Anda di halaman 1dari 8

Makalah Ulumul Hadist

KELOMPOK 7
Ekonomi Syariah (A)
Disusun oleh :
A’ Hammam Afif (1219220001)
Ahmad Qustholani Hambali (1219220014)
Baiturridwan Firdaus (1219220032)
Dini Komalasari (1219220035)

I’tibar al-sanad
A. Definisi I’tibar al-sanad secara etimologi dan
terminologi
SECARA ETIMOLOGI :

Kata al-i’tibar (‫ )اإلعتبار‬merupakan masdar dari kata ‫( اعتبر‬i’tabaro). Menurut bahasa, arti al-
i’tibar adalah “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui
sesuatunya yang sejenis”. Menurut istilah ilmu hadits, al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad
yang lain untuk suatu hadits tertentu. Sanad secara bahasa berarti al-mu’tamad (D‫)آَ ْل ُم ْعتَ َم ُد‬, yaitu
yang diperpegangi (kuat) atau bisa dijadikan pegangan atau dapat juga diartikan:

ِ ْ‫ ااْل َر‬-
‫ َما َر‬ ‫ض ِمنَ ْتفَ َع‬
Yaitu sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah.

SECARA TERMINOLOGIS :
Secara terminologis, definisi sanad ialah:
ُ ‫ ْال َمتَ ِن ْي‬، ْ‫َر ِم ْن ْال َمتَنَ انَ ْقلُوْ ا الَّ ِذ ْينَ ا ِة الرُّ َو ِس ْل ِسلَةُ اَي‬
‫طَ ِرهُ َو‬ ‫ق‬ ِ ‫األ َّو ِل ِه َمصْ د‬
Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan)
matan dari sumbernya yang pertama.
Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran”, terdapat kata-kata seperti al-isnad
(menyandarkan, mengembalikan ke asal, dan mengangkat), al-musnid (hadits yang disandarkan
atau diisnadkan oleh seseorang), dan al-musnad (nama bagi hadis marfu’ dan muttashil).
Menurut Istilah ahli hadits, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits.
Dalam istilah ilmu hadits, i’tibar al-sanad didefinisikan sebagai: menyertakan jalur atau
sanad-sanad hadits tertentu yang tampak hanya diketahui satu rawi saja, baik ia meriwayatkan
secara lafdhi atau maknawi.
Dalam studi hadits persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur penting yang
menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadits sebagai sumber otoritas ajaran Nabi
Muhammad SAW. Kedua unsur itu begitu penting artinya, dan antara satu dengan yang lain
saling berkaitan erat, dari siapa sesungguhnya hadits diterima, siapa yang membawanya sehingga
terhubung kepada Nabi Muhammad SAW; juga keaslian sumber (sanad serta matan) yang telah
dibawanya. Hadits yang asli diterima dari Nabi Muhammad SAW,

TUJUAN I’TIBAR AL-SANAD


adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya pendukung (Corroboration) baik yang
berstatus Muttabi’ ataupun Syahid. Mutabi’: Periwayat yang berstatus pendukung bukan dari
kalangan sahabat, sedangkan Syahid: Periwayat yang berstatus pendukung berkedudukan sebagai
sahabat Nabi. untuk memudahkan proses pembacaan terhadap jaringan para rawi dari hadits
yang sedang diteliti,

Untuk pembuatan skema sanad ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Proses penyusunan diawali dari mukharrij hingga Nabi SAW.
2. Setiap tingkatan diberi kode.
3. Pembuatan skema diawali secara tunggal, baru dilakukan penggabungan.
4. Pembuatan jalur seluruh sanad secara jelas (garisnya jelas).
5. Nama-nama periwayat dalam keseluruhan jalur sanad harus cermat.
6. Shighat tahammul wa ada’ al-hadits ditempatkan disebelah garis.
7. Dilakukan pengecekan ulang setelah selesai penyusunan
B.Urgensi melakukan I’tibar al-sanad

