Anda di halaman 1dari 9

1.

Aceh

Penduduk Aceh mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim. Pertama, menurut sejarah,
Aceh merupakan tempat Islam pertama kali mengakar di Indonesia. Hal ini didukung oleh
catatan Marco Polo yang menunjukkan bahwa Peurlak, di Aceh Timur sekarang, adalah kota
Muslim pada tahun 1292 ketika dia pergi ke sana. Kedua, Aceh merupakan lokasi kerajaan
Islam pertama di Indonesia, seperti terlihat pada tahun 1927 ditemukannya batu nisan Raja
Samudra Sultan Malik as-Salih. Penemuan ini, menurut Ricklefs, menunjukkan bahwa Aceh
merupakan tempat kekuasaan Islam pertama di Indonesia. Yang ketiga adalah sejarah panjang
penerapan syariat Islam di Aceh. Masyarakat Aceh kini terinspirasi oleh proses sejarah ini
untuk mengadopsi Islam sebagai identitas mereka.

Faktor mempengaruhi budaya Aceh dapat diamati pada budaya itu sendiri. Padahal, ajaran
agama Islam telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan Aceh
selama ratusan tahun. Pengaruh ini dapat dilihat dalam setiap aspek budaya Aceh, termasuk
strategi perang, kesenian, hubungan interpersonal, hubungan masyarakat, pendidikan, dan
aspek kehidupan sosial dan komunal lainnya. Dalam rangka melaksanakan hak otonomi
khusus, pemerintah Aceh diberi kewenangan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) untuk menetapkan qanun Aceh yang bersifat lex spesialis103
(hukum yang berlaku secara khusus). Di Aceh, penerapan hukum Islam ketatanegaraan di
bidang jinayah secara resmi dimulai pada tahun 2003 dengan terbitnya Qanun No. 12 Tahun
2003 tentang larangan minuman keras dan sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang
Maisir, dan Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat.

Penerapan syariat Islam di Aceh didasarkan pada konsep wilayah istimewa yang diterapkan
oleh pemerintah Indonesia. Hal ini berarti bahwa Aceh memiliki kewenangan untuk
menetapkan hukum syariat Islam yang berlaku di wilayah tersebut, sesuai dengan kaidah-
kaidah yang ditentukan oleh pemerintah Indonesia. Penerapan syariat Islam di Aceh
diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum perdata, hukum
pidana, hukum peradilan, hukum keluarga, dan hukum ekonomi. Di Aceh, hukum syariat
Islam diterapkan dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang ditetapkan oleh pemerintah
Aceh. Dalam hal hukum perdata, misalnya, penerapan syariat Islam di Aceh mencakup
peraturan tentang pernikahan, cerai, waris, hibah, dan jual beli. Dalam hal hukum pidana,
penerapan syariat Islam di Aceh mencakup peraturan tentang hukuman-hukuman seperti
hukuman cambuk, hukuman potong tangan, dan hukuman mati. Penerapan syariat Islam di
Aceh juga dilakukan melalui pengadilan syariah yang dibentuk oleh pemerintah Aceh.
Pengadilan syariah ini bertanggung jawab untuk mengadili kasus-kasus yang berhubungan
dengan hukum syariat Islam. Meskipun penerapan syariat Islam di Aceh memiliki beberapa
kontroversi, namun dalam konteks yang lebih luas, penerapan syariat Islam di Aceh
diharapkan dapat meningkatkan ketaqwaan masyarakat terhadap ajaran agama Islam dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Aceh.

Secara umum, penerapan syariat Islam di Aceh menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia
dapat mengakomodasi perbedaan agama dan budaya dalam masyarakatnya. Namun,
penerapan syariat Islam di Aceh juga menyoroti perlu adanya pemahaman yang baik tentang
hukum syariat Islam yang diterapkan, serta perlunya kerja sama antara pemerintah,
masyarakat, dan lembaga-lembaga keagamaan .

contoh hukuman yang diterapkan bagi pelanggar syariat Islam di Aceh adalah sebagai
berikut:

1. Hukuman cambuk: Hukuman ini diterapkan bagi pelanggar syariat Islam yang
melakukan perbuatan kekerasan, perjudian, minuman keras, atau tindakan-tindakan
yang dianggap merusak moral masyarakat.

