Anda di halaman 1dari 39

AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

“Koperasi Syariah”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Makalah Minggu Ke – 10

Dosen Pengampu : Rahmawati S.E., M.

Disusun Oleh :

Firda Risatul Auliya (11170820000078)

Indah Dwi Hardiyanti (11190820000042)

Siti Rifdatul Adawiyah (11190820000047)

Windarti (11190820000048)

Nadia Ashfia Zahra (11190820000155)

Ferzia Salsabila Prasasti (11190820000157)

Reza Fachrezy Septiawan (11190820000158)

Febry Nur Yasin (11190820000163)

Akuntansi 5 – D

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

Koperasi syariah atau yang sering disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan
simpanan sesuai pola syariah. Munculnya jenis koperasi ini berawal dari Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI Nomor: 91/Kep/M.KUKM/IX/2004
tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi syariah. Keberadaan koperasi Syariah
dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh
faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang
dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah
yang tenggelam dan bubar.

Koperasi syariah tidak hanya berfungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi
untuk menangani kegiatan sosial demikian juga mendukung keuangan inklusif. Keuangan
inklusif adalah suatu keadaan dimana semua orang memiliki akses terhadap layanan jasa
keuangan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau dan cara yang menyenangkan,
tidak rumit, serta menjunjung harga diri dan kehormatan (Radyati 2012). Dilihat secara
konsepsi, koperasi syariah merupakan suatu lembaga yang eksistensinya sangat dibutuhkan
masyarakat terutama kalangan mikro. Akan tetapi di sisi lain, yaitu dalam bidang
operasionalnya masih memiliki banyak kelemahan. Maka problematika tersebut harus dapat
diatasi dengan baik agar mampu mewujudkan terciptanya citra positif bagi lembaga keuangan
mikro syariah yang bersih serta dipercaya oleh masyarakat.

Jika dilihat dari latar belakang berdirinya, koperasi syariah merupakan jawaban
terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan umat Muslim. Kehadiran koperasi syariah muncul
di saat umat Islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yang berbasis syariah dan bebas
dari unsur riba yang dinyatakan haram. Beberapa model pembiayaan lain yang ada adalah
model berbasis tanggung renteng atau dikenal dengan istilah group lending model (Akanji
2007); (Lukman et al. 2008); (Schurmann and Johnston 2009), dan (Fukuyama 2002).
Demikian pula bentuk koperasi kredit dengan basis bunga (Stiglitz 1990), (Banerjee, Besley,
and Guinnane 1994), (Rudjito 2003), dan (Robinson 2001).
BAB II

TINJAUAN KONSEP/PEMBAHASAN

1. Overview Koperasi Syariah


a. Perkembangan Koperasi Syariah di Indonesia
Di Indonesia, sebenarnya koperasi berbasis nilai-nilai Islami lahir pertama kali
dalam bentuk paguyuban usaha bernama Sarikat Dagang Islam (SDI). SDI ini
didirikan oleh H. Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang
muslim dan mayoritas pedagang batik. Pada perkembangan selanjutnya, SDI berubah
menjadi Sarikat Islam yang lebih bernuansa politik. Koperasi syariah mulai booming
seiring dengan perkembangan dunia industri syariah di Indonesia yang dimulai dari
pendirian Bank Syariah pertama pada tahun 1992. Secara hukum koperasi syariah
dinaungi oleh Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia
Nomor 91 tahun 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa
Keuangan Syariah.
Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah menjadi
negara dengan Islamic Micro Finance terbesar di dunia dengan 22.000 gerai koperasi
syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) – salah satu jenis koperasi syariah.
Jumlah ini cukup signifikan mengingat secara hukum koperasi syariah baru didirikan
pada tahun 2004 (www.tempo.co). Hingga akhir April 2012, jumlah Koperasi Jasa
Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) secara keseluruhan
terdapat 2.362 buah dengan tingkat nasional sebanyak 85 buah, tingkat propinsi
sebanyak 189 buah dan tingkat kabupaten/kota sebanyak 2.088 buah.Selain
KJKS/UJKS, terdapat pula BMT dengan jumlah mencapai 3900 buah di tahun 2010.
(http://hatta-rajasa.info).
Jumlah anggota KJKS/ UJKS mencapai 232.558 orang pada April 2012.
Sementara jumlah pinjaman yang disalurkan sebesar Rp. 1,64 triliun. Sedangkan
jumlah simpanan yang diterima sebanyak Rp. 1,45 triliun. Aset KJKS dan UJKS
mencapai Rp. 2,42 triliun. Sedangkan untuk BMT, total aset yang dikelola
diperkirakan mencapai nilai Rp 5 trilyun, nasabah yang dilayani sekitar 3,5 juta orang,
dan jumlah pekerja yang mengelola sekitar 20.000 orang. Data tersebut membuktikan
bahwa koperasi syariah punya potensi yang sangat besar dalam menyejahterakan
masyarakat Indonesia, terutama melalui akses pembiayaan dan penyerapan tenaga
kerja.
Potensi koperasi syariah tersebut didukung dengan jumlah penduduk muslim
Indonesia yang mayoritas Muslim. Bahkan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh
PEW, penduduk muslim Indonesia merupakan yang terbesar di dunia (13% dari total
penduduk muslim dunia). Selain dari segi jumlah, kesadaran masyarakat akan produk-
produk syariah pun makin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah
nasabah bank syariah selama sepuluh tahun terakhir dari hanya ratusan ribu menjadi
enam juta pemegang rekening (www.adiwarmankarim.com). Jumlah mahasiswa yang
mempelajari ekonomi syariah pun terus meningkat dari tahun ke tahun.
Nilai tambah utama koperasi syariah terletak pada sistem bagi hasil yang
ditawarkan. Sistem bagi hasil, hubungan antara peminjam dan yang meminjamkan
diganti menjadi hubungan kemitraan. Penentuan jumlah tambahan tidak ditetapkan
sejak awal, karena pengembalian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan
pola rasio bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau
sesudah ada untung. Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari
waktu ke waktu, sesuai dengan besar kecil keuntungan yang diraih pengelola dana.
Hal ini berbeda dengan bunga yang telah ditetapkan di awal. Pada sistem bunga
jumlah tambahan yang dibebankan harus dibayarkan oleh peminjam meskipun usaha
yang dijalankan mengalami kerugian. Penerapan bagi hasil ini dirasa lebih adil bagi
kedua belah pihak dan diharapkan melalui sistem ini pemerataan pendapatan dan
keadilan sosial dapat diwujudkan. Selain itu, penerapan bagi hasil ini juga semakin
mendorong masyarakat untuk semakin giat melakukan usaha-usaha produktif.
b. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) di Indonesia
BMT atau Baitul Maal wa Tamwil adalah lembaga yang bergerak dalam
penyediaan jasa layanan keuangan bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh
layanan perbankan atau unbankable. Sistem dan fungsi dari BMT tidak jauh berbeda
dengan koperasi. BMT juga sering disamakan dengan koperasi syariah karena BMT
memegang teguh prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya.
Pertumbuhan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sejak pertama kali
diperkenalkan pada awal 2000-an hingga saat ini, terus mengalami peningkatan dan
mencapai titik yang luar biasa. Selama ini pengawasan dan pembinaan lembaga
keuangan mikro syariah, termasuk koperasi BMT berada pada dua kelembagaan yakni
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Koperasi dan UMKM. Sebagian
besar BMT atau lembaga keuangan mikro di Indonesia memilih untuk berbadan
hukum koperasi. Hanya beberapa saja yang memilih pengawasan dan pembinaan di
bawah OJK.
Pertumbuhan BMT cukup signifikan, di mana berdasarkan data Permodalan
BMT (PBMT) ventura sebagai asosiasi BMT di Indonesia, terdapat sekitar 4.500
BMT di 2015 yang melayani kurang lebih 3,7 juta orang dengan aset sekitar
Rp16triliun yang dikelola sekitar 20 ribu orang. Berdasarkan data dari Kementerian
Koperasi dan UKM, menunjukkan jumlah unit usaha koperasi di Indonesia mencapai
150.223 unit usaha, di mana terdapat 1,5 persen koperasi yang berbadan hukum.
Keberadaan BMT diharapkan mampu mendorong sektor usaha mikro dan
kecil. Hal tersebut dianggap penting karena BMT menjadi bagian penggerak
perekonomian Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha sektor
UMKM terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Skala usaha menengah dapat
mengakses kredit melalui bank, sedangkan untuk usaha mikro dan kecil dapat
memanfaatkan keberadaan koperasi atau BMT. Hal ini semakin memperkuat fungsi
BMT sebagai penolong masyarakat yang tidak terjangkau oleh perbankan.
Pemerintah harus melihat secara nyata potensi dalam pengembangan BMT.
BMT secara nyata telah membantu ribuan masyarakat maupun pengusaha sektor
usaha mikro dan kecil. Adanya syarat agunan dalam memperoleh pinjaman di
perbankan, tidak mampu dipenuhi oleh beberapa pengusaha tersebut. Sehingga
banyak usaha mikro dan kecil yang nyaris tutup karena adanya kesulitan dalam hal
permodalan.
Perhatian pemerintah kepada BMT bukan dalam bentuk permodalan, karena
selama ini BMT dikenal sebagai lembaga yang mandiri. Adanya bantuan permodalan
akan mengurangi aspek kemandirian BMT. Pemerintah bisa memberikan bantuan
dalam hal edukasi kepada para pemilik dan pegawai BMT. Edukasi tersebut meliputi
pengelolaan administrasi perkantoran, tata kerja usaha, menganalisis segmen pasar,
dan etika perusahaan.
Pemerintah juga dapat memberikan bantuan dalam hal pengembangan
teknologi berbasis IT untuk diterapkan kepada seluruh BMT di Indonesia. Hal ini
dalam rangka meningkatkan pelayanan BMT kepada nasabahnya, sehingga
memberikan kemudahan dalam mengakses informasi terbaru mengenai berbagai
kegiatan di BMT tersebut. Selain itu, penerapan teknologi berbasis IT kepada BMT
juga bertujuan dalam mempercepat konektivitas informasi antar pegawai dengan
nasabah, efisiensi waktu dan tenaga, serta dapat mengurangi jumlah pegawai.
Sehingga biaya operasional BMT dapat dihemat sebaik mungkin.
Peran BMT tidak hanya sebagai lembaga penyedia jasa keuangan selain bank,
tetapi juga berperan sebagai lembaga amil zakat, akan memperkuat keberadaan BMT
di tengah-tengah masyarakat. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, zakat nasional masih
dapat dipacu karena melihat potensi zakat di Indonesia sebesar Rp217triliun.
Apalagi realisasi penghimpunan zakat nasional masih sangat jauh dari
potensinya. Hal ini harus ditanggapi secara serius oleh para pemilik BMT untuk
menyerap potensi zakat tersebut. BMT harus jemput bola dalam pengumpulan zakat
dari muzakki sehingga hal ini tidak hanya berdampak kepada peningkatan moral
BMT, tetapi juga secara langsung, BMT ikut membantu negara dalam meningkatkan
penyerapan zakat di Indonesia.
Kemudian, BMT secara tidak langsung dapat menjadi faktor penopang
perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat bagaimana peran BMT dalam menjangkau
usaha rakyat kecil dalam hal pembiayaan dengan menggunakan akad transaksi syariah
seperti Mudharabah dan Musyarakah. Kemudahan akses dalam memperoleh
pembiayaan tanpa agunan secara mental akan memperkuat semangat para pemilik
usaha untuk lebih giat bekerja. Jika usaha yang dibiayai tersebut berkembang besar,
para pemilik usaha akan membayar pajak kepada pemerintah. Pajak tersebut akan
digunakan dalam pembangunan infrastruktur negara serta berbagai layanan yang
dimanfaatkan oleh rakyat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran BMT sangatlah besar. Umat Muslim
harus mendukung penuh pengembangan BMT sebagai lembaga keuangan syariah
berbasis keumatan ini dalam perannnya mendukung perekonomian nasional.

2. Prinsip Dasar Koperasi Syariah


 Prinsip Koperasi Syariah, antara lain :
1) kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun
secara mutlak;
2) manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan
syariah;
3) manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi dan ;
4) menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan
sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
 Prinsip- Prinsip dasar lainnya, antara lain :
1) larangan melakukan perbuatan maysir, yaitu segala bentuk spekulasi judi
(gambling) yang mematikan sektor riil dan tidak produktif;
2) larangan praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma sosial;
3) larangan .gharar yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas
sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak;
4) larangan haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah;.
5) larangan riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan
mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan
pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini
mendorong usaha yang berbasis kemitraan dan kenormalan bisnis, disamping
menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan pendzaliman oleh pihak yang
memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah;
6) larangan ihtikar yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan
permainan harga dan;
7) larangan melakukan segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan
individu maupun masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dalam
maqashid syari’ah. Selain itu koperasi syariah perlu memperhatikan beberapa hal
seperti: semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib), Dalam
menjalankannya harus dalam sertifikais usaha koperasi, usha-usahanya sesuai
dengan ketentuan dewan syariah nasional MUI dan tidak bertentangan dengan
UU yang berlaku. Dengan demikian, dalam kegiatan usahanya peroduk koperasi
syaria berupa: Investasi/ kerjasama, jual beli, sewa menyewa, jasa hiwalah atau
anjak piutang, jasa gadai dan jasa wadiah(titipan).
a. Pengertian dan landasan
Koperasi syariah lebih dikenal dengan nama KJKS (Koperasi Jasa Keuangan
Syariah) dan UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi). Koperasi Jasa Keuangan
Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan,
investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Unit Jasa Keuangan Syariah
adalah unit usaha pada Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang
pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai dengan pola bagi hasil (syariah), sebagai
bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.
Koperasi syariah adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Koperasi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya, yang meliputi, antara lain :
a) Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi dan;
b) Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi syariah yang menjadi anggota yang
memiliki lingkup lebih luas. Umumnya koperasi, termasuk koperasi syariah
dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota
memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi.
Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU)
dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi.
Landasan Koperasi Syariah, antara lain :
1) Koperasi syariah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2) Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan dan;
3) Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu al-quran dan as-sunnah dengan
saling tolong menolong dan saling menguatkan (takaful).
Usaha Koperasi Syariah. meliputi, semua kegiatan usaha yang halal, baik dan
bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba,
judi atau pun ketidakjelasan (ghoro). Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi
syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan
ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan juga tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Peraturan berkaitan dengan pertanggungjawaban di Koperasi Syariah
a) Koperasi Jasa Keuangan Syariah berlandaskan syariah Islam yaitu Al - Qur’an
dan hadis. Firman Allah dalam QS. At Taubah ayat 105, yaitu :
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa, Allah memerintahkan kepada Rasulullah
Muhammad saw supaya menyampaikan kepada orang-orang yang bertaubat agar
bekerja untuk meraih kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat, serta bekerja
untuk dirimu dan bangsamu, karena kerja merupakan kunci kebahagiaan, bukan
sekedar alasan yang dikemukakan ketika tidak mengerjakan sesuatu, atau hanya
sekedar mengaku giat dan bekerja keras. Serta Allah akan melihat pekerjaan yang
dilakukan umat manusia , baik pekerjaan baik maupun pekerjaan buruk. Dan
Allah mengetahui tentang tujuan dari pekerjaan manusia serta niat- niat manusia,
walaupun tidak diucapkan. Allah melihat apa yang dikerjakan oleh manusia. Oleh
karena itu, manusia sebagai makhluk Allah yang beriman wajib takut kepada
Allah dalam bekerja, supaya senantiasa berada pada batasan-batasan syari’at-Nya.
b) Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
d) Keputusan Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No. 91/ Kep/ M.
KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa
Keuangan Syariah.
e) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik
Indonesia No. 21/ Per/ M. KUKM/ XI/ 2008 tentang Pedoman Pengawasan
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 35.
3/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
c. Kegiatan Usaha Koperasi
1. Kegiatan Bisnis (Tamwil) Pinjaman dan Pembiayaan
Kegiatan penyaluran dana pada koperasi syariah dapat berbentuk produk
pinjaman dan produk pembiayaan. Produk pinjaman dilakukan dengan
menggunakan akad Qardh dan Qardh Hasan. Akad Qardh digunakan sebagai akad
pelengkap dari produk pembiayaan, seperti pembiayaan pengurusan haji. Sedang
akad Qardh Hasan digunakan untuk produk pinjaman yang tidak mengharapkan
keuntungan, biasanya digunakan pada produk pemberdayaan ekonomi baitul maal.
- Produk pembiayaan dapat menggunakan empat skema berikut ini :
1) Skema jual - beli dengan akad Murabahah, Salam, dan Istisna' dengan
keuntungan berupa margin.
2) Skema Sewa - menyewa dengan akad Ijarah, Ijarah Multijasa, dan Ijarah
Muntahiyya Bit Tamlik dengan keuntungan berupa Ujroh.
3) Skema Kerjasama dengan akad mudharabah dan musyarakah dengan
keuntungan berupa bagi hasil.
4) Skema Jasa, seperti pembiayaan pengurusan haji dan pembiayaan take
over syariah dengan keuntungan berupa fee.
- Ketentuan produk pinjaman dan pembiayaan pada koperasi syariah adalah
sebagai berikut :
1) Pelaksanaan pemberian pinjaman dan pembiayaan syariah oleh KSPPS
dan USPPS Koperasi wajib memperhatikan prinsip pemberian pinjaman
dan pembiayaan syariah yang sehat.
2) Besarnya marjin, nisbah bagi hasil, imbal jasa dan bonus ditentukan oleh
rapat anggota.
3) Pemberian pinjaman dan pembiayaan diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan Anggota.
4) Pada transaksi akad Musyarakah, KSPPS atau USPPS Koperasi wajib
melakukan pembinaan kepada Anggota
2. Kegiatan Sosial (Maal)
Ketentuan kegiatan sosial koperasi syariah adalah sebagai berikut :
1) KSPPS atau USPPS Koperasi melaksanakan kegiatan sosial (maal) untuk
pemberdayaan anggota dan masyarakat di bidang sosial dan ekonomi.
2) Kegiatan sosial (maal) dilakukan melalui penghimpunan, pengelolaan dan
penyaluran dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan dan
sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
Prinsip Syariah.
3) Kegiatan sosial (maal) wajib dilaporkan dalam laporan sumber dan
penggunaan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan dan
sosial lainnya, terpisah dari laporan keuangan kegiatan usaha Koperasi
Legalitas kegiatan pengelolaan zakat pada koperasi syariah dapat berbentuk
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dari BAZNAS atau sebagai Mitra Pengelola Zakat
(MPZ) dari LAZ. Sedang sebagai pengelola wakaf, koperasi syariah harus
memperoleh izin nadzir wakaf dari BWI.
d. Produk dan Jasa di Koperasi Syariah
Produk Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT
a) Produk Pembiayaan :
1) Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandinya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
2) Ba’i al- murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam ba’i al- murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.
3) Ba’i as- salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara
nasabah sebagai penjual. Namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga,
dan waktu penyerahan barang harus ditentukan dengan pasti.
4) Ba’i al- istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat
barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir.
5) Al- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri.
b) Produk Jasa
1) Al-Wakalah merupakan penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
Atau, pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal
yang diwakilkan.
2) Al- Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yangberhutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini
merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang)
menjadi tanggungan muhal alaih, atau orang yang berkewajiban membayar
hutang.
3) Al- Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung.
Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang di jamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain
sebagai penjamin.
4) Ar- Rahn merupakan salah satu harta miik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
5) Al-Qardhul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar
kewajiban sosial semata, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk
mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya administrasi.
Dalam Islam, transaksi ini tidak boleh dikenakan tambahan atas pokok
pinjaman, atau umum dikenal sebagai bunga pinjaman, hukum pengenaan
bunga pinjaman adalah riba. Suatu hal yang harus dihindari karena haram.
Qardhul Hasan merupakan pembiayaan bagi pemberdaya usaha mikro.

3. Cakupan Akuntansi Koperasi Syariah


Dalam Koperasi Syariah diberlakuan akuntansi pembiayaan Musyarakah yang harus
sesuai dengan peraturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK) No.
106 tentang Musyarakah. Kesesuaian ini dituntut karena PSAK sebagai panduan yang
mengacu pada pembuatan laporan keuangan yang andal, akurat, relevan dan berkualitas
untuk mendapatkan informasi tentang kondisi ekonomi serta dapat digunakan dalam
mengambil keputusan (Nursoleha,et al, 2015). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan laporan keuangan yang baik dapat
digunakan untuk mengetahui prestasi KSPPS dalam melayani anggota.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah 


Sejarah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK
106) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait
penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang
dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya
dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi
Syariah (DSAS) IAI. Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 106 belum ada
perubahan atau revisi apapun.

Ikhtisar Ringkas
PSAK 106 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah, tetapi tidak me tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah. Untuk pertanggungjawaban
pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif
atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang
terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh
syariah.
PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan
mitra pasif, pada saat akad, selama akad, dan saat akhir akad. Pernyataan ini juga
memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra pasif. Untuk
mendukung transparansi pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait
transaksi musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola usaha,
dan pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.

