Anda di halaman 1dari 41

I

ILMU PENGETAHUAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Sebelum masuk pembahasan tentang ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam, terlebih
dahulu akan dibahas pengertian ilmu pengetahuan dari berbagai sudut pandang.
Kata Ilmu berasal dari bahasa Arab "ilm" yang artinya mengerti, paham, serta mengetahui.
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima-ya’lamu yang berarti tahu
atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,
sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan
ilmu tapi sering juga diartikan dengan ilmu pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu
pada makna yang sama.
Sedangkan ilmu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang
sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Sedangkan pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Jadi ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang berasal dari berbagai pengetahuan yang
didapatkan sebagai hasil dari suatu gejala yang dianalisa dan diperiksa secara teliti dengan
menggunakan metode-metode tertentu (secara rasional, sistematik, logis, dan konsisten) sehingga
didapat penjelasan mengenai gejala yang bersangkutan. Jadi ilmu pengetahuan itu konkrit dan tidak
terbatas, yaitu dapat diukur kebenarannya. Kehadiran objek dan subjek tidak dapat dipisahkan atau
memiliki keterkaitan satu sama lainnya.

1
B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam Islam, hal ini terlihat dari banyaknya
ayat-ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia di samping
hadits-hadits Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Di dalam al-Qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadinya di gunakan lebih dari 700 kali, ini
bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Salah
satu ayat yang berhubungan dengan ilmu adalah dalam QS. Al-Mujadilah: 11:

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong
untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya
manusia di hadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Fathir: 28:

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang


ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.
Di samping ayat-ayat al-Qur’an yang memposisikan ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti
tercantum dalam QS. At-Thaha: 114:

2
Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu,
menjadi sangat penting, dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca, sebagaimana
firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,2. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah.3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Ayat-ayat tersebut jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah
berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi di hadapan Allah akan
tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktifitas kehidupan
manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang diringi
dengan ilmu akan membuahkan amal, sehingga keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga
pola hidup yang kokoh ini seolah menengahi antara iman dan amal.
Di samping ayat-ayat al-Qur’an, banyak juga hadits yang memberikan dorongan kuat untuk
menuntut ilmu antara lain hadits berikut:
Dari Utsman RA Bahwa Nabi SAW bersabda: Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya. (HR Bukhari)
Dari hadits tersebut di atas semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu, di mana
menuntut ilmu menduduki posisi yang sangat penting bagi umat Islam tanpa mengenal batas
wilayah.

C. Klasifikasi Ilmu Menurut Para Ulama


Dengan melihat uraian sebelumnya, nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran
Islam. Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat
terhormat, sementara hadits Nabi menunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban
bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam ilmu yang harus dituntut

3
oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya ilmu tertentu saja ?. Hal ini
mengemuka mengingat sangat luasnya spesifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan
pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip
dasarnya sama, bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.
Ulama besar bernama Imam Ghazali di dalam Kitab Ihya Ulumudin mengklasifikasikan
ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau
menyatakan pengertian ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
1. Ilmu fardu a’in. Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, maka orang yang mengetahui
ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in.
2. Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan
urusan duniawi.
Lebih jauh Imam Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu
agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang
termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu
berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya
ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu
ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena
kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
Bila kita lihat pengelompokan di atas, barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu
aqliyah, dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kelompok pertama itu
adalah ilmu-ilmu hikmah dan falsafah. Yaitu ilmu pengetahuan yang bisa didapat manusia karena
alam berpikirnya, yang dengan indra-indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-
objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga
penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai
dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i)
ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara’.
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya
mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir.
Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang
sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al-Qur’an dan sunnah Rasul.

4
D. Manfaat Ilmu Pengetahuan
Menuntut ilmu akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak bagi siapapun yang
melaksanakannya. Ia tak akan merasa merugi kala menuntut ilmu. Sebab dengannya Allah berikan
kemuliaan.
Di antara manfaat-manfaat menuntut ilmu yaitu:
Pertama, dengan ilmu manusia diberikan kewenangan untuk menjadi khalifah di muka
bumi. Hal ini tercermin dalam QS. Al-Baqarah ayat 31-32:

31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". 32. Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ilmu dalam hal ini merupakan sebuah jalan nyata untuk mewujudkan kehidupan dunia yang
sejahtera. Dengan modal pengetahuan tentang potensi benda-benda yang ada di dunia, manusia bisa
memanfaatkannya untuk memenuhi segala macam hajat dari mulai sandang, papan dan pangan.
Kedua, ia akan mampu memilah serta memilih mana yang benar dan mana yang salah, ia
pun tak akan terpengaruh dengan orang lain dalam menjalankan sebuah perbuatan. Secara otomatis
seseorang yang telah memiliki ilmu dan terbiasa untuk senantiasa menimba ilmu akan mudah
baginya berada dalam keadaan yang tepat. Sebab ia mengetahui konsekuensi dari melakukan
sesuatu tanpa didasari oleh ilmu seperti yang Allah firmankan dalam QS. Al-Isra: 36:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung
jawabannya.
Ketiga, seseorang yang memiliki ilmu maka berarti ia telah menyelamatkan dirinya dengan
amalan-amalan yang senantiasa mengiringi dirinya sekalipun ia telah wafat. Sebab ia memiliki ilmu
dan mengamalkan ilmunya. Ia senantiasa menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi orang lain dan
orang
5
lain pun merasakan manfaatnya hingga sekarang. Oleh karena itu ulama-ulama Islam sangat tidak
ingin ilmu tertahan hanya berhenti pada dirinya. Sebagian di antara mereka menuliskan ilmu yang
telah mereka miliki menjadi kitab-kitab yang sampai sekarang masih bisa kita nikmati isinya
sekalipun sang penulis telah wafat. Seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan para periwayat hadits
lainnya. Sebab mereka senantiasa memegang teguh perkataan Nabi SAW:“Jika manusia mati
terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang dia amalkan atau anak shalih
yang mendoakannya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Keempat, ilmu adalah jalan menuju surga, dan barangsiapa yang dengannya Allah
kehendaki kebaikan maka diantara tandanya tersebut ialah Allah mudahkan ia untuk menjadikan
baik segala urusannya. Seperti yang Nabi SAW sabdakan:
‫ط ِر ْيقًا إِلَى ا ْل َج َّن ِة‬
َ ‫س َّه َل هللاُ لَهُ بِ ِه‬
َ ‫س فِيْ ِه ِعلْ ًما‬
ُ ِ‫ط ِر ْيقًا يَ ْلتَم‬
َ َ‫سلَك‬
َ ْ‫َمن‬
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR. Muslim).
Kelima, dari manfaat ilmu adalah bahwa Allah akan mengangkat derajat bagi mereka-
mereka yang mau mencari, mengamalkan, mengajarkan, dan bersabar di atas ilmu yang ia miliki.
Hal ini sebagaimana yang Allah janjikan dalam firman-Nya dalam QS. Al-Mujadilah: 11:

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

6
II

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI BARAT DAN ISLAM

A. Sejarah Lahirnya Ilmu Pengetahuan dan Perkembangannya di Dunia Barat dan Islam.
Sebagaimana diketahui pengetahuan lahir sejak diciptakannya manusia pertama, yang
berkembang menjadi sebuah ilmu atau ilmu pengetahuan.
Pada hakekatnya ilmu pengetahuan lahir karena hasrat ingin tahu dalam diri manusia. hasrat
ingin tahu timbul oleh banyaknya aspek kehidupan yang masih samar atau bahkan gelap. Dalam
usahanya untuk mencapai kebenaran tersebut selalu mengadakan penelitian secara ilmiah.
Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang mencapai
taraf keilmuan, disertai dengan keyakinan bahwa setiap gejala dapat ditelaah dan dicari sebab
akibatnya (kausalitas). Namun, pengetahuan pada awalnya masih dikaitkan dengan mitos-mitos
atau berbau mistik.
Sebelum memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, penulis harus mengungkap
sekilas tentang perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjebak pada kesalahpahaman
mengenai keduanya, sehingga pembaca bisa memahami dengan mudah dan benar apa yang
dimaksud dengan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dalam buku ini.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat
dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan
pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan
pengetahuan adalah informasi yang berupa pikiran sehat (common sense), sedangkan ilmu sudah
merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi
ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan.
George J. Mouly berpendapat bahwa permulaan ilmu dapat disusuri sampai pada permulaan
manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang
bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Usaha mula-mula di
bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir dimana banjir
sungai Nil terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri dan
kegiatan survey.
Kalau pengetahuan lahir sejak manusia pertama diciptakan, maka pekerkembangannya sejak
zaman purba. Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman

7
renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. Berbeda dengan Amsal Bakhtiar. George J.
Mouly membagi perkembangan ilmu pada tahap animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis.
Pada tahap animisme, manusia menjelaskan gejala yang ditemuinya dalam kehidupan
sebagai perbuatan dewa-dewi, hantu dan berbagai makhluk halus. Pada tahap inilah pola pikir
mitosentris masih sangat kental mewarnai pemikiran bangsa Yunani sebelum berubah menjadi
logosentris. Sebagai contoh, gempa bumi pada saat itu tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi
Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan,
fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktifitas dewa, tetapi aktifitas alam yang terjadi
secara kualitas.
Dari hal tersebut diketahui bahwa proses berpikir manusia menuntut mereka untuk
menemukan sebuah metode belajar dari pengalaman dan memunculkan keinginan untuk menyusun
sesuatu hal secara empiris, serta dapat diukur. Dalam sejarah mencatat bangsa Yunanilah yang
pertama diakui oleh dunia sebagai perintis terbentuknya ilmu karena telah berhasil menyusunnya
secara sistematis. Implikasi dari hal tersebut manusia akan mencoba merumuskan semua hal
termasuk asal-muasal mitos-mitos karena mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dijelaskan
asal-usulnya dan kondisi sebenarnya. Sehingga sesuatu hal yang remang-remang-yang berupa tahu
atau pengetahuan dapat dibuktikan kebenaran sementaranya dan dapat dipertanggungjawabkan pada
saat itu. Dari sinilah awal kemenangan ilmu pengetahuan atas mitos-mitos, dan kepercayaan
tradisional yang berlaku di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan bermula dari tahu, berulang-ulang menjadi
sebuah pengetahuan, namun masih dipengaruhi oleh mitos dan mistis yang masih sulit untuk
dirasionalkan dan belum dapat dipertanggungjawabkan. Dari proses berpikir bukan hanya sekedar
tahu itulah lahirnya
sebuah ilmu pengetahauan.
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu
jembatan untuk mencapai kebenaran yang hakiki setelah berkolaborasi dengan yang lain.
Penulis lebih tertarik dengan pembagian oleh Amsal Bakhtiar daripada George J. Mouly,
karena George J. Mouly terkesan menutupi sejarah dan peradaban Islam.

1. Zaman Yunani Kuno


Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang
terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat
dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan
mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu
aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang.
8
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif.
Di dalam banyak literatur disebutkan bahwa periode Yunani merupakan tonggak awal
berkembangnnya ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban umat manusia. Perkembangan ilmu ini
dilatarbelakangi dengan perubahan paradigma dan pola pikir yang berkembang saat itu.
Sebelumnya bangsa Yunani masih diselemuti oleh pola pikir mitosentris, namun pada abad ke 6 SM
di Yunani lahirlah filsafat yang dikenal dengan the greek miracle. Dengan paradigma ini, ilmu
pengetahuan berkembang sangat pesat karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan
meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul yang irrasional.
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh
bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang pada generasi-generasi
setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa
hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk
memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk
meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan kelimuan bangsa Yunani, karena
pada zaman ini kajian-kajian kelimuan yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan
filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus
murid Socrates. Plato, yang hidup di awal abad ke-4 SM adalah seorang filsuf earliest (paling tua)
yang tulisan-tulisannya masih menghiasi dunia akademisi hingga saat ini. Karyanya Timaeus
merupakan karya yang sangat berpengaruh di zaman sebelumnya; dalam karya ini ia membuat garis
besar suatu kosmogoni yang meliputi teori musik yang ditinjau dari sudut perimbangan dan teori-
teori fisika dan fisiologi yang diterima pada saat itu.
Masa keemasan kelimuan bangsa Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia
adalah murid Plato, walaupun ia tidak sepakat dengan gurunya mengenai soal-soal mendasar.
Khususnya, ia menganggap matematika sebagai suatu abstraksi dari kenyataan ilmiah. Dan ia
berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam
satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis
bahasa yang disebut silogisme.

2. Zaman Islam.
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sejak kemunculan agama Islam itu sendiri yang
dibawa oleh Nabi Muhammad, saat beliau menerima wahyu pertama dengan perintah “iqra” yang
berarti “bacalah!”.
Dominasi para teolog pada masa itu mewarnai aktifitas ilmiah pergerakan ilmu
pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah
9
ancillla theologia atau abdi agama. Atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk
mendukung kebenaran agama. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan
bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Inilah yang dianggap sebagai salah satu
penyebab masa ini disebut dengan abad gelap (dark age). Usaha-usaha menghidupkan kembali
keilmuan hanya sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne.
Josep Schumpeter, misalnya dalam buku magnum opus-nya menyatakan adanya great gap
dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages.
Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat muslim, suatu hal yang
berusaha ditutup-tutupi oleb Barat karena pemikiran ekonom muslim pada masa inilah yang
kemudian banyak dicuri oleh para ekonom Barat.
Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi perkembangan ilmu
pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman pertengahan lebih berkutat pada isu-isu
keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan penterjemahan besar-besaran terhadap karya-
karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainnya.
Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M).
Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang
terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani
melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam
Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh
orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai
pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan
pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad.
Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban
Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti: Al-Ḥawi karya al-Razi
(850-923 M) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran
sampai masanya. Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens,
Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu
kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar
pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis perhitungan
biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk
menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan
mengomentari karya-karya Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah
yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.
Dalam bidang kimia ada Jabir ibn Ḥayyan (Geber) dan al-Biruni (362-442 H/973-1050 M).
Sebagian karya Jabir ibn Ḥayyan memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia
10
maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana
kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara
itu, al-Biruni mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat.
Sebut saja al-Kindi, al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazali (w.
1111 M), Ibn Bajah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn
Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindi berjasa membuat filsafat
dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber
yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-
Farabi. Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai
bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak
pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan
hanya terhadap para
skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional. Rasionalisme Ibn
Rushd yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali
peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya
zaman pencerahan atau renaisans.
Pada zaman itu bangsa Arab juga menjadi pemimpin di bidang Ilmu Alam. Istilah zenith,
nadir, dan azimut membuktikan hal itu. Angka yang masih dipakai sampai sekarang, yang berasal
dari India telah dimasukkan ke Eropa oleh bangsa Arab. Sumbangan sarjana Islam dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu :
1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan sedemikian rupa,
sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
2. Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu
kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
3. Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
3. Masa renaisans dan modern
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans.
Para sejarawan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan
intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16.
Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman
modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman
renaisans.
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah
abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan
kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans
11
yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang
karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M
itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-
14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan
Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam
bahasa latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi
ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17
M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M. Mulai itulah ilmu pengetahuan semakin
berkembangan dengan pesat hingga sekarang.

B. Peranan Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Sebenarnya lahirnya ilmu pengetahaun di Barat saat ini adalah bersumber dari ilmuan
muslim, namun karena ditutupi oleh Barat, maka seolah-olah ilmu pengetahun itu bersumber dari
Barat.
Sebagaimana dijelaskan di atas, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat
dari orang-orang sophia atau sophist (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian
diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama
Aristoteles (384 – 322
SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-
Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan
Aristoteles. Oleh raja Al-Makmun dan raja Harun Al-Rasyid pada zaman Abbasiyah, Al-Kindi
diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangakan
filsafat. Filosof-filosof itu di antaranya adalah Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, dan lain
sebagainya.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam terdahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibn Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di Barat adalah Ibnu Baja
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu Baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aristoteles. Akhirnya kedua
orang ini bisa menjadi sahabat.

12
Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang
dokter dan telah mengarang buku ilmu kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan
kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.

Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budayayang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-
Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan
pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd
Al-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961 – 976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur
dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
manyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan
oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan
Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti
Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatalogis.
Magnum opusnya adalah tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun
kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran
Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen,
sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal
Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di
Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di
Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Setelah pulang
ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa
adalah universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn
Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Didalam universitas-
universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah
pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
13
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M
itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-
14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan
Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi
ia telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17
M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.
Meskipun kelahiran ilmu pengetahuan bersumber dari Yunani Kuno, namun
perkembangannya justru dimulai sejak masa keemasan dunia Islam dalam perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang. Namun, menurut berbagai sumber menyimpulkan bahwa terjadi distorsi
terhadap fakta sejarah pada saat dark age. Ada semacam upaya penghapusan jejak hasil peradaban
dan kemajuan ilmu pengetahuan ilmuan muslim yang pernah menorehkan keilmuan yang begitu
gemilang. Dalam hal ini, sejarah peradaban dan keemasan Islam yang menjadi “korban”.

III
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
 Kolerasi antara Al-Qur’an dan Sains
 Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains
makhluk unik
makhluk berakal fikiran
makhluk berakhlak
 Penciptaan Alam Semesta Dalam Perspektif Al Qur’an dan Sains

Bagi umat Islam, al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran Islam yang salah satu
fungsinya adalah sebagai “huda” (petunjuk). Lewat petunjuk yang termaktub di dalam al [Qur’an
diharapkan manusia mendapat berbagai jawaban dan petudunia maupun di akhirat.
Al-Qur’an adalah mukjizat1 abadi yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Kemukjizatan al-Qur’an terdiri dalam dua aspek, yakni dalam aspek kebahasaan

1
Kata mukjizat atau mu’jizah dalam bahasa Arab terambil dari kata a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan
tidak mampu, pelakunya dinamai mu’jiz, dan apabila kemampuannya amat menonjol sehingga mampu membungkam
lawan, ia dinamai mu’jizah (mukjizat). Tambahan ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung mubalaghah
(superlatif). Dalam Islam, sesuatu dikatakan mukjizat jika memiliki unsur: Pertama, peristiwa luar biasa yang terjadi
pada diri seorang Nabi. Kedua, mengandung tantangan bagi orang-orang yang meragukan al Qur’an dan
kenabian.Ketiga, tantangan tersebut tak tertandingi oleh para penentang.Yusrizal, Pengantar Studi Al Qur’an dan
Hadist, (Tangerang: UMT Press, 2012), hal. 93
14
dan dalam aspek kandungan. 2 Dalam aspek kebahasaan, para ulama sepakat bahwa al-Qur’an
memiliki uslub (gaya bahasa) yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas), dan balagah (sastra)
yang dapat mempengaruhi jiwa pembacanya dan pendengarnya yang mempunyai cita rasa bahasa
Arab yang tinggi. Sedangkan dalam aspek kandungan, al-Qur’an merupakan isyarat ilmiah yang
banyak berisi informasi ilmu pengetahuan dan sains walaupun hanya dalam isyarat ilmiah, seperti
informasi dalam ilmu pengetahuan alam, diantaranya ilmu biologi, ilmu fisika, ilmu astrofisika, dan
lain sebagainya. 3 Jadi bukan rahasia lagi, bahwa isi kandungan al-Qur’an memuat begitu banyak
pernyataan dan isyarat ilmiah yang sebenarnya mendorong kita untuk melakukan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menunjukan secara eksplisit maupun implisit hukum
dan keteraturan alam semesta dan ketentuan-ketentuan Allah SWT yang bersifat absolut yang perlu
dipelajari dan dibuktikan secara ilmiah.
Untuk itu sebagai umat Islam, wajib bagi kita untuk terus mengkaji al-Qur’an. Sebagaimana
sedari awal Allah sudah memerintahkan “iqra” kepada kita semua. Kata “iqra” dalam ayat
pertama atau wahyu pertama sebenarnya memberikan sinyalemen kepada umat Islam agar mampu
untuk memahami ayat-ayat Allah baik ayat-ayat yang termaktub dalam al-Qur’an (ayat-ayat
Qur’aniyah) dan ayat-ayat Allah yang ada di alam semesta ini (ayat-ayat Kauniyah).4 Setelah
memahami ayat-ayat Allah baik yang berupa ayat-ayat Qur’aniyah dan ayat-ayat Kauniyah,
diharapkan kita dapat memahami menyingkap misteri fenomena alam yang belum terungkap, serta
memberikan jawaban terhadap persoalan ilmu pengetahuan dan sains.
Melalui tulisan ini penulis ingin mengindetifikasi hubungan al-Qur’an dan sains, sekaligus
menganalisis ayat-ayat yang berhubungan dengan sains. Khususnya tentang proses penciptaan
manusia dan penciptaan bumi.

a. Kolerasi antara Al-Qur’an dan Sains


Hubungan antara al-Qur’an dan sains ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Al-Quran menghormati kedudukan ilmu 5 dengan penghormatan yang tidak ditemukan

2
Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Terj.(Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007), hal. 379.
3
Jika ingin membuktikan kemukjizatan al Qur’an, kita dapat melihat informasi yang diberikan al Qur’an misalnya
tentang proses penciptaan manusia dalam surah al Mu’minun. Syaikh Mutawalli Sya’rawi, Gerbang Memahami Al
Qur’an, Terj., (Hikam: Tangerang, tt), hal. 36
4
Dalam sebuah seminar Internasional dengan tema “Generating Scientific of Quranic Civilization “. Pembicara Prof.
Dr. Nasaruddin Umar, M.A menyatakan bahwa kata “iqra” yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
SAW yang diulang sampai tiga kali mengandung makna bahwa kata “iqra” yang pertama berarti “bacalah”, kata “iqra”
yang kedua mengandung arti “fahamilah”, sedangkan kata “iqra” yang ketiga mengandung arti “berubahlah”.
Maksudnya al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam bukan hanya saja kita baca, akan tetapi kita fahami. Setelah kita
baca dan fahami maka harus ada perubahan dalam diri kita, contohnya dari yang tidak tahu menjadi tahu.Seminar
Internasional di adakan pada tanggal 28 Desember 2013 di Institut PTIQ Jakarta.
5
Kata ‘ilm merupakan bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibnu Zakariya, pengarang buku Mu’jam
Maqayis al Lughah bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu
dari yang lainnya”. Menurut Ibnu Manzur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al jahl), sedangkan menurut al
Ashfahani dan al Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak al syai’ bi haq qatih).Ensiklopedi Al Qur’an,
Kajian Kosakata dan Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), hal 150
15
bandingannya dalam kitab kitab suci yang lain. Di dalam al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang
menyebut tentang ilmu pengetahuan dan sains yang merupakan salah satu isi pokok kandungan
kitab suci Al-Qur’an. 6 Bahkan kata ‘ilm dan turunannya (tidak termasuk al alam, al alamin, dan
alamat yang disebut 76 kali) disebut sebanyak 778 kali. 7 Selain itu sains juga merupakan salah satu
kebutuhan agama Islam, hal ini dibuktikan dengan fakta setiap kali umat Islam melaksanakan
ibadah memerlukan penentuan waktu yang tepat.Contohnya dalam melaksanakan shalat,
menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya memiliki waktu tertentu dan untuk
menentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi yang memang termasuk dalam sains.
Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan ini bertolak belakang dengan pandangan para
ilmuan Barat yang sebagian besar berpaham materialis. Mereka menganggap ilmu pengetahuan
tidak dapat disatukan dengan agama. Bahkan para pemikir Barat sekarang ini berada ditengah-
tengah peperangan antara agama dan ilmu pengetahuan. Hampir tidak mungkin mereka sekarang ini
menerima kenyataan adanya pertemuan secara mendasar antara agama dan ilmu pengetahuan.
Secara historis, timbulnya pemikiran tersebut sebenarnya dilatarbelakangi oleh sikap antipati gereja
terhadap ilmu pengetahuan pada abad pertengahan. Itulah sebabnya para ilmuan Kristen pada
zaman dahulu, seperti Nicholas Copernicus dan Galileo Galilei, dihukum mati oleh gereja, karena
penemuan ilmiah mereka yang dianggap bertentangan dengan paham gereja. Menurut Quraish
Shihab, pertentangan antara kaum agamawan dengan ilmuan di Eropa itu disebabkan oleh sikap
radikal kaum agamawan Kristen yang hanya mengakui kebenaran dan kesucian Kitab Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru, sehingga orang-orang yang mengingkarinya dianggap “kafir” dan
berhak mendapatkan hukuman. Di lain pihak, para ilmuan mengadakan penyelidikan-penyelidikan
ilmiah yang hasilnya bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh pihak gereja (kaum
agamawan). Akibatnya, tidak sedikit ilmuwan yang menjadi korban oleh penindasan dan kekejaman
pihak gereja.8
Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama merupakan
sesuatu yang saling berhubungan dan melengkapi. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan,
dan ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang
dalam ajaran Islam.
Bukti bahwa Islam merupakan agama yang menekankan pengembangan ilmu pengetahuan
adalah dengan ditemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang petunjuk untuk memperhatikan
bagaimana cara kerja alam dunia ini. Tidak kurang dari 750 ayat dari 6000-an ayat al-Qur'an
memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan alam sekitarnya. 9 Selain itu, biasanya
ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun diakhiri dengan sindiran-sindiran seperti; "Apakah

6
Husain Heriyanto, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Jakarta: Mizan Publika, 2011), hal. 38
7
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 201
8
Agus Susanto, Islam Itu Sangat Ilmiah, (Jogjakarta: Penerbit Najah, 2012), hal. 20
9
Ibid, hal.24
16
kamu tidak memperhatikan?", "Apakah kamu tidak berpikir?", "Apakah kamu tidak mendengar?",
"Apakah kamu tidak melihat?". Sering pula di akhiri dengan kalimat seperti "Sebagai tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir", "Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab". Demikianlah mukjizat
terakhir rasul yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat, berpikir, merenung,
serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di dunia ini.
Berkat dorongan ayat-ayat tersebutlah, ulama-ulama pada abad ke 8-10 Masehi di Timur
Tengah mampu mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada riset (dengan cara
mendengar, melihat, memperhatikan, merenungkan, dan memikirkan) dan
mengimplementasikannya dalam bentuk alat-alat maupun metode yang berguna bagi kehidupan
manusia.
Jika kita membuka kembali lembaran sejarah masa kejayaan Islam, kita akan mendapati
begitu banyak sumbangsih umat Islam bagi dunia ilmu pengetahuan dan sains. Pada masa itu,
dunia di luar Islam diselubungi kegelapan ilmu perdukunan, mantra dan jampi-jampi menjadi jalan
untuk pengobatan. Namun berbeda di dunia Islam, seorang Ibnu Sina telah mengembangkan
berbagai metode pembedahan manusia, dialah sang bapak kedokteran modern. Karya
monumentalnya, al-Qanun fi at-Tib (yang diterjemahkan ke Eropa menjadi canon), menjadi
rujukan utama dunia kedoktekan sampai abad ke 19. Dikenal juga saintis Islam yang bernama al-
Khawarizmi, dia telah mengembangkan metode al-Goritma. Kenapa disebut al-Goritma? al-
Goritma merupakan aksen eropa dari nama al-khawrizmi. Seperti ilmuwan lainnya, Ibnu Sina
menjadi Avecina, Ibnu Rusyd menjadi Averoes. Dan masih banyak lagi penemuan-penemuan di
dunia Islam pada masa itu seperti, metode fotografi paling awal yang disebut ruang gelap, jam air,
piston.
Namun alangkah ruginya, umat Islam saat ini yang kurang sekali mengapresiasi kandungan
al-Qur’an, akibat banyaknya muslim yang tidak paham bahasa al-Qur’an, meskipun hanya sebatas
pemahaman tingkat dasar. Akibat tidak paham bahasa al-Qur’an, membaca al-Qur’an hanya sebatas
ritualitas saja. Bahkan banyak generasi muda yang enggan untuk sekedar menyentuhnya, apalagi
untuk membacanya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan generasi muda Islam
tehadap bahasa al-Qur’an.

b. Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains


Studi tentang manusia sudah sejak lama dilakukan para ahli berdasarkan bidang studinya
masing-masing. Hasil pengkajian yang dilakukan para ahli dari dulu hingga sekarang
belum mencapai kata sepakat tentang manusia.Hal ini terbukti dari banyaknya penamaan
manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi), dan
sebagainya.

17
Di dalam al-Qur’an ada empat kata yang biasa diartikan sebagai manusia, yaitu al-Basyar,
an-Nās, al-Ins atau al-Insān, dan Bani Adam.
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu,
berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian al-
Basyar ini salah satunya terdapat dalam surah al-Mu’minun ayat 33.

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan
akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di
dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia makan dari apa yang kamu
makan, dan meminum dari apa yang kamu minum”.
Manusia dalam al-Qur’an juga disebut an-Nās, yakni yang menunjukan makhluk sosial yang
saling membutuhkan, yang bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Manusia dalam pengertian an-Nas
ini terdapat dalam surah al-Hujurat ayat 13.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Manusia dalam al-Qur’an sering juga disebut al-Insān. Dalam al-Qur’an, kata al-Insān
mengandung pengertian makhluk mukallaf (ciptaan Allah yang dibebani tanggung jawab)
pengemban amanah Allah SWT dan khalifah Allah SWT di bumi. Atau dalam pengertian lain, al-
Insan dapat didefinisikan makhluk Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah,
dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati
gejala-gejala alam serta berakhlak. Sedangkan manusia dalam pengertian Bani Adam yakni
keturunan anak cucu Adam yang Allah SWT ciptakan dengan sempurna dan memiliki kelebihan-
kelebihan dari makhluk-makhluk yang lain. Keterangan tentang manusia keturunan anak Adam
dipertegas oleh Allah dalam surat al-Isra ayat 70.10

10
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baro Van Hoeve, 1997). hal.161
18
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Dari pengertian manusia yang sudah dijelaskan di atas, maka terdapat perbedaan jelas antara
manusia dengan ciptaan Allah SWT yang lain. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari beberapa ciri-
ciri yang membedakan antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya.
Diantaranya :
1. Manusia merupakan makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik dan
ciptaan Allah SWT yang paling sempurna. Hal tersebut dijelaskan dalam surat at-Tin ayat 4.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.


Akan tetapi dibalik kesempurnaannya, manusia juga memiliki kelemahan-
kelemahan, seperti melampui batas (QS.Yunus: 12), zalim (QS.Ibrahim: 34), ingkar dan
tidak berterima kasih (QS. Al-Adiyat: 6), dan sebagainya.
2. Manusia merupakan makhluk yang diberikan Allah SWT akal pikiran. Dengan akal pikiran
yang diberikan Allah SWT kepada manusia, maka manusia mampu mengamati alam
semesta, menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Manusia adalah makhluk yang berakhlak. Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi
Allah SWT kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang perwujudannya
dalam sikap atau perilaku sehari-hari. 11
Dari ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, nampak jelas bahwa manusia berbeda dengan
ciptaan Allah SWT yang lain, seperti hewan yang tidak mempunyai akal pikiran. Akan tetapi jika
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Allah SWT yang sangat tinggi
nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik dan benar, ia akan
menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti yang dinyatakan Allah SWT dalam al-Qur’an
surat al-Araf: 179.

11
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12-17
19
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka
Itulah orang-orang yang lalai”.
Setelah kita memahami pengertian manusia serta perbedaannya menurut al-Qur’an, kini kita
akan memahami manusia dalam konteks asal usul penciptaannya. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT
menginformasikan tentang asal usul atau proses penciptaan manusia. Banyak ayat al-Qur’an yang
mengindikasikan peranan air dan tanah dalam penciptaan makhluk termasuk manusia di
dalamnya. 12 Salah satu di antara ayat-ayat yang mengindikasikan bahwa manusia tercipta berasal
dari air adalah dalam surat al-Furqan ayat 54:

“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya)
keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa”.
Sedangkan salah satu ayat yang mengindikasikan peranan tanah dalam penciptaan manusia
adalah dalam surat al-Mu’minun ayat 12-14.