2. Hukuman potong tangan: Hukuman ini diterapkan bagi pelanggar syariat Islam yang
melakukan tindakan pencurian atau kejahatan ekonomi lainnya.

3. Hukuman mati: Hukuman ini diterapkan bagi pelanggar syariat Islam yang melakukan
tindakan terorisme, pembunuhan, atau kejahatan berat lainnya.

4. Hukuman denda: Hukuman ini diterapkan bagi pelanggar syariat Islam yang
melakukan tindakan kriminal ringan seperti melakukan tindakan seks bebas di luar
pernikahan, atau tindakan lain yang dianggap merusak moral masyarakat.

Sumatera Barat

Penerapan syariat Islam di Sumatera Barat memiliki karakteristik yang unik dan berbeda
dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini dikarenakan Sumatera Barat merupakan daerah
yang kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda-beda. Walaupun demikian, penerapan
syariat Islam di Sumatera Barat tetap mengacu pada ajaran Islam yang sesungguhnya.
Salah satu contoh penerapan syariat Islam di Sumatera Barat adalah dalam hal
pemeliharaan kebersihan. Di daerah ini, masyarakat sangat menghormati kebersihan baik
di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari
kebiasaan masyarakat untuk selalu membersihkan lingkungan sekitar rumah mereka dan
juga di masjid-masjid yang ada di daerah tersebut.

Selain itu, penerapan syariat Islam juga dapat dilihat dalam hal ajaran akhlak yang baik.
Masyarakat Sumatera Barat sangat menghormati sesama dan selalu berusaha untuk
membantu sesama. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran Islam yang mengajarkan tentang
kebaikan dan toleransi sesama. Di Sumatera Barat juga terdapat beberapa lembaga
pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu syariah seperti Madrasah Diniyah dan Pondok
Pesantren. Lembaga-lembaga tersebut sangat penting dalam memberikan pendidikan
agama yang baik bagi masyarakat Sumatera Barat. Penerapan syariat Islam di Sumatera
Barat sangat baik dan diterapkan dengan baik oleh masyarakat di daerah tersebut.
Masyarakat Sumatera Barat sangat menghormati ajaran Islam dan selalu berusaha untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

contoh hukuman yang diterapkan bagi pelanggar syariat Islam di Sumatera Barat antara
lain:

1. Hukuman denda: Pelanggar yang melakukan pelanggaran ringan, seperti tidak


menjalankan shalat atau tidak menjaga kebersihan, dikenakan hukuman denda yang
relatif ringan.

2. Hukuman ta'zir: Pelanggar yang melakukan pelanggaran yang lebih serius, seperti
berjudi atau minum-minuman keras, dapat dikenakan hukuman ta'zir. Hukuman ta'zir
dapat berupa hukuman cambuk atau denda yang lebih besar.

Malaysia

Penerapan syariat Islam di Malaysia merupakan salah satu aspek penting dalam sistem
pemerintahan dan hukum negara tersebut. Syariat Islam merujuk pada hukum yang
ditetapkan oleh agama Islam yang digunakan sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah
keagamaan dan kemasyarakatan.

Di Malaysia, syariat Islam diterapkan secara terpisah dari hukum negara untuk masyarakat
Muslim. Hal ini berarti bahwa untuk masalah perkawinan, kewarisan, haj dan ibadah lainnya,
masyarakat Muslim di Malaysia harus mengikuti hukum syariat Islam. Namun, untuk
masalah hukum pidana dan perdata, masyarakat Muslim harus mengikuti hukum negara yang
berlaku.

Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem kehakiman syariah yang beroperasi di bawah
Dewan Syariah Negeri. Ini adalah badan yang bertanggung jawab untuk mengelola masalah-
masalah yang berkaitan dengan syariat Islam di negara tersebut.

Meskipun penerapan syariat Islam di Malaysia diakui sebagai salah satu yang paling
progresif di kawasan Asia Tenggara, masih ada kontroversi yang terkait dengan
penerapannya. Beberapa pihak menganggap bahwa sistem ini kurang adil terhadap
perempuan dan minoritas, sementara yang lain menganggap bahwa ia tidak cukup progresif
dalam menangani masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat Muslim di Malaysia.

Secara keseluruhan, penerapan syariat Islam di Malaysia merupakan salah satu aspek penting
dari sistem pemerintahan dan hukum negara tersebut. Namun, masih diperlukan usaha untuk
memastikan bahwa sistem ini diterapkan secara adil dan progresif bagi seluruh masyarakat
Muslim di Malaysia.

Hukuman yang diterapkan bagi pelanggar syariat Islam di Malaysia antara lain:

1. Hukuman hudud seperti rajam (hukuman cambuk) untuk perbuatan zina, hukuman
potong tangan untuk tindak kekerasan, dan hukuman mati untuk pembunuhan.

2. Hukuman ta'zir seperti denda atau penjara untuk perbuatan kecil atau pelanggaran
administratif.

3. Pembatasan hak-hak individu seperti diasingkan dari masyarakat atau dilarang dari
bepergian.

2. Aspek dari zakat yang berkaitan dengan faidah diniyah. Faidah khuluqiyah, dan faidah
Ijtimaiyyah

Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib diterima oleh orang yang memenuhi
syarat dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Selain sebagai ibadah,
zakat juga memiliki aspek yang berkaitan dengan faidah diniyah, faidah khuluqiyah, dan
faidah ijtimaiyyah.
Faidah diniyah dari zakat adalah menghapus dosa dan meningkatkan ketaqwaan seseorang.
Dengan memberikan zakat, seseorang akan merasa lebih dekat dengan Allah dan merasa
lebih bersalah jika tidak melakukan kewajibannya.

Faidah khuluqiyah dari zakat adalah meningkatkan kualitas akhlak seseorang. Dengan
memberikan zakat, seseorang akan merasa lebih bersyukur atas kekayaan yang dimilikinya
dan lebih peduli terhadap kondisi sosial masyarakat.

Faidah ijtimaiyyah dari zakat adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan


memberikan zakat, seseorang akan membantu golongan yang kurang mampu dan membantu
mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat.

Dengan adanya zakat, maka akan terjadi peningkatan investasi di sektor-sektor yang
diperlukan, seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini akan
meningkatkan produktivitas masyarakat dan meningkatkan perekonomian suatu negara.

Namun, untuk dapat memberikan faidah yang optimal, sistem pengelolaan zakat harus
dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan yang baik akan memastikan bahwa zakat yang
diterima benar-benar diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya dan digunakan
untuk keperluan yang sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri.

Secara keseluruhan, aspek dari zakat yang berkaitan dengan faidah diniyah, khuluqiyah,
ijtimaiyah, dan ekonomi sangat penting untuk diperhatikan. Melalui faidah-faidah tersebut,
zakat dapat memberikan manfaat yang optimal bagi individu, masyarakat, dan perekonomian
suatu negara. Namun, untuk dapat memberikan faidah yang optimal, diperlukan sistem
pengelolaan yang baik dan transparan. zakat merupakan ibadah yang tidak hanya bermanfaat
bagi individu yang melakukannya, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat dan
keberlangsungan ummat. Melalui faidah diniyah, khuluqiyah, dan ijtimaiyyah, zakat
membantu meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat serta menjadi salah satu
cara untuk mencapai kesejahteraan ummat.

3. Akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah

Akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah adalah bentuk transaksi ekonomi yang didasarkan
pada prinsip-prinsip syari'ah atau hukum Islam. Dalam hal ini, transaksi ekonomi harus
sesuai dengan ajaran Islam dan tidak melanggar hukum syari'ah.
Salah satu bentuk akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah adalah akad mudharabah.
Mudharabah adalah akad antara dua pihak, yaitu pemilik modal dan pengelola modal.
Pemilik modal memberikan modal kepada pengelola modal dengan syarat bahwa keuntungan
yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Namun, jika
terjadi kerugian maka pemilik modal yang akan menanggung kerugian tersebut.

Akad mudharabah merupakan salah satu bentuk akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah
yang digunakan dalam perbankan syari'ah. Dalam akad ini, pemilik modal memberikan
modal kepada pengelola modal untuk digunakan dalam suatu usaha. Pemilik modal akan
menerima bagian dari keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan, sedangkan pengelola modal akan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.

Akad mudharabah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan akad lain yang
digunakan dalam perbankan konvensional. Pertama, akad ini menghindari unsur riba dalam
transaksi ekonomi. Dalam ajaran Islam, riba diharamkan karena dianggap merugikan salah
satu pihak dan tidak adil. Oleh karena itu, dalam akad mudharabah tidak terdapat unsur riba
yang dapat merugikan salah satu pihak.

Kedua, akad mudharabah memperkuat ikatan kekeluargaan antara pemilik modal dan
pengelola modal. Dalam akad ini, pemilik modal dan pengelola modal bekerja sama dalam
suatu usaha dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini akan
meningkatkan rasa saling percaya dan kepercayaan antara kedua pihak.

Ketiga, akad mudharabah dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam akad
ini, pengelola modal akan lebih berusaha keras untuk meningkatkan keuntungan usaha,
karena keuntungan yang diperoleh akan dibagi dengan pemilik modal. Hal ini akan
meningkatkan produktivitas usaha dan meningkatkan keuntungan yang diperoleh.

Namun, akad mudharabah juga memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, akad ini hanya
dapat digunakan dalam usaha yang berorientasi pada keuntungan. Hal ini menyebabkan akad
ini tidak dapat digunakan dalam usaha yang berorientasi pada kemanfaatan sosial atau
kemaslahatan masyarakat.

Akad lain yang merupakan bentuk akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah adalah akad
musyarakah. Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang bekerja sama dalam
suatu usaha dengan masing-masing pihak memberikan modal. Keuntungan yang diperoleh
akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan, sedangkan kerugian akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.

Akad musyarakah merupakan salah satu bentuk akad transaksi ekonomi berbasis syari'ah
yang digunakan dalam perbankan syari'ah. Dalam akad ini, dua pihak atau lebih bekerja sama
dalam suatu usaha dengan masing-masing pihak memberikan modal. Keuntungan yang
diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan, sedangkan kerugian
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.

Akad musyarakah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan akad lain yang
digunakan dalam perbankan konvensional. Pertama, akad ini menghindari unsur riba dalam
transaksi ekonomi. Dalam ajaran Islam, riba diharamkan karena dianggap merugikan salah
satu pihak dan tidak adil. Oleh karena itu, dalam akad musyarakah tidak terdapat unsur riba
yang dapat merugikan salah satu pihak.

Kedua, akad musyarakah dapat meningkatkan rasa kekeluargaan antara pihak-pihak yang
bekerja sama dalam suatu usaha. Dalam akad ini, pihak-pihak yang bekerja sama akan saling
bergantung satu sama lain dan saling membantu dalam mengatasi kerugian yang terjadi. Hal
ini akan meningkatkan rasa saling percaya dan kepercayaan antara pihak-pihak yang bekerja
sama.

Ketiga, akad musyarakah dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam akad
ini, pihak-pihak yang bekerja sama akan lebih berusaha keras untuk meningkatkan
keuntungan usaha, karena keuntungan yang diperoleh akan dibagi dengan pihak-pihak yang
bekerja sama. Hal ini akan meningkatkan produktivitas usaha dan meningkatkan keuntungan
yang diperoleh.