4. Akun dalam Akuntansi Koperasi Syariah


a) Akun-akun yang terdapat dilaporan Neraca berdasarkan PSAK 106 tentang akuntansi
musyarakah :
1) Investasi Musyarakah
2) Keuntungan ( Musyarakah) Tanggungan
3) Penyisihan Kerugian
4) Piutang Pendapatan Bagi Hasil
b) Akun-akun yang terdapat dilaporan Laba Rugi berdasarkan PSAK 106 tentang
akuntansi musyarakah :
1) Kerugian (Penyerahan Aset)
2) Keuntungan (Penyerahan Aset)
3) Pendapatan Bagi Hasil Investasi Musyarakah
4) Kerugian Musyarakah

Pengakuan dan Pengukuran Investasi Musyarakah

Biaya pra akad yang terjadi akibat akad musyarakah (biaya studi kelayakan) tidak
dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh
mitra musyarakah. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau
penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif. Adapun Akun investasi musyarakah dapat
diukur dalam bentuk kas maupun aset nonkas :

1) Investasi musyarakah yang diserahkan dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
dibayarkan. Jurnal yang harus dibuat oleh Koperasi syariah untuk mencatat investasi
musyarakah dalam bentuk kas adalah:
Dr. Investasi Musyarakah xxx
Cr. Kas xxx
2) Investasi musyarakah yang diserahkan dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai
wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka
perlakuannya adalah sebagai berikut:
a. Apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai tercatat maka diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad. Jurnal yang harus
dicatat oleh Koperasi syariah untuk mencatat keuntungan tangguhan adalah :
Dr. Investasi Musyarakah xxx
Cr. Asset Nonkas xxx
Cr.KeuntunganTangguhan xxx
Setelah dilakukan pengakuan keuntungan tangguhan, Koperasi syariah harus
melakukan amortisasi keuntungan tangguhan tersebut selama masa manfaat.
Adapun jurnal amortisasi keuntungan tangguhan yang harus dicatat oleh
Koperasi syariah adalah sebagai berikut :
Dr. Keuntungan Tangguhan xxx
Cr. Keuntungan xxx
b. Sebaliknya, apabila niali wajar lebih kecil daripada nilai tercatat maka diakui
sebagai kerugian pada saat terjadinya. Berikut jurnal yang harus dibuat oleh
koperasi syariah untuk mencatat kerugian pada saat penyerahan aset nonkas:
Dr. Investasi Musyarakah xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Aset Nonkas xxx
3) Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan
akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan
dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan. Jurnal yang harus dibuat oleh
Koperasi syariah untuk mencatat penyusunan investasi musyarakah (aset tetap) adalah
:
Dr. Beban Penyusutan xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
4) Biaya yang terjadi akibat musyarakah (misalnya biaya studi kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai bagian investasi musyarakah, kecuali ada persetujuan dari seluruh
mitra musyarakah.

Pengakuan dan Pengukuran Keuntungan/Kerugian

Dari investasi musyarakah, dapat diperoleh keuntungan atau kerugian dari usaha yang
dijalankan. Berikut adalah jurnal yang dapat dibuat oleh Koperasi syariah, meliputi :

1) Apabila dari investasi musyarakah diperoleh keuntungan, maka jurnal yang harus
dibuat oleh Koperasi syariah adalah :
Dr. Kas/Piutang xxx
Cr. Pendapatan bagi hasil xxx
2) harus dibuat oleh Koperasi syariah adalah :
Dr. Kerugian xxx
Cr. Penyisihan Kerugian xxx

Pengakuan dan Pengukuran Pada Akhir Akad

1) Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan diakhir akad
dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar aset nonkas yang disepakati pada
saat penyerahan aset. Jurnal yang harus dibuat oleh Koperasi syariah apabila tidak ada
kerugian adalah :
Dr. Kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
Sebaliknya, apabila terjadi kerugian, maka jurnal yang harus dibuat oleh Koperasi
syariah adalah :
Dr. Kas xxx
Dr. Penyisihan Kerugian xxx
Cr. Aset Nonkas xxx
2) Ketika akad musyarakah berakhir, aset nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu
dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan
nilai jual) didistribusikan kepada setiap 33 mitra usaha nisbah. Jurnal yang harus
dibuat oleh Koperasi syariah untuk mencatat penjualan aset nonkas yang mengalami
keuntungan adalah :
Dr. Kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
Cr. Keuntungan xxx
Sebaliknya, apabila dalam penjualan investasi musyarakah mengalami kerugian, maka
jurnal yang harus dibuat Koperasi syariah adalah :
Dr. Kas xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Keuntungan xxx
Bagian mitra aktif untuk jenis akad musyarakah menurun (dengan pengembalian dana
mitra usaha secara bertahap) nilai investasi musyarakahnya sebesar jumlah kas atau
nilai wajar aset nonkas yang diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana
syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif. Adapun bagian mitra
pasif, nilai investasi musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar aset yang diserahkan
pada awal akad dikurangi dengan pengembalian dari mitra aktif jika ada.

5. Akuntansi Sumber Dana


Untuk mengembangkan usaha koperasi syariah,maka para pengurus harus memiliki
strategi pencarian dana,sumber dana dapat diperoleh dari anggota,pinjaman atau dana-
dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat
diklasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja.
Semakin banyak modal yang dimiliki oleh koperasi maka semakin luas pula
pengelolaannya. Jenis sumber dana/modal dalam koperasi terbagi menjadi 2, antara lain :
a) Modal Dasar
Merupakan modal awal yang ditanamkan pemilik modal untuk membuka sekaligus
mengembangkan koperasi yang dibukanya.
b) Modal Sendiri dan Modal Pinjaman
Modal sendiri merupakan modal yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib,
hibah, maupun simpanan yang berasal dari anggota koperasi. Sedangkan modal
simpanan bisa diperoleh dari modal dari pihak lain, seberti dari koperasi lain, lembaga
keuangan lain, dan dari pinjaman dana lainnya. Modal sendiri bisa dibagikan dalam
bentuk hasil usaha yang dibagi menurut persentase modal dan kinerja anggota.
Sedangkan modal pinjaman dikembalikan pokok pinjaman sesuai pada kesepakatan
saat meminjam dana dari pihak lain.
1) Simpanan Pokok
Merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok
tersebut sama. Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk kategori akad
musyarakah. Yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama,masing-
masing memberikan dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja
dan berpartisipasi dalam bobot yang sama.
2) Simpanan wajib
Masuk dalam kategori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok dimana
besar kewaibannya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota serta
penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang
dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi syariah.
3) Simpanan Lain-lain
Simpanan ini merupakan jenis simpanan yang bisa diterima baik dari anggota
maupun bukan anggota koperasi, jenis simpanan ini bisa dikategorikan kedalam
hutang jangka pendek dikarenakan sifatnya yang bisa ditarik seaktu-waktu. Jenis
simpanan ini harus aktif dikelola agar apabila anggota menarik dana yang
disimpannya maka koperasi bisa memenuhi dana yang ditarik anggota.
4) Simpanan sukarela
Bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpannya di koperasi syariah. Bentuk simpanan sukarela ini
memiliki dua jenis karakter antara lain :
- Bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan
terbagi atas dua macam yaitu titipan amanah dan titipan yad dhomamah.
- Bersifat investasi yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan
mekanisme bagi hasil (mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharing
maupun profit and loss sharing.
5) Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasionalnya lembaga koperasi syariah sebagaimana koperasi
konvensional pada umumnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar
agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, prospek pasar koperasi
syariah teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas.
Oleh karenanya, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti
bank syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat
dilakukan dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun prinsip
Musyarakah.
6) Sisa Hasil Usaha Belum Dibagi
Merupakan hasil usaha yang diperoleh koperasi dimana setelah dikurangi biaya,
kewajiban, penyusutan, pajak kepada pemerintah dan kebutuhan koperasi lainnya
dalam suatu periode. Sisa Hasil Usaha atau yang bisa disingkat dengan SHU ini
dibagikan kepada anggota maupun pemodal setelah dikurangi hal-hal diatas.
Pembagian sisa hasil usaha ini tidak serta merta berdasarkan besaran jumlah
modal yang diberikan saja, namun didasarkan atas besaran modal yang diberikan
pemodal atau anggota ditambah dengan besarnya kontribusi kerja dari anggota
tersebut dalam mengelola koperasi.
7) Cadangan
Cadangan, merupakan dana yang dengan sengaja disisihkan dari sisa hasil usaha
(SHU) yang bertujuan untuk keperluan koperasi baik itu pengembangan koperasi
maupun kerugian yang akan diterima koperasi dimasa depan sehingga dana
cadangan dapat menutupi kerugian yang ada pada koperasi.

