Anda di halaman 1dari 51

IMPLEMENTASI QANUN ACEH TENTANG LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH NONBANK PADA KOPERASI KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Diajukan untuk diseminarkan pada Program Megister Sains


Program Pascasarjana Keuangan Syariah

OLEH:
RAMZI
NIM: 2161101029

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI KEUANGAN SYARIAH
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS AHMAD DAHLAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Aceh memperoleh kebijakan desentralisasi keweanangan

otonomi wilayah yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 yang direvisi

melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yakni

mencangkup mengenai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom buat

mengatur dan mengurus sendiri seluruh urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negeri Kesatuan Republik Indonesia

dengan penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah

otonom bersumber pada Asas Otonomi (Undang-undang Republik Indonesia

Pasal 1 Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah)

Tidak cuma itu terdapat pula UU Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan

kepada daerah yang memiliki hak istimewa, salah satunya tertuang dalam UU

Otonomi Khusus ialah UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,

Pasal 1(2) Aceh merupakan wilayah provinsi yang bertabiat hukum spesial

serta memiliki wewenang spesial buat mengelola serta mengurus urusan

pemerintahan serta kepentingan penduduk setempat bagi kepentingan wilayah.

Pemerintah dan penduduk setempat tetap tunduk terhadap dekrit ketentuan

hukum sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 yang dipimpin

oleh gubernur (Undang- Undang Republik Indonesia Pasal 1 ayat 2 No 11

tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh)

1
Pemerintah Aceh yang jadi salah satu perihal mengenai wujud otonomi

tersebut merupakan terdapatnya pembuatan Qanun Aceh yang sudah

dirancang serta di terapkan dalam kehidupan sesuai dengan kebutuahan warga

dimana Qanun ialah suatu produk lokal warga Aceh dalam membuat

kebijakan pada Pasal 1 (21) (11) tahun 2006 juga menjelaskan tentang Qanun

Aceh, peraturan perundang-undangan yang serupa dengan Peraturan Daerah

Propinsi yang mengatur tentang administrasi dan kehidupan masyarakat Aceh.

Qanun Aceh merupakan peraturan daerah yang diterbitkan oleh

pemerintah Aceh yang mengatur tentang berbagai aspek kehidupan

masyarakat di wilayah tersebut, termasuk kebijakan sosial, ekonomi, politik,

dan hukum. Qanun Aceh juga dapat digunakan sebagai dasar hukum dalam

menyelesaikan sengketa atau konflik yang terjadi di wilayah Aceh. Dalam

perihal ini menujukkan terdapatnya pemberian hak istimewa kepada

pemerintah Aceh sehingga dapat memadukan suatu kebijakan yang

mempunyai nilai-nilai yuridis dan empiris terhadap budaya warga Aceh.

Masayarakat Aceh sendiri ialah kebanyakan warga beragama Islam sehingga

dengan terdapatnya kebijakan tersebut memiliki kewenangan dalam

menghasilkan dan juga mengimplementasikan ajaran islam secara kaffah

dalam setiap kebijakannya.

Qanun Aceh ialah salah satu kebijakan atas keistimewaan yang diberikan

oleh Indonesia dalam melaksanakan roda pemerintahannya sendiri, yang

tercantum dalam melaksanakan syariat Islam, otonomi khusus serta dalam

mengekploitasi kekayaan alam. Banyak Qanun yang telah disahkan oleh

2
pemerintah Aceh, mulai dari Qanun Jinayat yaitu larangan khamar, khalwat,

maisir, serta qanun lain sebagainya. Diantara salah satu Qanun Aceh yang

baru yakni Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga keuangan

Syariah kemudian disingkat dengan LKS yang didalamnya mengatur tentang

Perekenomonian Rakyat Aceh yang Islami. dalam rangka mewujudkan

ekonomi masyarakat Aceh yang adil dan sejahtera dalam naungan syariat

Islam memerlukan jasa lembaga keuangan syariah (Syamsyuri, 2021:1715)

Bagi Amrizal (Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, Jaringan

Dokumentasi serta Informasi Hukum Aceh) yang ikut serta dalam ulasan

kesediaan bank guna memperkenalkan qanun lembaga keuangan syariah,

Kegiatan tersebut didukung oleh Bank Indonesia. Dia berkata, terdapat tiga

perihal yang melatarbelakangi pembuatan Qanun LKS di Aceh ialah filsafat,

sosiologi serta fikih, Secara filosofis, Qanun mencontohi Al- Quran serta

Hadits yang sudah jadi kepercayaan serta pedoman hidup warga Aceh dalam

melaksanakan syariat Islam. Meski secara sosiologis, salah satunya

memerlukan jasa lembaga keuangan sistem syariah sehubungan dengan

terwujudnya ekonomi Aceh yang adil serta makmur bagi syariat Islam. Secara

yuridis, qanun ini sangat berkekuatan hukum sebab pemerintah Aceh

berwenang meningkatkan serta mengendalikan penerapan syariat Islam sesuai

ketetapan Undang- Undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Ada dua jenis lembaga keuangan syariah yaitu lembaga keuangan

perbankan dan lembaga keuangan non-perbankan. Ada juga lembaga

keuangan syariah non perbankan yang merupakan lembaga keuangan syariah

3
dalam keuangan dan berperan memberikan jasa keuangan kepada nasabahnya

sesuai dengan prinsip syariah, dimana lembaga tersebut biasanya diatur oleh

peraturan keuangan pemerintah. lembaga keuangan nonbank ialah badan

usaha yang melaksanakan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung

maupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan

kepada masyarakat untuk kegiatan produktif (Maulana, 2020:163).

Mengenai itu penerapan Qanun LKS kepada para lembaga baik bank

maupun nonbank, Semua Lembaga yang berada di Aceh maupun lembaga

diluar Aceh tetapi berkantor di Aceh harus melakukan konversi karena

mengikuti kebijakan dalam mentaati syarat dari Pemerintah Aceh. Syarat

tersebut tertuang dalam Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga

Keuangan Syariah yang berlaku sejak diundangkan pada 4 Januari 2019 buat

itu, aktivitas keuangan konvensional maupun nonsyariah harus ditutup dan

tidak boleh diberlakukan. Selanjutnya, pada pasal 5 pada Qanun Aceh nomor

11 tahun 2018 yakni kebijakan tersebut terencana diambil untuk

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Aceh dalam naungan syariah

sehingga terus jadi Islami ke depan dan apabila Qanun dilanggar, ada sebagian

sanksi yang hendak diberikan, yakni denda uang, peringatan tertulis,

pembekuan kegiatan usaha, pemberhentian direksi, hingga pencabutan izin

usaha dengan diberikan masa peralihan perbaikan selama tiga tahun.

Peneliti terdahulu (Makmu, 2022) mengenai Implementasi dari Qanun No.

11 tahun 2018 tentang lembaga keuangan syariah dengan mengambil fokus

pada KPRI KOPKAGA Syari’ah dengan hasil penelitian bahwa Qanun Aceh

4
telah dilaksanakan secara penuh, namun terdapat beberapa kendala dalam

pengurusan koperasi tersebut. Koperasi yang dikonversi ke sistem syariah

merupakan seluruh dari jumlah koperasi yang terdapat di Aceh, sebab

bersumber pada hasil Qanun Aceh tentang LKS diberikan masa transisi guna

merubah dengan bertahap setelah pengesahan Qanun tersebut ditetapkan, ialah

setidaknya paling lambat pada 4 Januari 2022, seluruh koperasi wajib bergeser

ke sistem Syariah.

Kebijakan yang tertuang dari Qanun ini ialah merupakan yang awal ada di

Indonesia, selayaknya kebijakan baru ada bermacam berbagai komentar serta

pemikiran terhadap Qanun ini. Aceh ialah wilayah yang kebanyakan

penduduknya beragama Islam sehingga dapat menunjang penerapan syariat

Islam yang terdapat dalam Qanun Aceh, Ada pula yang menunjang

dilaksanakan Qanun Lembaga Keuangan Syariah ini berasal dari Pemerintah

Aceh, Pemerintah Pusat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Majelis

Permusyawaratan Ulama (MPU) pula Masyarakat Ekonomi Syariah (MES),

Dan juga partai lokal di Aceh, Beberapa ahli ekonomi Islam, Ulama dayah,

aktivis perbankan serta warga di Aceh (Akla Rizka, 2021: 124).

Dinas Koperasi Aceh melaporkan bahwa dalam rapat perkumpulan

koordinasi anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang diadakan di Banda

Aceh pada Maret 2022, Helvizar mengatakan bahwa jumlah koperasi yang

beralih ke Syariah sekarang ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlahnya

yaitu 231 dari 3.675 koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam yang

ada di Aceh dan juga kecilnya jumlah Dewan Pengawas Syariah koperasi

5
syariah dibandingkan dengan jumlah koperasi yang ada di Aceh

(Diskop.acehprov, 2022). Hal tersebut senada dengan keberadaan koperasi di

daerah kota Lhokseumawe hingga Juni 2022 data yang diperoleh dari dinas

perindustrian, perdangangan, koperasi dan usaha kecil menengah kota

Lhokseumawe dari total jumlah 183 koperasi, hanya yang aktif 85 koperasi

diantaranya yang telah mengubah atau konversi ke sistem syariah baru 15

koperasi menjadi model simpan pinjam atau unit simpan pinjam pola syariah

(Disprindagkop Lhokseumawe, 2022).

