Anda di halaman 1dari 11

Bab I

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh negara – negara
muslim dan harus segera mencari dan menemukan solusi untuk mengurangi persoalan
kemiskinan tersebut. Salah satu cara untuk menekan angka kemiskinan, masyarakat muslim
ingin memanfaatkan dana zakat dan wakaf. Usaha Islam dalam menanggulangi problem
kemiskinan ini, bukanlah suatu hal yang mengada-ada, temporer, setengah hati, atau bahkan
hanya sekedar mencari perhatian. Pengurangan angka kemiskinan, bagi Islam, justru menjadi
asas yang khas dan sendi-sendi yang kokoh. Hal ini dibuktikan dengan zakat dan wakaf yang
telah dijadikan oleh Allah swt. Sebagai sumber jaminan hak-hak orang-orang fakir dan
miskin itu sebagai bagian dari salah satu rukun Islam. Pengelolaan zakat yang professional
dan juga manajemen wakaf yang profesional, diharapkan pendistribusiannya lebih produktif.
Pemberian pinjaman modal misalnya, dalam rangka peningkatan prekonomian masyrakat.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana harta zakat dan hasil wakaf itu dapat
dikumpulkan untuk kemudian didistribusikan dan didayagunakan untuk kepentingan
penerima zakat (mustahik) dan penerima manfaat wakaf (maukuqufalaih)? Para pemerhati
zakat dan wakaf sepakat bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat dan wakaf secara optimal, maka zakat harus dikelola melalui
lembaga.

Dari latar belakang masalah di atas, telihat jelas bahwa peran dan kontribusi lembaga
pengelolaan zakat dan wakaf dalam mengentaskan kemiskinan masih jauh dari harapan.

Mengenal Latar Belakang Saudi Arabia

Arab Saudi atau SaudiArabia atau Kerajaan Arab Saudi adalah negara Arab yang
terletak diJazirah Arab. Beriklim gurun dan wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun
pasir dengan gurun pasir yang terbesar adalah Rub Al Khali. Orang Arab menyebut kata
gurun pasir dengan kata sahara.
Negara Arab Saudi ini berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara)
denganYordania, Irak, Kuwait, Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman, dan Laut
Merah.
Pada tanggal 23 September1932, Abdul Aziz bin Abdurrahman as-Sa'ud dikenal juga
dengan sebutan IbnuSa‘ud memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi atau Saudi
Arabia (al-Mamlakahal-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan menyatukan wilayah Riyadh, Najd
(Nejed),Ha-a, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz kemudian menjadi raja pertama pada kerajaan
tersebut. Dengan demikian dapat dipahami, nama Saudi berasal dari kata nama keluarga Raja
Abdul Aziz as-Sa'ud
Arab Saudi terkenal sebagaiNegara kelahiran Nabi Muhammad SAW serta tumbuh
dan berkembangnya agama Islam, sehinggapada benderanya terdapat dua kalimat syahadat
yang berarti "Tidak adatuhan (yang pantas) untuk disembah melainkan Allah dan Nabi
Muhammad adalahutusannya".

Secara ekonomi Kekayaanyang sangat besar yang didapat dari minyak, sangat
membantu permainan dan pembentukan kekuatan peran dari keluarga Kerajaan Saudi baik di
dalam maupun luar negeri. Wilayah ini dahulu merupakan wilayah perdagangan terutama
dikawasan Hijaz antara Yaman-Mekkah-Madinah-Damaskus dan Palestina. Pertanian dikenal
saat itudengan perkebunan kurma dan gandum serta peternakan yang menghasilkan daging
serta susu dan olahannya. Pada saat sekarang digalakkan sistem pertanian terpadu untuk
meningkatkan hasil-hasil pertanian.
Perindustrian umumnya bertumpu pada sektor Minyak bumi dan Petrokimia terutama
setelah ditemukannyasumber sumber minyak pada tanggal 3 Maret 1938. Selain itu juga
untuk mengatasi kesulitan sumber air selain bertumpu pada sumber air alam (oase) juga
didirikan industri desalinasi Air Laut di kota Jubail. Sejalan dengan tumbuhnya
perekonomian maka kota-kota menjadi tumbuh dan berkembang. Kota-kota yang terkenal di
wilayah iniselain kota suci Mekkah dan Madinah adalah Kota Riyadh sebagai ibukota
kerajaan, Dammam, Dhahran, Khafji, Jubail, Tabuk dan Jeddah.
BAB II