Urgensi inilah yang ditegaskan Imam al-Syafi’i bahwa seseorang yang mencari hadis
dengan tidak mempedulikan sanad-nya seperti seseorang yang mencari kayu bakar di malam
hari. Dia tidak akan tahu apa yang diambilnya; kayu bakar atau ular.
Dilakukannya sebagai usaha penelusuran hadis dengan bersifat kritis dalam memeriksa
dan menyeleksi hadis-hadis Nabi saw. Supaya terhindar dari kecacatan. Kekhawatiran itu dapat
terbukti, karena adanya pemalsuan hadis. . Karena dengan meneliti sanad akan dapat diketahui
apakah silsilah periwayatannya bersambung, sampai kepada Nabi atau tidak. Juga dapat
diketahui apakah pemberitaan dari mereka dapat di pertanggungjawabkan, dapat diketahui nilai
hadis yang diriwayatkan; apakah shahih, hasan, dha’if, atau bahkan mawdhu’. Dalam pembuatan
skema, yang harus dicantumkan adalah:
a) Semua jalur sanad
b) Nama periwayat yang terdapat dalam sanad,
c) Metode periwayatan hadis yang digunakan disetiap periwayat

sanad adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada Rosululloh shalallahu
‘alaihi wa sallam.dari perkataan perkataan para ulama salaf berikut ini tergambar urgensi
mempertanyakan kesahihan sanad :
1. Berkata Ibnu Al mubarok: Sanad itu termasuk agama, kalaulah bukan karena sanad
pastilah orang bebas berkata semaunya saja”
2. Berkata ibnu Sirrin dahulu para ulama tidak bertanya tentang isnad/sanad tapi
setelah terjadi fitnah mereka berkata sebutkan rijal rijal sanad kalian kemudian dilihat jika
termasuk Ahlusunnah maka di ambil hadisnya dan jika termasuk ahlul bidáh maka
hadisnya di tolak49.
3. Berkata Imam Muhammad bin Hatim Al Mudhofar: ”Sesungguhnya Allah muliakan ummat
ini dengan sanad.
C. Kriteria yang harus dipenuhi dalam meriwayatkan hadist

1. Seorang muslim, karena ini berkaitan dengan agama.


2. Seseorang yang hidup di zaman nabi Muhammad saw, karena ini suatu hal yang
sangat mutlak atau tidak bisa di ungkiri lagi sebagai contoh apakah bisa orang yang
ga pernah ketemu dengan nabi sacara lansung itu bisa mendenagar perkataan atau
sabda nabi kan sangat sangat tidak masuk akal maka ‘Seseorang yang hidup di zaman
nabi Muhammad saw’ menjadi suatu hal yang sangat mutlak.
3. Seseorang yang berakal, Mengapa ini menjadi salah satu kiteria karena jika tidak
berakal maka sangat sulit untuk mempercayainya atau sangat sulit untuk
memahaminya.
4. Memiliki ingatan yang sangat kuat dalam artian dia hafal betul apa yang
dikatakan oleh nabi Muhammad saw, Agar menghindari dari adanya penurangan
atau penambahan kata yang nantinya bisa merubah makna atau arti dari perkataan
atau sabda nabi Muhammad saw.
5. Memiliki garis yang jelas dalam artian dia orang yang dapat di percaya
Mengapa ini menjadi salah satu kiteria karena ini karena jika orang yang mengatakan
bahwa dia mendengar perkataan atau sabda nabi Muhammad saw tapi dia adalah orang
yang di anggap tidak dapat di percaya bisa jadi dia berbohong tentang perkataan atau
sabda nabi Muhammad saw
6. Mendengar lansung dari lisan nabi Muhammad saw / istri nabi Muhammad saw
Mengapa ini menjadi salah satu kiteria karena apabila tidak mendengarkan secara
lansung itu tidak bisa di sebut orang yang meriwayatkan hadist

Kriteria Hadis Shahih.


Hadis Rasulullah SAW dalam bentuk qauli (perkataan) dapat diriwayatkan dengan bentuk lafaz
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah. periwayat harus dhabith atau dapat
menerima hadis dengan baik dan benar dan menyampaikannya kembali sebagaimana yang
diterimanya dengan baik dan benar pula.Periwatan hadis yang tidak sesuai dengan lafaz aslinya
ini disebut riwayat bi alma’na. dalam sejarah hadis, awalnya periwayatan hadis bial-ma’na ini
merupakan dispensasi sebelum kitab-kitab hadis dibukukan.
D.Lambang-Lambang/ Lafadz yang digunakan dalam
meriwayatkan Hadits

