Anda di halaman 1dari 6

TAHAMMUL WAL ADA’ AL-HADITS

1. Pengertian Tahammul Wal Ada’ al-Hadits


Tahammul dalam bahasa artinya ‘’menerima’’ dan Ada’ artinya
“menyampaikan’’. Jika digabungkan dengan kata al-hadis, Tahammul
hadis berarti ‘’kegiatan menyampaikan riwayat hadis”.Hubungan
yang terjadi antara perawi dengan perawi lain merupakan kegiatan
penerimaan dan penyampaian riwayat hadis.[1]
Dalam istilah ilmu hadis, terdapat istilah yang disebut dengan At-
tahamul dan Al-ada’. At-tahamul adalah menerima dan mendengar
suatu periwayatan hadis dari seorang guru dengan menggunakan
beberapa metode tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-
ada’ adalah menyampaikan atau meriwayatkan suatu hadis kepada
orang lain. Dan sedangkan Ada’ al-Hadits adalah kegiatan
menyampaikan Hadits dengan cara-cara tertentu.[2]

2. Syarat Tahammul Wal Ada’ Al-Hadits


Syarat periwayatan Hadits :
1. Islam
Periwayatan Hadits harus disampaikan oleh orang islam. Sedangkan
Hadits yang disampaikan oleh orang kafir dianggap tidak sah.
Maksudnya adalah terhadap orang fasiq yang membawa kabar saja,
diserukan meneliti dengan hati-hati, maka sudah tentu berita
(Hadits) yang dibawa oleh orang kafir harus ditolak.
2. Baligh
Maksudnya adalah adanya akal sehat disertai usia yang
memungkinkan bermimpi, atau orang sudah mampu menangkap
pembicaraan dan memahami hokum-hukumsyari’at.
3. Adil
Maksudnya adalah sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong
untuk berbuat taqwa dan memelihara harga diri, sehingga menjauhi
dosa-dosa, baik dosa besar mapun dosa kecil.
4. Dhabith
Maksudnya adalah kemampuan seorang perawi dalam memahami
dan menghafal (menjaga) Hadits dari gurunya, sehingga dia mampu
menyampaikan hafalan Haditst ersebut kapan saja sesuai dengan apa
yang dia dengar dari gurunya. Dhabith dapat berupa dhabith shadri
(berdasarkan hafalan) dan dhabith kitabi (berdasarkan buku catatan).
5. Tsiqoh
Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan
dengan hadits yang lebih kuat atau dengan Al-Qur’an.[3]

Syarat menerima hadits :


1. Tamyis yaitu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk.
2. Sehat akal pikirannya.
3. Secara fisik dan mental orang tersebut mampu memahami
dengan baik riwayat hadits yang diterimanya.[4]
3. MetodedanBentukSighatTahammulWal Ada’ al-Hadits
1. As-sima’i (Mendengarlafazh guru)
Yaitu murid mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik dengan
cara mengimlakkan maupun bukan, baik dari hafalannya maupun
membaca tulisannya.
Gambarannya: seorang guru membaca dan murid mendengarkan,
baik guru membaca dari hafalannya atau tulisannya, dan baik murid
mendengar atau menulis apa yang didengarnya, atau mendengar
saja dan tidak menulis.
Ketika menyampaikan hadits atau riwayat yang ia dengar (terima)
itu, sirawi menggunakan sighat، (‫)ح َّدثَنَا‬،(‫َا‬
َ ‫)أَ ْخبَ َرن‬، (‫ْت()أَ ْنبَأَنا‬
ُ ‫سمعنا ) َس ِمع‬

