Daulah Utsmaniyah sampai
sekarang. Pada tahun 1925 harta wakaf Turki mencapai ¾ dari aset wakaf produktifnya. Kini
didirikan Waqf Bank & Finance Coorporation untuk memobilisasi sumber-sumber wakaf dan
membiayaiberbagai macam proyek joint-venture.
Negara Kuwait pada tahun 1993, Kementerian Wakaf membentuk persekutuan wakaf yang mengelola
asetaset wakaf, baik wakaf lama maupun wakaf baru. Lembaga ini merupakan lembaga independen
yang mempunyai dua strategi pengembangan wakaf secara efektif: 1) pengembangan harta wakaf
secara produktif melalui berbagai saluran investasi dan membagikan hasilnya sesuai dengan syarat
yang ditentukan oleh pada wakif, 2) membuat program wakaf yang sesuai untuk menggalakkan
berdirinya wakaf baru, lembaga wakaf mengajak masyarakat dan memberikan penyuluhan agar
mereka terdorong untuk mewakafkan sebagian hartanya.
Mesir menetapkan pengelolaan wakaf sejak lama. Wakaf telah memainkan peranan yang penting
dalam menggerakkan roda perekonomian dan memenuhi kebutuhan masyarakat Mesir. Hal ini karena
wakaf dikelola secara profesional dan dikembangkan secara produktif. Perintis wakaf pertama kali di
Mesir adalah seorang hakim di era Hisyam bin Abdul Malik, bernama Taubah bin Namir al-Hadrami
yang menjadi hakim pada tahun 115 H. Ia mewakafkan tanahnya untuk dibangun bendungan dan
manfaatnya dikembangkan secara produktif untuk kepentingan umat (Abdul Aziz Muhammad as-
Sanawi, 1983: 83). Wakaf yang dirintis oleh Taubah ini perkembangannya sangat pesat, terutama
pada masa kekuasaan Daulah Mamluk (1250-1517). Pada era kejayaan Mamluk, wakaf telah
berkembang pesat dan dibarengi dengan pemanfaatannya yang sangat luas untuk menghidupi
berbagai layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, penyediaan makanan dan air, serta digunakan
untuk kuburan. Contoh utama wakaf di era Mamluk ini adalah Rumah Sakit yang dibangun oleh al-
Mansur Qalawun yang mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat Mesir selama beberapa
abad. Wakaf berkembang pesat ketika pemerintah Mesir menerbitkan Undang-undang No. 80 Tahun
1971 yang mengatur tentang pembentukan Badan Wakaf Mesir yang khusus menangani masalah
wakaf dan pengembangannya.
Yordania mengelola wakaf ditangani oleh Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam yang
didasarkan pada Undang-undang Wakaf No. 25/1947. Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa
yang termasuk dalam urusan Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam adalah wakaf masjid,
madrasah, lembaga-lembaga Islam, rumahrumah yatim, tempat pendidikan, lembaga-lembaga
Syari’ah, kuburan-kuburan Islam, urusan haji, dan urusan fatwa. Undangundang ini diperkuat oleh
Undang-undang Wakaf No. 26/1966 yang mempertegas peran Kementerian Wakaf dan Urusan
Agama Islam dalam pengelolaan wakaf.
Di Indonesia pengelolaan wakaf di Indonesia secara praktis banyak diimplementasikan oleh
masyarakat (Ormas) Muhammadiyah NU. Untuk memperkuat pengembangan wakaf, pemerintah
membentuk BWI. Produk turunan wakaf terus berkembang mengintegrasikan wakaf dengan
instrument keuangan lainnya seperti sukuk, deposito.
Pemerintah menetapkan regulasi No 41 Tahun 2004 yang dilanjutkan dengan PP No 42 Tahun 2006
tentang wakaf. Melalui BWI sebagai Lembaga pemerintah yang berwenang menjalankan regulasi
pengelolan asset wakaf yang dimiliki negara dan memberikan kebebasan kepada Nazir pengelola
wakaf baik statusnya Lembaga Yayasan, perusahaan dan perorangan. BWI memberikan izin untuk
mengelola wakaf dengan baik. Produk-produk wakaf lebih inovatif dengan menghubungkan antara
sukuk dan wakaf yang disertai dengan jaminan dari pemerintah bagi investor yang menginvestasikan
untuk kepentingan social. Seperti CWLS, Sukuk Wakaf melalui IPO, dan sukuk wakaf melalui Reksa
Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).
Dengan dikelolanya wakaf oleh pemerintah melalui Lembaga negara, trend dari penhimpunan dan
pengelolaan wakaf terus meningkat. Total wakaf uang yang dikelola Lembaga kenazhiran BWI
mencapai Rp 77.7 Miliar, dan imbal hasilnya tersalurkan.
3. Sebutkan akad-akad yang ada di perbankkan Syariah di negara muslim jelaskan perbedaanya
ketentuan syariahnya

Kasus akad di Malaysia


Mayoritas masyarakat muslim di Malaysia menganut mazhab Syafi. Meskipun begitu terdapat
perbedaan dalam pandangan ulama Malyasia dan Indonesia berkaitan dengan hutang. Di Malaysia
aliran dana sama dianggap dengan hutang dan juga sama dengan harta benda . Karena hutang
dianggap sama dengan harta, maka di Malaysia hutang dapat dperjualbelikan dengan harta yang ada.
Dengan adanya pendapat ini maka terdapat implikasi pada akad dan juga produk dari instrument
keuangan Syariah di Malaysia. Dimana diantaranya adalah diizinkannya Bai Al Inah dan Bay Al
Dayn.