 Al-simã’

penerimaan hadis dengan cara mendengarkan langsung dari syaikh, baik menyampaikan
berdasarkan hafalan ataupun catatan . Menurut pendapat jumhur ulama, cara periwayatan al-
simã’ ini merupakan cara yang paling tinggi derajat/tingkatannya.
Lafadz yang digunakan oleh rawi dalam, meriwayatkan hadis atas dasar al-simã adalah:

1. ‫( سمعت – سمعنا‬aku/kami telah mendengar)


2. ‫ حدثنى‬-‫حدثنا‬ (kami/seseorang telah menyampaikan hadis kepadaku)
3. ‫ أخبرنى‬-‫( أخبرنا‬kami/mengabarkan kepadaku seseorang telah)
4. ‫ أنبأنى‬-‫أنبأنا‬ (seseorang telah menceritakan kepadaku/ kami)
5. ‫ لى قال‬-‫لنا قال‬ (kami/seseorang telah berkata kepadaku)
6. ‫ ذكرلى‬-‫ذكرلنا‬ (kami/seseorang telah menuturkan kepadaku)

 Al-Qirã’ah ‘alã al-syaikh atau ‘ardhan (‫)عرضا‬

Membacakan Suatu Teks Di Depan Guru


membacakan hadis, dan syaikh mendengarkan, Riwayat hadis yang dibacakan boleh
berasal dari catatan atau dari hafalan. Sedangkan syaikh menyimak dan mendengarkan
dengan teliti melalui hafalannya atau melalui catatannya.

Lafadz-lafadz yang digunakan dengan metode ini ialah :

a. ‫( عليه قرأت‬aku telah membacakan di hadapannya)


b. ‫رئ‬QQ‫مع وأنا فالن على ق‬QQ‫ ( اس‬dibacakan oleh seseorang dihadapannya, sedang aku
mendengarkan)
c. ‫دثنا‬QQQ‫راءة أخبرنا او ح‬QQQ‫ ( عليه ق‬telah mengabarkan/menceritakan padaku secara
pembacaan dihadapannya)

 Al- Ijãzah : Pemberian Ijazah (‫)أنبأنا‬

Arti kata Ijazah dalam terminologi hadits adalah memberikan izin untuk meriwayatkan,
baik dalam tulisan maupun hanya lafadz kepada seseorang untuk menyampaikan hadits
atau kitab berdasarkan otoritas Ulama’ yang memberikan izin.
Lafadz-lafadz penyampaiannya ialah :
a. ‫( فالن أجازلي‬seseorang telah memberikan kepadaku untuk meriwayatkan hadis)
b. ‫دثنا‬QQ‫ازة ح‬QQ‫( إج‬telah menyampaikan riwayat kepadaku dengan disertai izin (untuk
meriwayatkan kembali)
c. ‫( إجازة أخبرنا‬telah mengabarkan kepada kami dengan ijazah”). Kode ini sering dipakai
oleh ulama hadis generasi akhir atau mutaakhirin

 Al-Munãwalah : Penyerahan Sesuatu (‫)ناولني‬

adalah menyerahkan kepada seseorang bahan tertulis untuk diriwayatkan, Bentuk al-


Munawalah terbagi menjadi 2 : al-Munawalah disertai dengan Ijazah dan yang tidak disertai
dengan ijazah.
Shighat ’:

1. Lebih baik menggunakan lafadz: (‫)ناولني‬, jika munawalah disertai dengan ijazah, maka
dengan lafadz (‫)ناولني وأجاز لي‬.
2. Boleh juga dengan lafadz: (‫)حدثنا مناولة‬, (‫)أخبرنا مناولة وإجازة‬.

