Anda di halaman 1dari 3

Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sebagai Suatu Bentuk Usaha Kemaslahatan bagi Ummat

Manusia diberikan anugerah luar biasa seingga dapat merasakan berbagai nikmat yang Allah
berikan. Tapi manusia sering lupa bersyukur dengan cara menggunakan nikmat yang telah diberi
kepada hal-hal yang positif. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang
dibimbing syariat akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntunan Allah
dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan
Kauniyah).

Syariat Islam adalah segala peraturan atau hukum berdasarkan Al-Qur’an dan hadits yang mengatur
segala sendi kehidupan umat Islam, baik antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia,
maupun manusia degan alam sekitar. Singkatnya, syariat adalah ketetapan Allah yang ditetapkan
kepada hamba-hamba Nya. Sebagaimana firman Allah SWT: Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al-Jatsiyah: 18). Tujuan dari dilaksanakan
syariat Islam sendiri ialah untuk menciptakan kemaslahatan serta kondisi masyarakat yang adil dan
damai. Syariat tidak memerintahkan sesuatu kecuali ada maslahat yang besar padanya. Dan syariat
juga tidak akan melarang sesuatu kecuali ada mafsadat (akibat buruk) yang besar padanya.

Dalam pelaksanaannya, syariat Islam sering menuai kontroversi. Melihat negara-negara yang
sudah menerapkan syariat Islam seperti Iran justru tidak menghasilkan keadilan dan perdamaian
sebagaimana yang dimaksud oleh syariat Islam itu sendiri. Berbagai metode dilakukan demi
terciptanya syariat Islam sebagai dasar negara. Hal ini membuat tokoh-tokoh Islam beranggapan
bahwa Iran tidak dapat dijadikan cerminan dalam pemberlakuan syariat Islam di daerah lainnya.
Namun bukan berarti mereka menolak pemberlakuan syariat Islam. Syariat Islam tetap harus
dilaksanakan dengan menyesuaikan kondisi pada wilayah tersebut dan tentunya berdasarkan tujuan
syariat itu sendiri.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam.


Sebenarnya, syariat Islam telah berlaku di Aceh sejak masa kerajaan Islam pertama di Aceh. Tapi,
penerapan syariat Islam di Aceh secara de facto dan de jure terwujud setelah reformasi tahun 1998.
Tepatnya tahun 2001, melalui UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh tanggal 4 Oktober 1999 dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan tanggal 9
Agustus 2001 yang dikenal dengan UU Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian dijabarkan dalam
Qanun yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah agar terlaksananya syariat Islam di Aceh. Qanun
berasal dari bahasa Arab yang diartikan sebagai “peraturan”, sebutan lain dari Peraturan Daerah
(Perda), lebih jauh Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah
provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh, (Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2006 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 21). Legalitas ini tentu
berhubungan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat Aceh yang kental dengan agama serta
sejarah yang menunjukkan bahwa Aceh merupakan daerah pertama datangnya Islam di Nusantara.
Tepatnya melalui kerajaan Samudera Pasai yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang
lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara.
Perkembangan pelaksanaan syariat Islam di Aceh memang mengalami naik-turun dari waktu
ke waktu. Bagaimana pada awal penerapannya setelah reformasi benar-benar berusaha diterapkan
secara kaffah (komprehensif). Lalu pada beberapa tahun berikutnya, pelaksanaannya mulai pudar.
Lantas pada masa keemasan Kota Banda Aceh (ibukota Provinsi Aceh) di bawah pimpinan Illiza
Sa’aduddin (2012-2017), muncul semangat baru untuk menegakkan kembali syariat Islam khususnya
di Banda Aceh. Salah satu bentuk penguatan syariat Islam tersebut ialah seringnya diadakan razia
oleh Wilayatul Hisbah (WH) yang merupakan sebuah lembaga pengawasan pelaksanaan syariat Islam
di Provinsi Aceh. Razia yang umum dilakukan berupa razia keharusan memakai kerudung bagi
perempuan muslim, razia pemakaian celana ketat, razia hotel, dan razia jinayat.

Begitupun di Kota Langsa, di bawah pimpinan Usman Abdullah (2012-sekarang) juga


berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan syariat Islam. Melalui Dinas Syariat Islam yang
aktif mengadakan razia keharusan memakai kerudung bagi perempuan muslim dan razia pemakaian
celana ketat yang diadakan setiap 2 minggu sekali. Kemudian diadakan hukuman cambuk bagi
pelaku judi dan khalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram). Dengan diadakannya razia-
razia tersebut sebagai upaya penguatan syariat Islam di Aceh sedikit lebihnya sudah membawa
kemaslahatan serta mengurangi keresahan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan maksiat yang
dapat merugikan bangsa, agama, dan keluarga.

Meskipun sudah 18 tahun syariat Islam diterapkan di Aceh tetap saja pelaksanaan syariat
Islam tidak lepas dari kekurangan. Penerapan syariat Islam yang belum kaffah terdapat pada 3 hal,
yaitu :

1. Wilayah yang menjadi pelaksana syariat. Tidak semua kabupaten/kota menerapkan syariat
Islam sebagaimana yang telah diatur dalam Qanun. Hanya sebagian saja yang
menerapkannya, salah satunya Kota Banda Aceh.
2. Aspek-aspek yang berdasarkan syariat Islam pada Qanun. Qanun baru mengatur beberapa
hal saja tentang hukuman bagi pelaku khalwat, zini, judi, minum khamar. Sedangkan aspek-
aspek ekonomi seperti korupsi, belum ada ketentuan hukumannya di dalam qanun.
3. Subjek yang menjadi pelaksana syariat. Sejauh ini, belum ada pelaku pelanggar syariat dari
kalangan pejabat dan elit politik.

Penerapan syariat Islam di Aceh yang belum kaffah dalam 3 hal tersebut membuat publik
beranggapan bahwa Aceh melaksanakan syariat Islam setengah-setengah. Karena syariat Islam
hanya menyentuh beberapa daerah, aspek, dan masyarakat kecil saja.

Untuk suksesnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, maka sekali lagi pemerintah daerah
harus berani menerapkan syariat Islam secara kaffah di mana harus diterapkan kepada orang-orang
yang duduk di kursi pemerintahan, bukan hanya kepada rakyat. Tapi, juga meliputi para pelaku
korupsi dan pelaku proyek-proyek fiktif lainnya yang merugikan rakyat. Sebagaimana fungsi
pemerintah ialah menjadi pelayan masyarakat, peduli rakyat serta mensejahterakan semua lapisan
masyarakat. Ini inti pokok yang harus diperhatikan dalam prosesi pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Kemudian mengatur tata kehidupan masyarakat agar jauh dari perbuatan maksiat seperti khalwat,
khamar, judi dan lain sebagainya.

Pelaksanaan syariat Islam di zaman modern memang merupakan sebuah tantangan yang
sulit. Tidak semudah mengatakan sim salabim. Karena masyarakat telah terkontaminasi dengan
budaya-budaya negatif yang mengalir di berbgai aspek kehidupan, dari kota hingga ke desa-desa,
dari pejabat hingga ke masyarakat biasa.

Semoga pelaksanaan syariat Islam di Aceh semakin hari semakin baik. Hal terpenting adlah
Pemerintah Daerah Aceh harus tegas dan berani dalam menerapkan kebijakan syariat Islam secara
kaffah. Terutama untuk pemerintah itu sendiri sebagai penegak hukum, sehingga bisa tercapai
tujuan syariat Islam yang kaffah sebagaimana seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai