Anda di halaman 1dari 64

IMPLEMENTASI QANUN EKONOMI SYARIAH,

"SUDAH SIAPKAH ACEH?”

28 December 2020 17:01 pm Farid Fathony323

Jika kita ibaratkan dengan tubuh manusia dalam kehidupan

sehari hari, maka peranan bank dalam suatu negara adalah merupakan

urat nadi perekonomian, sedangkan sistem perbankan itu sendiri adalah

saraf sarafnya. Jika sarafnya terganggu, secara otomatis akan mulai

memberikan efek terhadap roda perekonomian. Pada akhirnya akan

berdampak kepada seluruh sendi kehidupan perekonomian itu sendiri.

Apabila hal ini terjadi dan tidak segera dicari terapinya, maka

dalam jangka pendek akan melemahkan pondasi yang sudah ada,

bahkan dalam jangka panjang akan menyebabkan kelumpuhan. Maka

hal ini harus segera dilihat secara serius untuk menemukan terapi yang

cepat dan tepat sasaran, guna menjaga keseimbangan dan pertumbuhan

ekonomi berkelanjutan. Kemudian kita memiliki qanun (perda)

tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Di antaranya, Aceh

menjadi satu-satunya Provinsi di Indonesia yang memiliki partai lokal.

Terbaru, Aceh mulai menerapkan ketentuan sendiri tentang sistem

1
perbankan yang berbeda dengan daerah lain. Sistem ini diatur dalam

Qanun Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS).

Pasal 65 dan 66 dalam Qanun tersebut, seluruh lembaga keuangan

yang beroperasi di Aceh, wajib menjalankan prinsip syariah paling lama

3 tahun sejak qanun ini diundangkan. Dengan demikian, pada tahun

2021 nanti, seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh, mulai

dari perbankan, leasing, asuransi, dan lain-lain, semuanya wajib

menjalankan prinsip syariah. Mengkonversi Perbankan yang ada di Aceh

dari sistem konvensional menjadi 100% Syariah. Ini merupakan langkah

yang tepat dan sesuai dengan qanun yang telah disahkan oleh DPR Aceh.

Karena Perbankan yang ada di Aceh sebelumnya menerapkan sistem

konvensional sebelum di keluarkan qanun tentang Lembaga Keuangan

Syari'ah.

Bagaimana Nanggroe Aceh Darussalam?

Berdasarkan sejarah, perbankan syariah yang baru lahir secara

kelembagaan sekitar 25 tahun lalu, saat ini sudah eksis lebih dari 50

negara di dunia. Namun harus diakui bahwa sistem pelaksanaannya

belum begitu dipahami oleh masyarakat, termasuk di Indonesia yang

sudah lama mempunyai bank dan lembaga keuangan berkonsep syariah.

2
Di Indonesia, termasuk Aceh, bank-bank syariah seperti menjadi

bank kelas dua dan terkesan masih asing dengan fitur-fitur moderen.

Entah ini karena memang pihak perbankan tidak serius mengelola

perbankan syariah, atau mungkin karena kurangnya dukungan dari

pemerintah, termasuk kurangnya sosialisasi dan promosis Jika melihat

dari sejarah dan praktik perbankan di seluruh dunia, belum ada negara

yang menerapkan sistem keuangan syariah secara menyeluruh. Di

negara-negara yang berazaskan Islam, seperti Malaysia, Brunei, bahkan

Arab Saudi, bank-bank konvensional tetap hidup berdampingan dengan

bank syariah. Bank-bank konvensional ini tetap diperlukan untuk

memudahkan transaksi, terutama transaksi antarbank internasional,

bagi para investor dan pengusaha besar. Maka, jika Qanun Nomor 11

tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) benar-benar

diterapkan pada tahun 2021 nanti, Aceh bisa dikatakan menjadi satu-

satunya daerah di dunia yang menerapkan sistem keuangan secara

tunggal, yakni syariah.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah Aceh sudah

benar-benar siap dengan segala kemungkinan? Karena tidak ada contoh

di daerah dan negara lain. Saya melihat, kemungkinan kendala yang

nanti akan muncul jika seluruh lembaga keuangan harus berbasis

syariah adalah, akan sulitnya calon peminjam untuk mendapatkan

3
pinjaman dari bank. Karena persyaratan di bank syariah yang

berlandaskan kepercayaan akan sangat ketat dan butuh proses yang

panjang.

Di sini, tentu perlu masa pemahaman yang lebih mendalam dan

sosialisasi yang lebih luwes dari pihak bank terhadap produk produk

yang akan ditawarkan ke para pebisnis yang membutuhkan modal cepat.

Kemudian, modal tersebut tidak dikucurkan sekaligus, namun bertahap

sesuai dengan proses perkembangan usaha. Selain itu, dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan atau kontrak yang dilaksanakan

membutuhkan waktu yang cepat dengan dana yang bisa didapat

sekaligus, sehingga pengusaha bisa membuat forecast keuangan dengan

baik, cepat, dan tepat.

Dalam situasi seperti sekarang, di mana kondisi perekonomian

dunia mulai mengarah ke resesi, memberikan dampak menyeluruh bagi

situasi perekonomian nasional. Amatan penulis, kondisi ekonomi Aceh

memerlukan suatu stimulus agar bisa menggerakkan roda

perekonomian daerah, di mana masyarakat masih membutuhkan akses

permodalan dan jasa perbankan yang cepat dan flexible, serta bisa

menjangkau langsung, domestik maupun internasional. Selain belajar

dari sejarah dan contoh dari daerah dan negara lain, saya juga

mendapatkan banyak masukan dan pertanyaan dari kalangan

4
pengusaha di Aceh, tentang apa yang akan terjadi ketika Qanun LKS ini

diterapkan sepenuhnya pada tahun 2021. yang khawatir, Aceh belum

benar-benar siap untuk menuju ke arah itu secara serta merta. Banyak

yang berpendapat, kondisi pemahaman masyarakat tentang proses dan

produk perbankan Syariah, masih memerlukan waktu yang lebih

panjang.

*Penulis :Rahmad Ridwan

*Penulis merupakan Mahasiswa Aktif Magister Ekonomi Syariah

Pascasarjana UIN Ar-raniry Banda Aceh

http://s2es.uin.ar-raniry.ac.id/index.php/id/posts/implementasi-

qanun-ekonomi-syariah-sudah-siapkah-aceh

5
6
IMPLEMENTASI QANUN LKS DI ACEH

( Peluang dan Tantangan )

29 Desember 2020 Humas MPU Artikel 0

Oleh :Tgk. BUSTAMAM USMAN, SHI, MA

( Ketua Komisi B MPU Kota Banda Aceh )

REALITAS OBJEKTIF

Aceh memiliki keistimewaan dan otonomi khusus dalam tata

kelola pemerintahan, politik, konomi, hukum, pendidikan, adat istiadat

dan syari’at Islam sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor

44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.

Pelaksanaan Syari;at Islam di Aceh berada dalam bingkai negara

(state), dan pemerintah bertanggung jawab mewujudkan pelaksanaan

syari’at Islam di seluruh wilayah Aceh.

Syari’at Islam yang diwujudkan di Aceh dalam makna syari’at

Islam kaffah yang mencakup akidah, syariah dan akhlaq. Pelaksanaan

syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara, memiliki akar kuat

dalam sejarah kerajaan Aceh Darussalam ke-16 dan ke-17.

7
PROBLEMATIKA

Aceh masih berada pada peringkat kedua provinsi termiskin di

Sumatera, setelah Provinsi Bengkulu ( Data BPS per Maret 2020).

Syari’at Islam dalam aspek mu’amalah belum menyentuh secara

menyeluruh lembaga keuangan, sehingga belum mampu mengangkat

kehidupan ekonomi masyarakat Aceh ke arah yang lebih baik, adil,

sejahtera dan bermamfaat.

Pilihan masyarakat terhadap lembaga keuangan konvensiona

l dalam kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan dirasakan cukup

tinggi, karena masih memiliki pikiran pragmatis dan paradigma

kapitalistik.

Lembaga Keuangan Syariah (LKS), belum cukup maksimal

menampilkan performa GCG-nya, sebagai lembaga keuangan yang kuat,

mandiri dan profesional, bia dibandingkan dengan lembaga keuangan

konvensional.

Berdasarkan problematika ini, mendorong Pemerintah Aceh

mengeluarkan kebijakan Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 tentang

Lembaga Keuangan Syariah. Qanun ii bertujuan menata lembaga

keuangan syariah, mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil dan

sejahtera dalam naungan syariat Islam.

8
ISU NORMA HUKUM DALAM QANUN LKS

Pasal 2;

1. Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh berdasarkan prinsip

syariah;

2. Akad keuangan di Aceh menggunakan prinsip syariah. Pasal 6;

Qanun LKS berlaku :

 Setiap orang yang beragama Islam yang bertempat tinggal di

Aceh atau badan hukum yang melakukan tranksaksi

keuangan di Aceh.