Pembahasan

A. Sejarah Pengelolaan Zakat di Arab Saudi1

Penerapan zakat berdasarkan Undang-undang di Arab Saudi berlaku mulai tahun 1951 M.
Sebelumnya penunaian zakat tidak diatur oleh undang-undang. Penerapan zakat oleh
pemerintah Arab Saudi berdasarkan pada Keputusan Raja (Royal Court) No. 17/2/28/8634
tertanggal 7 April 1951 M yang menetapkan sistem wajib zakat (zakat syar’i). Dalam
keputusan tersebut zakat diwajibkan kepada individu dan perusahaan yang memiliki
kewarganegaraan Arab Saudi.

Dalam perkembangan peraturan berikutnya pemerintah Arab Saudi juga memperbolehkan


bagi muzakki individu untuk menyalurkan sendiri zakatnya maksimal setengah dari
pembayaran zakatnya, dan sisanya lagi harus disetorkan ke Departemen Keuangan. Hal ini
sama dengan yang diterapkan pada negara Malaysia namun di Malaysia 80% dan 20%
sedangkan di Arab Saudi 50% - 50%. Sedangkan untuk muzakki perusahaan harus menyetor
semua kewajiban zakatnya ke Departemen Keuangan.

Kewenangan penghimpun zakat di Arab Saudi semuanya berada pada kendali Menteri
Keuangan dan Perekonomian Nasional dari mulai kebijakan sampai hal teknis. Sehingga
peraturan-peraturan zakat yang dibuat di Departemen Keuangan terfokus hanya pada aspek
penghimpunan. Untuk aspek pendistribusian zakat, kewenangan ada di Departemen Sosial
dan Ketenagakerjaan terutama di bawah Dirjen Jaminan Sosial.

Sesuai dengan Keputusan Raja, zakat hanya diwajibkan kepada waga Arab Saudi,
keputusan raja Arab Saudi tentang pajak pendapatan bagi bukan warga Arab Saudi. Hal
ini berarti bahwa bagi warga non Arab Saudi tidak membayar zakat tetapi diwajibkan
membayar pajak pendapatan. Sementara itu untuk warga Arab Saudi mereka hanya
diwajibkan membayar zakat. Oleh karena itu untuk mengurus penerimaan zakat dan pajak
Departemen Keuangan membentuk bagian khusus yang disebut Kantor Pelayanan Zakat dan
Pajak Pendapatan. Hal ini kemudian juga berimplikasi munculnya pandangan warga Arab
Saudi yang mengidentikkan zakat dan pajak. Karena sistem yang dibangun untuk
penghimpunan tersebut identik dengan sistem pajak penghasilan.

1
Buku Modul Penyuluhan Zakat, Kementerian Agama Republik Indonesia Dirjen Bimas, Direktorat
Pemberdayaan Zakat Tahun 2013
Pada awalnya antara nilai pembayaran zakat yang dibayarkan seseorang dengan nilai
pajak pendapatan masih lebih tinggi nilai pembayaran zakat, karena awalnya pajak hanya
sekedar formalitas saja. Sehingga karena relatif besarnya pembayaran zakat tersebut,
akhirnya muncul kebijakan dibolehkannya zakat individu disalurkan sendiri maksimal 50%.

Arab Saudi menetepkan prosentase pajak yang dinaikkan yang mana hal ini
mengakibatkan pembayaran pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pembayaran zakat,
dan hal ini pula mnegakibatkan atau mendorong warga muslim yang bermukim disana dan
kebanyakan dari mereka adalah warga teluk, mengajukan permohonan kepada pemerintah
Arab Saudi agar mereka pun diwajibkan membayar zakat saja pengganti pajak pendapatan.
Akhirnya hal tersebut disepakati oleh pemerintah Arab Saudi dengan Keputusan Raja yang
kemudian ditetapkan bahwa zakat diwajibkan kepada warga Arab Saudi dan warga teluk
yang bermukim di Negara tersebut.

Penghimpunan zakat di Arab Saudi diterapkan pada semua asset atau kekayaan. Zakat
ternak misalnya dikelola oleh komisi bersama antara Departemen Keuangan dengan
Departemen Dalam Negeri yang disebut dengan “AL-A’wamil” yaitu komisi khusu yang
tugsnya adalah melakukan pemungutan zakat ternak ke plosok-plosok daerah yang kemudia
menghimpun semua hasilnya ke Departemen Keuangan.