12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

12
Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an & LIPI, Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al Qur’an dan Sains, (Jakarta:
Kemenag RI, 2012), hal. 10.
20
Proses kejadian manusia sebagimana dikemukakan dalam ayat tersebut telah terbukti sejalan
apa yang telah dijelaskan berdasarkan analisis ilmu pengetahuan dan sains. 13 Dari ayat yang telah
disebutkan menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berawal dari saripati yang berasal
dari tanah yang kemudian dijadikan nuthfah (air mani) yang kemudian menjadi zigot sebagai hasil
pembuahan. Kemudian berubah lagi menjadi ‘alaqah yang secara harfiah diartikan sebagai sesuatu
yang melekat. Dalam ilmu embriologi, setelah menempuh masa sekitar dua puluh tiga hari, zigot
kemudian menempel pada dinding rahim dan inilah yang disebut al-Qur’an sebagai ‘alaqah
(segumpal darah). Dari ‘alaqah ini kemudian berubah menjadi mudhgoh yang secara harfiah berarti
segumpal daging, atau dalam ilmu embriologi disebut sebagai embrio. Kemudian mudhgoh
(embrio) tersebut menjadi tulang yang terbungkus dalam daging (fetus) dan ini terjadi setelah tiga
bulan pembuahan. Itulah yang dimaksud dengan janin yang kemudian ditiupi ruh dan menjadi
makhluk yang bernyawa. 14
Di tahun 1982 Keith Moore, seorang profesor di Universitas Toronto, menghasilkan sebuah
buku berjudul ”The Developing Human, edisi ke 3″. Dalam buku ini Moore menyatakan
keterkejutannya mengenai bagaimana perkembangan embrio dikisahkan dalam al-Qur’an. Moore
dan para kaum muslim pendukungnya merujuk kepada ayat berikut ini: “Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh; Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah; lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging; dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging; kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang lain.” (Surah 23:13-14). Al-Qur’an mengatakan bahwa gumpalan darah
kemudian menjadi tulang dan kemudian Tuhan ”membungkus tulang dengan daging” (Surah 23:13-
14). Adalah suatu fakta ilmiah bahwa jaringan terbentuk lebih dulu, dan tulang tumbuh sesaat
kemudian, dan terus bertambah kuat (dengan membangun kalsium) bertahun-tahun setelah
kelahiran. Oleh sebab itu, ini sudah jelas adalah satu dari banyak ketidakcermatan ilmiah dalam al-
Qur’an.
Fase-fase sebagaimana tersebut di atas, tersebut pula di dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim.Abu Abdurahman bin Mas’ud ra berkata: bahwa Rasulullah telah
bersabda: “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40
hari berupa nuthfah. Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari).Kemudian
menjadi gumpalan seperti sekerat daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang
Malaikat maka ia meniupkan ruh kepadanya dan ditetapkan empat perkara, ditentukan rizkinya,
ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Demi Allah yang tiada illah selain Dia, sungguh salah
seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli surga sehingga tidak ada di antara

13
Telah banyak penelitian yang dilakukan para ahli mengenai kesesuaian informasi yang diberikan al Qur’an dengan
temuan di bidang ilmu pengetahuan mengenai proses penciptaan manusia. Lihat misalnya Dr. Mauric Bucaille, Qur’an,
Bibel, dan Saint Modern, (Jakarta: Firdaus, 1986, h. 67
14
Amiruddin, dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia). h. 21
21
dia dan Surga melainkan hanya tinggal sehasta, maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu
ia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga ia memasukinya. Dan sungguh salah seorang di
antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada antara dia dan
neraka melainkan hanya tinggal sehasta. Maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia
beramal dengan amalan ahli Surga sehingga ia memasukinya.” (HR. Bukhari 6/303 -Fathul Bari
dan Muslim 2643).
Dalam hadits diceritakan bahwa setiap fase mengalami proses selama masing-masing 40
hari. Setelah terjadinya pembuahan antara sel sperma dan ovum dalam rahim berproses menjadi
nuthfah selama 40 hari, kemudian menjadi alaqah selama 40 hari dan kemudian menjadi mudhgah
selama 40 hari, untuk kemudian ditiupkan oleh-Nya ruh serta perlengkapan manusia lainnya.
Dari uraian singkat mengenai asal usul manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia
terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi dan unsur immateri. Unsur materi adalah tubuh atau jasad,
dan unsur immaterinya adalah ruh yang tidak dapat direalitaskan. Dan untuk masalah ruh, al-Qur’an
tidak menjelaskan tentang sifat ruh, karena masalah ruh adalah urusan Allah SWT sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Isra ayat 85.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

c. Penciptaan Alam Semesta Dalam Perspektif Al Qur’an dan Sains

Informasi tentang penciptaan jagat raya banyak ditemukan dalam al-Qur’an, antara lain
dalam QS. Qaf : 38 :

“Dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”.
Dalam QS. As Sajdah: 4 :

22
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya
seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”.

Dalam QS. Hadid: 4 :

”Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam
di atas ´Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya
dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia bersama kamu di mana saja
kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dari beberapa ayat di atas dapat dipahami bahwa pencipta langit dan bumi adalah Allah
SWT. Semua diciptakan dalam waktu “enam hari” yang kemudian dipahami dengan enam masa
atau enam periode. Sebab hari yang dimaksud bukan dalam pengertian 24 jam. Dalam al-Qur’an
dijelaskan dan diumpamakan secara berbeda-beda, ada yang 1.000 tahun (QS. Al-Haj: 47), bahkan
50.000 tahun (QS. Al-Ma’arij: 4).
Enam masa atau enam periode adalah proses penciptaan
alam semesta sejak pertama kali sampai penciptaan manusia sebagai jenis makhluk terakhir yang
diciptakan Allah. Para ahli ilmu pengetahuan kini telah banyak meneliti, mengetahui, kemudian
menerangkan enam masa tahapan pembentukan alam hingga sempurna seperti sekarang, mulai dari
“Big Bang” atau dentuman besar dari singularity, sampai terbentuknya tata surya dan planet-planet.
Namun, para ahli berbeda-beda dalam memberi nama tahapan-tahapan masa atau periode tersebut.
Tentang ini, para ahli ilmu pengetahuan ruang angkasa berusaha menghubungkan konsep
enam masa penciptaan langit dan bumi dengan informasi dalam Firman Allah QS. An-Naziat: 27-
33:

23
“27. Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, 28.
Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, 29. Dan Dia menjadikan malamnya
gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. 30. dan bumi sesudah itu dihamparkan-
Nya. 31. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.
32. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,33. (semua itu) Untuk kesenanganmu
dan untuk binatang-binatang ternakmu”.
Menurut ahli astronomi, ayat di atas memberi petunjuk tentang kronologis enam proses
penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya. Masa pertama dipahami dari ayat 27 yang
memberi petunjuk tentang penciptaan alam semesta dengan perisiwa Big Bang, yaitu ledakan besar
sebagai awal lahirnya ruang dan waktu, termasuk materi. Masa kedua dipahami dari ayat 28 yang
memberi petunjuk tentang pengembangan alam semesta, sehingga benda-benda langit makin
berjauhan (dalam bahasa awam berarti langit makin tinggi). “…lalu menyempurnakannya…”,
memberi pengertian bahwa pembentukan benda langit bukanlah proses sekali jadi, tetapi proses
evolutif. Masa ketiga diperoleh petunjuk dari ayat 29 tentang adanya tata surya yang juga berlaku
pada bintang-bintang lain. Masa ini adalah penciptaan matahari yang bersinar dan bumi (serta
planet-planet lainnya) yang berotasi sehingga ada fenomena malam dan siang.
Masa keempat diperoleh petunjuk dari ayat 30 yang sepertinya menjelaskan proses evolusi
di bumi. Setelah bulan terbentuk dari lontaran sebagian kulit bumi karena tumbukan benda langit
lainnya, dan bumi dihamparkan mungkin saat lempeng benua besar Pangea mulai terpecah tetapi
bisa jadi lebih tua dari Pangea. Masa kelima dipahami dari ayat 31 yang memberi petunjuk tentang
awal penciptaan kehidupan di bumi (mungkin juga planet lain yang disiapkan untuk kehidupan)
dengan menyediakan air. Dan masa keenam diperoleh petunjuk
dari ayat 32 dan 33 yang menjelaskan timbulnya gunung-gunung akibat evolusi geologi dan mulai
diciptakannya hewan dan kemudian manusia.15
Asal mula penciptaan alam semesta yang diuraikan di dalam al-Qur’an bersesuaian penuh
dengan penemuan ilmu pengetahuan pada masa kini.kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini
adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai
hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini yang dikenal dengan Big
Bang, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Jagat raya tercipta
dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern
menyetujui bahwa big bang merupakan satu satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat

15
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI dengan LIPI, Penciptaan
Bumi Dalam Perspektif Al Qur’an dan Sains, (Jakarta: Kementrian Agama, 2012), hal 21-23
24
dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta ini muncul menjadi ada.
Kaitannya dengan asal mula penciptaan alam semesta dijelaskan didalam QS. Al-Anbiya: 30 :

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.dan dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Teori Big Bang atau letupan besar yang dikemukakan pada abad 20 menjadi bukti sekaligus
penegas kebenaran ayat al-Qur’an di atas. Ayat tersebut menjelaskan proses awal penciptaan alam
semesta sejak 14 abad lalu, ketika teknologi belum menunjang penelitian astronomi dan bahwa sang
penerima wahyu, yaitu Rasulullah bahkan tak mengenal baca-tulis. Teori tersebut menjelaskan,
semesta bermula dari sebuah benda seukuran bola tenis pada masa 0 detik atau sebelum semuanya
ada. Materi tersebut sangat padat dengan kepadatan tak terkira dan suhu yang luar biasa.Ia meledak,
dan pada detik pertama menghasilkan partikel dan energi eksotis. Lalu, tiga menit pertama, tercipta
hydrogen (unsur pembentuk air) dan helium. Proses tersebut berlangsung sampai dengan enam
tahap hingga tercipta alam semesta seperti sekarang.
Teori abad 20 tersebut sekaligus menjelaskan apa yang telah dipaparkan al-Qur’an dalam
surah Yunus ayat 3, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan…”
Semua yang sudah kita cermati sejauh ini menunjukkan fakta yang jelas bahwa al-Quran
adalah wahyu Allah yang seluruh berita di dalamnya terbukti kebenarannya. Fakta tentang hal-hal
ilmiah dan berita tentang masa depan, fakta-fakta yang tak seorang pun mengetahuinya pada saat
itu, telah dipaparkan dalam al-Qur’an. Adalah mustahil informasi ini diketahui dengan tingkat
pengetahuan dan teknologi saat itu. Sudah jelas bahwa ini menjadi bukti al-Qur’an bukan perkataan
manusia, al-Qur’an adalah Firman Allah, Yang Maha Kuasa, Maha Pemula Segalanya dan yang
Menguasai segalanya dengan ilmu-Nya. Dengan demikian, sangat jelas bahwa al-Qur’an
merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sains yang mutlak kebenarannya.
Yang menjadi kewajiban manusia adalah berpegang teguh pada kitab suci yang telah
diturunkan Allah ini, dan menerimanya sebagai satu-satunya penunjuk jalan baginya.

25
IV
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

A. Hubungan Agama Dengan Ilmu Pengetahuan Sosial


Semua orang mungkin sepakat bahwa dalam era globalisasi keutuhan manusia ingin tetap
terpelihara dengan baik. dan ilmu pengetahuan sosial diharapkan menjadi salah satu alterntif yang
strategis bagi pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
Hubungan berarti komunikasi, sangkut paut, sejalan, searah. Agama secara sempit berarti
undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab berarti menundukkan, patuh menguasai, hutang.
Ilmu pengetahuan secara bahasa yaitu seperangkat ilmu yamg tersusun secara sistematis, dapat
dimanfaatkan semua orang pada tempat yang sama maupun berbeda dengan hasil yang sama.
Khurashid Ahmad berpendapat bahwa pengetahuan adalah seperangkat pengalaman, yang
mengatur, memimpin mengarahkan kearah kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Khaliq. Ilmu
sosial adalah ilmu yang berhubungan deangan kegiatan sosial kemasyarakatan. Termasuk ilmu
sosial adalah seluruh kegiatan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas untuk
kegiatan keperluan sesama manusia. Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian
pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan manusia,
antara urusan ibadah dan muammalah dalam arti luas. Keterkaitan agama dengan kemanusiaan
menjadi penting, jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan pada zaman ini.
Karakteristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajaran di bidang ilmu sosial. Ajaran Islam
dibidang ilmu sosial termasuk paling menonjol, karena seluruh bidang ajaran Islam pada akhirnya
ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Dalam ilmu sosial ini, Islam dituntut untuk menjunjung
tinggi sifat tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan,
egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa dan kebersamaan.
Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek
moyang, kebangsaannya, warna kulit, dan jenis kelamin. Kualitas dan ketinggian derajat seseorang
ditentukan oleh ketakwaannya yang ditujukan oleh Allah berfirman dalam surat al-Hujurat: 13:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

26
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat di atas menunjukkan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda agar saling mengenal.
Mengenal disini berarti agar antara manusia satu dengan yang lain melakukan
hubungan/bermuamalah, bekerja sama, saling tolong menolong, serta menciptakan kehidupan sosial
yang baik.
Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar
pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusan) adalah dengan melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan urusan sosial. Apabila puasa tidak mampu dilakukan karena sakit dan sulit diharapkan
sembuhnya, maka boleh diganti dengan fidyah yaitu memberi makan orang miskin. Sebaliknya, bila
orang tidak baik dalam urusan muamalah, urusan ibadahnya tidak dapat menutupnya. Merampas
hak orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan shalat tahajud. Membunuh orang pada
zaman Nabi maka dendanya ialah memerdekakan budak. Itulah pentingnya ilmu sosial dan sangat
erat sekali dengan agama Islam.
Sejak kelahiranya belasan abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama yang mamberi
perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan
Tuhan dan antara hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dengan urusan
muamalah.
Selanjutnya jika diadakan perbandingan antara perhatian Islam terhadap urusan ibadah
dengan urusan muamalah ternyata Islam menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan
ibadah dalam arti yang khusus Islam lebih banyak memperhatkan aspek kehidupan sosial daripada
aspek kehidupan ritual.
Keterkaitan agama dengan masalah kemanusiaan sebagai tersebut di atas menjadi penting
jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan di zaman modern ini, kita mengetahui bahwa dewasa ini
manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang benar benar membutuhkan pemecahan
segera, kadang-kadang kita merasa bahwa situasi yang penuh dengan problematika di dunia
modern, justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri, dibalik kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat
menghancurkan martabat manusia, umat manusia telah berhasil mengorganisasikan ekonomi,
menata struktur politik serta membangun peradapan yang maju untuk dirinya sendiri tetapi pada
saat yang sama kita juga melihat bahwa umat manusia telah menjadi tawanan dari hasil ciptaanya
sendiri sejak manusia memasuki zaman modern. Mereka mampu mengembangkan potensi-potensi
rasionalnya dan belenggu pemikiran hukum alam yang sangat memikat, kebebasan manusia tetapi
ternyata di dunia modern ini manusia dapat melepaskan diri dari jenis belenggu lain yaitu
penyembahan kepada hasil ciptaannya sendiri.

27
Dalam keadaan demikian kita saat ini nampaknya sudah mendesak untuk untuk memiliki
ilmu pengetahuan sosial yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut di
atas. Ilmu pengetahuan sosial yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang digali dari nilai-nilai
agama. Kuntowijoyo menyebutkan sebagai Ilmu Sosial Profetik.