2. Al-Qiro’ah (Membacadarisyeikh)
Gambarannya: seorang perawi membaca hadits kepada seorang
syeikh, dan syeikh mendengarkan bacaannya untuk meneliti, baik
perawi yang membaca atau orang lain yang membaca sedang syeikh
mendengarkan.
Ketika sirawi itu sendiri membaca hadits kepada syeikhnya, maka
waktu menyampaikannya, ia pakai sighat(‫)انباءنى‬. Sedangkan jika
orang lain yang membaca, sedang ia mendengarkan, maka ketika
ُ ‫)اَ ْخبَ َرنَا( ) قَ َر ْأ‬
menyampaikan kepada rawi lain, ia sebut:،(‫ت َعلَ ْي ِه‬
3. Al-Ijazah
Artinya seorang syeikh mengizinkan muridnya meriwayatkan hadits,
baik dengan ucapan ataupun tulisan. Gambarannya: seorang syeikh
mengatakan kepada salah seorang muridnya: “aku izinkan kepadamu
untuk meriwayatkan dari kudemikian”.
Dalam menyampaikan sesuatu yang didapati dengan ijazah, sirawi
berkata، (ً‫) أَ ْخبَ َرنَافُاَل ٌن إِ َجازَ ة‬،(‫) َشافَهَنى() فِ ْي َمااِ َجا َزنِ ْي فُاَل ن‬.[5]

4. Al-Munawalah(Menyerahkan)
Al-Munawalah ada 2 macam :
a) Munawalah yang disertai dengan ijazah.
Munawalah yang disertai ijazah ketika menyampaikan riwayat itu,
sirawi berkata (‫ )انباءنى‬atau (‫)انباءنا‬.
b) Munawalah yang tidak disertai dengan ijazah.
Munawalah yang tidak dengan ijazah, hendaklah ia berkata (‫)ناولنى‬
atau (‫)ناولنا‬.[6]

5. Al-Kitabah
Yaitu seorang syeikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain
menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang
tidak hadir di situ.
Mukatabah ini ada yang disertakan dengan ijazah, dan ada yang tidak
pakai ijazah, tetapi kedua-dua macam itu boleh dipakai.
Waktu menyampaikan hadis yang didapati dengan perantara
َ ‫َكت‬
mukatabah, sirawi berkata kepada orang yang ia sampaikan nyan(‫َب‬
‫ى فُاَل ٌن‬
َّ َ‫) اِل‬.
6. Al-I’lam(Memberitahu)
Yaitu seorang syeikh memberitahu seorang murid nya bahwa hadits
ini atau kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak
disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya.
Ketika menyampaikan riwayat dari jalan I’lam, sirawi berkata ، (
‫) اَ ْعلَمنِ ْى فُاَل ٌن()فِ ْي َماأَ ْعلَ َمنِى َش ْي ِخى‬.

7. Al-Wahsiyyah(Mewasiati)
Yaitu seorang syeikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya a atau
dalam perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang
perawi. Riwayat yang seorang diterima dengan jalan wasiat ini boeh
dipakai menurut sebagian ulama, namun yang benar adalah tidak
boleh dipakai.
Ketika menyampaikan riwayat dengan wasiyat ini, sirawi berkata ،(
ِ ‫ب()أَ ْخبَ َرنِى فُاَل ٌن بِ ْال َو‬
‫صيَ ِة‬ ٍ ‫ى فُاَل ٌن بِ ِكتَا‬
َّ َ‫صى اِل‬
َ ْ‫)اَو‬.

8. Al-Wijadah(Mendapat)
Yaitu seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan
seorang syeikh dan ia mengenal syeikh itu, sedangkan hadits-
haditsnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi.
Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang didapati dengan jalan
wijadah ini, sirawi berkata، (‫ب فُاَل ن‬ ُ ‫ت بِ َخطِّ فُاَل ٌن() َو َج ْد‬
ِ ‫ت فِى ِكتَا‬ ٌ ‫) َو َج ْد‬.[7]
A. KESIMPULAN
Tahammul Wal Ada’ adalah kegiatan menyampaikan riwayat hadits
beserta sanad dan matannya. Dalam penyampaian dan penerimaan
hadits terdapat syarat, metode,dan bentuk-bentuk sighat Tahammul
Wal Ada’. Adapun Hadits Mu’an’an dan Hadits Mu’annan yang untuk
mempermudah dalam belajar hadits dan mengetahui hadits yang
palsu.

Anda mungkin juga menyukai