Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RINGKASAN AKUNTANSI SYARIAH

A. Konsep Dasar Akuntansi Syariah


1. Pengertian Akuntansi Syariah
Secara sederhana akuntansi syariah berasal dari dua kata yaitu “Akuntansi” dan “Syariah”.
Akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diproses melalui pencatatan,penggolongan
serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga membentuk sebuah laporan keuangan yang
kemudian digunakan untuk pengambilan keputusan. Sedangkan syariah adalah aturan yang telah
ditetapkan ALLAH Swt untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani aktivitasnya selama hidup
didunia. Jadi akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi
yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan ALLAH Swt.
2. Perkembangan transaksi dan akuntansi syariah

- Perkembangan Transaksi syariah


Perkembangan pesat terjadi dalam kegiatan usaha dan lembaga keuangan (bank, asuransi, pasar
modal, dana pensiun, dan lain sebagainya) yang berbasis syariah. Dalam tiga dekade terakhir,
lembaga keuangan telah meningkatkan volume dan nilai transaksi berbasis syariah yang tentunya
meningkatkan kebutuhan terhadap akuntansi syariah. Selanjutnya, perkembangan pemikiran
mengenai akuntansi syariah juga makin berkembang, hal ini ditandai dengan makin diterimanya
prinsip-prinsip transaksi syariah di dunia internasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa, motor dari
penerapan transaksi syariah diawali oleh sistem perbankan syariah dan kemudian dilanjutkan
dengan sektor lainnya. Sistem perbankan syariah sendiri memiliki rekam jejak yang panjang.
Diawali dengan Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963, yang kemudian
diambil alih dan direstrukturisasi oleh Pemerintah Mesir menjadi Nasser Social Bank pada tahun
1972. Perkembangan tentang perbankan syariah terus berlanjut, tidak hanya di Timur Tengah
termasuk pendirian Islamic Development Bank (1975), tetapi juga di negara-negara Eropa seperti
Luksemburg (1978), Swiss (1981), dan Denmark (1983). Perkembangan yang sama juga terjadi di
negara-negara Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Di Malaysia, bank
syariah pertama berdiri pada tahun 1982 sementara di Indonesia baru terjadi 9 (sembilan) tahun
kemudian, melalui pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Pendirian Bank Muamalat sendiri bukanlah sebuah proses yang pendek, tetapi
dipersiapkan secara hati-hati. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sebelum tahun 1992,
telah didirikan beberapa lembaga keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan sistem
syariah. Selanjutnya melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan dijabarkan dalam PP
No. 72 Tahun 1992, pemerintah telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah.
Perkembangan lembaga keuangan syariah selanjutnya di Indonesia hingga tahun 1998 masih
belum pesat karena, baru ada 1 (satu) Bank Syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) yang beroperasi. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan
landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah. Melalui UU No. 23 Tahun 1999 hingga
disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perkembangan perbankan syariah
meningkat tajam, terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank/kantor yang menggunakan prinsip
syariah dan peningkatan jumlah aset yang dikelola. Sektor syariah yang sedang berkembang adalah
transaksi investasi syariah dan sektor keuangan nonbank. Transaksi ini terus mengalami
peningkatan, di antaranya berikut ini.
1. Obligasi Syariah (Sukuk)
2. Pasar Modal Syariah
3. Perusahaan Pembiayaan Syariah
4. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
5. Dana Pensiun Syariah
6. Pendanaan Proyek Syariah
7. Real Estat Syariah
Pertengahan bulan Juni 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan dua undang-
undang yang penting, yaitu UU Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) tahun 2008 dan UU
Perbankan Syariah tahun 2008. Dengan dua undang-undang yang baru ini, Indonesia diharapkan
dapat mengambil peran dalam perkembangan ekonomi dan keuangan syariah sekaligus menjadi
pusat ekonomi dan keuangan syariah internasional (international economic and finance hub) yang
penting di Asia. Sesuai dengan amanat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
terhitung sejak tahun 2012 telah dilakukan perubahan untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan
serta penyidikan sektor jasa keuangan di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang untuk pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penyidikan sektor jasa keuangan
yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya di Indonesia. Peralihan ini membawa dampak
yang cukup besar bagi industri keuangan syariah di mana terjadi perpindahan regulator dari Bank
Indonesia atau Departemen Keuangan menjadi OJK. Proses perpindahan tersebut dilakukan secara
bertahap, yaitu pada 31 Desember 2012 pengaturan dan pengawasan pasar modal dan industri
keuangan nonbank beralih kepada OJK, dilanjutkan dengan pengaturan dan pengawasan
perbankan terhitung 31 Desember 2013, dan terakhir pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
lembaga keuangan mikro akan beralih terhitung 31 Desember 2015.
