b) Sumber al-Hadits/as-Sunnah
Menurut bahasa kata as-sunnah berarti jalan atau tuntunan, baik yang terpuji atau tercela, sesuai
dengan sabda Nabi:
Artinya: “Barang siapa yang memberi contoh tuntunan perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan
pahala perbuatan tersebut serta pahala mereka yang mengikutinya sampai hari kiamat. Dan barang
siapa yang memberikan contoh perbuatan yang buruk, ia akan mendapatkan siksaan perbuatan
tersebut dan siksaan mereka yang menirunya sampai hari akhir”. (H.R. Muslim). Secara
terminologi, para ahli hadits mengartikan sunah/hadits sebagai “Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Muhammad saw. dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrîr,18 perangai, dan
sopan santun ataupun sepak terjang perjuangannya, baik sebelum maupun setelah diangkatnya jadi
Rasul.19 Menurut sementara ahli hadits menyamakan arti dari hadits dan sunah.
Hadits qauliy (sunah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi yang ada hubungannya
dengan pembinaan hukum. Seperti hadits Nabi yang menjelaskan semua amal perbuatan
tergantung pada niat. Adapun hadits fi’liy ialah segala perbuatan Nabi saw. Yang diberitakan oleh
para sahabat mengenai ibadah dan lain-lain. Misalnya, cara melaksanakan salat, cara menunaikan
ibadah haji, etika puasa, dan cara menyelenggarakan peradilan dengan menggunakan saksi
sumpah. Selanjutnya mengenai hadits taqririy ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui Nabi
saw.Perbuatan-perbuatan tersebut ada yang dibiarkan saja (pertanda Nabi merestui) dan disebut
hadîts taqrir sukutiy. Ada pula yang dengan tegas dinyatakan kebaikan dan kebenarannya hadîts
taqrîr lafdziy. Para fukaha memberikan definisi Sunah sebagai “Sesuatu yang dituntut oleh
pembuat syara’ untuk dikerjakan dengan tuntutan yang tidak pasti.” Dengan kata lain, “Sunah
adalah suatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
berdosa.”
c) Ijtihad
Ijtihad secara bahasa adalah berasal dari kata al-jahd dan al-juhd yang berarti kemampuan, potensi,
dan kapasitas. Dalam Lisân al-‘Arab disebutkan bahwa al-juhd berarti mengerahkan segala
kemampuan dan maksimalisasi dalam menggapai sesuatu.Wazn ifti’âl menunjukkan arti
muballaghah (melebihkan) dari kata dasarnya. Dalam hal ini ijtihad lebih berarti mubalaghah
(mengerahkan kemampuan) daripada arti kata jahada (mampu). Berdasarkan pengertian ini, ijtihad
menurut bahasa artinya mengeluarkan segala upaya dan memeras segala kemampuan untuk sampai
pada satu hal dari berbagai hal yang masing-masing mengandung konsekuenssi kesulitan dan
keberatan (masyaqqah).
Riba dan jenis riba
- Pengertian riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-numuw),
meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al-„uluw). Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai
pengambilan tambahan dalam transaksi pinjam meminjam, bahkan tambahan dalam transaksi jual
beli yang dilakukan secara batil.
- Jenis Riba
Secara garis besar, riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu riba yang terjadi akibat
utang-piutang dan riba yang terjadi akibat jual-beli. Berikut ini jenis riba dari dua kelompok riba
tersebut, yaitu, riba nasi‟ah dan riba fadhal.(Sabiq, 2007)
a. Riba Nasi’ah
Riba nasi‟ah adalah pertambahan bersyarat yang diterima oleh pemberi utang dari orang yang
berutang karena penangguhan pembayaran. Jenis riba ini diharamkan oleh Al Qur‟an, Sunnah, dan
Ijma ulama.
b. Riba Fadhal
Riba fadhal adalah jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan barang pangan yang
disertai tambahan (juga emas dengan emas, perak dengan perak).
Dari Abu Said, Rasulullah SAW bersabda,
“ Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum sama banyak dan sama-sama
diserahkan dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang menambahkan atau minta tambahan sungguh
ia telah berbuat riba. Pengambil dan pemberi sama.” (HR Bukhari dan Ahmad)
Prinsip sistem keuangan syariah
Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi Islam.
Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai pada tahun 1970-an dengan membicarakan isu-isu
ekonomi makro. Pihak yang terlibat dalam diskusi tersebut adalah para ekonom dan juga para ahli
fikih. Mereka yakin bahwa konsep ekonomi Islam harus didukung oleh sistem yang bersifat praktis
yait sistem keuangan syariah dengan mencari suatu sistem yang dapat menghindari riba bagi
muslim. Usulan yang muncul pertama kali adalah kerjasama untuk membagi laba rugi yang
diperoleh dari kegiatan usaha. Filosopi sistem keuangan syariah bebas bunga (larangan riba) tidak
hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada
sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika,
moral, sosisal, dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan. menuju
masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.
Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan pembagian risiko. Rsiko yang timbul dalam
aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima modal atau pengusaha saja, namun juga akan
diterima oleh pemberi modal. Pemberi modal maupun penerima modal harus saling berbagi risiko
secara adil dan proposional sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah
pemberi dana lebih dikenal sebagai investor dari pada kreditur. Oleh karena itu pemberi modal
harus menanggung risiko yang biasanya sesuai dengan modal yang ditanamkan. Sebagai investor,
pemberi modal tidak hanya memberi pinjaman saja lalu menerima pengembalian pinjaman dari
aktivitas perdagangan. Akan tetapi, antara investor dan pengusaha secara bersama-sama
bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai tingkat pengembalian
yang optimal. Berikut ini adalah sistem keuangan Islam sebagaimana diatur dalam Al-Quran dan
As-sunnah :
1. Pelarangan riba. Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan dan
hak atas barang. Oleh karena sistem riba ini hanya menguntungkan pemberi
pinjaman/pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak diperlakukan sama. Padahal dalam
untung baru diketahui setelah berlalunya waktu bukan hasil penetapan dimuka.
2. Pembagian risiko. Hal ini merupakan konsekuwensi logis dari pelarangan riba yang
menetapkan hasil bagi pemberi modal dimuka. Sedangkan melalui pembagian risiko maka
pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarannya tergantung dari hasil yang
diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-
sama memperoleh laba, selain lebih mencerminkankeadilan.
3. Menganggap uang sebagai modal potensial. Dalam masyarakat industri dan perdagangan
yang sedang berkembang saat ini (konvensional), fungsi tidak hanya sebagai alat tukar saja,
tetapi sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat terbatas) dan sebagai modal potensial.
Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan
barang dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba) sedang
dalam fungsinnya sebagai modal nyata (kapital), uang dapat menghasilkan sesuatu
(bersifat produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa oleh sebab itu, sistem
keuangan. Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan
bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelarangan untuk transaksi
yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki
risiko yang sangat besar.
5. Kesucian kontrak. Oleh karena Islam menilai perjanjian sebagai sesuatu yang tinggi
nilainnya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak
harus dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan
timbulnya moral hazard
6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan
kegiatan yang diperbolehkan oleh syariah. Dengan demikian, usaha seperti minuman keras,
judi, peternakan babi yang haram juga tidak boleh dilakukan. Jadi prinsip keuangan syariah
mengacu kepada prinsip rela sama rela (antaraddim mingkum), tak ada pihak yang
menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama
biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunnu bi al ghurmi).
Sumber Kutipan
- Al-quran QS 4:29
- Abdul Wahhab Khallaf
- Mahmud Syaltut
- Sabiq,2007
Daftar pustaka
- Lenap,Indria P. L. Takdir Djumaidi., Ramhi Sri Ramadhani. 2019. Akuntansi Syariah
Sesuai Dengan PSAK Syariah. Mataram : Mataram University Press
- Sri Nurhayati dan Wasilah. 2019. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 5. Jakarta: Salemba
Empat
- Wiroso. 2011. Akuntansi Transaksi Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia.
- Wiyono,Slamet. Aplikasi pada Entitas Perbankan Syari’ah, Takaful, Entitas Syariah
lainnya dan Entitas Konvensional yang Melakukan Transaksi Syariah.Jakarta: Universitas
Trisakti Jakarta