Berdasarkan data yang didapatkan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

melakukan konversi koperasi kedalam sistem syariah masih berjalan lambat

dan masih sedikit sehingga sampai sekarang Dinas Koperasi Aceh terus

berusaha membantu koperasi se-Aceh untuk beralih kesistem syariah,

sehingga dapat diasumsikan oleh dinas koperasi Aceh pemahaman

pengelolaan lembaga keuangan syariah sangat terbatas, masih banyak koperasi

yang tidak mengikuti praktik qanun, atau banyak koperasi sudah tidak aktif

lagi, instansi terkait juga tidak terlalu mempedulikan koperasi, karena

penyelenggaraan transisi ke syariah membutuhkan sumber daya keuangan,

dan koperasi juga tidak punya dana untuk melakukan revisi perubahan

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi tertentu. Dan juga

berdasarkan hasil wawancara tahap awal dari ibu Armiati mengatakan

permasalahan yang terjadi yaitu dalam membuat neraca koperasi syariah

belum mengerti butuh adaptasi kedalam sistem syariah (ketua koperasi simpan

pijam syariah pegawai negeri tiga serangkai Kota Lhokseumawe).

6
Berdasarkan permasalahan yang telah di uraikan di atas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Implementasi Qanun Aceh tentang

Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah

Pegawai Negeri Tiga Serangkai Kota Lhokseumawe”

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat disimpulkan beberapa

identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya jumlah koperasi yang beralih ke sistem koperasi syariah

2. Masih banyak Lembaga keuangan syariah nonbank di koperasi belum

beralih kesistem syariah karena kurangnya modal.

3. Pengelolaan Lembaga keuangan yang terbatas untuk melaksanakan rapat

akhir tahun

4. Kurangnya pemahaman pengurus koperasi tentang Qanun Lembaga

keuangan syariah

5. Masih sedikitnya DPS pada Lembaga Keuangan Syariah

3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengimplementasian Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan

Syariah Nonbank pada Koperasi Kota Lhokseumawe?

2. Bagaimana Hambatan dalam mengimplementasi Qanun Aceh tentang

Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada Koperasi Kota Lhokseumawe.

7
4. Tujuan Penelitian

1. Untuk memperoleh pengetahuan pengimplementasian Qanun Aceh tentang

Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada Kota Lhokseumawe.

2. Untuk Mengetahui Hambatan dalam mengimplementasi Qanun Aceh

tentang Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada Koperasi Kota

Lhokseumawe.

5. Manfaat Penelitian

1) Secara Teoritis

Menjadikan bahan masukan dan referensi bagi peneliti lain yang tertarik

dengan penelitian tentang pengimplementasian Qanun Aceh tentang

Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada Koperasi Kota Lhokseumawe

2) Secara Praktis

a. Untuk dapat menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman

penulis dalam mengimplementasi Qanun Aceh tentang Lembaga

Keuangan Syariah Nonbank pada Koperasi Kota Lhokseumawe.

b. Sebagai sumber bacaan dan informasi, baik bagi mahasiswa umum dan

mahasiswa pascasarjana pada khususnya, serta bagi pihak-pihak yang

membutuhkan dalam mengkaji permasalahan mengenai Penerapan

Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada

Koperasi Kota Lhokseumawe.

8
6. Sistematika Penelitian

Guna mempermudah ulasan kajian ini, sistem penyusunan riset disajikan

jadi lima bab yang tiap- tiap terdiri dari beberapa subbab yang dihubungkan

satu sama lain guna ulasan yang lebih mendalam. Sistematika serta kerangka

penyusunan dalam riset ini merupakan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mencakup tentang latar belakang permasalahan, rumusan suatu

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat umum pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif, secara singkat

BAB II Kajian Pustaka dan Dasar Teori

Bab ini mencakup kajian teori dan kajian yang relevan, yaitu kajian teori yang

memuat definisi dan karakteristik sebagai dasar kajian. Studi ekuivalen

mencakup berbagai model penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai data

penelitian.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai tentang jenis dan metode penelitian, periode

penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengolahan dan

analisis data.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini memuat uraian atau gambaran umum topik penelitian, hasil penyajian

data, dan pembahasan sesuai rumusan masalah Analisis Implementasi Qanun

Aceh Lembaga Keuangan Syariah NonBank pada Koperasi yang berada di

Kota Lhokseumawe

9
BAB V Kesimpulan

Bab ini berisi kesimpulan, yang berisi uraian singkat dan jelas tentang hasil

penelitian yang diperoleh. Kesimpulan ditulis satu demi satu sesuai dengan

urutan tugas yang dirumuskan. Selain itu, keterbatasan penelitian dan

rekomendasi atau saran tentang masalah potensial untuk studi masa depan

juga harus disertakan di bagian akhir.

10
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Bagian ini meliputi kajian teoritis, serta penelitian relevan. Konsep dan

karakteristik teori mendasari penelitian dalam penelitian kerja. Studi ekuivalen

mencakup berbagai model penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai data

penelitian yang dilakukan. Sebuah kerangka acuan menjelaskan perkembangan

logis dari hubungan antar variabel dalam penelitian kualitatif dalam bentuk

gambar atau diagram.

2 Kajian Teori

2.1. Implementasi

Penafsiran Implementasi secara sebutan dalam kamus besar Bahasa

Indonesia yakni penerapan ataupun suatu pelaksanaan. Implementasi

umumnya berhubungan dengan sesuatu aktivitas yang dilaksanakan guna

menggapai tujuan tertentu. Secara etimologis penafsiran Implementasi bagi

kamus Webster berasal dari Bahasa Inggris ialah to implement

(mengimplementasikan) segala sesuatu penerapan kebijakan untuk mencapai

tujuan tersendiri, sehingga penafsiran tersebut memiliki makna dalam

mengimplementasikan suatu diiringi fasilitas yang menunjang yang nantinya

hendak memunculkan akibat ataupun akibat terhadap suatu ketentuan.

Implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat luas, meliputi bagaimana

implementasi ditempatkan sebagai alat administasi hukum dan juga sekaligus

dipandang sebagai fenomena kompleks sebuah proses atau hasil dari

kebijakan. kebijakan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-

11
tujuan tertentu, sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah dengan

menggunakan sarana-sarana tertentu, dan dalam tahapan waktu tertentu.

Kebijakan umumnya bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan

pedoman umum sebagai landasan bertindak dalam usah mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Mansur, 2021:327).

Implementasi ialah sesuatu proses yang dicoba secara dinamis yang

penerapan kebijakan buat melaksanakan aktivitas guna memperoleh sesuatu

hasil yang cocok dengan tujuan ataupun sasaran kebijakan bagi Agustion, bagi

Hanifah Implementasi pula berkenaan dengan politik sesuatu kebijakan dari

politik kondisi administrasi. Bagi purwanto serta Sulistyastuti, Implementasi

pada hakekatnya adalah kegiatan mendistribusikan keluaran dari kebijakan

yang dilaksanakan oleh pelaksana kepada kelompok sasaran untuk

melaksanakan kebijakan tersebut. Bagi Nurdin Usman dalam bukunya

bertajuk konteks Implementasi berbasis kurikulum, Implementasi merupakan

sesuatu muaranya pada kegiatan, aksi ataupun terdapatnya mekanisme sesuatu

sistem. Bukan hanya kegiatan namun sesuatu aktivitas yang terencana buat

menggapai tujuan aktivitas (Usman, 2002: 70). serta bagi Guntur Setiawan

dalam bukunya bertajuk Implementasi dalam birokrasi pembangunan,

Implementasi adalah perluasan kegiatan yang berganti-ganti antara tujuan dan

tindakan untuk mencapainya, serta membutuhkan jaringan pelaksana,

birokrasi yang efisien. (Setiawan, 2004: 39). Subarsono dalam bukunya

bertajuk Analisis kebijakan publik menarangkan Implementasi bisa diartikan

selaku sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan penyelesaian sesuatu pekerjaan

12
dengan sesuatu pemakaian fasilitas (perlengkapan) buat memeperoleh hasil

dari tujuan yang di mau (Subarsono, 2011: 30). Sehingga bisa disimpulkan

Implementasi yakni sesuatu aktivitas terencana, bukan cuma sesuatu kegiatan

serta dicoba secara serius bersumber pada acuan norma- norma tertentu buat

menggapai tujuan aktivitas.