 Setiap orang yang beragama bukan Islam dapat

menundukan diri pada Qanun ini.

 Setiap

orang bukan Islam, badan usaha/badan hukum melakuka

n transaksi keuangan dengan Pemerintah Aceh dan

Pemerintah Kab/Kota.

 LKS yang menjalankan kegiatan usahanya di Aceh.

 LKS di luar Aceh yang berkantor pusat di Aceh.

9
Pasal 14 ayat (4) : “Rasio pembiayaan Bank Syariah terhadap

UMKM minimal 30 % paling lambat tahun 2020 dan minimal 40 %

pada tahun 2022. Pasal 65 “ Pada saat Qanun ini mulai berlaku, lembaga

keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menyesuaikan dengan qanun

ini paling lama 3 (tiga) tahun sejak Qanun ini diundangkan”. ( Qanun ini

diundangkan Tgl.4 Januari 2019).

PELUANG DAN PENDUKUNG

Regulasi yang cukup kuat:

1. UUD 1945 ( Pasal 18 A dan Pasal 18 B )

2. UU No.44 Tahun 1999 ( Pasal 3 dan Pasal 4 )

3. UU No. 11 Tahun 2006 ( Pasal 125 dan Pasal 126)

4. Qanun Aceh No.8 Tahun 2014 ( Pasal 21 ).

Realitas sosial-keagamaan masyarakat Aceh a. Keteguhan dengan

ajaran Islam

1. Kekuatan doa dan dukungan Ulama ( MPU/Pimpinan Dayah )

2. c. Praktik ekonomi dan masyarakat Adat.

10
LKS adalah lembaga keuangan yang secara substantif “ mampu

” menciptakan ekonomi masyarakat yang adil, mulia, bermartabat dan

rahmatan Lil ‘alamin. Komitmen politik daerah dan pusat relatif kuat

dalam mewujudkan ekonomi dan keuangan syariah di bawah pilar LKS.

Kesadaran kollektive bermu’amalah syariah, semakin menunjukan trend

menggembirakan, tidak hanya di kalangan masyarakat muslim, tetap

i juga non muslim. Pertumbuhan dan perkembangan industri halal

nasional ( wisata, fashion,kuliner, perhotelan, kosmetika dan lain-lain)

cukup mendorong perwujdan dan implementasi Qanun LKS).

Potensi ekonomi dan sumberdaya alam Aceh yang cukup besar

dapat mendorong aliran investasi ke Aceh, terutama dari Timur Tengah.

Damai pasca MOU Helsinki membuka peluang tumbuhnya iklim

investasi yang baik, (walaupun masih masih tersisa pekerjaan rumah

pasaca damai 15 Agustus 2005).

TANTANGAN KE DEPAN

1. Kemampuan kompetisi LKS dalam kancah persaingan ekonomi

global, nasional dan lokal yang semakin ketat.

2. Pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat amat t

erbatas tentang ekonomi dan keuangan syariah, termasuk

Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

11
3. Potensi judicial review terhadap eksistensi Qanun LKS di Aceh

( uji materil terhadap norma hukum Qanun LKS).

4. Muncul pikiran dan paradigma baru terhadap Lembaga Keuangan

Syariah (LKS) yang eksklusif teritori.

5. Membangun performa GCG LKS yang mandiri, profesional, dan

mampu memberikan pelayan terbaik bagi masyarakat.

6. Memastikan keberadaan LKS mampu membuka akses keuangan

bagi seluruh komponen masyarakat, guna mewujudkan keadilan

ekonomi dan kesejahteraan yang merata.

7. Tantangan kelembagaan LKS seperti SDI, infrastruktur, IT,

permodalan dan lain-lain.

ALTERNATIF SOLUSI DAN KERANGKA KERJA KE DEPAN

1. Penataan regulasi yang responsif di tingkat pusat dan daerah,

guna memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan LKS

( termasuk pemikiran fikih dan fatwa yang responsif dan

berkemajuan).

2. Penguatan kelembagaan LKS secara terstruktur, sistematis dan

responsif melalui:

 Peningkatan kapasitas SDI secara profesional yang

berbasis moral.

12
 Peningkatan infrastruktur IT secara cepat, profesional,

dan responsif terhadap perkembangan ekonomi

masyarakat.

 Memperkuat komitmen dan tanggung jawab menerapkan

GCG pada LKS.

3. Penguatan kapasitas masyarakat, melalui pendidikan dan

pelatihan yang terukur dan sistemik.

4. Membuka akses informasi dan akses keuangan yang lebar kepada

masyarakat, terutama kepada para pelaku UMKM.

5. Penguatan koordinasi dan sinergitas antara LKS dengan

Pemerintah, perguruan Tinggi, institusi sosial-kemasyarakatan

dan institusi keagamaan.

6. Membangun dan memperkuat jaringan kerjasama

antar LKS dan LKS dengan dunia Usaha dan dunia indutri

(DUDI).

7. Melakukan need assesment terhadap persepsi dan kebutuhan

masyarakat terhadap LKS, sehingga dapat menghasilkan Roadmap

arah Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Syariah Aceh Pasca

Implementasi Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 tentang Lembaga

Keuangan Syariah.

13
Sumber : http://mpu.bandaacehkota.go.id/2020/12/29/implementasi-

qanun-lks-di-aceh-peluang-dan-tantangan-2/

14
GUBERNUR ACEH: TANTANGAN PENERAPAN

QANUN LKS HARUS DIHADAPI BERSAMA

Redaksi 15:13 WIB, 14 September 2021

 23 Share

 share on facebook

 share on twitter

 share on twitter

Webinar (seminar berbasis web) tentang literasi keuangan yang

digelar Jaringan Media SIber Indonesia (JMSI) provinsi Aceh

bekerjasama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, Selasa

(14/9/2021). Foto: IST

BANDA ACEH - Penerapan Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018

tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memiliki banyak tantangan

dan kendala. Meskipun demikian, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, yakin

bahwa tantangan dalam penerapan qanun dimaksud dapat dilalui dan

harus dihadapi secara bersama-sama.

Hal tersebut disampaikan Nova Iriansyah saat membuka kegiatan

webinar (seminar berbasis web) tentang literasi keuangan yang digelar

15
Jaringan Media SIber Indonesia (JMSI) provinsi Aceh bekerjasama

dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, Selasa (14/9/2021).

Seminar berbasis web (Webinar) dengan tema "Peran dan

Tantangan Media Memperkuat Literasi Keuangan Syariah Dalam Qanun

LKS di Aceh" itu, menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya

Regional CEO 1 BSI Aceh, Wisnu Sunandar, dari OJK Aceh, Chief

Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, dan Ketua Umum JMSI,

Teguh Santosa.

Lebih lanjut, Gubernur Aceh mengatakan, Pemerintah Aceh

berkomitmen untuk mendukung berkembangnya ekosistem ekonomi

Syariah di Aceh. “Alhamdulillah dengan terbitnya qanun LKS, dukungan

ke arah tersebut menjadi semakin kuat. Bahwa ada pro dan kontra

ditengah masyarakat, tentu itu hal yang lazim dan harus dihadapi

bersama,” ujar Nova.

Dikatakan, Pemerintah Aceh sebagai unsur eksekutiif dalam

pemerintahan di Aceh berdiri di posisi paling depan dalam mendukung

Qanun LKS.

“Kami sepakat, bahwa apapun pro kontranya mari kita

selenggarakan dulu qanun ini, sesuai dengan pasal pasalnya, bahwa

kemudian ada kendala, atau penyesuaian tentu akan kita lihat kembali,”

katanya.

16
Penerapan Qanun LKS di Aceh, kata Nova, sebagai upaya

mewujudkan ekonomi syarah, termasuk didalamnya sebagai sistem

Lembaga keuangan yang didasarkan upaya mencari kridhaan Allah

SWT. “Kemudian juga didasari niat masyarakat Aceh. Dan kendala yang

ada insya Allah akan kita cari solusi bersama,” kata Gubernur. Nova juga

menyebutkan bahwa tantangan terbesar bagi pemerintah Aceh saat ini

untuk menyelaraskan sistem adalah permasalahan literasi.

"Ketidaktahuan masyarakat terhadap jasa keuangan Syariah

menjadi masaah tesendiri yang secara bersama sama harus kita

hadapi,"ujar Nova.

Untuk itu, Gubernur berharap, media berperan aktif dalam mengedukasi

masyarakat dan memberikan pemahaman tentang literasi keuangan

Syariah di Aceh.

“Tentu Lembaga Keuangan Syariah maupun media, harus

memahami tentang literasi itu sendiri. Sehingga dapat menghasilkan

produk jurnalistik yang berkualitas dan dapat memberikan pesan yang

jelas kepada masaryakat,” harapnya.

Sementara itu Ketua JMSI Aceh, Hendro Saky mengatakan, kegiatan

seminar tersebut diselenggarakan atas dasar kegelisahan terhadap

literasi keuangan di Aceh. Sehingga, JMSI Aceh bersama BSI Aceh

17
menggelar webinar terkait bagaimana sebenarnya literasi keuangan

Syariah di Aceh.