6. Akuntansi Pengelolaan Dana


Akuntansi pengelolaan dana berarti melakukan pengaturan terhadap dana yang
dimiliki oleh suatu organisasi dengan sebaik mungkin, sehingga dapat menekan biaya
yang dikeluarkan dan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh guna menambah
kekayaan organisasi itu sendiri. Namun dalam mengelola dana koperasi tentu saja
memiliki beberapa kendala yang dihadapi oleh setiap koperasi, diantaranya :
1. Anggota tidak lancar membayar simpanan yang diharapkan oleh koperasi.
2. Kurang efektifnya prosedur mapun sistem yang diusung.
3. Belum adanya sistem maupun prosedur yang ditetapkan pada koperasi.
4. Kurang menyatunya antara usaha yang dijalankan koperasi dengan usaha yang
dijalankan anggota.
5. Rendahnya kehadiran anggota koperasi.
6. Tidak berkembangnya jumlah anggota.
7. Kurangnya tenaga dalam mengelola koperasi.
8. Kurangnya tenaga kerja syariah dalam mengelola koperasi.

Sehingga dari permaslahan-permasalahan diatas, untuk mengelola dana


(modal/ekuitas) dari koperasi khususnya koperasi syariah adalah dengan cara berikut :

1. Koperasi mencari anggota yang memang aktif.


2. Menerapkan prosedur dan sistem yang mumpuni dan tepat sasaran.
3. Memasarkan produk koperasi ke berbagai tempat dan kalangan.
4. Merekrut tenaga kerja yang memang paham akan Syariah.
Apabila hal-hal tersebut telah terpenuhi maka setiap bagian dalam koperasi tentu
dapat dijalankan dengan seefisien mungkin. Sehingga koperasi bisa semakin maju dan
berkembang, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih banyak lagi.

7. Perhitungan pembagian hasil usaha Koperasi Syariah


Adapun mekanisme perhitungan system bagi hasil pada koperasi syariah adalah sebagai
berikut :
a) Penetapan nisbah bagi hasil
b) Penghitungan saldo rata-rata tabungan masing- masing nasabah
c) Perhitungan toal saldo rata-rata simpanan biasa nasabah
d) Perhitungan pendapatan bagi hasil
Bagi Hasil = Keuntungan x %Nisbah x Saldo Rata-Rata Tabungan Nasabah
Total Saldo rata-Rata Tabungan Harian
Pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diperoleh atau diterima oleh
koperasi syariah dibagikan kepada para anggota atau nasabah yang memiliki jenis
simpanan atau kepada pemilik modal yang telah memberikan dana kepada koperasi dalam
bentuk mudharabah dan musyarakah. Untuk pembagian dana yang sifatnya tahunan,
maka distribusi tersebut termasuk dalam kategori SHU dalam aturan perkoperasian.
Pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan dalam koperasi
atau pemberi pinjaman didasarkan pada hasil usaha riil yang diterima oleh koperasi pada
saat periode berjalan. Biasanya dihitung berdasarkan pada nisbah yaitu rasio keuntungan
antara koperasi syariah dengan anggota atau pemberi pinjaman terhadap hasil riil usaha
yang dijalankan. Apabila koperasi syariah menerima pinjaman khusus (mudharabah
muqayyadah), maka pendapatan bagi hasil usaha yang dijalankan tersebut hanya
dibagikan kepada pemberi pinjaman dan koperasi syariah.
Selanjutnya, pendapatan yang bersumber dari produk-produk yang ditawarkan oleh
koperasi syariah seperti wakalah, hawalah, dan kafalah disebut dengan fee koperasi
syariah dan pendapatan sewa (ijarah) dengan margin, dan pendapatan hasil investasi
maupun kerja sama (mudharabah dan musyarakah) disebut dengan pendapatan bagi hasil.
Dalam rangka menjaga likuiditas, koperasi syariah diperkenankan untuk menempatkan
sejumlah dananya pada lembaga keuangan syariah tertentu seperti Bank Syariah, BPRS,
ataupun koperasi syariah lainnya dan umumnya penempatan dana tersebut juga
berdasarkan skema bagi hasil.

8. Laporan Keuangan Koperasi Syariah


 Laporan Posisi Keuangan
 Laporan Laba Rugi
 Laporan Perubahan Ekuitas
 Laporan Arus Kas
 Catatan atas Laporan Keuangan
9. Penilaian tingkat kesehatan Koperasi Syariah
Penilaian tingkat kesehatan koperasi syariah berkaitan dengan 8 aspek, diantaranya
(Ahsari, 2019; Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia, 2016; Yusuf, 2016):
a. Aspek permodalan
Aspek ini terdiri dari rasio modal sendiri dan rasio kecukupan modal (CAR).

Rasio modal sendiri terhadap Rasio kecukupan modal (CAR):


aset: Modaltertimbang
x 100 %
Modal sendiri ATMR
x 100 %
Total Aset
b. Aspek kualitas aktiva produktif (KAP)
Aspek ini terdiri rasio tingkat pembiayaan dan piutang bermasalah terhadap jumlah
piutang dan pembiayaan, Rasio portofolio pembiayaan berisiko Jumlah, dan Rasio
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).

Rasio tingkat pembiayaan dan piutang bermasalah terhadap jumlah


piutang dan pembiayaan:
Jumlah pembiayaan dan piutang bermasalah
x 100 %
Jumlah piutang dan pembiyaan
Rasio portofolio pembiayaan berisiko Jumlah
Jumlah Portofolio Berisiko
x 100 %
Jumlah piutang dan pembiayaan
Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP):
PPAP
x 100 %
PPAPWD
PPAPWD: Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Wajib Dibentuk
c. Aspek Manajemen
Aspek ini terdiri dari Manajemen umum, Kelembagaan, Permodalan, Aktiva, dan
Likuiditas. Aspek manajemen memiliki kriteria:

Skor Predikat
2,26 – 3,00 Baik
1,51 – 2,25 Cukup Baik
0,76 – 1, 50 Kurang Baik
0 – 0, 75 Tidak Baik

d. Aspek Efisiensi
Aspek ini mencakup rasio biaya operasional terhadap pelayanan, aktiva tetap terhadap
total aset, dan rasio efisiensi pelayanan.
rasio biaya operasional terhadap pelayanan
Biaya Operasional Pelayanan
x 100 %
Partisipasi Bruto
aktiva tetap terhadap total aset
Aktiva tetap
x 100 %
Total Aset
rasio efisiensi pelayanan
Biaya gaji dan honor karyawan
x 100 %
Jumlah piutang dan pembiyaan
e. Aspek Likuiditas
Aspek ini mencakup rasio kas dan rasio pembiayaan.