Dengan adanya lembaga independen (OJK) tersebut diharapkan industri jasa keuangan di
Indonesia khususnya jasa keuangan syariah akan semakin maju, dan diharapkan Indonesia mampu
menjadi barometer transaksi syariah di Asia dan dunia. Di tengah pesatnya perkembangan
transaksi syariah tersebut, maka kebutuhan atas akuntansi syariah makin meningkat. Akuntansi
sebagai proses untuk melaporkan transaksi keuangan perusahaan tentu harus dapat mengikuti
seluruh perkembangan transaksi yang sedang berlangsung.
Perkembangan Akuntansi Syariah (Wiroso, 2011)
1. Periode sebelum tahun 2002
Walaupun Bank Muamalat sudah beroperasi sejak tahun 1992 namun sampai dengan tahun 2002
belum ada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) yang mengatur, sehingga pada
periode ini masih mengacu pada PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan walaupun tidak dapat
dipergunakan sepenuhnya, terutama paragraf-paragraf yang bertentangan dengan prinsip syariah
seperti perlakuan akuntansi untuk kredit. Selain itu juga mengacu pada Accounting Auditing
Standard for Islamic Financial Institution yang disusun oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution, suatu badan otonom yang didirikan 27 Maret 1991
di Bahrain
2. Periode tahun 2002–2007
Pada periode ini, sudah ada PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang dapat digunakan
sebagai acuan akuntansi untuk Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan kantor
cabang syariah sebagaimana tercantum dalam ruang lingkup PSAK tersebut.
3. Tahun 2007–sekarang
Pada periode ini DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) mengeluarkan PSAK Syariah yang
merupakan perubahan dari PSAK 59. KDPPLKS (Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah) dan PSAK Syariah, digunakan baik oleh entitas syariah maupun
entitas konvensional yang melakukan transaksi syariah baik sektor publik maupun sektor swasta.
Dengan demikian, saat ini di Indonesia selain memiliki PSAK Syariah juga ada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) konvergensi IFRS, SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan-
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) yang diluncurkan secara resmi pada tanggal 17 Juli 2009,
Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Mikro, Kecil,
dan Menengah (SAK-EMKM).Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya
akuntansi syariah memiliki 2 (dua) alasan utama, yaitu: suatu tuntutan atas pelaksanaan syariah
dan adanya kebutuhan akibat pesatnya perkembangan transaksi syariah.
Konsep memelihara harta dan kekayaan dalam islam
Pada dasarnya harta dan kekayaan dalam islam adalah semua yang ada di langit dan bumi
merupakan kekuasaan ALLAH Swt dan manusia hanyalah sebagai perantara sebagai khalifah di
bumi dalam memelihara dan mengembangan bumi dan seisinya. Agama memberikan aturan
sendiri dalam mendapatkan, memiliki dan memanfaatkan harta yang dimilki. Dalam memperoleh
harta harus, wajib bebas dari riba, judi, menipu, mencuri, merampok dan tindakan lainnya yang
dapat merugikan orang lain, sebagaimana disebutkan dalam Al-quran QS 4:29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantaramu dan
janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang Kepadamu”.
Firman Allah di atas jika disimak dengan seksama, maka untuk menegakkan syariat Islam
diperlukan hukum syariat yang tegas dan keras, sehingga akan memberikan efek jera yang
mendalam kepada masyarakat dan dapat mencegah terjadi dampak kesengsaraan dari perbuatan
yang melanggar syariat. Telah dicontohkan hukuman untuk pencuri dapat hukumannya adalah
tangannya dipotong, namun yang mencuri akibat karena kelaparan, tentu terlepas dari hukuman
tersebut karena itu adalah kesalahan dari pemerintah. Harta untuk penggunaanya maka harus
dimanfaatkan di jalan Allah untuk amal ibadah yang disertai dengan kewajiban zakat,
menghidupkan infak dan sedekah kepada saudara-saudara kita yang sangat membutuhkannya.