“Ada kegundahan dari JMSI terutama tentang literasi keuangan.

Kegelisahaan ini kemudian disampaikan kepada pihak terkait, dalam hal

ini disambut BSI. Sehingga kegelisahaan kita terkait literasi keuangan

mendapat sambutan baik. Sekali lagi saya sampaikan terima kasih

kepada BSI yang mendukung kegiatan ini,” kata Hendro.

Hendro berharap, para narasumber dapat memberikan

pemahaman tentang literasi keuangan, sehingga dapat memperkaya

khasanah produk jurnalistik yang mengandung pemahaman tentang

literasi Syariah yang baik.

“Sehingga literasi keuangan Syariah di Aceh semakin baik,” katanya.

Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi yang cukup alot dengan

Moderator Dr. Hendra Saputra yang merupakan akademisi dari

Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh memandu

kegiatan dengan penuh semangat.

Dukung Penuh LKS di Aceh

Regional CEO 1 BSI Aceh, Wisnu Sunandar dalam materinya,

mengatakan, pihaknya memerikan dukungan penuh atas pelaksanaan

qanun LKS di Aceh. Dikatakan, merger sejumlah perusahaan BUMN

18
sektor perbankan seperti BRI Syariah, BNI Syariah dan BSM sebagai

upaya untuk menerapkan Lembaga keuangan dengan system syariah di

Indonesia.

“Tujuan dari merger ini, Indonesia sebagai negara yang

berpenduduk muslim terbesar punya bank Syariah terbesar.

Alhamdulillah pasca mesger, asset BSI sebesar Rp. 240 Triliun,”

ungkapnya, seraya menjelaskan BSI berupaya terus dan berpartisipasi

dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh.

Dikatakannya, BSI bersinergi dan berkolaborasi dengan seluruh

stakeholders termasuk media, sehingga masyarakat menjadi paham

tentang lembaha keuangan syariah.

“Ini sangat kami perlukan dalam rangka meningkatkan

pemahaman literasi dan inklusi keuangan syariah,” katanya. Lebih lanjut,

WIsnu mengatakan, setiap kegiatan yang dilakukan BSI tetap bersinergi

dengan dengan media untuk disampaikan kepada seluruh

masyarakat.“Saya berharap media terus mensosialisasikan bagaimana

literasi dan inklusi keuangan Syariah itu sendiri,” katanya.

Melihat potensi besar berkembangnya Lembaga keuangan Syariah

di Aceh, Wisnu optimis, BSI akan berkembang di Aceh. “Kami memiliki

misi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh. Mohon izin pak

gubernur agar kami diizinkan memberikan kontribusi dalam rangka

19
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh. Kita akan terus

memberikan layanan Syariah yang modern kepada para nasabah,”

katanya.

Dalam kesempatan itu, Chief Economist BSI, Banjaran Surya

Indrastomo, banyak mengupas tentang peran BSI dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia dan perbandingan antara pertumbuhan Lembaga

keuangan Syariah di Indonesia dan di sejumlah negara seperti Malaysia

maupun negara-negara di timur tengah.

Disisi lain, dia juga mengakui, bahwa Aceh memiliki banyak

potensi dalam pengembangan Lembaga keuangan Syariah.

“Dengan dukungan perbankan Aceh akan terus maju,” katanya.

Kurang Pemahaman Literasi, akan Terjebak Investasi Bodong

Sementara itu, Kepala OJK Aceh, Yusri yang diwakili Moishe Sagir

menilai, implementasi qanun Lembaga keuangan Syariah di Aceh

berhasil. Hal itu dilihat dari peningkatan jumlah nasabah maupun

keinginan untuk menerapkan Lembaga keuangan Syariah di Aceh sejak

tahun 2019.

Namun, apabila kurang pemahaman terhadap literasi maupun

investasi, maka bisa terjebak investasi bodong. “Prosesnya cukup

berhasil dari yang tadinya konvensional menuju Syariah. Saya jelaskan

20
bahwa literasi adalah tingkat pengetahuan, sedangkan inklusi adalah

tingkat pemakaian,” katanya.

Dia menilai, secara nasional di tahun 2019 tingkat inklusinya 75 persen.

Sedangkan di Aceh, tingkat inklusi Lembaga keuangan rata-rata diatas

nasional. Dari target inklusi keuangan nasional 75 persen, Aceh sudah

86 persen. Sementara, dari target literasi secara nasional 35 persen,

Aceh sudah 44 persen. “Hal yang cukup mengejutkan, untuk Aceh

sendiri, baik tingkat literasi maupun inklusi Syariah itu masih rendah.

Inklusi 20,21 persen dan literasi 18, 64 persen. Artinya, masyarakat

memakai (Lembaga keuangan Syariah), tetapi belum memahami produk

tersebut. Itu berakibat buruk dan bisa terjebak dalam investasi bodong,”

katanya.

Untuk itu, Moishe juga mengharapkan peran media dalam

mewujudkan target pemahaman literasi dan inklusi keuangan Syariah di

Aceh.

Digitalisasi harus Disyukuri, Namun Jadi Tantangan

Sementara itu, Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa mengatakan,

tingkat ketersambungan masyarakat dengan jaringan internet sangat

pesat. Sehingga, di Indonesia lebih dari 50 ribu platform informasi,

21
berbasis internet. Hal itu, katanya, harus disyukuri, namun juga menjadi

tantangan bagi media.

Dikatakan, sebagian besar yang menggunakan platform digital itu

tidak bisa diverisikasi, dan hanya sebagian kecil yang mau

memverifikasi dirinya.

“Saya sampaikan disini bahwa digitailisasi ini sebuah yang kita syukuri,

namun di lain pihak juga menhadirkan tantangan. Kami di JMSI memiliki

tugas berat untuk memastikan bahwa informasi yang dihasilkan,

kredibel,” katanya.

Teguh mengatakan, JMSI membuka diri untuk bekerjasama dengan

pihak lain. Hal itu, untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam sistem

informasi yang berbasis digital. Dia mengutip konsep pentahelix yang

merupakan lima kekuatan yang berperan mendukung keberhasilan

Pandu Digital.

Dalam kesempatan itu, Dia juga menjelaskan tentang peran JMSI

yang anggotanya adalah perusahaan perusahaan media siber dan bukan

wartawan.

“JMSI sudah berdiri di 34 provinsi, tujuannya adalah untuk menjadi

konstituen dewan pers. Karena ini organisasi yang diverifikasi, kami

ingin menciptakan ekosistem yang sehat,” katanya.

22
Dalam kesempatan itu, Teguh Santosa, yakin bahwa sistem Syariah

bisa menjadi penopang system keuangan di Indonesia. Kolaborasi

antara JMSI dengan Lembaga keuangan Syariah. Menurut Teguh,

merupakan hal menarik untuk memberikan pemahaman yang tepat

tentang Lembaga keuangan Syariah itu sendiri.

Kendala Dalam Pelaksanaan Qanun LKS Butuh Solusi Konkret

Pengamat hukum dan politik, Mawardi Ismail, mengatakan

polemik bank syariah dan konvensional perlu mencari titik tengah.

Harus ada untuk mengatasi permasalahan yang ada dan dialami oleh

banyak warga Aceh. “Pihak pro-kontra perlu mencari solusi yang

konkrit,” kata Mawardi dalam acara Launching Lingkar Publik Strategis

dan Diskusi Publik “Ekonomi Syariah Dan Proyeksi Pertumbuhan

Ekonomi Aceh Kedepan” di Kampus UIN Ar-raniry Banda Aceh, Rabu, 9

Februari 2021.

Menurut Mawardi, jika kendala praktis dijawab dengan teori tidak

akan nyambung. Oleh karena itu, kata dia, permasalahan praktis harus

dijawab dengan solusi.

Mawardi menyebutkan proses pembuatan hukum tersebut

mengacu pada naskah akademik. Dalam naskah akademik, kata dia,

tidak ditemukan dan hambatan yang ada di lapangan.

23
Menurut Mawardi, mungkin saja jika qanun ditunda sementara

waktu. Dengan penundaan, pihak terkait terbuka untuk revisi agar tidak

terjadi lagi masalah. Menurut Mawardi, bank syariah dan Pemerintah

Aceh terdapat monopoli operasional dari proses konversi ini. Akibatnya,

kata dia, bank syariah mendapat keuntungan luar biasa.

“Sedangkan masyarakat mendapatkan hal-hal teknis. Bank syariah

diuntungkan, masyarakat dirugikan,” kata Mawardi.

Oleh karena itu, kata Mawardi, perlu dorongan agar bank syariah

membebaskan biaya transfer antarbank. Jangan sampai dengan

keberadaan bank syariah, kata Mawardi, membuat perekonomian Aceh

merosot dari kemajuan.