Rasio kas: Rasio pembiayaan:


Kas+bank Total Pembiyaan
x 100 % x 100 %
Kewajiban Lancar Dana yang diterima

Kewajiban lancar meliputi Simpanan wadiah, Simpanan mudharabah, dan Simpanan


mudharabah berjangka. Sedangkan, dana yang diterima meliputi kewajiban lancar dan
titipan dana ZIS.

f. Aspek jati diri koperasi


Aspek jati diri meliputi Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA) dan Rasio Partisipasi
Bruto.

Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA):


MEP+SHU bagian anggota
x 100 %
Total simpanan pokok + simpanan wajib

MEP: Manfaat ekonomi partisipasi


Rasio Partisipasi Bruto:
Jumlah partisipasi Bruto
x 100 %
Jumlah partisipasi Bruto +Transaksi non anggota

g. Apek kemandirian dan pertumbuhan


Aspek kemandirian dan pertumbuhan melingkupi Rasio Rentabilitas Aset, Rasio
Rentabilitas Ekuitas, dan Rasio Kemandirian Operasioanal.

Rasio Rentabilitas Aset:


SHU sebelum Nisbah , Zakat dan Pajak
x 100 %
Total Aset
Rasio Rentabilitas Ekuitas:
S HU bagian anggota
x 100 %
Total ekuitas
Rasio Kemandirian Operasional:
Pendapatan usaha
x 100 %
Biaya operasional pelayanan
h. Aspek kepatuhan prinsip syariah
Penilaian dilakukan dengan perhitungan nilai kredit yang didasarkan pada hasil
penilaian atas jawaban pertanyaan sebanyak 10 buah dengan bobot 10%, berarti untuk
setiap jawaban positif 1 memperoleh nilai kredit bobot 1. Pertanyaan meliputi: (1)
pelaksaan akad sesuai tata cara syariah; (2) penempatan dana pada bank syariah; (3)
Adanya dewan pengawas syariah; (4) pertemuan kelompok dihadiri pengurus, dewan
pengawas syariah, pengelola, karyawan pendiri dan karyawan anggota yang
diselenggarakan berkala; (5) menejemen KSPPS dan USPSS memiliki sertifikat
pendidikan pengelolaan lembaga keuangan syariah dari pihak kompeten; (6)
komposisi modal dan penyertaan dari lembaga keuangan syariah; (7) frekuensi rapat
dewan pengawasan syariah untuk membahas ketetapan pola pembiayaan dalam 1
tahun; (8) pendekatan syariah untuk mengatasi masalah; (9) meningkatnya titipan ZIS
dari anggota; (10) pemahaman anggota terkait keunggulan sistem syariah yang
meningkat dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, penilaian tingkat kesehatan koperasi syariah dapat diperoleh dengan
modal sebagai berikut:
Y= MDL + KAP + MNJ + EFS + LKD + JDK + KP + KPS
Keterangan:
Y = Tingkat Kesehatan Metode Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan UKM nomor 6 tahun 2016
MDL = Pemodalan
KAP = Kualitas aktiva produktif
MNJ = Manajemen
EFS = Efisiensi
LKD = Likuiditas
JDK = Jati diri Koperasi
KP = Kemandirian dan pertumbuhan
KPS = Kepatuhan Prisnsip Syariah
Kategori hasil Peniliain kesehatan KSPPS dan USPPS, diuraikan sebagai
berikut (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia,
2016):
Skor Predikat
80,00 ≤ x ≤ 100 Sehat
66,00 ≤ x ≤ 80,00 51,00 Cukup Sehat Kurang
51,00 ≤ x ≤ 66,00 Kurang Sehat
0 < x < 51,00 Tidak Sehat

10. Tingkat pengungkapan laporan keuangan Koperasi Syariah

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan
yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang
dapat disajikan dalam berbagai cara), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang
merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Standar khusus untuk koperasi syariah
telah disusun sebagai dasar atau pedoman pembuatan laporan keuangan yang bertujuan untuk
pemakai dan penyusun laporan keuangan. Dengan diterbitkannya standar khusus akuntansi
oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) berarti koperasi dapat menyusun laporan keuangan
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim dengan memperhatikan karakteristik-
karakteristik koperasi.

Berkaitan dengan kegiatan bisnis keuangan dan legalitas yang berbadan hukum koperasi,
maka acuan penyusunan laporan keuangan koperasi syariah yaitu pada Standar Akuntansi
PSAK 101. Dan pada pelaksanaan kegiatannya dan berpedoman kepada Fatwa DSN dan DPS
(Dewan Pengawas Syariah), yang mana DPS bertugas sebagai pengawas dalam pelaksanaan
kegiatan perusahaan yang terkait agar tidak terlewat dengan prinsip Syariah yang ada.

Dalam koperasi syariah, kegiatan di dalamnya adalah pembiayaan, investasi, tabungan,


dan pinjaman. Koperasi syariah wajib membuat laporan kemajuan kegiatan yang
dijalankannya selama 1 tahun dalam bentuk laporan keuangan. Semakin banyak informasi
yang dikeluarkan sebuah institusi, semakin banyak data yang tersedia bagi pengguna, yang
bagus untuk meyakinkan orang bahwa institusi tersebut dapat dipercaya.
Pada makalah ini akan digunakan contoh dari laporan keuangan Koperasi Syariah pada
Koperasi Karyawan PT Bank Syariah Mandiri untuk melihat tingkat pengungkapannya. Dari
sisi laporan keuangan pada koperasi Syariah yang telah dibahas bahwa laporan keuangan
tersebut sudah sesuai prinsip Syariah dalam produknya. Dan pada koperasi tersebut juga
sudah mengungkapkan laporan keuangan dengan membuat 5 laporan keuangan diantaranya
yaitu, laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Tetapi dari sisi PSAK dimana kita merujuk pada
PSAK 101 laporan keuangan koperasi Syariah tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan
PSAK 101, dimana tidak terdapat dana syirkah temporer, tidak menyajikan laporan sumber
dan penggunaan dana zakat, dan tidak menyajikan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Hal ini bisa disebabkan salah satunya adalah faktor eksternal, kurangnya pengawasan dari
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan Koperasi Karyawan PT Bank
Syariah Mandiri.