Demikian halnya dengna zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat simpanan uang, dan
zakat pendapatan. Yang termasuk dalam kategori zakat pendapatan tersebut adalah
pendapatan dokter, kontraktor, pengacara, akuntan, dan para pegawai termasuk juga seniman,
penghasilan hotel dan biro travel. Semua jenis asset dan pendapatan tersebut akan dipotong
dari akunya masing-masing jika telah mencapai nishab. Cara penghitungannya berdasarkan
pada laporan keuangan masing-masing.

Sedangkan penyalurannya, pemerintah Arab Saudi lebih berfokus pada jaminan sosial
bagi warganya. Hal ini didukung dengan adanya kewenangan pendistribusian zakat yang
berada pada Kementrian Sosial dan Tenaga Kerja dibawah Dirjen Jaminan Sosial. Penentuan
mustahiq ditentukan oleh kajian yang telah dilakukan oleh Departemen tersebut dengan nilai
santunan kurang lebih 6 ribu reyal atau sekitar Rp. 15 Juta per tahunnya.

Kebijakan yang menarik dan inspiratif adalah adanya penetapan zakat atas perusahaan
pemerintah, yang pada dasarnya tidak ada zakat untuk perusahaan pemerintah, karena semua
hasil perusahaan tersebut adalah untuk kepentingan umum dan negara. Tapi kemudian hal itu
juga diperkuat dengan keputusan Majelis Tinggi Qhadhi yang memfatwakan bahwa
perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta juga harus membayar zakat. Hal ini
dilandasi oleh pertimbangan bahwasanya perusahaan tersebut merupakan satu kesatuan badan
hukum (syakhsiyyah i’tibariyyah).

Pembayaran zakat di Arab Saudi diatur dengan Keputusan Raja yang berlaku bagi segenap
warga Saudi dan warga Teluk yang bermukim di Arab Saudi. Penghimpunan zakat di negara
tersebut diterapkan pada semua jenis kekayaan. Kewajiban pembayaran zakat bagi warga
Muslim terutama zakat perusahaan dengan pengelolaan yang tersentral pada ”Maslahat Az-
Zakat Wa Ad-Dakhl” (Badan Zakat dan Pajak) memastikan bahwa kewenangan resmi untuk
menghimpun zakat hanya pada pemerintah. Warga Muslim yang telah membayar zakat tidak
dipungut pajak, sehingga warga tidak membayar kewajiban ganda2.

Salah satu sisi keunggulan yang mengesankan dalam pengelolaan zakat di Arab Saudi
adalah pengumpulan zakat dan pajak telah menggunakan online system. Badan Zakat dan
Pajak di negara tersebut memiliki pusat data dan informasi yang lengkap dan didukung
perangkat ICT (Information and Communication Technology). Menurut keterangan pejabat
setempat, sekitar 70 persen dari penerimaan Badan Zakat dan Pajak Arab Saudi saat ini
berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di sana3.

Salah satu sisi keunggulan yang mengesankan dalam pengelolaan zakat di Arab Saudi
adalah pengumpulan zakat dan pajak telah menggunakan online system. Badan Zakat dan
Pajak di negara tersebut memiliki pusat data dan informasi yang lengkap dan didukung
perangkat ICT (Information and Communication Technology). Menurut keterangan pejabat
setempat, sekitar 70 persen dari penerimaan Badan Zakat dan Pajak Arab Saudi saat ini
berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di sana4.

Ibrahim bin Muhammad al-Muflih, Direktur Badan Zakat dan Pajak, Kementerian
Keuangan Arab Saudi menjelaskan kepada tamunya mengenai tugas pokok dan fungsi dari
Badan Zakat dan Pajak yang garis besarnya meliputi sebagai berikut5:

Pertama, Badan Zakat dan Pajak melakukan pengumpulan zakat dan pajak dari pihak-pihak
yang diwajibkan untuk membayarnya. Pembayaran zakat (2,5 persen) sifatnya wajib bagi
perusahaan Arab Saudi dan pajak (20 persen atau sesuai dengan perjanjian bilateral

2
http://darussaadah.or.id/kajian/18/Keberhasilan_Pengelolaan_Zakat_di_Arab_Saudi.html diakses pada tanggal
17 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB
3
Ibid
4
Ibid
5
Ibid
Penghindaran Pajak Berganda) diwajibkan kepada perusahaan asing yang melakukan
kegiatan usaha/bisnis di Arab Saudi.