B. Ilmu Sosial Yang Bernuansa Islami


Ilmu sosial mengalami kemandekan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya,
dibutuhkan ilmu sosial yang tidak berhenti pada menjelaskan fenomena sosial, tetapi dapat
memecahkan secara memuaskan. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial Profetik: yaitu ilmu
sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petujuk ke
arah mana tranformasi itu dilakukan, yaitu ilmu sosial yang mampu mengubah fenomena
berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Yaitu yang berdasarkan tiga hal : cita-cita manusia,
liberasi, dan ketiga transendensi.
Cita-cita profetif dapat dilihat dalam kandungan surat Ali-Imran ayat 110 :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Tujuan pertama ialah memanusiakan manusia; seperti industrialisasi yang kini terjadi
kadang menjadikan manusia sebagian dari masyarakat abstrak tanpa wilayah kemanusiaan. Kita
menjalani obyektifasi ketika berada di tengah-tengah mesin politik dan mesin pasar, manusia telah
menjadi bagian dari sekrup mesin yang tidak lagi menyadari keberadaanya secara utuh.
Kedua liberasi bertujuan pembebasan manusia dari kungkungan teknologi, dan memeras
kehidupan orang miskin yang tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa dan berusaha membebaskan
manusia dari belenggu yang kita buat sendiri. Ketiga tujuan transendensi adalah menumbuhkan
dimensi transendental dalam kebudayaan. Dan yang harus kita lakukan membersihkan diri dengan
meningkatkan kehidupan pada dimensi transendentalnya.
Dengan ilmu sosial profetik kita diharuskan mempunyai pandangan bahwa sumber ilmu
bukan hanya berasal dari rasio dan empirik sebagaimana yang dianut dalam masyarakat Barat,
tetapi juga dari wahyu. Dengan ilmu sosial yang demikian maka umat Islam akan dapat meluruskan
28
gerak langkah perkembangan ilmu pengetahun yang terjadi saat ini dan juga meredam berbagai
kerusuhan sosial dan tindakan kriminal. Fenomena kerusuhan tindakan kriminal, bencana
kebakaran hutan, penyimpangan sosial, dan masalah sosial lainnya bukan masalah yang berdiri
sendiri, semua itu merupakan produk sistem dan pola pikir. Pemecahan terhadap masalah tersebut
salah satu alternatif adalah dengan memberikan nuansa keagamaan pada ilmu sosial. Yang oleh
Kuntowijoyo disebut sebagai ilmu sosial profetik.

C. Peran Ilmu Sosial Profetik Pada Era Globalisasi


Islam selalu membuka diri terhadap seluruh warisan kebudayan sejak beberapa abad yang
lalu Islam mewarisi peradaban manusia. Kita tidak membangun dari ruang hampa hal tersebut dapat
dipahami dari kandungan surat al-maidah ayat 3. kata "telah Ku- sempurnakan agama-mu"
mengandung arti bukan membangun dari ruang hampa melainkan dari bahan-bahan yang sudah ada.
Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan sejarah semua agama dan peradapan mengalami proses
meminjam dan memberi dalam interaksi mereka satu sama lain sepanjang sejarah. Dalam bidang
IPTEK Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah paradigma terbuka
sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam mewarisi peradapan Yunani dari Barat dan
peradaban Persia, India, dan Cina dari Timur. Ketika abad VIII – XV peradaban Barat dan Timur
tenggelam dan mengalami kemerosotan. Islam bertindak sebagai pewaris utama kemudian diambil
alih oleh Barat sekarang. Islam mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari Cina,
sistem pertahanan Sasanid dan logika Yunani, dan sebagainya.
Namun dalam proses penerimaannya itu terdapat dialektika internal. Misalnya untuk bidang
pengkajian tertentu Islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional, diganti dengan cara
berfikir yang menekankan rasa seperti yang dikenal dalam Tasawuf. Al-Qur'an sebagai sumber
utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam setting sosial aktual,
respon normatifnya merefleksikan kondisi sosial aktual itu. Meskipun jelas bahwa al-Qur'an
memiliki cita-cita sosial tertentu. Bukti sejarah memperlihatkan dengan jelas bahwa sejak
kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama terbuka akomodatif. Serta
berdampingan dengan agama, kebudayaan, dan perdaban lainnya. Tetapi dalam waktu bersamaan
Islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan dengan cara-
cara yang amat simpatik dan tidak menimbulkan gejolak sosial yang membwa korban yang tidak
diharapkan. Dengan sifat karakteristik ajaran Islam demikian itu maka melalui ilmu sosial yang
berwawasan profetik Islam siap memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya perubahan
bidang ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dan sebagainya. Akan dapat diambil dengan sebaik-
baiknya.
Islam mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah sosial. Untuk itu
maka kehadiran ilmu sosial yang hanya membicarakan tentang manusia tersebut dapat diakui oleh
29
Islam. Namun Islam mempunyai pandangan yang khas tentang ilmu sosial yang dikembangkan
yaitu ilmu sosial profetik yang dibangun dari ajaran Islam dan diarahkan untuk humanisasi, liberasi,
dan transendensi.

V
ISLAM DAN PENDIDIKAN

A. Pendidikan dalam Sejarah Islam


Islam dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Penyelenggaraan
pendidikan dalam lintasan sejarah Islam telah dimulai oleh Rasulullah dan para Khulafa ar-
Rasyidin. Rasulullah telah menjadikan mengajar baca tulis bagi 10 orang penduduk Madinah
sebagai syarat pembebasan bagi setiap tawanan perang Badar. Pada masa itu Nabi Muhammad
senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu
mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak
hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki
pengetahuan. Khalifah Umar bin Khatab, secara khusus, mengirimkan ‘petugas khusus’ ke berbagai
wilayah baru Islam untuk menjadi guru pengajar bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah
tersebut.
Al-Ma’mun, salah satu khalifah Daulah Bani Abbasiyah, mendirikan Baitul Hikmah di
Baghdad pada tahun 815 M, di dalamnya terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan
observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Baitul Hikmah belum dapat dikatakan sebagai
sebuah institusi pendidikan yang ‘cukup sempurna’, karena sistem pendidikan masih sekedarnya
dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat ‘kurikulum pendidikan’ yang diberlakukan di
dalamnya.
Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan ‘modern’ baru
muncul dengan berdirinya Perguruan al-Azhar oleh Daulah Bani Fatimiyah di Kairo pada tahun 972
M. Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan
sebuah kurikulum pengajaran. Pada kurikulum al-Azhar diajarkan disiplin-disiplin ilmu agama dan
juga disiplin-disiplin ilmu ‘umum’ (aqliyyah). Ilmu agama yang ada dalam kurikulum al-Azhar
antara lain tafsir, hadits, fiqh, qira’ah, teologi (kalam), sedang ilmu akal yang ada dalam kurikulum
al-Azhar antara lain filsafat, logika, kedokteran, matematika, sejarah dan geografi.

30
B. Urgensi Pendidikan dalam Islam
Di dalam al-Qur’an, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu :
1. Sebagai hamba Allah SWT.
Allah telah menciptakan manusia di dunia yang tugas pokoknya adalah menyembah
Khaliqnya. Hal ini dinyatakan dalam firman Allah SWT dalam surat adz-Dzariyat ayat 56:

Artinya : Tidaklah Ku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku
Allah memerintahkan kepada semua manusia agar menyembah-Nya sebagaimana
perintah-Nya kepada umat manusia yang telah diciptakan sebelumnya di muka bumi ini.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Baqarah : 21

Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
2. Sebagai Khalifah
Selain tugas pokok manusia menyembah Sang Khaliq, manusia diciptakan untuk
menjadi penguasa (khalifah) di muka bumi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
al-Baqarah ayat 30 :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas manusia yang pertama adalah
menjadi hamba Allah yang taat, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat:
56, yang artinya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi
(ibadah) kepada-Ku”.

31
Dalam rangka menjalani tugasnya tersebut, Allah telah membekali dengan ilmu
pengetahuan, sebagaimana dalam firman-Nya “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya…” (Al-Baqarah: 31). Inilah cikal bakal ilmu pengetahuan yang diajarkan
kepada manusia pertama dari Sang Pemilik Ilmu. Selain kepada Nabi Adam, Allah SWT juga
memberikan hikmah (kenabian, kesempurnaan ilmu dan ketelitian amal perbuatan) kepada para
Nabi dan Rasul-Nya. Kepada sebagian Rasul pula, Allah menurunkan kitab suci sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Firman Allah: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah,
serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah:151). Dalam
beberapa ayat-Nya pula, Allah memberi tempat yang istimewa kepada muslim yang memiliki ilmu.
Sebagai Sang Pemilik, ilmu Allah sangat luas, mencakup bumi dan langit. Sebagian ilmu-
Nya diwahyukan melalui para Rasul-Nya dalam bentuk ayat-ayat Qauliyyah ( yaitu Al-Qur’an dan
Hadits). Sebagian lainnya, Allah menggambarkannya dalam bentuk ayat-ayat Kauniyyah, yaitu
kejadian alam, penyebab bencana, asal kehidupan manusia, dll. Ibn Taimiyyah menyatakan
bahwa ilmu itu adalah yang bersandar pada dalil, dan yang bermanfaat darinya adalah apa yang
dibawa oleh Rasul. Maka sesuatu yang bisa kita katakan ilmu itu adalah penukilan yang benar dan
penelitian yang akurat. Dengan definisi ini, Ibnu Taimiyyah mengakui dua jenis keilmuan; ilmu
keagamaan dan keduniaan. Ilmu yang pertama mutlak harus bersandar pada apa yang dibawa oleh
Rasul, sedangkan yang kedua tidak harus selalu dirujukkan pada Rasul.
Pada dasarnya, sistem pendidikan Islam didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap
Muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh mengabaikannya. Banyak nash al-Qur’an maupun
hadits Nabi yang menyebutkan juga keutamaan mencari ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Sesungguhnya motivasi seorang muslim untuk mencari ilmu adalah dorongan ruhiyah, bukan untuk
mengejar faktor duniawi semata. Seorang muslim yang giat belajar karena terdorong oleh
keimanannya, bahwa Allah SWT sangat cinta dan memuliakan orang-orang yang mencari ilmu dan
berilmu di dunia dan di akhirat.
Betapa pentingnya pendidikan, karena hanya dengan proses pendidikanlah manusia dapat
mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang mulia, melalui pemberdayaan potensi dasar
dan karunia yang telah diberikan Allah. Apabila semua itu dilupakan dengan mengabaikan
pendidikan, manusia akan kehilangan jati dirinya.
Konsep pendidikan Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang berorientasi
kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan pada pembentukan keribadian yang
utuh dan bulat. Pendidikan Islam menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan
firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 208, yang artinya :”Wahai orang-orang yang beriman,