Ada pula faktor- faktor yang pengaruhi Implementasi sanggup diterapkan bagi

para pakar dalam buku Budi Winarno tentang teori serta proses kebijakan

publik bagi Merile S. menerangkan kebersihasilan Implementasi dapat

mempengaruhi dua variabel, ialah mengenai isi kebijakan serta area

Implementasi. Serta Van M serta Van Horn menar angkan tugas Implementasi

merupakan membangun jaringan yang membolehkan tujuan kebijakan publik

direalisasikan lewat kegiatan intansi pemerintah yang mengaitkan bermacam

pihak kepentingan. Sehingga menggolongkan kebijakan- kebijakan bagi ciri

yang berbeda ialah jumlah pergantian yang terjalin serta sebagaimana

kesepakatan bersama menyangkut tujuan antara pemerintah dan dalam proses

Implementasi berlangsung (wanarno, 2004). Dalam perihal ini sepanjang

mana Implementasi qanun Aceh mempengaruhi terhadap Intansi ataupun

lembaga- lembaga yang diharapkan dapat mempraktikkan seluruh kebijakan

demi terciptanya kesejahteraan terhadap masyarakat.

Menurut para ahli, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

implementasi adalah sebagai berikut:

1. Dukungan yang kuat dari pimpinan sangat penting untuk keberhasilan

implementasi. Ini dapat meliputi dukungan finansial, politik, dan moral.

13
2. Implementasi memerlukan sumber daya, termasuk orang, waktu, dan uang.

Ketersediaan sumber daya yang cukup sangat penting untuk keberhasilan

implementasi.

3. Implementasi yang sukses juga memerlukan pemahaman yang baik

tentang kebutuhan yang ingin dipenuhi. Ini dapat meliputi kebutuhan

teknis, bisnis, atau keduanya.

4. Identifikasi dan manajemen risiko dan hambatan yang mungkin muncul

selama implementasi sangat penting untuk menjamin keberhasilan

implementasi.

5. Komunikasi yang efektif sangat penting untuk menjamin bahwa semua

pihak terlibat memahami tujuan dan prioritas implementasi, serta

bagaimana implementasi akan dilakukan.

6. Kemampuan untuk menyesuaikan implementasi sesuai dengan perubahan

yang mungkin terjadi selama proses implementasi juga penting untuk

keberhasilan implementasi.

7. Konteks sosial, politik, dan budaya Faktor-faktor tersebut dapat

mempengaruhi bagaimana intervensi diterima oleh masyarakat dan

bagaimana intervensi dapat diimplementasikan dengan efektif dalam

konteks tertentu.

14
2.2. Qanun Aceh

Penafsiran Qanun dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia

diketahui dengan nama kanun, maksudnya merupakan undang- undang,

peraturan, kitab undang- undang, hukum serta kaidah.

Qanun Aceh adalah sebuah peraturan hukum yang berlaku di Provinsi

Aceh, Indonesia. Qanun Aceh merupakan bagian dari sistem hukum di

Indonesia yang dikembangkan oleh pemerintah daerah setempat, dengan

memperhatikan kondisi sosial, budaya, dan kebiasaan masyarakat setempat.

Qanun Aceh dapat berupa undang-undang, peraturan daerah, atau keputusan

gubernur. Qanun Aceh dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan

masyarakat di Provinsi Aceh dengan lebih teratur dan adil.

Qanun Aceh dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar

hukum Indonesia, yaitu prinsip-prinsip keadilan, kebenaran, kepastian hukum,

dan kemanfaatan. Qanun Aceh juga harus memperhatikan prinsip-prinsip

dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu prinsip-prinsip kebhinekaan,

kekeluargaan, dan persatuan Indonesia. Qanun Aceh dapat mengatur berbagai

aspek kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh, seperti aspek politik, ekonomi,

sosial, budaya, pendidikan,dan lainnya. Qanun Aceh juga dapat mengatur

hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, serta hubungan antar

pemerintahan daerah di Provinsi Aceh.

Latarbelakang terdapatnya qanun untuk warga Aceh tidaklah sebutan baru

sebab telah dipakai pada masa kerajaan dulu setiap aturan- aturan yang

15
dikeluarkan oleh kerajaan Aceh banyak yang dinamakan dengan qanun. Bagi

Abdul Qadir Djaelani salah satu ulama, Aceh mulai masuk dan menerapkan

ajaran Islam pada kehidupan sehari-hari pada tahun 1292 masehi, sehingga

warga Aceh sudah lama menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam

kehidupannya. Warga Aceh dalam ekspedisi panjang sejarahnya diketahui

selaku warga yang kuat kepercayaan terhadap ajaran Islam, sehingga Islam

jadi bukti kepercayaan serta pemahaman jati diri sehingga menyatu dalam adat

istiadat serta hukum. Sehingga terdapat ungkapan masyarakat dalam

rancangan qanun Aceh tahun 2014 didalamnya terdapat pepatah adat

dinyatakan dengan ungkapan hukom ngoen adat lage dzat ngoen sifeut (ikatan

syariat dengan adat merupakan ibarat ikatan sesuatu zat/ barang dengan

sifatnya, ialah menempel tidak bisa dipisahkan).

Qanun Aceh berfungsi Menyelenggarakan peraturan hal-hal yang

belum jelas, yang oleh undang-undang otonomi khusus diminta (diserahkan)

kepada qanun untuk mengaturnya, Menyelenggarakan pengaturan hal-hal

yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi yaitu undang-undang, Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang

belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu

undang-undang (alyasa’ Abubakar, 2004:23)

Ada pula peran qanun dalam perundang- undangan ialah Udang- Undang

nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus untuk provinsi wilayah

istimewa Aceh selaku provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada pasal 1

angka 8 yang melaporkan kalau qanun provinsi NAD merupakan peraturan

16
wilayah selaku pelaksana undang- undang di daerah provinsi NAD dalam

rangka penyelenggaraan otonomi spesial. Syarat tentang qanun pula ada di

dalam udang- undang no 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh ialah pada

pasal 21 serta 22 berbunyi Qanun Aceh merupakan peraturan perundang-

undangan sejenis peraturan wilayah provinsi yang mengendalikan

penyelenggaraan pemerintah serta kehidupan warga Aceh. Qanun ialah

sesuatu kebijakan peraturan daerah yang diberlakukan di Aceh yang isinya

wajib berlandaskan kepada syariat Islam yang jadi kekhususan dari Aceh serta

ketentuan qanun bisa berisikan aturan- aturan hukum tentang hukum kegiatan

material serta formil di Mahkamah Syari’ah, perihal ini berbeda dengan

wilayah lain yang ketentuan dalam perdanya tidak wajib berlandaskan ajaran-

ajaran Islam.

Uraian pada undang- undang tersebut peran qanun bisa diterima sehingga

mempermudah Pemerintah dalam melaksanakan pengawasan serta pembinaan

terhadap wilayah cuma saja wajib dicermati kekhususan yang diberikan oleh

Pemerintah Pusat. Cuma saja produk qanun wajib penuhi syarat- syarat oleh

Pemerintah Aceh sehingga tidak boleh berlawanan dengan aqidah, syar’ iyah

serta akhlak yang meliputi:

1. Ibadah
2. Ahwal asyakhsiyah (hukum keluarga)
3. Muamalah (hukum perdata)
4. Jinayah (hukum pidana)
5. Qadha (peradilan)
6. Tarbiyah (Pembelajaran)
7. Dakwah

17
8. Syiar
9. Pembelaan Islam
Dalam upaya penerapan syariat Islam secara kaffah di Aceh lewat

kekuasaan negeri, pemerintah Aceh sudah melahirkan beberapa qanun Aceh,

baik yang mengendalikan kelembagaan hukum, hukum materil ataupun

hukum formil. Setelah disahkannya Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014, maka

lahirlah Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang lembaga keuangan

syariah (LKS) sebagai penjelasan lebih lanjut dari qanun sebelumnya dalam

bagian muamalah pada Pasal 21 bahwa Lembaga Keuangan yang akan

beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah dan Lembaga Keuangan

konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha

Syariah (UUS). Kehadiran Qanun LKS No.11 Tahun 2018 menjadi pedoman

bagi setiap lembaga keuangan konvensional yang ada di Aceh untuk

menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam (azka et.al 2021:123).

Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah ialah sesuatu ketentuan

wilayah Aceh yang baru disahkan pada tahun 2019 berlaku pada awal januari

2019 dan mulai berlaku ke sistem syariah sepenuhnya dengan batas waktu tiga

tahun yaitu awal tahun 2022 terkait dengan segala Lembaga keuangan

konvensional yang terdapat di aceh wajib bergeser status jadi Lembaga

keuangan yang berbasis syariah. Qanun tersebut lahir dalam rangka

mewujudkan ekonomi warga Aceh yang adil serta sejahteraaan dalam

naungan syariah hingga membutuhkan jasa Lembaga keuangan syariah.