“Karena itu, qanun perlu di revisi untuk mengatasi persoalan-

persoalan yang timbul di lapangan,” kata Mawardi.

https://www.rmolaceh.id/kendala-dalam-pelaksanaan-qanun-lks-

butuh-solusi-konkret

24
DAMPAK PENERAPAN QANUN ACEH NO. 11 TAHUN

2018 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Sejak diberlakukan secara resmi pada tanggal 4 Januari 2019,

Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah

(LKS) telah menjadi terobosan penting bagi transaksi keuangan di Aceh.

Seiring dengan status keistimewaan Aceh, penerbitan aturan tersebut

diterapkan sesuai tindak lanjut dari Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014

tentang Pokok-pokok Syariat Islam, di mana setiap lembaga keuangan

yang beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah.

Mengenal Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga

Keuangan Syariah

Sebagai peraturan perundang-undangan, qanun ini mengatur

kegiatan lembaga keuangan dalam rangka mewujudkan ekonomi

masyarakat Aceh yang adil dan sejahtera dalam naungan syariat Islam.

Pengaplikasian Qanun Aceh Nomor 11 ditujukan bagi beberapa pihak

sebagaimana tertulis pada pasal 6, di antaranya:

1. Setiap orang beragama Islam yang bertempat tinggal di Aceh atau

badan hukum yang melakukan transaksi keuangan di Aceh;

25
2. Setiap orang yang beragama bukan Islam melakukan transaksi di

Aceh dapat menundukan diri pada Qanun ini;

3. Setiap orang beragama bukan Islam, badan usaha dan/atau

badan hukum yang melakukan transaksi keuangan dengan

Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

4. LKS yang menjalankan usaha di Aceh; dan

5. LKS di luar Aceh yang berkantor pusat di Aceh.

Di samping itu, pada bab II pasal 7 juga mengklasifikasikan jenis-

jenis lembaga keuangan syariah yang dimaksudkan untuk juga

melaksanakan aturan ini, seperti:

1. Bank syariah: bank umum syariah, unit usaha syariah, dan bank

pembiayaan rakyat syariah.

2. Lembaga keuangan non-bank syariah: asuransi syariah, pasar

modal syariah, dana pensiun syariah, modal ventura syariah,

pegadaian syariah, koperasi pembiayaan syariah dan sejenisnya,

lembaga pembiayaan syariah, anjak piutang syariah, lembaga

keuangan mikro syariah, teknologi finansial syariah, dan lembaga

keuangan non-bank syariah lainnya.

3. Lembaga keuangan lainnya: lembaga keuangan non formal dan

lembaga pegadaian non formal.

26
Dampak dari penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018

tentang Lembaga Keuangan Syariah

Penerapan qanun LKS telah memberi dampak bagi perekonomian

di Aceh, salah satunya dengan mengalihkan seluruh aktivitas, produk,

dan lembaga keuangan, termasuk perbankan, pada syariat Islam dalam

kurun waktu paling lama tiga tahun setelah qanun diundangkan. Maka

dari itu, seluruh layanan keuangan konvensional dan kegiatan usaha

yang bertentangan dengan prinsip syariah tidak dapat diberlakukan.

Sementara itu, apabila masyarakat tetap berkeinginan untuk

menggunakan layanan bank konvensional, maka transaksinya harus

dilakukan di luar Aceh.

Jika pihak lembaga keuangan atau mitra melanggar aturan dalam

qanun, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda uang,

peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, pemberhentian direksi

dan/atau pengurus LKS, dan pencabutan izin usaha.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan meyakini jika pelaksanaan qanun

LKS dapat mendukung pertumbuhan lembaga keuangan syariah

nasional dan ekonomi syariah secara menyeluruh. Hal ini tentunya akan

berpotensi menambah total aset perbankan syariah dan meningkatkan

laju pertumbuhan perekonomian Aceh, berdasarkan tujuan yang tertera

dalam pasal 5.

27
Sebagai penyedia sistem payment gateway, NICEpay Indonesia

menggandeng PermataBank Syariah untuk menjembatani transaksi

keuangan yang berdasar pada syariat Islam melalui layanan virtual

account. Dengan begitu, pilihan metode payment Indonesia yang selaras

dengan prinsip Syariah pun dapat dilayani dalam bisnis Anda.

Segera aktifkan payment gateway Indonesia NICEpay dengan

solusi online payment untuk menjembatani transaksi pada bisnis Anda.

Sumber:

bi.go.id, dlhk.acehprov.go.id, kompas.com, ojk.go.id, Qanun Aceh Nomor

8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam, Qanun Aceh Nomor

11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah

https://blog.nicepay.co.id/dampak-penerapan-qanun-aceh-no-11-

tahun-2018-tentang-lembaga-keuangan-syariah/

28
OJK MINTA MASYARAKAT TIDAK RAGUKAN

PENERAPAN QANUN LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH

JURNAL ACEH-Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Yusri,

mengatakan permasalahan yang dihadapi oleh Bank Syariah Indonesia

di Aceh hanya kendala kecil. Dia minta agar semua pihak tidak

membenturkan permasalahan itu dengan penerapan Qanun Lembaga

Keuangan Syariah.

Hal ini disampaikan Yusri terkait dengan keluhan sejumlah

nasabah bank syariah milik pemerintah yang dimerger. Mereka mereka

mengaku mengalami kendala saat bertransaksi di anjungan tunai

mandiri milik BSI, bank syariah hasil penggabungan itu.

“Kendala memang ada. Namun BSI mempercepat proses ini agar

nasabah tidak terkendala, terutama di saat lebaran,” kata Yusri, Selasa,

11 April 2021.

Yusri mengatakan proses konversi sejumlah bank konvensional di

Aceh, menjadi bank syariah, dan kemudian digabung menjadi BSI,

membutuhkan proses untuk bisa berjalan normal.

29
OJK, kata Yusri, meminta BSI untuk bekerja optimal memperbaiki

sistem itu agar berjalan normal.

Yusri menyayangkan tindakan yang membenturkan isu kendala

teknis ini dengan pelaksanaan Qanun LKS. Aturan terkait keuangan

syariah di Aceh, kata dia, jauh dirancang sebelum BSI dibentuk pada

2021.

Yusri juga mengajak masyarakat untuk mendukung keberadaan

Qanun LKS. Dia meyakini pelaksanaan qanun ini akan membawa

kebaikan kepada masyarakat.

Kepala Kantor Regional Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, Nana

Hendriana, meminta maaf kepada masyarakat Aceh atas kendala ini. Dia

memastikan proses perbaikan ini berjalan cepat.

“Teknisi kami bekerja 24 jam sehari untuk menyempurnakan

sistem ATM BSI di Aceh,” kata Nana.

Akibat merger ini, sekitar 450 unit ATM yang mengalami kendala.

Nana memastikan 100 unit di antaranya dapat beroparasi normal saat

lebaran. Sisanya, kata Nana, tuntas awal bulan depan.***

https://jurnalaceh.pikiran-rakyat.com/aceh/pr-1791902584/ojk-

minta-masyarakat-tidak-ragukan-penerapan-qanun-lembaga-keuangan-

syariah

30
FEBI UIN Ar-Raniry Gelar Seminar Nasional ke-2

bertema ACEH SEBAGAI KIBLAT EKONOMI

SYARIAH NASIONAL

16 October 2019 10:37 amFakultas Ekonomi dan Bisnis Islam311

Banda Aceh – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-

Raniry Banda Aceh mengadakan Seminar Nasional Islam dan

Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) yang ke-2 pada 15 Oktober 2019

bertempat di Auditorium Prof. Ali Hasjmy UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Seminar yang mengambil tema “Strategi Pengembangan Ekonomi

Syariah di Indonesia” ini dihadiri 700 orang peserta yang terdiri dari

mahasiswa, akademisi, praktisi keuangan dan perbankan Syariah dan

juga unsur pemerintah Aceh.

Seminar Nasional Islam dan Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) Ke-2

ini menghadirkan narasumber dari Jakarta dan Aceh. Dr. Taufik Hidayat,

M.Ec (Direktur Komite Nasional Keuangan Syariah), sebagai narasumber

pertama menjelaskan bahwa saat ini Indonesia dianggap sebagai Negara

yang mempunyai potensi besar dalam industri ekonomi Syariah.

31
Diperkirakan penduduk Indonesia menghabiskan US$ 177 miliar untuk

pariwisata halal, US$ 1,303 miliar untuk makanan halal, US$ 270 miliar

untuk fesyen halal, US$ 209 miliar untuk media dan rekreasi, US$ 87

miliar untuk farmasi halal, dan US$ 61 miliar untuk kosmetik halal,

namun potensi tersebut tidak sepenuhnya dimanfaatkan Indonesia.

Indonesia, dalam laporan Global Islamic Economy Report 2018/2019,

menduduki peringkat ke-10 sebagai player industry halal (score 45,

sementara Malaysia peringkat pertama dengan score 127). Di antara

yang menyebabkan ini terjadi adalah karena tidak adanya harmonisasi

dan koordinasi antar instansi pemerintahan. Benturan regulasi dan

tumpang tindih kebijakan dan program menjadi masalah yang

menyebabkan industri ekonomi Syariah di Indonesia berjalan lambat.

