2. Al-Qiro’ah (Membacadarisyeikh)
Gambarannya: seorang perawi membaca hadits kepada seorang
syeikh, dan syeikh mendengarkan bacaannya untuk meneliti, baik
perawi yang membaca atau orang lain yang membaca sedang syeikh
mendengarkan.
Ketika sirawi itu sendiri membaca hadits kepada syeikhnya, maka
waktu menyampaikannya, ia pakai sighat()انباءنى. Sedangkan jika
orang lain yang membaca, sedang ia mendengarkan, maka ketika
ُ )اَ ْخبَ َرنَا( ) قَ َر ْأ
menyampaikan kepada rawi lain, ia sebut:،(ت َعلَ ْي ِه
3. Al-Ijazah
Artinya seorang syeikh mengizinkan muridnya meriwayatkan hadits,
baik dengan ucapan ataupun tulisan. Gambarannya: seorang syeikh
mengatakan kepada salah seorang muridnya: “aku izinkan kepadamu
untuk meriwayatkan dari kudemikian”.
Dalam menyampaikan sesuatu yang didapati dengan ijazah, sirawi
berkata، (ً) أَ ْخبَ َرنَافُاَل ٌن إِ َجازَ ة،() َشافَهَنى() فِ ْي َمااِ َجا َزنِ ْي فُاَل ن.[5]
4. Al-Munawalah(Menyerahkan)
Al-Munawalah ada 2 macam :
a) Munawalah yang disertai dengan ijazah.
Munawalah yang disertai ijazah ketika menyampaikan riwayat itu,
sirawi berkata ( )انباءنىatau ()انباءنا.
b) Munawalah yang tidak disertai dengan ijazah.
Munawalah yang tidak dengan ijazah, hendaklah ia berkata ()ناولنى
atau ()ناولنا.[6]
5. Al-Kitabah
Yaitu seorang syeikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain
menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang
tidak hadir di situ.
Mukatabah ini ada yang disertakan dengan ijazah, dan ada yang tidak
pakai ijazah, tetapi kedua-dua macam itu boleh dipakai.
Waktu menyampaikan hadis yang didapati dengan perantara
َ َكت
mukatabah, sirawi berkata kepada orang yang ia sampaikan nyan(َب
ى فُاَل ٌن
َّ َ) اِل.
6. Al-I’lam(Memberitahu)
Yaitu seorang syeikh memberitahu seorang murid nya bahwa hadits
ini atau kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak
disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya.
Ketika menyampaikan riwayat dari jalan I’lam, sirawi berkata ، (
) اَ ْعلَمنِ ْى فُاَل ٌن()فِ ْي َماأَ ْعلَ َمنِى َش ْي ِخى.
7. Al-Wahsiyyah(Mewasiati)
Yaitu seorang syeikh mewasiatkan disaat mendekati ajalnya a atau
dalam perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang
perawi. Riwayat yang seorang diterima dengan jalan wasiat ini boeh
dipakai menurut sebagian ulama, namun yang benar adalah tidak
boleh dipakai.
Ketika menyampaikan riwayat dengan wasiyat ini, sirawi berkata ،(
ِ ب()أَ ْخبَ َرنِى فُاَل ٌن بِ ْال َو
صيَ ِة ٍ ى فُاَل ٌن بِ ِكتَا
َّ َصى اِل
َ ْ)اَو.
8. Al-Wijadah(Mendapat)
Yaitu seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan
seorang syeikh dan ia mengenal syeikh itu, sedangkan hadits-
haditsnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi.
Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang didapati dengan jalan
wijadah ini, sirawi berkata، (ب فُاَل ن ُ ت بِ َخطِّ فُاَل ٌن() َو َج ْد
ِ ت فِى ِكتَا ٌ ) َو َج ْد.[7]
A. KESIMPULAN
Tahammul Wal Ada’ adalah kegiatan menyampaikan riwayat hadits
beserta sanad dan matannya. Dalam penyampaian dan penerimaan
hadits terdapat syarat, metode,dan bentuk-bentuk sighat Tahammul
Wal Ada’. Adapun Hadits Mu’an’an dan Hadits Mu’annan yang untuk
mempermudah dalam belajar hadits dan mengetahui hadits yang
palsu.