Akad bai Al Inah.


Akad ini merupakan akad khas dari bank Syariah yang ada di Malaysai. Merupakan akad jual beli
dimana pihak penjual melakukan penjualan kembali assetnya dengan janji untuk dilakukan pembelian
kembali dengan pihak yang sama. Bai Al Inah merupakan penjualan tunai dan juga dilanjutkan
kembali dengan pembelian dengan Tangguh. Akad bai Al Inah ini adalah kemiripan akad ini dengan
konsep pemberian pinjaman tunai dengn adanya asset jaminan yang ada pada bank konvensional.
Perbedaan yang ada hanya terletak pada akadnya saja, sedangkan pada dasarnya nasabah tetap sama
memperoleh dana yang bersifat tunai.

Akad ini hanya diperbolehkan dilakukan di bank Syariah di Malaysia. Sedang di Indonesia dan di
Timur Tengah tidak diperbolehkan. Adapaun alasan mengapa akad ini tempat lain tidak
diperbolehkan karena adanya 3 unsur Twad yang tidak ada dalam akad ini. Yaitu resiko, kerja dan
usaha serta juga tanggung jawab yang tidak disebutkan dalam akad ini. Selain itu juga terdapat
kontroversi bahwa dalam akad ini dua belah pihak yang terlibat dalam akad sebenarnya tidak pernah
berniat untuk mempergunakan asset yang mereka miliki. Hal ini dianggap sebagai satu pelanggaran
dalam  kontrak akad dalam syariat Islam. Hal ini membuat timbul anggapan bahwa akad Bai Al Inah
merupakan satu cara untuk melegalkan konsep riba atau pembungaan uang yang dilarang dalam
Syariah Islam. Dari berbagai pandangan yang ada tersebut maka dapat dilihat bahwa konsep Bai Al
Inah yang ada di Malaysia merupakan konsep sale and lease back yang dilakukan tanpa melibatkan
pihak ketiga yang seharusnya bertindak sebagai penghubung antara penjual selaku kreditir dan juga
pembeli selaku debitur. Hal ini tidak diperbolehkan oleh mayoritas Mazhab. Malaysia mengizinkan
akad ini karena Mazhab Syafii yang dipegang oleh Dewan Syariah Nasional Malaysia, atau NSAC.
Sedangkan di Indonesia akad ini juga dilarang karena Indonesia meski banyak berpegang pada
mazhab Syafii akan tetapi dalam penetapan akad-akad muamalah dalam bisnis Syariah lebih melihat
pendapat mazhab yang mayoritas.

Akad Bay Al Dayn


Akad ini merupakan akad jual beli. Adapun yang diperjualbelikan dalam akad ini adalah hutang atau
Dayn. Dayn dalam akad ini diperdagangkan dengan harga yang sama. Malaysia menyatakan dapat
menerima prinsip dari Bay Al Dayn yang diharapkan dapat mampu untuk mengakselerasi konsep
pasar modal Syariah. NSAC Malaysia menyatakan bahwa hutang dapat dianggap sama dengan harta
benda. Dikarenakan hutang sama dengan harta maka hutang bisa diperdagangkan dengan harga
berapapun penawaran yang terjadi. Bahkan termasuk harga diskon.Berikut adalah penggambaran dari
Bay Al Dayn. Pandangan NSAC atau ulama Malaysia berkaitan dengan Bay Al Dayn ini
diperbolehkan karena mereka menganggap bahwa akad ini sesuai dengan ketentuan Syariah. Hal ini
berbeda dengan ketentuan yang dipakai oleh para ulama Timur Tengah dan juga Indonesia. Hal ini
karena para ulama tersebut bersepakat dengan pandangan yang dianut oleh ulama Islamic Fiqh
Academy yang menyatakan bahwa bay Al Dayn tidak diiizinkan karena tidak adanya tiga konsep
iwad, yaitu resiko, kerja dan usaha serta tanggung jawab.

Akad bay Bitthaman Ajjil

Akad ini merupakan nama lama dari akad murabahah. Bisa dikatakan bahwa akad ini merupakan
akad jual beli dimana pembayaran dilakukan secara Tangguh atau cicilan, serta pembayaran
dilakukan dalam jangka Panjang. Bisa dikatakan bahwa murabahah merupakan kredit murabahah
untuk jangka Panjang. Di sini terdapat pula keunikan dalam akan bai bitthaman ajil yang berlaku di
bank Syariah di Malaysia. Pihak nasabah dan juga pihak bank Syariah melakukan kegiatan kontrak
dan jual beli kembali yang dicerminkan dalam perjanjian property purchase agreement dan juga
property sale agreement. Dengan adanya kontrak ini maka pihak bank Syariah melakukan pembelian
asset dari nasabah sementara pihak nasabah juga diminta untuk melakukan pembelian asset yang
sebelumnya telah dilakukan penjualan kembali oleh pihak bank Syariah. Uang pembayaran yang
diberikan oleh pihak bank Syariah akan diteruskan dari pihak nasanah untuk kemudian dilakukan
pembayaran kepada pihak pemilik awal daripada asset tersebut. Setelah memiiliki asset tersebut,
maka pihak bank Syariah melakukan penjualan kembali dari asset tersebut kepada nasabah dengan
mempergunakan konsep property sale agreement.

Anda mungkin juga menyukai