18
2.3. Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan secara umum menurut Syauqoti dan Ghozali adalah

lembaga yang aset utamanya adalah pengelolaan aset keuangan atau tagihan-

tagihan saham baik itu surat wesel, yang dapat berupa saham, obligasi, dan

pinjaman yang berasal dari real estat, peralatan, dan bahan baku (Syauqoti

serta Ghozali, 2018: 16). Sementara itu menurut keputusan Mentri keuangan

nomor 792 tahun 1990, Lembaga keuangan merupakan seluruh tubuh yang

kegiatannya dibidang keuangan, meliputi penghimpunan dana serta

penyaluran dana kepada warga paling utama guna membiayai investasi

industri. Secara universal lembaga keuangan berfungsi selaku lembaga

intermediasi keuangan yang melaksanakan proses penyerapan dana dari unit

suplus ekonomi, baik zona usaha, lembaga pemerintah mauapun orang buat

penyediaan dana untuk unit ekonomi yang lain (Soemita, 2009: 27).

Lembaga keuangan syariah merupakan salah satu instrument penting

dalam pelaksanaan ekonomi syairah, sehingga dengan adanya lembaga

keuangan yang berbasis syariah mampu mewujudkan ekonomi masyarakat

Aceh yang adil dan sejahtera (zulfahmi, 2021:59). Lembaga keuangan syariah

yang berikutnya disingkat LKS merupakan lembaga yang melakukan aktivitas

zona perbankan, zona keuangan syariah non perbankan serta zona keuangan

yang beroperasi serta berkedudukan di Aceh wajib bersumber pada prinsip

syariah, ialah prinsip etika Islam serta hukum keuangan berbasis fatwa yang

dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang menghasilkan fatwa di bidang

syariah. Sehingga asas lembaga keuangan syariah cocok dalam Qanun Aceh

19
Nomor 11 tahun 2018 pada pasal 3 bersumber pada kepada:

a. Keadilan (‘adalah)
b. Amanah
c. Persaudaraan (ukhuwah)
d. Keuntungan
e. Transparansi
f. Kemandirian
g. Kerjasama
h. Kemudahan
i. Keterbukaan
j. Keberlanjutan, dan
k. Universal
Qanun LKS bertujuan mewujudkan perekonomian Aceh yang Islami, jadi

penggerak serta pendorong perkembangan perekonomian Aceh, menghimpun

serta membagikan sokongan pendanaan dan melaksanakan guna lembaga

keuangan bersumber pada prinsip syariah, melaksanakan guna sosial yang lain

tercantum menggunakan harta agama buat kemaslahatan umat bersumber pada

prinsip syariah, mendesak kenaikan pemasukan asli Aceh, menolong kenaikan

pemberdayaan ekonomi serta prokduktivitas warga, serta menolong kenaikan

pemasukan serta kesejahteraan warga. Qanun LKS berlaku kepada tiap orang

yang berdomisili di Aceh baik muslim dan nonmuslim dan intansi yang

melaksanakan bisnis keuangan di Aceh, tiap orang mempunyai usaha serta

transaksi dengan pemerintah Aceh, yang melaksanakan usaha di Aceh serta

lembaga diluar Aceh yang bekantor di Aceh.

Pada pasal 7 Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018, LKS terdiri dari Bank

Syariah, Lembaga keuangan Nonbank Syariah serta Lembaga keuangan yang

20
lain. Lembaga Keuangan Nonbank Syariah sebagaimana yang dimaksudkan

antara lain meliputi:

a. Asuransi Syariah
b. Pasar Modal Syariah
c. Dana Pensiun Syariah
d. Modal Ventura Syariah
e. Pegadaian Syariah
f. Koperasi Pembiayaan Syariah serta Sejenisnya
g. Lembaga Pembiayaan Syariah
h. Anjak Piutang Syariah
i. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
j. Teknologi Finansial Syariah dan
k. Lembaga keuangan non- bank Syariah.

2.4. Koperasi Syariah

Koperasi berasal dari kata cooperation atau cooperative yang berarti

Kerjasama. koperasi secara etimologi terdiri dari dua suku kata, yaitu ko yang

artinya bersama-sama dan operation yang artinya bekerja. Oleh karena itu,

secara harfiah dapat diartikan sebagai kolaborasi atau biasa disebut

kebersamaan (Herman, 2020: 7). Bagi Martino Wibowo dan Ahmad Subagyo,

koperasi adalah transaksi yang anggotanya adalah orang perseorangan atau

badan hukum berdasarkan prinsip koperasi, serta merupakan gerakan ekonomi

nasional berdasarkan asas kekeluargaan yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan koperasi (Martino 2017:5). Menurut Undang-undang

Koperasi nomor 25 tahun 1992, tujuan koperasi adalah terutama untuk

memajukan kesejahteraan anggota dan warga negara serta memajukan

21
pembangunan tatanan ekonomi nasional untuk mewujudkan masyarakat maju,

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945.

Koperasi adalah badan usaha bersama yang hendak menjalankan usahanya

dengan menghimpun semua anggota yang ada dengan saling bekerjasama,

biasanya dalam bentuk usaha keluarga. Maka peran koperasi sangat penting

untuk mengembangkan kemampuan keuangan warga untuk mewujudkan

ekonomi kerakyatan yang demokratis. Koperasi juga merupakan kumpulan

orang yang mau bekerja sama tanpa paksaan untuk memajukan perekonomian

sehingga ekonomi rakyat semakain baik dan tolong menolong dalam

meningkatkan kesejahteraan orang banyak.

Munculnya koperasi syariah di Indonesia seiring dengan tumbuhnya

lembaga keuangan syariah di Indonesia sendiri. Koperasi syariah berperan

penting dalam mengembangkan dunia nyata sesuai prinsip syariah. Koperasi

dapat saling berbagi upaya mengentaskan kemiskinan warga karena koperasi

syariah memiliki produk dan mekanisme yang berlandaskan Alquran dan

Hadits, sehingga hampir sama dengan lembaga perbankan syariah dan juga

memiliki akad sendiri-sendiri. Oleh karena itu, koperasi syariah memiliki

keterkaitan dengan masyarakat yang membutuhkan modal untuk

mengembangkan usaha yang dikelolanya, dan koperasi syariah memiliki

banyak fungsi dalam bidang ekonomi, pendidikan dan lainnya.

koperasi syariah adalah organisasi yang beroperasi sesuai dengan prinsip-

prinsip ekonomi dan keuangan yang diakui dalam agama Islam. Koperasi

syariah sering menggunakan mekanisme bagi hasil untuk membagikan

22
keuntungan antara anggotanya, dan tidak menggunakan bunga atau riba dalam

transaksi keuangan. Koperasi syariah juga harus mematuhi prinsip-prinsip

ekonomi dan keuangan syariah lainnya, seperti menghindari produk-produk

yang tidak halal atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

Berikut perbedaan posisi yang dapat dimainkan oleh koperasi Syariah di

Indonesia, yaitu:

a. Koperasi Syariah beroperasi dalam hukum perdata, yaitu mereka selalu

berusaha untuk menerapkan keadilan dalam semua transaksi antara

klien mereka. Dalam semua kegiatan lembaga keuangan syariah,

koperasi harus mengikuti prinsip adil.

b. Koperasi syariah memiliki tempat dalam kegiatan pendidikan, sosial,

dakwah dan penampilan serta tampilan koperasi syariah dapat

diarahkan kepada calon nasabah atau warga. Dalam menuntut ilmu,

berbahaya bagi seorang hamba Allah untuk mengambil hak orang lain

dan mengarahkan warga negara untuk tidak memanfaatkannya.

Aplikasi yang rakus akan semua keuntungan yang dikelolanya.

Koperasi syariah yang berlandaskan Al Quran dan Hadist untuk setiap

produk dan mekanismenya dapat memberikan keuntungan bagi siapa

saja yang melaksanakannya. Akhirat menjadi praktik dan menawarkan

diskon kepada pelanggan yang ingin mengambil pinjaman atau

melakukan transaksi lainnya dan memberikan layanan sosial kepada

setiap warga negara.

c. Koperasi syariah memiliki kedudukan dalam kesejahteraan dan

23
perekonomian negara, koperasi syariah memiliki akad yang menjamin

setiap nasabah ketika hendak berbisnis, sehingga nasabah merasa aman

dan mekanisme tersebut selalu dilaksanakan, apalagi nasabahnya

banyak. Pembiayaan, diterapkan dengan benar bahwa koperasi syariah

ingin mendapatkan UMKM sebagai lembaga keuangan syariah yang

membutuhkan. Oleh karena itu, koperasi syariah dapat digunakan

sebagai panduan bagi UKM untuk meningkatkan usahanya agar lebih

banyak perusahaan terus berkembang, sehingga tingkat ekonomi juga

orang meningkat dan pendapatan negara juga meningkat. Jika roda

perekonomian negara terus berputar agar kesejahteraan warga juga

terwujud, sehingga peran ekonomi membawa kedalaman positif bagi

pendapatan dan kesejahteraan warga. Koperasi syariah akan menjadi

Lembaga yang mudah di jangkau oleh masyarakat dengan kata lain,

keberadaan koperasi syariah tidak hanya dapat memberikan

permodalan kepada UKM, tetapi warga juga dapat menjauhi praktik-

praktik yang dilarang dalam Islam, seperti maysir, gharar, riba dan

lainnya.