Karena itu, Pemerintah membentuk KNKS untuk melakukan

harmonisasi regulasi dan koordinasi kebijakan dan kegiatan untuk

mendorong perkembangan lebih lanjut industry ekonomi Syariah

Indonesia.

Demikian pula potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar.

Muhammad Fuad Nasar (Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf,

Kementerian Agama) menyampaikan bahwa ada dana zakat terkumpul

pada tahun 2019 mencapai Rp. 260 Miliar sementara potensi wakaf bisa

32
mencapai Rp 180 triliun. Ini menjadi sumber bernilai untuk

memberdayakan perekonomian umat.

Melihat potensi ekonomi Syariah yang besar, Aceh sebagai daerah

yang berkomitmen untuk melaksanakan Syariat Islam

secara kaffah seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini dan menjadi

penggerak utama. Untuk itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh,

Zainal Arifin Lubis mengatakan perlu ada gerak sinergis dan langkah

strategis untuk mengembangkan ekonomi Syariah dan menyelesaikan

permasalahan ekonomi umat. Bank Indonesia dalam hal ini telah

berupaya untuk menyusun Masterplan Ekonomi Syariah yang mencoba

mengembangkan gerak strategis pengembangan ekonomi Syariah dan

mensinergikan kebijakan di Serambi Mekkah.

Aceh berpeluang menjadi kiblat pengembangan ekonomi Syariah

nasional setelah Pemerintah Aceh mengeluarkan Qanun Lembaga

Keuangan Syariah pada penghujung tahun 2018 yang menginginkan

masyarakat Aceh meninggalkan riba dalam transaksi keuangan dan

seluruh praktik lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh untuk patuh

Syariah. Qanun Lembaga Keuangan Syariah mengamanatkan bahwa

dalam 3 tahun (Januari 2019 -Januari 2022) semua lembaga keuangan

yang beroperasi di Aceh (perbankan, BPR, leasing, asuransi, pegadaian,

dll) harus dikonversi menjadi Lembaga keuangan Syariah. Perwakilan

33
OJK Provinsi Aceh, Rahmad Hidayah menyampaikan bahwa ini

menjadikan Aceh sebagai satu-satunya daerah yang menerapkan single

banking system dan bisa dikembangkan menjadi pusat keuangan Syariah

di Indonesia.

Teakhir, Direktur PT. Bank Aceh, HaiziR Sulaiman menyampaikan

bahwa Aceh terus mewarnai pengembangan ekonomi Syariah nasional.

Setelah pada 2016, Aceh melakukan konversi BPD-nya, pada akhir tahun

2018, Aceh mengeluarkan Qanun yang mewajibkan seluruh lembaga

keuangan bank dan non-Bank untuk juga melakukan konversi menjadi

lembaga keuangan Syariah. Efek dari penerapan Qanun LKS tersebut,

proporsi asset perbankan Syariah di Indonesia akan bertambah sekitar

Rp 25,76 Triliun sebagai akibat limpahan konversi lembaga keuangan

Syariah di Aceh sehingga menaikkan market share perbankan Syariah

nasional menjadi 6,10 persen. Dengan kata lain, total asset perbankan

Syariah meningkat menjadi Rp, 505,6 triliun dan total asset perbankan

konvensional turun menjadi Rp. 7.786,8 triliun. Potensi besar ini

seharusnya diturunkan ke dalam strategi pengembangan yang bisa

menjadikan Aceh sebagai kiblat ekonomi Syariah nasional.

Dalam kesempatan yang sama, PT. Pegadaian Syariah menyalurkan

bantuan Dana Kebajikan Umat untuk FEBI UIN Ar-Raniry sebesar 20

juta rupiah. FEBI UIN Ar-Raniry juga melakukan launching dua lembaga

34
kajian, yaitu ZISWAF Centre dan Pusat Studi Halal. Keduanya, di

samping menjalankan kajian dan penelitian terkait zakat, infak, sedekah

dan juga tentang halal, juga menjadi lembaga yang bisa mendorong

pengembangan ekonomi ummat. ZISWAF Centre akan diupayakan

menjadi nazhir wakaf yang bisa menerima dan mengelola wakaf dan

juga UPZ (Unit Pengumpul Zakat) dari Baitul Mal Aceh. Sedangkan Pusat

Studi Halal diharapkan aktif dalam melakukan kajian dan penelitian

terkait bidang halal yang dimensinya sangat luas mencakup produk

halal, dan industri halal, serta mencakup dimensi wisata, rekreasi,

media dan juga fashion. Di samping itu, Pusat Studi Halal juga

diupayakan menjadi konsultan atau lembaga pendamping pengusaha

dalam melakukan sertifikasi halal.

35
Terimakasih

Banda Aceh, 15 Oktober 2019

Panitia Seminar Nasional Islam dan pembangunan Ekonomi (SN-

IPE) Ke-2

FEBI UIN Ar-Raniry banda Aceh

TTD

Dr. Hafas Furqani, M.Ec

Ketua Panitia & Wakil Dekan I FEBI UIN Ar-Raniry

http://febi.uin.ar-raniry.ac.id/index.php/id/posts/febi-uin-ar-raniry-

gelar-seminar-nasional-ke-2-bertema-aceh-sebagai-kiblat-ekonomi-

syariah-nasional

36
QANUN DITERAPKAN, EKONOMI ACEH BAKAL

MELESAT

SYARIAH - Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia

26 September 2019 12:14

Jakarta, CNBC Indonesia- Bank Indonesia (BI) menyatakan ekonomi

Aceh bisa melesat setelah penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah

pada 2020 mendatang.

Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi dengan tema "Kesiapan

Perbankan Terhadap Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh" pada

Senin, 23 September 2019. Hadir dalam diskusi tersebut Kepala BI

Wilayah Aceh Zainal Arifin Lubis, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Aceh Aulia Fadly dan Direktur Operasional BRIsyariah Fahmi Subandi.

Kepala BI Aceh Zainal Arifin Lubis menjelaskan pertumbuhan ekonomi

yang bisa di dapat Aceh dari implementasi Qanun LKS. Menurutnya,

Aceh memiliki Sumber Daya Alam melimpah, sayangnya pertumbuhan

ekonominya masih di bawah pertumbuhan ekonomi Sumatera dan

nasional.

37
"Ada prinsip keadilan dalam prinsip ekonomi Islam. Pembiayaan hulu-

hilir dengan pola musyarakah dan mudharabah akan lebih cepat

mengakselerasi perkonomian Aceh. Qanun LKS merupakan potensi

besar bagi Aceh untuk bangkit," ujar Zainal dalam siaran pers yang

diterima CNBC Indonesia, Rabu (25/9/2019).

Sejalan dengan Bank Indonesia, OJK pun mengajak masyarakat

Aceh untuk pindah ke bank syariah. Aulia menjelaskan tingkat literasi

keuangan di Aceh hanya 32,7%.

"Artinya dari 100 orang, 32 orang paham keuangan. Namun,

inklusi keuangan di Aceh sudah 73%. Artinya dari 100 orang, 73 orang

sudah berinteraksi dengan keuangan. Sementara untuk literasi

keuangan syariah di Aceh ternyata hanya 21%, sementara tingkat

inklusinya 41%," ujarnya.

Sementara itu, Aulia mengajak masyarakat Aceh untuk

mensukseskan Qanun LKS karena postif untuk meningkatkan ekonomi.

"Kalau masih ada yang ragu, OJK meyakinkan bahwa bank syariah sama

dengan bank konvensional," tuturnya.

Sementara itu dari sisi perbankan, Direktur Operasional

BRIsyariah Fahmi Subandi menjelaskan potensi ekonomi yang bisa

didapat Aceh dengan implementasi Qanun LKS.

38
"Aceh memiliki potensi ekonomi luar biasa. Sumber Daya Alamnya

luar biasa. Sektor perkebunan dan perikanannya luar biasa besar. Tidak

berhenti di situ, potensi wisata di Aceh juga sangat besar. Namun

ternyata kebutuhan pembiayaan di Aceh kebanyakan konsumtif, belum

ke pembiayaan produktif. Mari kita berdayakan potensi yang ada," ujar

Fahmi.

"Dalam implementasi Qanun LKS ini kami membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak di Aceh ini, agar mendapat relaksasi

beberapa peraturan. Baiknya ada insentif dari pemerintah daerah.

Bentuknya bisa relaksasi biaya, perpajakan, sehingga pelaku bisnis bisa

menjalankan Qanun LKS untuk kemajuan di Aceh. Pertumbuhan Aceh

bisa meningkat kalau semua pihak bersama-sama menerapkan qanun

LKS," tutup Fahmi.

https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20190926120029-29-

102386/qanun-diterapkan-ekonomi-aceh-bakal-melesat

39
40
Arah Ekonomi Aceh Pasca Qanun LKS

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Arah

Ekonomi Aceh Pasca Qanun

LKS, https://aceh.tribunnews.com/2021/08/02/arah-ekonomi-aceh-

pasca-qanun-lks.