Namun, akad musyarakah juga memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, akad ini hanya
dapat digunakan dalam usaha yang berorientasi pada keuntungan. Hal ini menyebabkan akad
ini tidak dapat digunakan dalam usaha yang berorientasi pada kemanfaatan sosial atau
kemaslahatan masyarakat.

4. Dasar hukum islam Mengenai Bayi tabung bagi ibu 35-40tahun

Argumentasi dasar hukum Islam mengenai tindakan kasus inseminasi dan bayi tabung pada
usia wanita rentan antara 35 tahun — 40an tahun ke atas adalah bahwa proses tersebut
dianggap sebagai bentuk intervensi medis yang berpotensi merugikan kesehatan wanita dan
membawa risiko yang tidak diperlukan.

Menurut hukum Islam, dalam setiap tindakan medis harus dipertimbangkan dengan seksama
dan harus dijalankan dengan cara yang paling aman dan tidak merugikan kesehatan pasien.
Dalam hal ini, wanita yang berusia di atas 35 tahun ke atas memiliki risiko yang lebih tinggi
dalam proses kehamilan dan melahirkan, sehingga tindakan inseminasi dan bayi tabung pada
usia tersebut dianggap berisiko tinggi.

Selain itu, hukum Islam juga menganggap bahwa setiap tindakan medis harus dijalankan
dengan tujuan yang jelas dan sesuai dengan tujuan ajaran Islam, yaitu untuk menjaga
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Dalam hal ini, tindakan inseminasi dan
bayi tabung pada usia wanita rentan dapat dianggap sebagai bentuk intervensi medis yang
tidak diperlukan dan tidak sesuai dengan tujuan ajaran Islam.

Tindakan kasus inseminasi dan bayi tabung pada usia wanita rentan antara 35 tahun — 40an
tahun ke atas diperlukan karena beberapa alasan medis dan psikologis. Salah satu alasan
utama adalah untuk membantu wanita yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan
kehamilan secara alami. Pada usia yang lebih tua, kesempatan untuk hamil secara alami
menurun karena kualitas sel telur yang menurun. Inseminasi dan bayi tabung dapat
membantu wanita yang mengalami masalah ini dengan menggunakan sel telur yang diambil
dari wanita itu sendiri atau dari pendonor yang cocok. Ini dapat membantu wanita dalam
mendapatkan kehamilan yang diinginkan.

Selain itu, tindakan inseminasi dan bayi tabung juga dapat membantu wanita yang mengalami
masalah kesuburan seperti endometriosis, polikistik ovari, atau masalah lainnya yang
menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan kehamilan secara alami.

Selain alasan medis, ada juga alasan psikologis yang perlu dipertimbangkan dalam tindakan
inseminasi dan bayi tabung pada usia wanita rentan. Beberapa wanita mungkin merasa
tertekan atau merasa kurang lengkap tanpa keluarga, dan tindakan inseminasi dan bayi tabung
dapat membantu mereka dalam mewujudkan impian untuk menjadi ibu.

Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
1. Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak wanita
yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari
pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.

3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian
benih mereka tersebut.

4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si istri.

5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

Namun dalam Al-Quran ditegaskan bahwa setiap tindakan yang dilakukan harus berdasarkan
pada prinsip-prinsip kebaikan, keadilan, dan kemanfaatan bagi umat manusia. (QS al-
Baqarah: 286) Selain itu, dalam Al-Quran juga ditegaskan bahwa setiap tindakan yang
dilakukan harus dilakukan dengan bimbingan dan nasihat dari ahli yang berilmu. (QS al-
Nisa: 83) Sebagai catatan, dalam menentukan hukum islam mengenai bayi tabung bagi ibu di
usia 35-40 tahun perlu dipertimbangkan dari aspek medis dan syariah yang diatur dengan
aturan yang jelas dan transparan.

Anda mungkin juga menyukai