BAB III

CONTOH SOAL

a. Transaksi
1) Mudharabah/Bagi Hasil
Bu purwantini ingin menjual bensin di depan rumahnya yang memang terletak
di pinggir jalan utama. Sebelumnya dia sempat menjual barang yang sama, namun
karena berbagai hal akhirnya usahanya tersebut tidak berlanjut. Dari pengalaman
menjual bensin sebelumnya, rata – rata penjualan bensin antara 8 – 12 botol per hari,
dengan keuntungan Rp.500,- / botol. Kemudian bu purwantini mengajukan
pembiayaan ke koperasi syari’ah Artha Gumilar dengan sistem mudhorobah/ bagi
hasil. sebesar Rp.500.000,- dan akan diangsur selama 5 bulan dengan asumsi
pendapatan/ hari dari jual bensin Rp.4.000,- sehingga asumsi keuntungan / bulan
sebesar Rp.120.000,-. Dengan berdasarkan keuntungan tsb, pihak koperasi
menawarkan nisbah/ bagi hasil 25 %: 75% ( koperasi : mitra ).
Dengan ilustrasi di atas, bisa dihitung pendapatan koperasi dan teknis angsuran bu
purwantini sebagai berikut.
 Jenis usaha : jual bensin
 Modal : Rp.500.000,-
 Masa angsuran : 5 bulan
 Nisbah : 25 % : 75 %
 Asumsi keuntungan/ bln : Rp.120.000,-
Angsuran bulanan bu purwantini setiap bulan adalah sebagai berikut :
No Angsuran Angs. Pokok Basil Parts. Modal Jumlah Angs+ Basil
1 I 100.000 30.000 500.000 130.000
2 II 100.000 24.000 400.000 124.000
3 III 100.000 18.000 300.000 118.000
4 IV 100.000 12.000 200.000 112.000
5 V 100.000 6.000 100.000 106.000
6 Total 500.000 90.000 0 590.000
Jadi total keuntungan koperasi sebesar Rp.90.000,-
*Bagi hasil menyesuaikan pendapatan real ( setiap jatuh tempo/ masa angsuran,
koperasi dan mitra bersama-sama menghitung laba bulanan )
*Untuk usaha yang benar2 baru, dilakukan perkiraan sesuai dengan permodalan
kemudian pihak koperasi akan memberlakukan nisbah percobaan selama 1 bulan
untuk mengetahui kondisi real dari usaha mitra ( apakah sesuai dengan target
pencapaian keuntungan ), kemudian setelah 1 bulan percobaan, nisbah bisa
dievaluasi, apakah besaran nisbah tetap/ ditambah/ dikurangi ( berdasarkan
musyawarah kedua belah pihak).
2) Musyarakah/Kerjasama Modal dengan Bagi Hasil
Untuk musyarokah, perhitungan sama dengan mudhorobah hanya saja untuk
keuntungan koperasi disesuaikan dengan partisipasi permodalan.
Contoh; jika modal total Rp.10.000.000,- dengan asumsi keuntungan Rp.1.000.000,-
sedangkan permodalan koperasi Rp.7.000.000,- nisbah/ bagi hasil 40 % : 60 %
( koperasi : mitra usaha ) maka perhitungan keuntungan adalah sebagai berikut :
U koperasi = laba x ( parts. Koperasi/ modal total ) x nisbah koperasi
= Rp.1.000.000 x ( Rp.7.000.000/Rp.10.000.000 ) x 40 %
= Rp.280.000,-
Jika permodalan koperasi dalam pengembalian akan diangsur, hitungan sama dengan
mudhorobah di atas (tabel).
3) Ijarah/Sewa
Ibu parmi berencana memperpanjang masa kontrak rumah yang ia beserta
keluarganya tinggali selama 1 tahun. sedangkan beliau hanya punya uang cash
Rp.1.000.000,- . kemudian ia mengajukan pembiayaan ijaaroh ke koperasi.
Selanjutnya koperasi menyewa rumah tersebut selama 1 tahun kemudian
menyewakan kembali rumah tersebut ke bu parmi dengan sistem kontrak bulanan
seharga Rp.300.000,- ( dengan kesepakatan ). Karena ibu parmi sudah memiliki uang
Rp. 1.000.000,- dan akan dibayarkan ke koperasi, shg untuk masa 1 tahun ibu parmi
hanya membayar ke koperasi sebesar Rp.200.000,- / bulan. {[ 3.600.000 ( 2.000.000/
3.000.000 )]/ 12 bulan }.
Dari transaksi ini, koperasi mendapatkan keuntungan sebesar Rp.400.000,-
4) Murabahah/Jual Beli
Pa’ soni berencana akan membeli tabung gas untuk melengkapi perlengkapan
usahanya. Kemudian mengajukan pembiayaan murobahah dengan koperasi.
Selanjutnya koperasi membelikan barang sesuai pesanan dengan harga Rp.120.000,- .
selanjutnya koperasi menjual ke pa’ soni dan mendapatkan keuntungan dari penjualan
tabung gas tersebut sebesar Rp.15.000,- dengan sistem pembayaran cash 1 bulan
berikutnya.
b. Kasus
Pembiayaan Mudharabah Bermasalah pada Koperasi Syariah KANINDO JATIM
Permasalahan perekonomian yang begitu kompleks mengharuskan masyarakat untuk
mencari alternatif lain untuk memperoleh penghasilan seperti membuka usaha sendiri.
Untuk mendukung berjalannya usaha, tentu masyarakat butuh modal dana untuk
mendorong berjalannya usaha tersebut. Koperasi Syariah KANINDO Jatim menawarkan
produknya yaitu pembiayaan mudharabah kepada para masyarakat. Namun, seiring
berjalannya waktu, tidak sedikit adanya pembiayaan bermasalah karena ketidakmampuan
anggota untuk membayar tepat waktu atau jatuh tempo pembayaran, serta usaha yang
dijalankan tidak berjalan dengan baik dan lancar.
Kemudian adapun upaya preventif yang dapat ditempuh oleh Koperasi Syariah
KANINDO Jatim dalam menghadapi permasalahan dalam produk pembiayaan
mudharabahnya adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan langkah utama yang perlu dilakukan oleh Koperasi
Syariah dalam mencegah adanya pembiayaan mudharabah macet, dimulai dari adanya
pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang baik dan benar, pemantauan
dan pembinaan yang baik, serta memahami faktor-faktor yang menjadi sebab
timbulnya pembiayaan bermasalah. Langkah yang dilakukan meliputi :
a) Pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang baik dan benar,
menyangkut pihak internal koperasi dan eksternal koperasi (mitra).
b) Pemantauan dan pembinaan (on site dan on desk monitoring)
c) Pemahaman terhadap factor-faktor yang menjadi penyebab adanya pembiayaan
bermasalah
Dari segi represifnya, Koperasi Syariah dapat melakukan berbagai upaya dalam
menyelesaikan permasalahan pembiayaan macet dengan mengambil langkah
penyelesaian sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKAS) yaitu sebagai
berikut :
1) Melakukan Revitalisasi
Revitalisasi dilakukan dengan cara :
a) Penataan Kembali (Restructuring)
Penataan kembali dilakukan dengan 3 skema, yaitu :
1. Penambahan Dana (Suplesi)
Mitra diperkenankan untuk mengambil sisa debet selama masih dalam
jangka waktu pembiayaan yang disepakati dalam akad.
2. Novasi
Novasi merupakan perjanjian antara koperasi dengan mitra yang
menyebabkan pembiayaan lama menjadi hangus
3. Pembaruan Pembiayaan
Hal ini tidak berarti pembaruan perjanjian menyebabkan perjanjian lama
menjadi hangus dengan adanya pembaruan perjanjian tersebut, namun ini
merupakan tindakan yang dilakukan oleh Koperasi Syariah terhadap suatu
fasilitas pembiayaan yang diberikan dengan ketentuan :
a. Mitra belum sanggup dalam melunasi pembiayaan yang telah diterima
sehingga mitra tersebut diberi kesempatan dalam memperoleh
pembiayaan dengan maksimal plafon seperti pembiayaan semula.
b. Mitra tidak diperkenankan untuk mengambil sisa debet dari
pembiayaan terdahulu.
b) Penjadwalan Kembali (Rescheduling)
Penjadwalan ulang dapat dilakukan dengan cara mengubah jangka waktu
pembiayaan, jadwal pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan jumlah
angsuran.
c) Persyaratan Kembali (Reconditioning)
Koperasi Syariah akan melakukan tindakan ini apabila mitra terdapat :
1. Perubahan kepemilikan dana
2. Perubahan jaminan
3. Perubahan pengurus
4. Perubahan nama beserta status perusahaan
d) Bantuan Manajemen
Apabila dari hasil evaluasi ditemukan bahwa manajemen koperasi menjadi
salah satu factor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah, maka
Koperasi Syariah akan melakukan asistensi atau bantuan manajemen terhadap
usaha mitra.
2) Collection Agent
Apabila pihak koperasi dalam melakukan panagihan pembiayaan bermasalah
dinilai tidak cukup efektif, maka diperkenankan untuk menggunakan jasa pihak
ketiga dalam melakukan penagihan dengan syarat bahwa personal yang
bersangkutan harus capable, kredibel, amanah, serta memahami prinsip-prinsip
syariah dalam melakukan penagihan.
3) Penyelesaian melalui Jaminan (Eksekusi)
Dalam penyelesaian mutu jaminan, dilakukan dengan cara :
a. Non Mitigasi
1. Likuidasi Usaha
2. Ambil alih jaminan (off set) serta menjual jaminan
b. Write-off Sementara
4) Write-off Final
a. Klasifikasi Write-Off
1. Hapus Buku, yaitu penghapusbukuan seluruh pembiayaan mitra yang telah
termasuk dalam kategori pembiayaan macet akan tetapi masih akan tetap
ditagihkan
2. Hapus tagih, yaitu penghapusbukuan serta penghapustagihan seluruh
pembiayaan mitra yang sudah nyata-nyata macet.
b. Syarat dan Kondisi
1. Penghapus bukuan hanya dapat dilakukan terhadap mitra yang
pembiayaannya dengan bukti nyata telah tergolong dalam kategori
pembiayaan macet, akan tetapi berdasarkan analisis pihak koperasi secara
material masih terdapat sumber atau kemampuan untuk membayar.
2. Penghapus tagihan hanya dapat dilakukan terhadap mitra yang
pembiayaannya dengan bukti nyata tergolong dalam kategori pembiayaan
macet serta berdasarkan analisis perekonomian pihak koperasi, mitra yang
bersangkutan dengan nyata-nyata tidak mempunyai sumber untuk
melunasi pembiayaan atau memiliki kemampuan untuk membayar.
c. Sumber Penghapusan Pembiayaan
1. Sumber penghapusan bukuan adalah dana Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Wajib Dibentuk (PPAP WD). Perolehan pembayaran kembali
dari mitra yang telah dihapusbukukan akan dimasukkan ke dalam
rekening PPAP.
2. Sumber penghapus tagihan adalah dana zakat yang dikelola oleh Baitul
Maal.