Oleh. Dr. Hafas Furqani, M.Ec

Wakil Dekan I FEBI UIN Ar-Raniry Banda Aceh

FEBI UIN Ar-Raniry mengangkat diskusi publik yang menarik dalam

Seminar Nasional Islam dan Pembangunan Ekonomi (SN-IPE) ke-3 yang

dilaksanakan pada Rabu, 28 Juli 2021. Temanya adalah “Arah

Perekonomian Aceh Pasca Implementasi Qanun LKS”.

Seminar tersebut menghadirkan pembicara yang mayoritasnya

adalah pengambil kebijakan publik, regulator, dan praktisi lokal dan

nasional.

Qanun LKS 2018 membuat terobosan baru dalam lanskap

pengembangan ekonomi syariah nasional karena menginginkan seluruh

transaksi keuangan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha di Aceh

41
patuh kepada prinsip-prinsip syariah, seperti tidak boleh ada riba,

penipuan, perjudian, dan eksploitasi.

Larangan tersebut kemudian disikapi dengan proses konversi

lembaga keuangan konvensional (LKK) menjadi lembaga keuangan

syariah (LKS). Walaupun, Qanun sendiri meminta proses transisi

dilakukan selama 3 (tiga) tahun, yang akan berakhir pada Januari 2022,

LKK telah selesai melakukan proses konversi sepanjang tahun 2020.

Proses tersebut berlangsung cepat dan lancar, karena masyarakat

Aceh juga rela bersabar mengikuti prosesnya. Kisruh yang belakangan

terjadi, lebih karena permasalahan teknis penggabungan tiga bank

BUMN Syariah, yaitu BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri

menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) dimana seluruh ATM bank-bank

tersebut dan teknologi transaksinya disatukan yang menimbulkan

permasalahan kecepatan dalam jaringan.

Akan tetapi, permasalahan ATM ini sedikit demi sedikit sudah

terurai. Di sisi layanan dan produk perbankan yang dibutuhkan

masyarakat Aceh, LKS juga menyediakan fasilitas yang setara dengan

LKK.

Pemerintah Pusat sendiri menyikapi Qanun LKS ini dengan baik

dan menyesuaikan kebijakan pembayaran transfernya hanya melalui

perbankan Syariah. Terbaru, kebijakan Kemensos untuk penyaluran

42
Bansos dan PKH kepada lebih dari 570 ribu keluarga penerima manfaat

dilakukan melalui Bank Syariah Indonesia (BSI) (Serambi, 23 Juli 2021).

Dengan perkembangan ini, perekonomian Aceh tidak akan

terganggu dan momentum pertumbuhan ekonomi dapat dijaga. Karena

itu, diskusi yang lebih progressif melihat bagaimana arah ekonomi Aceh

ke depan pascaimplementasi Qanun LKS lebih penting. Ini karena Qanun

tidak berbicara mengenai perubahan kelembagaan saja, tetapi ada cita-

cita besar model baru lembaga keuangan syariah yang akan dihasilkan

untuk mendorong perekonomian Aceh.

Prosektor riil

Qanun LKS menghendaki praktik perbankan syariah di Aceh

prokepada sektor ekonomi riil, UMKM, dan sektor produktif dengan

mengatur rasio pembiayaan minimal 40% pada tahun 2022 kepada

UMKM Aceh (Pasal 14, ayat (4)). Rasio ini lebih tinggi dari yang

ditetapkan Bank Indonesia dalam Peraturannya No. 17/12/PBI/2015

sebanyak 20%.

Sangat disadari bahwa sebuah perekonomian yang maju harus

ditopang oleh tingkat produktivitas yang tinggi. LKS diminta untuk

menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif dan tidak melulu di sektor

konsumtif yang akan lebih membawa dampak multiplier kepada

43
pertumbuhan ekonomi. Sektor UMKM adalah termasuk sektor produktif

yang disasar peningkatan usahanya oleh LKS.

Seiring dengan spirit tersebut, Qanun LKS juga menghendaki

praktik perbankan Syariah di Aceh mengutamakan akad berbasis bagi

hasil dalam penyaluran pembiayaan seperti menggunakan akad

mudharabah atau musyarakah.

Pembiyaan berbasis bagi hasil ini akan mengubah orientasi

penyaluran kredit berbasis utang (bay murabahah) kepada model

pembiayaan yang berbasis partnership, partisipasi, dan kerja sama. LKS

dalam hal ini lebih memperhatikan kebutuhan nasabah, prospek bisnis

atau usaha calon nasabah. Qanun LKS menghendaki akad berbasis bagi

hasil tersebut harus memenuhi minimal 40% dari total pembiayaan

pada tahun 2024 (Pasal 14, ayat (6) dan (7)).

Berorientasi sosial

LKS di Aceh, paradigma bisnisnya bukan profit oriented melulu,

tetapi berorientasi sosial dan melaksanakan fungsi distribusi sosial. LKS

mempunyai misi untuk membantu kelompok lemah dalam masyarakat,

memberdayakan dan maju bersama, bukan mereguk keuntungan dan

memperbesar institusi an sich.

44
Tujuan sosial Ini dilaksanakan bisa dalam bentuk kontribusi

langsung kepada masyarakat atau dalam bentuk pembiayaan murah

kepada UMKM dan masyarakat luas. Qanun LKS mengamanahkan ini

dilakukan bekerja sama dengan Baitul Mal Aceh (BMA) atau lembaga

filantropi lainnya melalui integrasi antara zakat, infak, sedekah, dan

wakaf (Pasal 16) (Pasal 15, 16 dan 38 ayat (7)).

Dampak kepada perekonomian Aceh akan terlihat dalam bentuk

penurunan tingkat kemiskinan dan kesenjangan dalam masyarakat. Ada

keunikan praktik LKS di Aceh di mana LKS dapat melakukan

pengembangan produk sesuai dengan karakter dan kebutuhan

masyarakat Aceh dengan memperhatikan kepatuhan syariah, aspek

kehati-hatian, dan analisis kelayakan (Pasal 17, ayat (2) dengan

berkonsultasi dengan Dewan Syariah Aceh dan mendapat fatwa

persetujuan dari Dewan Syariah Nasional MUI (Pasal 40).

Dengan kata lain, inovasi produk di LKS bukan saja untuk

menciptakan produk dan layanan yang setara dengan produk dan

layanan konvensional, tetapi lebih dari itu, LKS juga diharapkan

melahirkan produk keuangan dan perbankan yang unik yang

dikembangkan berdasarkan tradisi lokal. Praktik mawah, gala, atau

lainnya memungkinkan untuk diadopsi menjadi produk pembiayaan

LKS di Aceh.

45
Kesyariahan LKS

Untuk memperkuat kepatuhan syariah dan koordinasi LKS serta

menjaga agar praktik LKS di Aceh benar-benar syariah, Pemerintah Aceh

membentuk Dewan Syariah Aceh di tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota (Pasal 46 – 48).

DSA menjadi lembaga baru dalam struktur Pemerintahan Aceh

yang memastikan bahwa praktik LKS di Aceh benar-benar sesuai syariah.

Tugas ini menjadi penting karena reason d’etre pembentukan LKS

adalah untuk memberikan solusi transaksi keuangan yang bebas dari

riba dan unsur terlarang lainnya, dan juga karena kita semua

menginginkan praktik LKS yang benar-benar komit dengan nilai-nilai

syariah.

Pada akhirnya, penting disadari oleh praktisi LKS bahwa sambutan

masyarakat Aceh untuk berkonversi dan migrasi ke syariah

menunjukkan ekspektasi dan kepercayaan yang tinggi.

Dalam hal ini, yang diharapkan kepada LKS bukan saja

menawarkan pelayanan keuangan yang patuh syariah, tetapi juga

mampu menggerakkan perekonomian Aceh dan menyelesaikan

berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi Aceh.

46
Untuk itu, dengan telah terurainya persoalan teknis konversi dan

migrasi sedikit demi sedikit, usaha untuk mewujudkan idealisme Qanun

LKS pada tataran yang lebih luas perlu dilakukan.

Produk regulasi yang telah dilahirkan oleh DPRA dan Pemerintah

Aceh ini harus bias dimanfaatkan untuk menjadikan Aceh pusat

pengembangan ekonomi Syariah nasional.

Pasca Qanun LKS, ekonomi Aceh akan memiliki wajah baru

berlandaskan nilai-nilai syariat Islam. Ini sejalan dengan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)

yang menyebutkan bahwa orientasi pembangunan di Aceh diarahkan

untuk: “meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang menjunjung tinggi nilai-

nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat, dan efisiensi dalam

pola pembangunan berkelanjutan” (Pasal 155).

Dimensi lain yang harus segera digarap adalah pengembangan

industri halal, jaminan produk halal, wisata syariah, peningkatan

kualitas penggunaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk

mengeluarkan Aceh dari lingkaran kemiskinan dan upaya untuk

memasukkan konsep ekonomi syariah bagian dari perencanaan

kebijakan pembangunan Aceh.