Kedua, Badan Zakat dan Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian dan
pengecekan atas harta kekayaan perusahaan dan jumlah zakat yang wajib ditunaikan atau
nilai pajak yang mesti dibayarkan ke kas negara.

Ketiga, Badan Zakat dan Pajak hanya memiliki kewenangan pengumpulan atau
pemungutan. Dalam penyalurannya, untuk zakat disalurkan khusus kepada delapan asnaf
sebagaimana ketentuan syariat melalui Kementerian Sosial Arab Saudi yang berkewenangan
membiayai pengeluaran keamanan sosial. Sedangkan penerimaan pajak masuk ke dalam
rekening penerimaan pajak.

Faktor utama Penghimpunan Zakat di Arab Saudi tinggi6

Menurut Dr Saleh Ali Alawaji (Deputi Direktur Jenderal Zakat dan Pajak Penghasilan
Kementerian Keuangan Arab Saudi) ada 3 faktor utama yang menyebabkan tingginya angka
penghimpunan zakat di Arab Saudi.

1. Adanya regulasi yang mewajibkan penunaian kewajiban zakat


2. Harmonisasi dan koordinasi dengan lembaga pemerintah selain Dirjen Zakat dan
Pajak Penghasilan yang kuat dan baik
3. Dukungan sistem IT yang terintegrasi dengan baik

Pada faktor pertama, Dr Saleh Ali Alwaji menyebutkan bahwa perintah UU untuk kewajiban
zakat ini sangat membantu dalam peningkatan angka penghimpunan zakat di negara tersebut.

Sanksi bagi yang tidak membayar zakat7:

1. Pembekuan kartu kependudukan


2. Surat Izin Mengemudi
3. Paspor
4. Rekening bank
5. Pencabutan izin usaha bagi perusahaan

6
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/mengefektifkan-penghimpunan-zakat/ diakses pada tanggal 17 Oktober
2016 pukul 20.15 WIB
7
Ibid
Kedua, adanya harmonisasi dan dukungna otoritas terkait dalam mengimplementasikan
aturan yang mewajibkan zakat ini. Sebagai contoh, bagaimana antar otoritas di negara
tersebut bahu membahu dalam mengintegritasikan databse yang dimilki, sehingga data
lengkap individu dan perusahaan dapat diketahui secara detail. Integrasi ini dilakukan dalam
satu kesatuan data kependudukan yang terkonsolidasikan dengna baik.

Sebagai contoh, jika ada warga negara yang belum membayar zakat pada waktu yang
ditetapkan, maka otoritas imigrasi akan membekukan paspornya sehingga yang bersangkutan
tidak akan bisa bepergian ke luar negeri. Otoritas perbankan akan membekukan rekening
banknya sehingga ketika bersangkutan akan mengambil uang di ATM, maka uang tersebut
tidak dapat diambil. Demikian pula dengan pihak kepolisian yang akan membekukan SIM.

B. Sejarah Pengelolaan Wakaf di Arab Saudi8

Untuk memperkuat kedudukan harta wakaf, Pemerintah Arab Saudi membentuk


Kementerian Haji dan Wakaf, Kementerian ini mempunyai kewajiban mengembabangkan
dan mengarahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh wakif. Untuk
itu pemerintah kerajaan Arab Saudi membuat peraturan bagi Majelis Tinggi wakaf dengan
ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan surat Keputusan Kerajaan No. M/35
tanggal 18 Rajan 1386.

Majelis Tinggi Wakaf diketuai oleh Menteri Haji dan Wakaf, yakni Menteri yang
mengawasi wakaf dan menguasai permasalahan-permasalahan perwakafan sebelum dibentuk
Majelis Tinggi Wakaf, adapun anggota Majelis Tinggi Wakaf terdiri atas wakil Kementerian
Haji dan Wakaf, ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari Kementerian
(Departemen) Keuangan dan Ekonomi.