Koperasi syariah tidak hanya bertujuan untuk menyejahterakan

anggotanya, tetapi juga bertujuan untuk menciptakan keadilan dan

persaudaraan. Penciptaan keadilan dilakukan dengan cara pendistribusian

pendapatan dan kekayaan yang merata kepada anggota berdasarkan

kontribusinya (keadilan distributif) (Amalia, 2016:37)

24
Koperasi syariah juga memiliki prinsip untuk memelihara perekonomian

Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Harta merupakan titipan amanah dari Allah SWT yang tidak dapat

dimiliki oleh seorang pun secara utuh

b. Orang diberi kebebasan untuk bermuamalah sepanjang memenuhi

persyaratan atau ketentuan syariah.

c. Manusia adalah khilafah Allah dan sejahtera di muka bumi

d. Untuk melindungi keadilan dan melawan semua kegiatan riba dan

pemusatan sumber daya keuangan kepada segelintir orang atau hanya

sekelompok orang.

Koperasi syariah memiliki fungsi yang salah satunya yaitu sebagai wadah

atau mediator bagi penyedia dana dan pengguna dana agar dana yang dipinjam

dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada koperasi syariah terdapat

pembiayaan yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya,

yaitu pembiayaan murabahah, pembiayaan mudharabah, pembiayaan

musyarakah dan pembiayaan ijarah (Bambang et.al 2022:279). Koperasi

syariah juga memiliki berbagai produk untuk menghimpun dan menyalurkan

dana, sebagai berikut:

1. Produk keuangan (pembiayaan)

Agar dalam koperasi syariah dapat maju serta berkembang,

pengurus dan lainnya harus mempunyai strategi guna menghimpun dana.

Sumber dana ini bisa melalui keanggotaan, pinjaman pihaklain, serta dana

berbasis hibah atau bantuan. Secara umum sumber dana pendapatan

25
koperasi syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Simpanan Pokok

Simpanan Pokok merupakan pembayaran modal pokok yang wajib

disetorkan oleh tiap anggota yang masuk ke koperasi, dimana besarnya

simpanan pokok buat tiap anggota sama serta tidak bisa dibagi- bagi

antar anggota. Akad yang digunakan termasuk kategori akad

musyarakah, ialah transaksi investasi antara 2 ataupun lebih pemilik

dana buat melaksanakan usaha tertentu yang cocok dengan syariah,

dengan keuntungan serta kerugian yang disepakati bersumber pada

investasi tersebut. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional nomor

08/DSN-MUI/IV/2020 laporan musyarakah adalah segala bentuk usaha

yang menggabungkan dua atau lebih perusahaan, dimana

menggabungkan semua sumber tenaga, baik berwujud maupun tidak

berwujud.

b. Simpanan Wajib

Simpanan harus ditambahkan pada jenis modal koperasi yang besarnya

ditentukan berdasarkan penilaian anggota, dan simpanan tersebut

diusahakan terus menerus setiap bulan atau setahun sekali sampai ada

yang mengumumkan permohonan keluar atau meninggal dunia dari

koperasi syariah tersebut. Adapun akad dalam simpanan harus sama

dengan akad simpanan pokok atau musyarakah, bedanya simpanan

harus dibayar bulanan, sedangkan simpanan pokok diberikan saat

menjadi anggota koperasi syariah untuk pertama kalinya.

26
c. Simpanan Sukarela

Simpanan Sukarela adalah iuran dana yang diberikan anggota sukarela

tanpa ada paksaan, yaitu simpanan bagi anggota koperasi yang

mempunyai kelebihan dana untuk membantu anggota lain di koperasi

syariah. Selain itu simpanan sukarela dengan dua pihak akad merupakan

akad simpanan (wadiah) yang asli, artinya anggota menitipkan

transaksinya pada koperasi syariah dan memiliki kewajiban

mengembalikan uang tersebut setiap kali diambil oleh anggota

simpanan. Simpanan wadiah terbagi menjadi dua golongan yaitu:

1) Wadiah yad amanah adalah dana yang dititipkan atau disimpan oleh

anggota tidak boleh dipakai dan digunakan untuk kepentingan segala

kebutuhan koperasi atau untuk investasi suatu usaha, tetapi koperasi

selalu berkewajiban menjaga simpanan anggotanya. Dalam hal ini

anggota dapat membayar pemeliharaan kepada koperasi syariah.

2) Wadiah yad dhamanah adalah dana yang dititipkan oleh anggota

kepada koperasi dan dapat dikelola dalam usaha nyata sampai pemilik

mengambil dana tersebut. Mengingat dana tersebut dapat dikelola,

sudah sepantasnya koperasi Syariah membagi tambahan hasil

pengelolaan kepada pemilik dana tersebut., meskipun tidak ada

keharusan memberikan bonus (Ridwan 2004:151).

Karakter lainnya adalah bersifat investasi, dana simpanan anggota untuk

keberlangsungan sebuah usaha, dengan sistim bagi hasil (mudharabah) untuk

berbagi hasil pendapatan maupun keuntungan dan kerugian. Konsep tabungan

27
yang diterapkan dapat berupa Mudharabah Mutlaqah, yaitu suatu bentuk

kerjasama antara pemilik dana (shahibulmaal) dengan koperasi syariah

sebagai pengusaha (mudarib) yang sangat luas tanpa dibatasi oleh spesifikasi.

jenis perusahaan, waktu dan wilayah. Dan deposito berjangka Mudharabah

Maqayadah, yaitu bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan koperasi

syariah sebagai pengusaha, dimana penggunaan dana dibatasi dengan syarat-

syarat yang dipersyaratkan oleh pemilik dana.

d. Investasi pihak lain

Investasi pihak lain adalah pembiayaan berdasarkan akad mudharabah atau

musyarakah yang diperoleh dari bukan anggota sehingga uangnya dikirim

dalam jangka waktu tertentu atas kesepakatan bersama dengan koperasi

syariah.

2. Produk Penyaluran Dana (Pembiayaan)

Sesuai produk pembiayaan dengan karakter sifat dan kegiatan koperasi,

sumber dana yang diperoleh harus disalurkan kepada anggota koperasi

syariah. Adapun macam-macam pembiayaan dana ialah:

a. Pembiayaan atas dasar jual beli

Produk akad yang diperoleh dari pembiayaan atas dasar jual beli (tijaroh)

dikembangkan, misalnya:

1) Murabahah atau pembiayaan penyelamatan untuk pembelian barang di

koperasi syariah sebagai penjual dan anggota. sebagai pembeli atau

pelanggan dari siapa barang dibeli dan dijual dengan harga dengan

manfaat tambahan yang disepakati. Koperasi syariah mengambil margin

28
keuntungan antara harga beli dan harga yang dijual.

2) Bai' Bitsaman Ajil yaitu suatu pembiayaan berupa subsidi pembelian

barang atau jasa dan berkewajiban pengembalian dana dengan ditambah

persentase keuntungan koperasi dalam jangka waktu tertentu sesuai

kesepakatan. Koperasi syariah menerima keuntungan sebagai selisih antara

harga beli dan harga yang dijual.

3) Salam, yaitu pembiayaan anggota berupa subsidi yang diperlukan untuk

pembelian barang atau jasa yang dibayar di muka sebelum barang atau jasa

diserahkan. Anggota wajib mengembalikan uang subsidi dan margin

syariah secara angsuran hingga selesai dalam tempo jangka waktu sesuai

kesepakatan akad. Koperasi syariah menerima keuntungan sebagai selisih

antara harga beli dan harga yang dijual.

4) Istisna', yaitu dana bantuan yang dibutuhkan oleh anggota untuk membeli

barang/jasa yang dibayar di muka, transfer atau diakhir pembayaran.

Anggota wajib mengembalikan paket bantuan dan ditambah margin

keuntungan dengan cara mencicil sampai dibayarkan dalam waktu yang

telah disepakati.

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip kerjasama

Produk pembiayaan berdasarkan prinsip kerjasama adalah sebagai berikut:

1) Musyarakah, atau Pembiayaan melalui akad kerjasama antara dua pihak

atau lebih (koperasi syariah dan anggota) untuk menjalankan usaha

tertentu, dimana bagi hasil berdasarkan nisbah yang telah disepakati

sebelumnya dan kerugian ditanggung oleh seluruh pemilik modal

29
berdasarkan bagi hasil.

2) Mudharabah atau pembiayaan melalui perjanjian kerjasama antara dua

pihak atau lebih, dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan

sejumlah modal kepada pengelola (mudarib) dengan perjanjian bagi hasil.

Bentuk kerjasama ini memperkuat pengetahuan Shahibul maal tentang

modal uang dan mudharib.

c. Pembiayaan berdasarkan sewa

Produk pembiayaan berdasarkan sewa adalah sebagai berikut:

1) Ijarah yaitu. perjanjian pengalihan barang atau jasa dengan pembayaran

sewa tanpa pengalihan kepemilikan barang. Misalnya pembiayaan sewa

rumah, tenda, sound system dan lainnya.

2) Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT), yaitu perjanjian pemindahan hak

untuk menggunakan dan menerima penghasilan dari barang/jasa untuk

jangka waktu tertentu dengan membayar sewa yang diikuti dengan

perpindahan kepemilikan atas benda itu sendiri, yaitu objek yang disewa

menjadi milik anggota pada akhir kontrak sewa sesuai dengan perjanjian

yang dibuat di awal.

d. Pembiayaan berdasarkan asas pelayanan

Pembiayaan disebut pelayanan karena akad pada hakekatnya adalah

gotong royong dalam arti keutamaan. Produk keuangan yang

diimplementasikan berdasarkan layanan tersebut adalah:

1) Kafalah, yaitu. pemberian jaminan oleh koperasi syariah sebagai penjamin

kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak lain/yang telah dibayarkan.

30
2) Hiwalah atau jasa yang mengalihkan tanggung jawab pembayaran utang

dari debitur yang satu ke debitur yang lain.

3) Wakalah, melakukan kegiatan/pekerjaan atas nama anggota sebagai

prinsipal.

4) Rahn, yang menerima salah satu harta peminjam sebagai jaminan

pembiayaan. Dalam syariah, koperasi tidak memungut bunga atas barang

yang digadaikan, melainkan sewa tempat penyimpanan.

5) Qardhul Hasan adalah perjanjian untuk mentran sfer uang kepada orang

lain yang tagihannya dapat dibayar dan dikenal sebagai transaksi yang

bonafid (tabarru'/ta'awun). Bantu anggota mengumpulkan uang dengan

cepat dan dalam waktu singkat.

2.5. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil identifikasi ada beberapa penelitian dan rujukan

terdahulu yang mempunyai titik singgung dan relevansi fokus penelitian

tentang Implementasi Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah

nonbank, penelitian yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya

mengenai judul yang berhubungan dengan penelitian adalah:

a. Masyadar Sa’adi

Penelitian yang diteliti oleh Masyadar Sa’adi dalam disertasinya dengan

judul Efektivitas Regulasi Wajib Bank Syariah di Aceh dan Manfaat

terhadap Kemaslahatan Rakyat (Studi Implementasi Qanun Aceh No. 11

Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah) pada tahun 2021.

31
Meneliti bagaimana efektivitas Implementasi Qanun Aceh no. 11 tahun

2018 tentang Lembaga keuangan syariah yaitu pada perbankan syariah di

Aceh dalam regulasi wajib bank syariah dan manfaat terhadap

kemaslahatan Rakyat, persamaan yaitu sama-sama meneliti mengenai

Implementasi Qanun Aceh tentang lembaga keuangan syariah dan

perbedaanya beliau fokus pada lembaga keuangan syariah pada bank

syariah di Aceh sedangkan penelitian ini fokus pada lembaga keuangan

syariah nonbank mengenai koperasi syariah.

b. Yusmalinda

Penelitian yang ditelitili oleh Yusmalinda dalam disertasinya berjudul

Aspek Hukum dalam Kontrak Pembiayaan Mudharabah pada Perbankan

Syariah Pasca Penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 (studi kasus

di Kota Langsa) pada tahun 2022. Pada penelitian beliau mengenai hukum

Islam dan Implemantasi kontrak pembiayaan terhadap akad Mudharabah

pasca penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 yang berada di Kota

Langsa pada perbankan syariah, persamaan pada penelian ini sama-sama

meneliti mengenai Implementasi Qanun Aceh mengenai LKS dan

perbedaannya beliau lebih fokus terhadap aspek hukum akad mudharabah

pada perbankan syariah yang ada di kota Langsa sedangkan penelitian ini

lebih fokus pada lembaga keuangan syariah nonbank koperasi syariah.

c. Haditya Sanjaya

Penelitian yang diteliti oleh Haditya Sanjaya dalam tesisnya berjudul

Dampak Implementasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang

32
Lembaga Keuangan Syariah terhadap penyaluran Kredit pada PT Bank

Negara Indonesia (persero)Tbk di Provinsi Aceh tahun 2021, hasil

penelitian menunjukkan peralihan kredit dilakukan dengan cara peralihan

nasabah BNI ke BNI Syariah dan apabila nasabah tidak mau melakukan

peralihan konvensional keprinsip Syariah maka akan dialihkan ke BNI

diwilayah terdekat Provinsi Aceh. Persamaan penelitian yaitu sama-sama

meneliti tentang Qanun Aceh Lembaga Keuangan Syariah dan

perbedaannya penelitian tersebut hanya meneliti Lembaga Keuangan

Syariah pada perbankan saja akan tetapi penelitian ini meneliti Lembaga

Keuangan Syariah Nonbank dan lebih medalam pada Koperasi Syariah.

d. Shella Devi Muyana

Penelitian yang diteliti dalam skripsinya berjudul Pengaruh Penerapan

Qanun Aceh No. 11 tahun 2018 tentang Konversi Bank Konvensional

menjadi Bank Syariah terhadap tingkat kepuasan Nasabah (studi kasus

pada Bank BUMN di Aceh tepatnya di Kota Langsa) tahun 2020 Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya pengarus positif dan signifikan

terhadapa kepuasan nasabah pada Bank BUMN di Aceh tepatnya di Kota

Langsa. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah meneliti mengenai

Qanun Aceh tentang LKS akan tetapi perbedaannya penelitian tersebut

hanya meneliti Lembaga Keuangan Syariah pada Bank BUMN tetapi

penelitian ini meneliti Lembaga Keuangan Syariah Nonbank dan lebih

medalam pada Koperasi Syariah.

33
e. Putri Perdana

Penelitian yang diteliti dalam skripsinya berjudul Iplementasi Qanun Aceh

Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah dan kaitan

dengan Riba di masyarakat Alue Dawah tahun 2021. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa masyarakat tersebut sudah memiliki pemahaman

yang cukup baik tentang riba dan hukumnya dalam mengimplementasikan

Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 mengenai Lembaga Keuangan Syariah.

Persamaan dengan penelitain tersebut adalah meneliti mengenai Qanun

Aceh tentang LKS akan tetapi perbedaannya penelitian tersebut hanya

meneliti Lembaga Keuangan Syariah secara umum akan tetapi penelitian

ini meneliti Lembaga Keuangan Syariah Nonbank dan lebih medalam

pada Koperasi Syariah.

f. Rina Meutia Zuhra

Penelitian yang diteliti dalam skripsinya berjudul Dampak Penerapan

Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah

terhadap kesiapan BPR Mustaqim Sukamakmur tahun 2021. Hasil

penelitian menerangkan bahwa BPR Mustaqim Sukamakmur sudah cukup

siap dalam penerapan Qanun Aceh No.11 tahun 2018. Persamaanya adalah

meneliti tentang Qanun Aceh Lembaga keuangan Syariah dan

perbedaannya penelitian ini meneliti Lembaga Keuangan Syariah

Nonbank pada Koperasi Syariah.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan pemikiran yang

mendalam untuk mencapai suatu tujuan dengan mencari, mencatat, merumuskan

dan menganalisis untuk menyusun laporan atau metode kerja dalam penelitian,

mengumpulkan informasi dan mengolah data untuk memecahkan masalah

(Rahmat, 2020:57). Tata cara riset ialah fasilitas utama untuk pertumbuhan ilmu

pengetahuan serta teknologi, sehingga tujuan dari riset ini merupakan buat

mendapatkan data serta pengetahuan yang benar serta pasti.

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan yaitu

peneliti terjun langsung objek penelitian. Sedangkan untuk metode

penelitian, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, Penelitian kualitatif

adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui

prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Gunawan, 2013: 80). Dalam

penelitian kualitatif metode yang biasanya di manfaatkan adalah wawancara,

pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Moelong, 2012:05).

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang

menggambarkan data informasi yang berdasarkan dengan kenyataan

(fakta) yang diperoleh di lapangan (Ari Kunto, 193:309). Penelitian

deskriptif sendiri merupakan penelitian yang paling dasar.

Ditunjukkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena

yang ada, baik fenomena yang bersifat ilmiah ataupun rekayasa

35
manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik,

perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena

lain (Sukmadinata, 2007:72).

Tipe riset ini memakai analisis riset kualitatif ialah riset yang memakai

analisis informasi berbentuk narasi yang berkaitan dengan objek riset serta

memakai analisis informasi. Tata cara kualitatif digunakan buat memperoleh

informasi yang komprehensif serta bermakna (Nurdin, 2019:41).

3.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis

deskriptif (Sugiyono, 2013:29) Yang diartikan dengan tata cara analisis

deskriptif merupakan tata cara yang berperan buat mendeskripsikan ataupun

membagikan cerminan tentang objek yang diteliti, informasi ataupun ilustrasi

dari yang dikumpulkan tanpa analisis serta menarik kesimpulan tentang

publik. Menciptakan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan

teori- teori hukum yang jadi pokok riset, dan hukum- hukum yang berlaku di

warga menimpa pokok riset.

