At-Tahammul wa al-
Ada’
Oleh:
Candini Novianti
Puspita Sari
PENGERTIAN
Al-Ada‘ secara etimologis berarti sampai/melaksanakan. Secara terminologi
Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits dari
seorang guru kepada muridnya. Para ulama ahli hadis mengistilahkan al-ada’
yaitu menyampaikan atau meriwayatkan hadis. Jadi Al-Ada’ yaitu
meriwayatkan dan menyampaikan hadits kepada murid atau proses
mereportasekan hadits setelah ia menerimanya dari seorang guru.
Menurut bahasa tahammul berasal dari kata ( mashdar) yang berarti
menanggung, membawa,atau biasa diterjemahkan dengan menerima.
Sedangkan menurut istilah yaitu mempelajari sebuah hadits dari seorang
syeikh.
Ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan At-tahamul adalah
“mengambil atau menerima hadits dari seorang guru dengan salah satu cara
tertentu”. Sedangkan para ulama ahli hadis mengistilahkan “menerima dan
mendengar suatu periwayatan hadis dari seseorang guru dengan
menggunakan beberapa metode penerimaan hadis” dengan istilah al-
tahammul
SYARAT PENERIMA HADITS DAN PENYAMPAIANNYA
1. Kelayakan at-Tahammul
Pertama, bahwa umur minimalnya adalah lima tahun. Hujjah yang
digunakan oleh pendapat ini adalah riwayat Imam al-Bukhari dalam
Shahihnya dari hadits Muhammad ibn ar-Rabi’ r.a., katanya: “Aku
masih ingat siraman Nabi s.a.w. dari timba ke mukaku, dan aku (ketika
itu) berusia lima tahun.”
Kedua, pendapat al-Hafizh Musa ibn Harun al-Hammal, yaitu bahwa
kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak kecil dinilai absah bila ia
telah mampu membedakan antara sapi dengan himar. Saya merasa
yakin bahwa yang beliau maksudkan adalah tamyîz. Beliau
menjelaskan pengertian tamyîz dengan kehidupan di sekitar.
Ketiga, keabsahan kegiatan anak kecil dalam mendengar hadits
didasarkan pada adanya tamyîz. Bila anak telah memahami
pembicaraan dan mampu memberikan jawaban, maka ia sudah
mumayyiz dan absah pendengarannya, meski usianya di bawah lima
tahun. Namun bila ia tidak memahami pembicaraan dan tidak bisa
memberikan jawaban, maka kegiatannya mendengar hadits tidak
absah, meski usianya di atas lima tahun.
2. Kelayakan al-Ada’
a. Islam
Sehingga tidaklah diterima riwayat orang kafir, berdasarkan ijima’ ulama, baik diketahui
agamanya tidak memperbolehkan dusta ataupun tidak dan sangat tidak logis bila
riwayatnya diterima. Sebab menerima riwayatnya berarti membiarkan caciannya atas
kaum muslimin.
b. Baligh
Ini merupakan pusat taklîf, karena itu riwayat anak yang berada di bawah usia
taklîf tidak bisa diterima, sebagai penerapan sabda Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud.
c. Sifat Adil
Ia merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong pemiliknya untuk
senantiasa bertakwa dan memelihara harga diri. Sehingga jiwa kita akan percaya akan
kejujurannya. Menjauhi dosa besar, termasuk ke dalamnya menjauhi sebagian dosa kecil,
seperti mengurangi timbangan sebiji, mencuri sesuap makanan, serta menjauhi perkara-
perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri, seperti makan di jalan, buang air
kecil di jalan, berteman dengan orang-orang keji dan terlalu berlebihan dalam
berkelakar.
d. Adh-Dhabth
Adh-Dhabth yaitu keterjagaan seorang perawi ketika menerima hadits dan
memahaminya ketika mendengarnya serta menghafalnya sejak menerima sampai
menyampaikannya kepada orang lain. Dhabt mencakup hafalan dan tulisan. Maksudnya,
seorang perawi harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya, dan
memahami tulisannya dari adanya perubahan, penggantian, atau pengurangan bila
ia meriwayatkan dari tulisannya.
METODE PENERIMAAN HADITS DAN PENYAMPAIANNYA