d. Mekanisme Pengambilan Keputusan


Dalam setiap rencana penghapusan pembiayaan baik berupa penghapusbukuan
maupun penghapustagihan, harus diajukan oleh manajer KJKS atau UJKS
Koperasi kepada pengurus yang bersangkutan. Selanjutnya, berdasarkan data-
data mitra yang telah diajukan tersebut, pengurus akan melakukan penelitian
dan kemudian melakukan persetujuan atau penolakan. Kemudian pihak
internal koperasi yang bersangkutan dalam peluncuran produk-produk
pembiayaan juga harus melakukan evaluasi ulang mengenai aspek-aspek yang
ada dalam Koperasi Syariah seperti manajemen, keuangan internal, yuridis,
dan agunan.

BAB IV

KESIMPULAN

Koperasi Syariah adalah suatu bentuk koperasi yang segala kegiatan usahanya
bergerak dibidang pembiayaan, simpanan, yang sesuai dengan pola bagi hasil (Syariah) dan
investasi (Kementrian Koperasi UKM RI tahun 2009 Pasal 1). Koperasi Syariah memiliki
tujuan yang sama pada koperasi umumnya yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Koperasi Syariah berlandaskan pada al-qur’an
dan as-sunnah serta Pancasila dan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berasaskan kekeluargaan.
Untuk mendirikan koperasi Syariah diperlukan modal awal yang bersumber dari dana usaha.

Dalam perkembangannya koperasi Syariah masih mengalami banyak kendala, mulai


dari permasalahan marketing, sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Untuk mengurangi
kendala yang ada pada koperasi Syariah dapat diawali dengan memperbaiki internal koperasi
itu sendiri seperti memperbaiki kinerja setiap anggotanya. Setelah itu, harus terus
mengupdate dunia perekonomian serta menguasai teknologi.

Dari sisi laporan keuangan pada koperasi Syariah yang telah dibahas bahwa laporan
keuangan tersebut sudah sesuai prinsip Syariah dalam produknya. Dan pada koperasi tersebut
juga sudah mengungkapkan laporan keuangan dengan membuat 5 laporan keuangan
diantaranya yaitu, laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Tetapi dari sisi PSAK dimana
kita merujuk pada PSAK 101 laporan keuangan koperasi Syariah tersebut belum sepenuhnya
sesuai dengan PSAK 101, dimana tidak terdapat dana syirkah temporer, tidak menyajikan
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan tidak menyajikan sumber dan penggunaan
dana kebajikan. Hal ini bisa disebabkan salah satunya adalah faktor eksternal, kurangnya
pengawasan dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan Koperasi
Karyawan PT Bank Syariah Mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Sharianews.com, Menyongsong Perkembangan BMT di Indonesia, 2019.


https://www.sharianews.com/posts/menyongsong-perkembangan-bmt-di-indonesia

bmtamber.co.id, Perkembangan Koperasi Syariah dan Potensinya, 2014.


https://bmtamber.co.id/perkembangan-koperasi-syariah-potensinya/

Triana Sofiani, 2014. ‘’KONSTRUKSI NORMA HUKUM KOPERASI SYARIAH DALAM


KERANGKA SISTEM HUKUM KOPERASI NASIONAL’’.
https://media.neliti.com/media/publications/204856-konstruksi-norma-hukum-
koperasi-syariah.pdf

Gustani, SEI.,M.Ak.,SAS, 11 Maret 2020, ‘’LITERASI PRODUK & AKADUSAHA


SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH’’.
https://www.gustani.id/2020/03/literasi-akad-dan-produk-koperasi.html

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 99

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. PSAK 106:
Akuntansi Musyarakah.

Ahsari, S. (2019). Analisis Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiyaaan
Syairah Pada Koperasi (Suatu Survey Pada Koperasi Syariah Tingkat Nasional).
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. (2016).
Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiyaan Syariah dan
Unit Simpan Pinjam dan Pembiyaan Syariah Koperasi (Patent No. 7). IV.

Yusuf, B. (2016). Analisis Tingkat Kesehatan Koperasi Syariah. Jurnal Bisnis Dan
Manajemen, 6(April), 101–112. https://doi.org/10.15408/ess.v6i1.3124

Jagoakuntansi.com, Koperasi Syariah, 2017


https://jagoakuntansi.com/2017/02/19/koperasi-syariah/
http://eprints.umsida.ac.id/6750/1/IZZA%20SYAFIRA%20A
%20%28176120600031%29.pdf

https://kopkarbsm.co.id/files/Laporan_Keuangan_2019_Kopkar_BSM.pdf

Anda mungkin juga menyukai