Studi deskriptif yang terdiri dari satu atau lebih variabel. Namun

variabelnya tidak saling silang, sehingga disebut penelitian deskriptif. Analisis

data tidak melampaui ruang lingkup sampel, bersifat deduktif dan didasarkan

pada teori atau konsep umum yang kemudian digunakan untuk menjelaskan

sekumpulan data, atau menunjukkan perbandingan atau hubungan antara

sekumpulan data dan kumpulan data lainnya.

36
3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi riset merupakan tempat dikerjakannya riset yaitu pada Koperasi

yang berada di kota Lhokseumawe ada 8 koperasi diantaranya 4 koperasi yang

sudah konversi dan 4 koperasi yang belum konversi diantaranya

Badan Hukum Alamat Kondisi Koperasi


No Nama
Jml.
. Koperasi Nomor Tanggal Desa Kecamatan Konversi
Anggota
Disprindagko
KPRI Tiga 20 Okt Sudah
1 04/BH/PPK.1.14/X/2004 p Banda Sakti 62
Serangkai 2004 Konversi
Lhokseumawe
Kopkar Jl. Medan
22 Nop Mauara Sudah
2 Muamalat 06/BH/1.17/XI/2012 banda Aceh 34
2012 Dua Konversi
Sejahtera Gp. Panggoi
Kop. Produsen Jl. Petua
Syariah AHU-0006090.AH.01.26 26 Okt Ibrahim Sudah
3 Banda Sakti 54
Muhammadiyah tahun 2020 2020 Tumpok Konversi
Surya Mandiri Teungoh
30 Desa
Koppontren Al Sudah
4 35/BH/KDK.1.3/III/1999 Maret Unteunkot Muara Dua 132
Ummah Konversi
1999 Cunda
KPRI 199/BH/PAD/Kwk. 5 Mei SMA Negeri 1 Belum
5 Banda Sakti 95
Koperisma 1/V/1997 1997 Lhokseumawe Konversi
09 Juni SMK Negeri 2 Belum
6 KPRI Kosepa 30/BH/Kwk.1/VI/1997 Banda Sakti 50
1997 Lhokseumawe Konversi
Jl. Petua
19
Kopwan Ban Ibrahim Belum
7 26/BH/PPK.1.17/VIII/2008 Agustus Banda Sakti 22
Timoh Tumpok Konversi
2008
Teungoh
03
Kopti. Baitul Pasar Impres Belum
8 17/BH/Kwk.1/III/1997 Maret Banda Sakti 22
Ikhtiyar Kuta Blang Konversi
1997

Table. 3.1. Nama-nama Koperasi di olah dari data Disprindagkop Lhokseumawe

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan totalitas dari setiap elemen yang akan diteliti yang

memiliki ciri sama, bisa berupa individu dari suatu kelompok, peristiwa, atau

sesuatu yang akan diteliti (Handayani, 2020:69). Dalam penelitian ini yang

37
menjadi populasi adalah pengurus, pengawas dan Dewan Pengawas Syariah

dan anggota Koperasi yang berada di kota Lhokseumawe yaitu berjumlah 2

informan setiap koperasi.

Pengambilan sampel adalah prosedur pengumpulan data dimana hanya

diambil sebagian dari populasi dan digunakan untuk menentukan sifat dan

karakteristik populasi yang diinginkan (Siregar, 2013:30). Penelitian ini

menggunakan teknik sampling jenuh untuk mengeliminasi jumlah sampel.

Tehnik sampling jenuh terdapat di Non-Probality Sampling adalah teknik

pengambilan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel. Hal sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil dan istilah

lainnya adalah sensus dimana semua anggota populasi dipilih di jadikan

sampel (Sugiyono, 2018: 150). Pengurus, pengawas dan Dewan Pengawas

Syariah dan anggota Koperasi berpartisipasi sebagai informan dalam

penelitian ini.

3.4. Sumber Data

Sumber data adalah objek dari mana data riset itu diperoleh. Sumber data

yang digunakan dalam riset ini adalah sumber data primer dan sumber data

sumber data sekunder

1. Sumber Data Primer

Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli

atau sumber data yang pertama (John, 2013:39). Data primer yang

didapatkan dari hasil penelitian ini berupa informasi dari wawancara

38
dengan pengurus, dewan syariah dan anggota Koperasi di Kota

Lhokseumawe sebanyak delapan koperasi baik yang sudah melakukan

konversi ke sistem syariah ataupun yang belum melakukan konversi

terkait penerapan Qanun Aceh tentang LKS dengan melakukan wawancara

dan dokumentasi.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah perolehan sumber data penelitian

secara tidak langsung melalui media yang diambil dari berbagai sumber

manapun yang membantu menambah data dalam melengkapi segala

kebutuhan peneliti yang diperoleh dari sumber data primer (Burhan,

2005:136). Berbagai referensi digunakan dalam penelitian ini untuk

menambah informasi seperti buku-buku, undang-undang, qanun, berita,

majalah, jurnal, dokumen pemerintah dan literatur lainnya mengenai

pokok bahasan yang dipelajari oleh penulis.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data (Sugiyono, 2013:224). Prosedur pengumpulan data dapat

juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengumpulkan data. Teknik yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi (Pengamatan)

Metode pengumpulan data dengan observasi yaitu teknik mengumpulkan

39
data yang digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,

proses kerja, gejala-gejala alam dan responden yang diamati tidak terlalu

besar.

Metode observasi dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk,

diantaranya:

a. Observasi partisipasi, adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan

dan penginderaan dimana peneliti terlibat keseharian informan.

b. Observasi tidak terstruktur adalah pengamatan yang dilakukan

tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti

mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang

terjadi di lapangan.

c. Observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh

sekelompok tim peneliti terhadap suatu isu yang diangkat menjadi

suatu objek penelitian (Sujarweni, 2015:32).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan

dimana peneliti terlibat langsung dalam kegiatan informan yang terjadi

di lapangan. Peneliti juga menggunakan pedoman observasi sehingga

akan memudahkan peneliti dalam mengamati dan memperoleh informasi

dan data diharapkan dapat mendeskripsikan mengenai implementasi

Qanun Aceh tentang Lembaga keuangan syariah nonbank pada koperasi

di kota Lhokseumawe.

2. Wawancara

40
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya

jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada

tujuan penelitian (Marzuki, 2001:62). Peneliti mengajukan pertanyaan

dengan bebas kepada narasumber pada fokus penelitian. Setelah selesai

wawancara, peneliti menyusun hasil wawancara sebagai hasil catatan dasar

untuk keperluan analisis data.

Wawancara dilakukan ditempat Koperasi yang berada di Kota

Lhokseumawe dengan mendatangi langsung pihak koperasi yang

bersangkutan dan setiapnya memilih 2 informan diantaranya yaitu:

No
Nama Koperasi Informan Jabatan
.
1 KPRI Tiga Serangkai 1. Armiati Ketua
2. Iskandar Amin Pengawas
2 Kopkar Muamalat Sejahtera 1. Sulaiman Daud Ketua
2. Rahmad Ramadhan Pengawas
3 Kop. Produsen Syariah Muhammadiyah Surya Mandiri 1. Falahuddin Ketua
2. Damanhur Abbas Pengawas
4 Koppontren Al Ummah 1. Tarmizi Ketua
2. Syamaun Rishad Pengawas
5 KPRI Koperisma 1. Syarifah Azizah Ketua
2. Ibrahim A Rahman Pengawas
6 KPRI Kosepa 1. Rahmiati Ketua
2. Zulinda Pengawas
7 Kopwan Ban Timoh 1. Helma Faidar Ketua
2. Mutiawati Pengawas
8 Kopti. Baitul Ikhtiyar 1. T. Imran Ketua
2. Fiady Minarsa Pengawas

Table. 3.2. Nama-nama Informan Koperasi di olah dari data Disprindagkop


Lhokseumawe
Adapun pertanyan dalam melakukan wawancara dengan informan

setiap koperasi untuk mendapatkan hasil dari penelitian mengenai

41
Implementasi Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah Nonbank pada

Koperasi yang ada di Kota Lhokseumawe adalah:

1. Apakah qanun lks ini berdampak ke koperasi?

2. Kendala apa saja yang terjadi ketika saat peralihan?

3. Apakah perbedaan menggunakan koperasi konvensional dengan koperasi


syariah?

4. Apakah di Koperasi sudah menerapkan sistem syariah seutuhnya?

5. Jika di bandingkan dengan sistem konven dengan syariah sistem mana


yang memudahkan?

6. Bagaimana Tanggapan setelah pindahnya sistem?

7. Bagaimana Tanggapan mengenai implementasinya qanun lks ini?

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah proses pengumpulan catatan peristiwa yang lalu

berasal dari dokumen penting lembaga atau organisasi dan juga individu

(Soejono, 2015:35). Dokumen dalam penelitian ini berupa gambar atau

foto pelengkap bersama penulis dan informan, untuk pembenaran hasil

penelitian dengan bukti yang akurat. Metode dokumentasi bermanfaat

dalam melengkapi hasil pengumpulan data melalui observasi dan

wawancara. Data yang diperoleh berupa struktur organisasi, jumlah

anggota, personalia, dan data-data lain.