Demikianlah cara Allah, zakat adalah untuk mensucikan harta, agar menjadi penuh barokah Allah
Jenis dan sumber hukum islam
- Jenis hukum islam
Hukum Islam adalah hukum yang telah ditetapkan Allah Swt yang mengatur perbuatan manusia
yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk dikerjakan atau ditinggalkan atau pilihan antara
dikerjakan atau di tinggalkan oleh para mukalaf. Jenis Hukum Islam dapat diklasifikasikan
menjadi lima, yaitu:
1. Wajib
Wajib adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa. Wajib dapat di bagi menjadi 2 yaitu Wajib ain dan Wajib
kifayah.
2. Sunah
Sunah ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan,
orang yang meninggalkan tidak mendapatkan dosa.
3. Haram
Haram adalah perbuatan yang apabila ditinggalkan, akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
orang yang mengerjarkannya akan mendapatkan dosa.
4. Makruh
Makruh ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
tidak mendapat dosa.
5. Mubah
Mubah ialah perbuatan yang bila dikerjakan tidak mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak
mendapat dosa.
- Sumber hukum islam
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, di antara dalil-dalil yang disepakati oleh jumhur ulama sebagai
sumber-sumber hukum Islam adalah:
a. Al-Quran
b. As-Sunnah
c. Al-Ijmâ’
d. Al-Qiyas.
Penggunaan keempat dalil sebagaimana di atas berdasarkan firman Allah swt:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan RasulNya, dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dalil syar’i menurut Mahmud Syaltut ada tiga:
a) Al-Quran
b) As-Sunnah
c) Ar-Ra’yu (Ijtihad)
Menurutnya, istilah ar-ra’yu sama dengan ijtihad. Pendapat Mahmud Syaltut itu lebih sesuai
dengan hadits Nabi saw yang berupa dialogantara beliau dengan Muaz bin Jabal pada waktu akan
diutus ke Yaman.
“Bagaimana engkau dapat memutuskan jika kepadamu diserahkan urusan peradilan? Ia menjawab,
‘Saya akan memutuskannya dengan Kitabullah.’ Bertanya lagi Nabi saw., ‘Bila tidak kau jumpai
dalam kitabullah?’ Ia menjawab, ‘Dengan sunah Rasulullah saw.’ Lalu Nabi bertanya, ‘Bila tidak
kau dapati dalam sunah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitabullah?’ Ia menjawab, ‘Saya lakukan
ijtihad bi arra’yi dan saya tidak akan mengurangi (dan tidak berlebih-lebihan).’ Berkatalah Muaz,
‘Maka Nabi menepuk dadaku dan bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik
kepada utusan Rasulullah, sebagaimana Rasulullah telah meridlainya.” Hadits ini menunjukkan
tata tertib atau urutan penggunaan dalildalil tersebut. Pada hakikatnya dalil syar’i hanya satu saja,
yatu alQuran, sebab semua dalil yang lainnya hanya merupakan penjelasan al-Quran. Kesemua
dalil itu tidak boleh bertentangan dengan alQuran.
a) Sumber al-qur’an
Al-Quran adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa,
disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw sebagai Rasul-Nya selama 22
tahun 2 bulan 22 hari. terdapat beberapa hukum umat terdahulu yang juga diakui oleh al-Quran
sebagai hukum yang juga harus dijadikan pedoman oleh umat manusia saat ini. “Kita
diperintahkan oleh al-Qur’an supaya memperhatikan keadaan-keadaan masyarakat umat manusia
sebelum kita, untuk mengetahui hukum-hukum yang sudah menegakkan masyarakat itu, dan
hukum-hukum apa pula yang sudah merobohkannya. Hukumhukum yang baik kita pakai dan yang
tidak baik kita buang.” Al-Quran senantiasa eksis dan terpelihara pada kalbu Muhammad, sampai
tertransformasi ke dalam kalbu umat muslim dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Al-Quran
juga terpelihara pada kalbu setiap muslim. Terpeliharanya al-Quran dalam bentuk mushhaf
tersebar ke seluruh penjuru dunia. Allah dalam surat Hud ayat 1 menggambarkan bagaimana al-
Quran sebagai kitab suci hendaknya dijadikan pedoman.