Lafadz-Lafadz yang digunakan pada metode munawalah ini adalah :


a. ‫( ناولني‬seseorang guru hadis telah memberikan naskahnya kepadaku)
b. ‫اولني‬QQ‫ازني ن‬QQ‫( وإج‬seorang guru hadis telah memberikan naskahnya kepadaku dengan
disertai ijazah)
c. ‫( مناولة حدثنا‬telah menyampaikan riwayat kepadaku secara munawalah)
d. ‫ازة مناولة أخبرنا‬QQ‫( إج‬telah menyampaikan berita kepadaku secara munawalah disertai
ijazah)

 Al-mukãtabah

seorang muhaddis menuliskan hadis yang diriwayatkan untuk diberitakan kepada orang
tertentu, baik menulis sendiri atau dituliskan orang lain atas permintaannya.

periwayatan dengan metode ini ada 2 macam yaitu:


1. Mukãtabah (korespondensi) dengan tidak disertai ijazah
2. Mukãtabah yang disertai ijazah dan pada umumnya para ulama, baik mutaqoddimin
maupun mutaakhirin membolehkan kedua macam mukatabah tersebut.

Adapun lafadz-lafadz yang digunakan adalah :

a. ‫( فالن الي كتب‬seorang guru hadis telah menulis sebuah hadis kepadaku).
b. ‫( كتابة فالن حدثني‬telah menyampaikan riwayat kepadaku melalui koresponden)
c. ‫( كتابة فالن أخبرني‬telah menyampaikan kabar berita kepadaku melalui koresponden)
 Al-I’lãm

syaikh memberitahukan muridnya bahwa hadis yang diriwayatkan adalah riwayatnya


sendiri yang diterima dari gurunya, dengan tidak menyuruh agar si murid meriwayatkan.
Dalam hal ini, mayoritas ulama mengatakan bahwa metode ini di anggap sah, walaupun
sebagian kecil menganggapnya tidak sah

Lafadz-lafadz yang dipakai adalah :

 ‫( بكذا شيخي أعلمني‬guru hadis yang telah memberitahukan sebuah riwayat hadis).

 Al- Wijãdah
menemukan hadis yang ditulis oleh orang yang tidak seperiode/ semasa, atau seperiode
namun tidak pernah bertemu/ pernah bertemu namun tidak mendengar langsung hadis
tersebut dari penulisnya.Wijadah juga tidak terlepas dari pertentangan pendapat antara yang
memperbolehkan dan tidak. Dalam hal ini, ulama mengkategorikan hadis-hadis yang
diperoleh dengan cara demikian sebagai hadis munqat}i’ (terputus) walaupun tidak tertutup
kemungkinan ada indikasi bersambung.
Lafadz-lafadz yang digunakan adalah :
a. ‫( فالن بخط وجدت‬aku telah menemukan tulisan seorang guru hadis).
b. ‫( فالنكذ بخط قرأت‬aku telah membaca hadis tulisan seorang guru)

 Al-Wasiyyah

Seorang syaikh ketika akan meninggal dunia atau bepergian, memberi wasiat sebuah
naskah hadis yang diriwayatkannya kepada seseorang. Cara ini sebagaimana pendapat
yang benar, tidak diperbolehkan, sebab wasiat syaikh kepada muridnya itu hanyalah
berupa naskah bukan pada masalah periwayatannya.

Lafadz-lafadz yang di gunakan adalah :


a. ‫( بكذا فالن صيالياو‬seseorang guru hadis telah memberi wasiat kepadaku sebuah naskah
hadisnya).
b. ‫( وصية فالن حدثني‬telah menuturkan kepadaku si fulan secara wasiat)
REFESENSI

Al-Shadiq Basyir Nashr (1992) Dhawabith al-Riwayah ‘Inda al-Muhaddisin, Tripoli:t.p.


Zuliana, Zuliana (2020) Hadis Mengenai Kontrasepsi Keluarga Berencana Pada Masa
Rasulullah (Kajian Mukhtalif al-Hadis). Undergraduate thesis, IAIN KUDUS.
Mahmud Attahan, Tafsir Mustholah Alhadis,(Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,1987)
h.16
An Nawawi, Syarah Shohiih Muslim, Muqodimah, bab fii anna al isnad minaddin,
h. 81.
Al Baghdadi, Syarof Ashshabu Alhadis,(Maktabah al-Syamilah) juz.1,h..40
Sumber dari alm ustad saya semasa menjadi santri
file:///C:/Users/Dino/Downloads/599-1071-1-SM.pdf
[ CITATION HEd18 \l 1057 ]
: https://iainkudus.ac.id/lampiran/82-3734-15673-1-PB.pdf
[ CITATION Han15 \l 1057 ]: https://www.rumahfiqih.com/z.php?id=29

Anda mungkin juga menyukai