47
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Arah

Ekonomi Aceh Pasca Qanun

LKS, https://aceh.tribunnews.com/2021/08/02/arah-ekonomi-aceh-

pasca-qanun-lks?page=3.

48
Qanun Keuangan Syariah Jadi Kontroversi, Bank

Konvensional Hengkang dari Aceh

Warga Muslim di Aceh mulai tahun depan harus hanya

menggunakan jasa keuangan syariah karena pemberlakuan peraturan

khusus di daerah tersebut yang juga berdampak pada hengkangnya

sejumlah bank, namun salah seorang warganya berupaya menentang

kebijakan tersebut.

Desember lalu, pengacara dan aktivis Safaruddin menggugat tiga

bank konvensional karena menutup cabang mereka di Aceh, menyusul

berlakunya peraturan daerah yang mengharuskan lembaga keuangan

membuka layanan syariah.

“Saya kan masih nasabah konvensional dan sekarang diberikan

pilihan bagi kita untuk mengalihkan rekening kita ke syariah. Saya

tetap memilih konvensional,” kata Sarifuddin

Qanun Nomor 11 Tahun 2018 yang diberlakukan pada Januari

2019 tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS) yang

mengharuskan penyedia jasa keuangan melakukan transaksi

berdasarkan sistem syariah per Januari tahun depan, menyebabkan

bank-bank konvensional menutup operasi mereka di Aceh.

49
Sebagian besar, termasuk beberapa bank plat merah, CIMB Niaga

dan BCA beralih ke layanan syariah, namun tidak semua masyarakat

Aceh mau beralih ke perbankan syariah.

Pada 3 Desember 2020, Safaruddin melayangkan gugatan ke

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Bank Mandiri, Bank Central

Asia (BCA), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) karena tidak menerima

keputusan manajemen ketiga bank tersebut menutup layanan

konvensional.

Menurut Safaruddin, direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh

(YARA), Qanun LKS mewajibkan bank konvensional yang sudah

beroperasi di Aceh membuka unit usaha syariah, bukan menutup

operasi.

“Tidak ada satu kalimat pun bahwa bank konvensional itu harus

tutup. Itu salah persepsi,” ungkap Safaruddin.

Ketika ditanya kenapa dia bersikeras tidak mau pindah ke bank

Islam, dia mengatakan layanan di bank konvensional lebih baik.

‘Meningkatkan pelaksanaan hukum Islam’

Qanun LKS, yang berlaku tahun 2019 setelah sosialisasi selama

satu tahun, dimaksudkan untuk menguatkan lembaga keuangan

50
syariah di Aceh dalam rangka meningkatkan pelaksanaan hukum

Islam.

"Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh berdasarkan

prinsip syariah. Aqad keuangan di Aceh menggunakan prinsip

syariah," menurut Pasal 2 Qanun LKS.

Pasal 6 menyebutkan bahwa qanun berlaku untuk setiap orang

beragama Islam di Aceh, namun non-Muslim “dapat menundukkan diri”

pada peraturan itu.

Menurut pasal itu juga qanun berlaku untuk setiap orang yang

beragama bukan Islam, badan usaha yang melakukan transaksi

keuangan dengan pemerintah di Aceh, baik tingkat provinsi maupun

kabupaten dan kota.

Pelanggaran qanun dapat berakibat sanksi termasuk denda uang,

peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, pemberhentian

direksi, hingga pencabutan izin usaha.

Tidak seperti bank konvensional, perbankan Islam tidak

menerapkan bunga. Dalam sistem Syariah, tabungan dan pinjaman

dianggap sebagai investasi di mana untung dibagi antara lembaga

keuangan dan nasabah.

Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada 7 Februari 2020

mengirimkan surat permintaan laporan kemajuan konversi sistem

51
konvensional ke syariah yang ditujukan untuk semua bank yang

beroperasional di Aceh dan mengingatkan batas konversi paling

lambat 4 Januari 2022.

Namun salah seorang anggota tim perumus qanun, Aliamin,

membantah kalau qanun melarang bank konvensional di Aceh.

“Tujuan qanun ini bukan menutup bank konvensional, tetapi yang

pertama ingin membebaskan rakyat Aceh agar tidak termakan riba”,

ucap Aliamin, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah

Kuala.

Menurutnya sesuai pasal 6 qanun tersebut rakyat Aceh yang

beragama Islam dilarang berhubungan dengan bank konvensional,

tapi keberadaan bank umum tidak dilarang.

Menurut Safaruddin, penutupan sejumlah bank konvensional

merugikan rakyat Aceh.

“Makanya saya mengajukan gugatan. Seperti ini nanti, hal-hal

kecil yang langsung berdampak pada kita,” ujarnya,

Safaruddin mengatakan dia diberi batas waktu untuk

memindahkan dananya ke bank syariah hingga Juli 2021, sementara

gugatan sedang menunggu putusan sela beberapa waktu ke depan.

52
Nasabah non-Muslim

Kewajiban lembaga keuangan menggunakan prinsip syariah

diatur dalam Qanun LKS, namun masih ada pertanyaan apakah aturan

ini berlaku untuk non-Muslim.

Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Taqwaddin Husen

Pemerintah Aceh harus memperhatikan kendala teknis terkait

nasabah non-Muslim dan memikirkan prinsip keadilan dan

perlindungan kepada seluruh rakyat Aceh terlepas agama mereka.

“Saya kira, di Aceh ini juga tidak 100 persen Muslim. Ada yang

non-muslim. Nah, non-Muslim transaksi sesama non-Muslim. Masa

kita tidak toleran kepada mereka”, kata Taqwaddin kepada BenarNews.

Ombudsman Perwakilan Aceh mengusulkan kepada

Pemerintah Aceh untuk melakukan upaya edukasi secara menyeluruh

terhadap keberadaan Qanun LKS ini kepada seluruh lapisan

masyarakat, baik kepada aparatur negara, kalangan usaha, Muslim

maupun non-Muslim yang berada di Aceh.

“Kalau misalnya di Aceh tidak ada lembaga keuangan lain selain

yang syariah, itu artinya kan memaksa mereka atau terpaksa mereka

harus mengundurkan diri dan ini tidak sukarela,” ujar Taqwaddin, “ini

juga masalah yang perlu dipikirkan”

53
Kendala teknis

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Aceh, Achris Sarwani,

mengatakan keputusan untuk tetap buka atau pergi dari Aceh

merupakan keputusan masing-masing manajemen bank.

Menurutnya walaupun beberapa bank memilih menutup

kantornya di Aceh, tetapi sejumlah perbankan BUMN tetap bertahan

dengan beralih ke lini bisnis syariah seperti BRI, BNI, dan Mandiri,

yang beroperasi di bawah naungan Bank Syariah Indonesia (BSI)

setelah merger.

Sementara bank swasta nasional ada yang memilih hengkang

seperti Bank Panin.

“Batas waktu sebenarnya sesuai dengan qanun yaitu 4 Januari

2022. Namun, jika dilihat, kok dari sekarang sudah banyak yang

meninggalkan Aceh?” ungkap Achris.

Sejak 1 Februari 2021, BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank

Syariah Mandiri bergabung menjadi BSI, namun dalam proses

konversi ditemukan beberapa gangguan pada sistem yang berdampak

pada layanan terhadap nasabah.

Hal tersebut diakui oleh Kepala Biro Perekonomian Sekda Aceh,

Amirullah, menurutnya penerapan perbankan syariah di Aceh

memang menemui beberapa kendala teknis.

54
Peralihan lembaga keuangan dari sistem konvensional menjadi

syariah ternyata tidaklah mudah. Namun, ia mengatakan masa transisi

sedang berjalan dan berproses sesuai Qanun LKS.

“Kita sampai saat ini masih fokus target kita penyelesaian

implementasi Qanun ini di tanggal 4 Januari 2022,” ujarnya.

UMKM

Pengamat ekonomi Islam dari Universitas Syiah Kuala, M. Shabri

Abdul Madjid, mengatakan lahirnya Qanun LKS ini untuk

mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Aceh berbasis nilai-nilai

keadilan.

Dia mencermati, banyak kebijakan penting dan menarik yang

diatur di dalam Qanun LKS tersebut, diantaranya alokasi pembiayaan

untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), membuka

kesempatan kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah

kabupaten dan kota untuk mengeluarkan Surat Berharga Syariah

(SBS).

Dalam qanun tersebut diatur rasio pembiayaan UMKM minimal

30 persen paling lambat tahun 2020 dan 40 persen pada tahun 2022.

Namun, kenyataannya Bank Aceh Syariah sendiripun kesulitan

memenuhi kuota 20 persen pembiayaan usaha untuk UMKM.

55
Sumber-sumber di internal bank syariah di Aceh menyebutkan

mereka butuh waktu paling cepat setahun untuk menyesuaikan sistem

dan waktu yang lebih lama lagi untuk memenuhi konsep ideal seperti

yang tercantum dalam qanun.