Terdapat beberapa keistimewaan pada al-Quran yang dirinci oleh Yusuf Qaradlawi dalam
Membumikan Syariat Islam sebagai berikut:
1. Mukjizat dan Bukti Kebenaran
2. Kekal dan Tetap Terpelihara
3. Bersifat Universal

b) Sumber al-Hadits/as-Sunnah
Menurut bahasa kata as-sunnah berarti jalan atau tuntunan, baik yang terpuji atau tercela, sesuai
dengan sabda Nabi:
Artinya: “Barang siapa yang memberi contoh tuntunan perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan
pahala perbuatan tersebut serta pahala mereka yang mengikutinya sampai hari kiamat. Dan barang
siapa yang memberikan contoh perbuatan yang buruk, ia akan mendapatkan siksaan perbuatan
tersebut dan siksaan mereka yang menirunya sampai hari akhir”. (H.R. Muslim). Secara
terminologi, para ahli hadits mengartikan sunah/hadits sebagai “Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Muhammad saw. dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrîr,18 perangai, dan
sopan santun ataupun sepak terjang perjuangannya, baik sebelum maupun setelah diangkatnya jadi
Rasul.19 Menurut sementara ahli hadits menyamakan arti dari hadits dan sunah.
Hadits qauliy (sunah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi yang ada hubungannya
dengan pembinaan hukum. Seperti hadits Nabi yang menjelaskan semua amal perbuatan
tergantung pada niat. Adapun hadits fi’liy ialah segala perbuatan Nabi saw. Yang diberitakan oleh
para sahabat mengenai ibadah dan lain-lain. Misalnya, cara melaksanakan salat, cara menunaikan
ibadah haji, etika puasa, dan cara menyelenggarakan peradilan dengan menggunakan saksi
sumpah. Selanjutnya mengenai hadits taqririy ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui Nabi
saw.Perbuatan-perbuatan tersebut ada yang dibiarkan saja (pertanda Nabi merestui) dan disebut
hadîts taqrir sukutiy. Ada pula yang dengan tegas dinyatakan kebaikan dan kebenarannya hadîts
taqrîr lafdziy. Para fukaha memberikan definisi Sunah sebagai “Sesuatu yang dituntut oleh
pembuat syara’ untuk dikerjakan dengan tuntutan yang tidak pasti.” Dengan kata lain, “Sunah
adalah suatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
berdosa.”
c) Ijtihad
Ijtihad secara bahasa adalah berasal dari kata al-jahd dan al-juhd yang berarti kemampuan, potensi,
dan kapasitas. Dalam Lisân al-‘Arab disebutkan bahwa al-juhd berarti mengerahkan segala
kemampuan dan maksimalisasi dalam menggapai sesuatu.Wazn ifti’âl menunjukkan arti
muballaghah (melebihkan) dari kata dasarnya. Dalam hal ini ijtihad lebih berarti mubalaghah
(mengerahkan kemampuan) daripada arti kata jahada (mampu). Berdasarkan pengertian ini, ijtihad
menurut bahasa artinya mengeluarkan segala upaya dan memeras segala kemampuan untuk sampai
pada satu hal dari berbagai hal yang masing-masing mengandung konsekuenssi kesulitan dan
keberatan (masyaqqah).
Riba dan jenis riba
- Pengertian riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-numuw),
meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al-„uluw). Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai
pengambilan tambahan dalam transaksi pinjam meminjam, bahkan tambahan dalam transaksi jual
beli yang dilakukan secara batil.
- Jenis Riba
Secara garis besar, riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu riba yang terjadi akibat
utang-piutang dan riba yang terjadi akibat jual-beli. Berikut ini jenis riba dari dua kelompok riba
tersebut, yaitu, riba nasi‟ah dan riba fadhal.(Sabiq, 2007)
a. Riba Nasi’ah
Riba nasi‟ah adalah pertambahan bersyarat yang diterima oleh pemberi utang dari orang yang
berutang karena penangguhan pembayaran. Jenis riba ini diharamkan oleh Al Qur‟an, Sunnah, dan
Ijma ulama.
b. Riba Fadhal
Riba fadhal adalah jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan barang pangan yang
disertai tambahan (juga emas dengan emas, perak dengan perak).