Majelis Tinggi Wakaf mempunyai wewenang untuk membelanjakan hasil pengembangan


wakaf dan menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan syarat-
syarat yang ditentukan wakif dan manajemen wakaf. Di samping itu Majelis Tinggi Wakaf
juga mempunyai beberapa wewenang, antara lain:

1. Melakukan pendataan wakaf serta menentukan cara-cara pengelolaannya

8
http://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/artikel/222-inovasi-pengembangan-wakaf-di-berbagai-negara diakses
pada tanggal 18 Oktober 2016, pukul 15.30 WIB
2. Menentukan langkah-langkah umum untuk penanaman modal, pengembangan dan
pengingkatan harta wakaf
3. Mengetahui kondisi semua wakaf yang ada. Langkah ini dilakukan untuk menguatkan
kedudukannya sebagai lembaga yang menguasai permasalahan wakaf serta untuk
mencari jalan pemecahannya
4. Membelanjakan harta wakaf untuk kebijakan menurut syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh wakif dan sesuai dengan syariat Islam
5. Menetapkan anggaran tahunan demi kelangsunngan wakaf dan mendistribusikan hasil
pengembangan tersebut menurut pertimbangan-pertimbagnan tertentu
6. Mengembangkan wakaf secara produktif dan mengumumkan hasil wakaf yang sudah
dikeluarkan oleh pemerintah

Wakaf yang ada di Arab Saudi bentuknya bermacam-macam seperti hotel, tanah,
bangunan (rumah) untuk penduduk, toko, kebun dan tempat ibadah. Dari macam-macam
harta wakaf tersebut ada yang diwakafkan untuk dua kota suci, yakni kota Makkah dan
Madinah. Pemanfaatan hasil wakaf yang utama adalah untuk memperbaiki dan membangun
wakaf yang ada agar wakaf tersebut kekal dengan tetap melaksanakan syarat-syarat yang
diajukan oleh wakif.

Khusus terhadap kota Makkah dan Madinah, pemerintah membantu dua kota tersebut
dengan memberikan manfaat hasil wakaf terhadap segala urusan yang ada di kota tersebut.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil pengembangan
wakaf. Dari hasil pengelolaan wakaf itu juga dibangun perumahan penduduk. Hal ini tidak
berarti bahwa dana yang dipergunakan untuk membangun dua kota suci tersebut hanyal hasil
pengembangan wakaf saja, karena Arab Saudi di samping memiliki harta wakaf yang cukup
banyak juga memiliki kekayaan yang melimpah dari hasil minyak yang mereka produksi.

Proyek pengembangan yang diutamakan oleh Kementerian Haji dan Wakaf adalah
pembuatan hotel-hotel di tanah wakaf yang terdapat di Makkah terutama yang ada di dekat
Masjidil Haram. Proyek-proyek pengambangan wakaf lain yang juga diutamakan adalah
pengembangan perumahan penduduk di sekitar Masjid Nabawi. Di kota ini juga dibangun
tokoh-tokoh dan tempat-tempat perdagangan. Semuanya ditunjukan untuk membantu
keperluan jamaah haji dan orang-orang yang pergi melakukan ziarah di Madinah.

Dari data atas jelas bahwa untuk menjaga wakaf agar tetap terpelihara serta menghasilkan
dana yang dapat dimanfaatkan bagi yang berhak, peranan pemerintah sangat menentukan.
Untuk itu perlu undang-undang atau peraturan yang berkenaan dengan pemeliharaan serta
pengembangan dan pendistribusian wakaf.

Disamping perlu lembaga khusus yang bertugas untuk mengelola wakaf. Juga dapat
mempengaruhi berhasil tidaknya pengelolaan wakaf. Saudi arabia sebagai wilayah yang
jumlah wakafnya cukup banyak dengan didukung perekonomian yang memadai mampu
mengembangkan harta wakaf dengan baik sehingga masyarakatnya terjamin kesejahtraan dan
kerajaan juga mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi jamaah haji.

Wakaf Utsman bin Affan

Di antara banyak penginapan di Madinah, terdapat satu hotel bintang lima yang
kisahnya selalu berhasil mengundang kekaguman dari para muslim. Adalah hotel Utsman bin
Affan (Usman bin Affan) di Madinah, bangunan dengan 210 kamar siap sewa dan 30 kamar
khusus yang siap menyambut para wisatawan di Madinah. Hotel itu berdiri gagah setinggi 15
lantai dengan 24 kamar di setiap lantai.