“Saya kira mestinya UMKM punya daya tawar kepada pihak bank

syariah agar bank syariah melakukan pembiayaan tidak hanya dengan

prinsip jual beli, tetapi dengan prinsip mudharabah, misalnya dengan

prinsip bagaimana bank bisa menanamkan modalnya pada sektor

usaha kecil,” ujar Konsultan UMKM Pujoe Basuki kepada BenarNews

“Saya kira yang seperti ini akan lebih fair bagi penerapan bank

syariah di Aceh, tetapi lagi-lagi memang secara penerapan mungkin

pihak bank belum siap dalam hal ini,” ungkap Pujoe.

https://www.benarnews.org/indonesian/berita/qanun-lembaga-

keuangan-syariah-05062021153312.html

56
Transisi ke Bank Syariah di Aceh Lambat, Ada

Usulan Revisi Qanun LKS

Banda Aceh - Anggota DPR Aceh Asrizal Asnawi mengusulkan

revisi Qanun Aceh Nomor 13 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan

Syariah (LKS). Revisi diusulkan setelah melihat sistem transisi keuangan

dari bank konvensional ke bank syariah masih lemah.

"Ini gagasan kita, fraksi setuju. Tinggal mencari koalisi terdiri dari

minimal dua fraksi DPRA dan sedikitnya tujuh orang anggota DPRA

sebagai pengusul revisi ini," kata Asrizal dalam keterangan kepada

wartawan, Senin (5/7/2021).

Asrizal sudah mengungkapkan usulan itu dalam rapat Badan

Musyawarah (Banmus) yang digelar beberapa hari lalu. Usulan itu

disebut mendapat dukungan dari Ketua Fraksi PAN di DPRA Mukhlis

Zulkifli.

Menurut Asrizal, ada beberapa poin di dalam qanun yang harus

direvisi untuk memperkuat aturan tersebut. Dia menilai, sejak qanun

LKS berlaku pada 2020 masih banyak masalah yang terjadi. Beberapa di

antaranya gagal transfer dan ATM kerap kosong. Dia juga menilai

operasional Bank Syariah Indonesia (BSI) belum optimal. "Kita dulu

57
tidak sampai memprediksi akan ada kebijakan pemerintah pusat untuk

tiga bank besar berbasis syariah akan dilebur dan menjadi satu sebagai

Bank Syariah Indonesia," jelas Asrizal. "Tujuan saya mengusulkan revisi

qanun untuk menguatkan qanun itu sendiri. Jangan sampai di kemudian

hari banyak orang dan perusahaan yang dirugikan, sehingga melakukan

gugatan ke PTUN, yang mungkin bisa jadi putusannya nanti akan

mencabut qanun LKS ini dari akar-akarnya," lanjutnya.

Asrizal mengaku saat ini sedang menggalang dukungan dari fraksi

lain untuk mengusulkan revisi qanun. Hal itu dilakukan sesuai yang

diatur dalam tata tertib DPR Aceh.

"Semoga semua pihak bisa memaklumi revisi qanun ini, dan saya

berjanji akan tetap menjaga 'roh' atau subtansi dari qanun LKS ini

sendiri sebagai bagian dari ke Istimewaan Aceh dari Provinsi lain di

Indonesia," sebutnya.

Untuk diketahui, setelah penerapan Qanun LKS, di Aceh sudah

tidak ada lagi bank konvensional. Nasabah diminta pindah ke bank

syariah.

selengkapnya https://finance.detik.com/moneter/d-5631634/transisi-

ke-bank-syariah-di-aceh-lambat-ada-usulan-revisi-qanun-lks.

58
Di Depan Yusril dan Guru Besar, Mahfud MD

Bicara Putusan MK soal UU Cipta Kerja

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan

Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik dan

mendorong digelarnya diskusi serta perdebatan dengan segala

kontroversinya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU

Cipta Kerja . Diskusi itu bermain untuk penguatan hukum tata negara

ke depannya, terutama untuk menguatkan fungsi dan peran peran MK.

Hal itu disampaikan Mahfud MD saat memberi Pengantar pada

Webinar Forum Guru Besar Insan Cita (FGBIC) yang dilaksanakan secara

daring, Minggu (5/12/21) malam. FGBIC adalah forum kajian yang pada

umumnya beranggotakan akademisi yang tergabung di dalam Korps

Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), di mana Mahfud MD

merupakan Ketua Dewan Pakarnya. Hadir sebagai narasumber utama

pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra dengan pembahas

Prof Susi Dwi Harjanti, Prof Didin S Damanhuri, Prof Nurliah Nurdin, Dr

Ali Syafaat, dan dimoderatori oleh Prof Nurul Baruzah.

59
Menurut Mahfud MD, vonis MK terkait UU Cipta Kerja boleh

didiskusikan dengan berbagai pendapat atau teori-teori, tetapi yang

berlaku adalah amar putusan MK itu sendiri. Mahfud lantas

mengemukakan dalil usil fiqh yang juga berlaku dalam hukum peradilan

secara universal yakni hukmul haakim yarfaul khilaaf. Putusan hakim

yang inkracht itu berlaku mengikat dan menyelesaikan sengketa,

terlepas dari adanya orang yang setuju atau tak setuju.

"Putusan MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional

bersyarat tapi masih berlaku selama 2 tahun atau sampai diperbaiki.

Itulah yang berlaku mengikat," kata Mahfud MD yang juga Ketua Dewan

Pakar DPP Korps Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA).

Menurut mantan Ketua MK itu, diskusi atau kritik teoretis atas

vonis MK itu sangat diperlukan karena tiga hal. Pertama, untuk

mengembangkan studi-studi hukum tata negara; Kedua, untuk

memperluas pengenalan masyarakat terhadap eksistensi MK dalam

ketatanegaraan di Indonesia; Ketiga, untuk memberi masukan atau

kritik terhadap MK.

60
Mahfud MD mengingatkan bahwa teori yang paling tinggi di dalam

hukum tata negara adalah teori bahwa keberlakuan hukum tata negara

di suatu negara tidak harus ikut teori pakar atau yang berlaku di negara

lain, melainkan ikut apa yang ditetapkan oleh negara itu sendiri sesuai

dengan resultante terkait poleksosbudnya masing-masing.

https://nasional.sindonews.com/read/619453/13/di-depan-yusril-

dan-guru-besar-mahfud-md-bicara-putusan-mk-soal-uu-cipta-kerja-

1638713560

61
62
Mahfud: Kalau Saya Hanya Takut kepada Hukum,

Saya Bisa Main-main...

Penulis Rahel Narda Chaterine | Editor Kristian Erdianto

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,

dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berpandangan, nilai-nilai

agama dan moral dapat menjadi landasan dalam menanamkan sikap

antikorupsi. “Perasaan dosa. Kalau saya hanya takut kepada hukum saya

bisa main-main, bisa membeli hukum itu," kata Mahfud, dalam diskusi

panel Mewujudkan Sinergi Antar-Aparat Penegak Hukum dan Instansi

Terkait, Senin (6/12/2021). Baca juga: PPKM Luar Jawa-Bali Berakhir

Hari Ini, Berikut Situasi Covid-19 Terbaru "Tetapi saya sebagai orang

yang beriman punya moral. Walau saya bisa membeli hukum, tetapi saya

dosa,” tutur dia. Baca juga: KPK Ingin Pendidikan Antikorupsi

Ditanamkan pada Anak Sejak Dini Selain itu, ia juga menyinggung soal

ajaran atau konsep karma. Mahfud mencontohkan, orang yang korupsi

meski bisa terbebas dari hukum, namun akan mendapatkan balasan atas

perbuatannya. “Yang disebut karma, kamu boleh bebas karena pintar,

kamu menghindar dari hukum, tapi karma akan datang kepadamu,” kata

dia. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan

63
email Selanjutnya, Mahfud menekankan pentingnya Pancasila dalam

menanamkan budaya antikorupsi. Baca juga: TNI AD: Hillary Lasut

Kirim Surat Pembatalan Permintaan Ajudan ke KSAD Mantan Ketua

Mahkamah Konstitusi (MK) itu menuturkan, Pancasila memiliki dua

implikasi dalam kehidupan bernegara. Baca juga: KPK Sebut Ada 318

Peraturan Kepala Daerah Terkait Pendidikan Antikorupsi Pancasila

sebagai dasar negara melahirkan hukum bagi masyarakat. Di sisi lain,

Pancasila sebagai nilai dan tujuan negara tidak memiliki dasar hukum

secara detail. “Nah budaya antikorupsi harus dibangun dengan cara

mengamalkan Pancasila itu baik sebagai dasar negara, sebagai

pandangan kesepakatan hidup yanng belum tentu menjadi hukum,”

ucapnya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari

dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com

News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate,

kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di

ponsel.

Penulis : Rahel Narda Chaterine

Editor : Kristian Erdianto

64

Anda mungkin juga menyukai