Dari Abu Said, Rasulullah SAW bersabda,
“ Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum sama banyak dan sama-sama
diserahkan dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang menambahkan atau minta tambahan sungguh
ia telah berbuat riba. Pengambil dan pemberi sama.” (HR Bukhari dan Ahmad)
Prinsip sistem keuangan syariah
Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi Islam.
Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai pada tahun 1970-an dengan membicarakan isu-isu
ekonomi makro. Pihak yang terlibat dalam diskusi tersebut adalah para ekonom dan juga para ahli
fikih. Mereka yakin bahwa konsep ekonomi Islam harus didukung oleh sistem yang bersifat praktis
yait sistem keuangan syariah dengan mencari suatu sistem yang dapat menghindari riba bagi
muslim. Usulan yang muncul pertama kali adalah kerjasama untuk membagi laba rugi yang
diperoleh dari kegiatan usaha. Filosopi sistem keuangan syariah bebas bunga (larangan riba) tidak
hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada
sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika,
moral, sosisal, dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan. menuju
masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.
Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan pembagian risiko. Rsiko yang timbul dalam
aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima modal atau pengusaha saja, namun juga akan
diterima oleh pemberi modal. Pemberi modal maupun penerima modal harus saling berbagi risiko
secara adil dan proposional sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah
pemberi dana lebih dikenal sebagai investor dari pada kreditur. Oleh karena itu pemberi modal
harus menanggung risiko yang biasanya sesuai dengan modal yang ditanamkan. Sebagai investor,
pemberi modal tidak hanya memberi pinjaman saja lalu menerima pengembalian pinjaman dari
aktivitas perdagangan. Akan tetapi, antara investor dan pengusaha secara bersama-sama
bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai tingkat pengembalian
yang optimal. Berikut ini adalah sistem keuangan Islam sebagaimana diatur dalam Al-Quran dan
As-sunnah :
1. Pelarangan riba. Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan dan
hak atas barang. Oleh karena sistem riba ini hanya menguntungkan pemberi
pinjaman/pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak diperlakukan sama. Padahal dalam
untung baru diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan dimuka.
2. Pembagian risiko. Hal ini merupakan konsekuwensi logis dari pelarangan riba yang
menetapkan hasil bagi pemberi modal dimuka. Sedangkan melalui pembagian risiko maka
pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarannya tergantung dari hasil yang
diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-
sama memperoleh laba, selain lebih mencerminkankeadilan.
3. Menganggap uang sebagai modal potensial. Dalam masyarakat industri dan perdagangan
yang sedang berkembang saat ini (konvensional), fungsi tidak hanya sebagai alat tukar saja,
tetapi sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat terbatas) dan sebagai modal potensial.
Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan
barang dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba) sedang
dalam fungsinnya sebagai modal nyata (kapital), uang dapat menghasilkan sesuatu
(bersifat produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa oleh sebab itu, sistem
keuangan. Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan
bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelarangan untuk transaksi
yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki
risiko yang sangat besar.
5. Kesucian kontrak. Oleh karena Islam menilai perjanjian sebagai sesuatu yang tinggi
nilainnya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak
harus dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan
timbulnya moral hazard
6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan
kegiatan yang diperbolehkan oleh syariah. Dengan demikian, usaha seperti minuman keras,
judi, peternakan babi yang haram juga tidak boleh dilakukan. Jadi prinsip keuangan syariah
mengacu kepada prinsip rela sama rela (antaraddim mingkum), tak ada pihak yang
menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama
biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunnu bi al ghurmi).
Sumber Kutipan
- Al-quran QS 4:29
- Abdul Wahhab Khallaf
- Mahmud Syaltut
- Sabiq,2007
Daftar pustaka
- Lenap,Indria P. L. Takdir Djumaidi., Ramhi Sri Ramadhani. 2019. Akuntansi Syariah
Sesuai Dengan PSAK Syariah. Mataram : Mataram University Press
- Sri Nurhayati dan Wasilah. 2019. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 5. Jakarta: Salemba
Empat
- Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia.
- Wiyono,Slamet. Aplikasi pada Entitas Perbankan Syari’ah, Takaful, Entitas Syariah
lainnya dan Entitas Konvensional yang Melakukan Transaksi Syariah.Jakarta: Universitas
Trisakti Jakarta

Anda mungkin juga menyukai