Melansir laman almuttahed.com, Kamis (25/6/2015), hotel yang berdiri di samping


Masjid Utsman bin Affan (Usman bin Affan) itu dilengkapi dua restoran besar, 6 unit
perbelanjaan, dan seluruh jasa hotel yang membuatnya menjadi hotel bintang lima.

Kabarnya, kini hotel tersebut dioperasikan oleh Sheraton, salah satu hotel bertaraf
internasional. Dengan pengelola hotel ternama itu, hotel Utsman bin Affan diprediksi dapat
mencetak pendapatan lebih tinggi dibandingkan penginapan lain.

Konon kabarnya, ada kebaikan sahabat Rasulullah SAW, Usman bin Affan, pada
pembangunan hotel Utsman bin Affan. Hotel itu dibangun dari tabungan Usman yang telah
berusia lebih dari seribu tahun.

wakaf Usman bin Affan terus berkembang. Bermula dari sumur terus melebar
menjadi kebun nan luas. Kebun wakaf Usman dirawat dengan baik semasa pemerintahan
Daulah Usmaniyah (Turki Usmani). Setelah Kerajaan Arab Saudi berdiri, perawatan berjalan
semakin baik. Alhasil, di kebun tersebut tumbuh sekitar 1550 pohon kurma.

Kerajaan Saudi, melalui Kementerian Pertanian, mengelola hasil kebun wakaf Usman
tersebut. Uang yang didapat dari panen kurma dibagi dua; setengahnya dibagikan kepada
anak-anak yatim dan fakir miskin. Sedang separuhnya lagi disimpan di sebuah bank dengan
rekening atas nama Usman bin Affan.

Rekening atas nama Usman tersebut dipegang oleh Kementerian Wakaf. Dengan
begitu, 'kekayaan' Usman bin Affan yang tersimpan di bank terus bertambah. Sampai pada
akhirnya dapat digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area
eksklusif) dekat Masjid Nabawi. Di atas tanah itulah, hotel Utsman bin Affan dibangun dari
uang rekeningnya, tepat di samping masjid yang juga atas nama dirinya. Sama seperti
perkebunan kurma, uang dari pendapatan hotel, setelah dibagi dengan pengelola, akan
dibagikan pada umat miskin dan masuk ke rekening Usman.

Bab 3

Kesimpulan

Zakat dan wakaf yang telah di lakukan oleh arab Saudi sudah jauh berkembang dari
masa ke masa dan mengalami peningkatan yang begitu baik sehingga dapat memakmurkan
masyarakat Saudi, di bantu lagi dengan dukungan dari kerajaan Saudi yang mendukung
perkembangan zakat dan wakaf dengan memberikan sangsi/hukuman bagi rakyat Saudi yang
tidak mau membayar zakat, karena sesuai dengan keputusan raja Saudi bahwa zakat di
wajibkan kepada seluruh penduduk Saudi dan untuk warga non Saudi mereka di wajibkan
membayar zakat pendapatan, dan karna tingginya pendapatan zakat maka munculkebijakan
bahwa penyaluran zakat boleh di lakukan oleh individu sendiri namun hanya sebesar 50%
sementara sisanya harus di salurkan ke lembaga zakat pemerintah Saudi.

Sementara wakaf Saudi juga telah berkembang dengan pesat, dari mulai pembangunan
hotel hotel di dekat pelataran masjid Haraam dan Masjid Nabawi, pengelolaan wakaf yang
baik dengan kerjasama yang dilakukan kementrian haji dan wakaf dan juga para pemilik
nama nama hotel berbintang bertaraf internasional sehingga bisa menjadi wakaf produktif
yang dapat memberdayaan masyarakat Saudi, dan juga masih banyak wakaf wakaf yang di
lakukan oleh raja raja Saudi dalam berbagai bidang seperti wakaf alqur’an yang di bagikan
secara gratis kepada seluruh jamaah haji, dan masih ada juga wakaf dari harta utsman bin
affan yang sudah lebih dari seributahun, juga wakaf yagn dilakukan oleh milyarder Saudi
dengan mewakafkan 200.00 pohon kurma untuk di berikan kepada Jemaah yang berbuka di
masjid haram dan masjid nabawi.

Karna wakaf yang dilakukan orang orang Saudi adalah memberi dan menyalurkan, mereka
tidak takut unutk jatuh miskin jika mereka mewakafkan hartanya, karna disitu ada nilai
keberkahan yang tidak bisa di gambarkan oleh kata kata.

Anda mungkin juga menyukai