3.6. Analisis data

42
Studi ini melakukan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan informasi

yang diperol eh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Pengelompokan masih berlangsung dari informasi dan bahan yang diperoleh

dari penelitian dipilih sebagai titik awal masalah, kemudian hasilnya disusun

secara sistematis sehingga menjadi data yang konkret.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

analisis deskriptif, dimana tujuan dari analisis ini adalah untuk

menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta

serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Berdasarkan data tersebut, proses analisa penelitian ini dilakukan mulai

langkah-langkah menurut Miles dan Huberman, diantaranya sebagai berikut:

Gambar 3.1 Teknik Analisis Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian

dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi dengan

menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan

untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses

pengumpulan data berikutnya.

43
2. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga diperoleh

kesimpulan akhir dan di verifikasi.

3. Penyajian data

Penyajian data adalah kegiatan mengelompokkan data yang telah

direduksi. Pengelompokkan data dilakukan dengan menggunakan

label atau lainnya.

4. Penarikan kesimpulan (verifikasi)

Penarikan kesimpulan adalah kegiatan analisis yang lebih

dikhususkan pada penafsiran data yang telah disajikan.

3.7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam menerapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan, yang

didasarkan atas kriteria tertentu. Menurut Moleong, ada empat kriteria yang

digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian

(transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian

(confirmability) (Moelong, 2005:324). Selanjutnya dari keempat kriteria

tersebut peneliti menggunakan tiga kriteria untuk mengecek keabsahan data,

dikarenakan atau dengan alasan bahwa ketiga kriteria tersebut sudah bisa

dijadikan tolak ukur untuk bisa menjamin keakuratan data yang diperoleh

dalam penelitian.

44
1. Kepercayaan (Credibility)

Kredibilitas data dimaksudkan untuk menimbulkan data yang berhasil

dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya, ada beberapa teknik untuk

mencapai kredibilitas diantaranya adalah teknik triangulasi, sumber,

pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi

teman sejawat, dan pengecekan kecukupan refrensi.

2. Kebergantungan (Depandibility)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya

kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan menginterprestasikan

data sehingga data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti

karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan.

3. Kepastian (Confermability)

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan

dengan cara mengecek data dan informasi secara interprestasi hasil

penelitian yang didukung oleh materi yang ada.

3.8. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap, dimana

tahapan tersebut menurut Moleong. Terdapat tiga tahapan yaitu:

1. Tahap Pra-Penelitian

Tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti dengan

pertimbangan etika penelitian lapangan melalui tahap pembuatan

45
rancangan rancangan usulan penelitian hingga menyiapkan perlengkapan

penelitian. Dalam tahap ini peneliti diharapkan mampu memahami latar

belakang penelitian dengan persiapan-persiapan diri yang mantap untuk

masuk dalam lapangan penelitian. Adapun tahapan- tahapan penelitian ini

meliputi:

a) Menentukan fokus penelitian

b) Menentukan lapangan penelitian

c) Mengurus perizinan

d) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

e) Menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti berusaha mempersiapkan diri untuk menggali dan

mengumpulkan data-data untuk dibuat suatu analisis data Implementasi

Qanun Aceh tentang Lembaga keuangan syariah pada koperasi simpan

pinjam syariah pegawai negeri tiga serangkai kota lhokseumawe, Untuk

tahapan kegiatan pekerjaan lapangan penelitian ini meliputi:

a) Memahami latar belakang penelitian dan mempersiapkan diri

b) Memasuki lapangan

c) Mengumpulkan data atau informasi yang terkait dengan fokus

penelitian

d) Memecahkan data yang telah terkumpul.

3. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan kegiatan yang berupa mengolah data diperoleh

46
dari narasumber maupun dokumen, kemudian akan disusun kedalam

sebuah penelitian. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam bentuk laporan

sementara sebelum menulis keputusan akhir.

Semua tahapan- tahapan yang di paparkan diatas akan digunakan

peneliti untuk mempermudah proses penelitian serta mempermudah dalam

proses penyusunan hasil laporan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

47
Daftar Pustaka

Abubakar Al Yasa’ Dan M. Daud Yoesoef. (2004). Qanun Sebagai Peraturan


Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal
Legislasi Indonesia, 1(3), hlm. 15-30.
Abdullah Thamrin Dan Sintha Wahjusaputri.(2018). Bank Dan Lembaga
Keuangan Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media
Akla Rizka Alamsyah Dan Yaser Amri. (2021). Pro Dan Kontra Konversi Bank
Konvensional Menjadi Perbankan Syariah Berdasarkan Qanun Nomor 11
Tahun 2018, Jurnal Investasi Islam 6 (2), 118-130.
Affandi, M.Yazid. (2019). Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syariah. Yogjakarta: Logung Pustaka.
Amalia, Euis. (2016). Keuangan Mikro Syariah. Bekasi: Gramata Publishing.
Ali, Zainuddin. (2011). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Arikunto, Suharsimi. ( 1 9 9 3 ) . Managemen Penelitian. J akarta: PT. Renika
Cipta
Armad Maulidan, Ismuadi. (2021). Pengaruh Pemahaman Operasional Bank
Syariah Dan Penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh
Terhadap Minat Berinvestasi Pada Saham Bank Syariah (Studi Kasus
Nasabah Rhb Sekuritas Aceh). Jimebis, 2 (2), 137-148.

48
Bambang Dkk, (2022). Implementasi Produk Pembiayaan Murabahah di
Koperasi Syariah Berkah Kabupaten Bandung Barat. Journal of Applied
Islamic Economics and Finance, 2(2), 278-285
Burhan, bugin. (2005). Metode Penelitian Kuantitaf. Jakarta: Pranadamedia
Handayani, Ririn. (2020). Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Trussmedia
Grafika
Helvizar Ibrahim (2022 Agustus 20). Pengaruh-Penerapan-Qanun-Lks-
Terhadap-Koperasi-Di-Aceh. Https://Aceh.Tribunnews.Com/.
Gunawan, Imam. ( 2 0 1 3 ) . Metode Penelitian Kualitatif, Teori Dan
Praktik. Jakarta: Bumi Aksara
Mansur, Jumria. (2021). Implementasi Konsep Pelaksanaan Kebijakan Dalam
Publik, At-Tawassuth:Jurnal Ekonomi Islam, Vi(Ii), 324 - 334
Martino Wibowo, Ahmad Subagyo, (2017), Seri Manajemen Koperasi Dan Ukm:
Tata Kelola Koperasi Yang Baik (Good Cooperative Governance),
Yogyakarta., Deepublish
Makmu, G. (2022). Implementasi Qanun Aceh no. 11 tahun 2018 tentang
lembaga keuangan Syariah pada Koperasi: Studi pada Koperasi konsumen
pegawai Republik Indonesia KOPKAGA Syariah Aceh (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Muammar Khaddafi, Novi Apriani. (2021). Analisis Kinerja Keuangan Untuk
Mengukur Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Syariah Di Kota
Lhokseumawe. Jurnal Ekonomi Dan Manajemen Teknologi, 5(1), 66-82
Perdana, Putri. (2021). Implementasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang
Lembaga Keuangan Syariah Dan Kaitannya Dengan Praktik Riba Di
Masyarakat Desa Alue Dawah. Al-Muamalat: Jurnal Ekonomi Syariah, 8(2)
47–55
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Redha Maulana. (2020). Eksistensi Bank Non Syari’ah Di Aceh Pasca
Pengundangan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan
Syari’ah, Az Zarqa’, 12(1), 159-179
Ridwan, Muh. (2004). Manajemen Baitul Maal wa Tanwil (BMT). Yogyakarta:
UII Press
Subarsono. (2011). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Sugiyono. (2016). Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta

49
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Suharyo. (2018). Otonomi Khusus Di Aceh Dan Papua Di Tengah Fenomena
Korupsi, Suatu Strategi Penindakan Hukum (Special Autonomy In Aceh And
Papua In The Middle Of Corruption Phenomenon, A Law Enforcement
Strategy). Jurnal Penelitian Hukum: De Jure, 18 (3), 305 – 318
Sukmayadi. (2020). Koperasi Syariah Dari Teori Untuk Praktek. Bandung:
Alfabeta
Soemita, Andri. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Syamsuri Dkk. (2021). Analisis Qanun (Lembaga Keuangan Syariah) Dalam
Penerapan Ekonomi Islam Melalui Perbankan Syariah Di Aceh, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 7 (3), 1705-1716
Syauqoti, R., & Ghozali, M. (2018). Analisis sistem lembaga keuangan syariah
Dan lembaga keuangan konvensional, Iqtishoduna, 14(1).15-30.
Usman, Nurdin (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:
Grasindo.
Wandisyah R. Hutagalung Muhammad, Sarmiana Batubara. (2021). Peran
Koperasi Syariah Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Kesejahteraan
Masyarakat di Indonesi, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(3). 1494-1498
Zulfahmi. (2021). Eksistensi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga
Keuangan Syariah Terhadap Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 5(1), 50-63
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Qanun Aceh No.08 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariah
Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah

50

Anda mungkin juga menyukai