32
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Bagi manusia pendidikan penting sebagai upaya menanamkan dan mengaktualisasikan nilai-
nilai Islam pada kehidupan nyata melalui pribadi-pribadi muslim yang beriman dan bertakwa,
sesuai dengan harkat dan derajat kemanusiaan sebagai khalifah di atas bumi. Penghargaan Allah
terhadap orang-orang yang berilmu dan berpendidikan dilukiskan pada
ayat berikut. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang
yang diberi pengetahuan derajat (yang banyak)” (QS. Al-Mujadalah: 11). “Maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS, An-Nahl: 43).
“Katakanlah :”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui”. (QS.Az-Zumar: 9).
Pentingnya pendidikan telah dicontohkan oleh Allah pada wahyu pertama, yaitu surat al-
Alaq ayat 1-5 yang banyak mengandung isyarat-isyarat pendidikan dan pengajaran dengan makna
luas dan mendalam. Perilaku Nabi Muhammad saw sendiri, selama hayatnya sarat dengan nilai-
nilai pendidikan yang tinggi, seperti firman Allah “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. 33:21).

C. Konsep Pendidikan Menurut Islam


Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini,
bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik
Yang Maha Agung. Secara garis besar, konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan
pengaruh dasar dengan pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan
akan menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang
sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran
yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan
yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang utuh dan bulat.
Konsep pendidikan Islam yang mengacu kepada ajaran al-Qur’an sangat jelas terurai dalam
kisah Luqman dalam al-Qur’an. Dr. M. Sayyid Ahmad al-Musayyar menukil beberapa ayat al-
Qur’an dalam surat Luqman. Beliau mengatakan, ada tiga kaidah asasi pendidikan dalam Islam
menurut al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman
diberikan keutamaan Allah berupa hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman nalar dan kemurnian
fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin mengajari anaknya hikmah dan
membesarkannya dengan metode hikmah itu pula.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah peletakan pondasi dasar, yaitu penanaman keesaan
Allah, kelurusan aqidah, beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya. Kalimat tauhid adalah fokus
33
utama pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa iman. Tak ada pula akhlak, interaksi sosial, dan
etika tanpa iman. Apabila iman lurus, maka lurus pulalah aspek kehidupannya. Mengapa? Sebab
iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi diri dan takut terhadap Allah. Dari sinilah Luqman
menegaskan hal itu kepada puteranya dengan berkata, “Hai anakku, sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui.”(QS. Lukman:16). Seorang mukmin mesti berkeyakinan bahwa tak ada satu pun
yang bias disembunyikan dari Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam lipatan hati
manusia. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal dan aktifitasnya semata untuk mencari ridha
Allah tanpa sikap riya atau munafik, dan tanpa menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah pilar-pilar pendidikan. Ia
memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar ma’ruf nahi munkar,
serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang menerangi kehidupan seorang muslim. Ini
adalah kewajiban harian seorang muslim yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk kritik konstruktif, rasa cinta dan
perasaan bersaudara yang besar kepada sesama, bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan dan
ghibah. Umat Islam telah diistimewakan dengan tugas amar ma’ruf nahi munkar ini melalui firman-
Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS. Ali Imran: 110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan hingga ketaatan itu ditunaikan, ada
sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan itu dihindari, dan ada pula sabar atas kesulitan hidup
hingga diterima dengan perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman berada di posisi antara syukur
dan sabar. Dalam kemudahan yang diterimanya, ia pandai bersyukur. Sedang dalam setiap kesulitan
yag dihadapinya, ia
mesti bersabar dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika sosial. Metode pendidikan Luqman menumbuhkan buah adab
yang luhur serta keutamaan-keutamaan adiluhung. Luqman menggambarkan hal itu untuk putranya
dengan larangan melakukan kemungkaran dan tak tahu terima kasih, serta perintah untuk tidak
terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara. Seorang muslim
perlu diingatkan untuk tidak boleh menghina dan angkuh. Sebab, semua manusia berasal dari nutfah
yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup pun, ia kesakitan jika
tertusuk duri dan berkeringat jika kepanasan.
Sebenarnya, pendidikan dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya menjaga anak
keturunan agar memiliki kualitas iman prima, amal sempurna dan akhlak paripurna. Karena itu,
34
tanpa banyak diketahui, di dalam Islam, langkah awal pendidikan untuk mendapatkan kualitas
keturunan yang demikian sudah ditanamkan sejak anak bahkan belum terlahir. Apa buktinya?
Manhaj Islam menggariskan bahwa sebaik-baik kriteria dalam memilih pasangan hidup adalah
faktor agama, bukan karena paras muka dan kekayaannya. Sebab diyakini, calon orang tua yang
memiliki keyakinan beragama yang baik tentu akan melahirkan anak-anak yang juga baik.
Di dalam ajaran Islam, orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya.
Keduanya berkewajiban mendidik anak-anaknya untuk mempertemukan potensi dasar dengan
pendidikan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa : “Setiap anak
dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya beragama Yahudi,
Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari). Kewajiban ini juga ditegaskan dalam firman-Nya: “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu.
Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. 20:132). Dalam ayat lain, “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS. 66: 6).
Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak semata-mata
mementingkan individu, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Konsep belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan lingkungan dan kepentingan umat.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan senantiasa dikorelasikan dengan kebutuhan lingkungan,
dan lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar. Seorang peserta didik yang diberi kesempatan
untuk belajar yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkembangkan potensi manusia sebagai
pemimpin. Firman Allah (QS. Al-Baqarah: 30) menyatakan :”Sesungguhnya Aku jadikan manusia
sebagai pemimpin (khalifah) di atas bumi”. Kaitan dengan pentingnya pendidikan bagi umat, Allah
berfirman: ”Hendaklah ada di antara kamu suatu umat yang mengajak kepada kebajikan dan
memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (QS. Ali Imran:104).
Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu sistem pendidikan yang holistik dan
memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama
lain.
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan
dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada
realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh asas-asas agama dan akhlak atau
etika yang baik

35
akan berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak. Murtadha Mutahari
seorang ulama, filosof dan ilmuwan Islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan
karakteristik khas insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah
kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini
adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain pihak manusia pun
memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan memahami semesta alam, serta
memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan masa mendatang (yang
merupakan ciri khas sains).
Al-Qur’an berkali-kali meminta manusia membaca tanda-tanda alam, menantang akal
manusia untuk melihat ke-Maha Kuasaan Allah pada makhluk lain, rahasia penciptaan tumbuhan,
hewan, serangga, pertumbuhan manusia, kejadian alam dan penciptaan langit bumi. Banyak ayat-
ayat al-Qur’an yang berisikan tentang kejadian-kejadian di sekitar kita yang menuntut pemahaman
dengan sains/akal manusia. Karena itu, seorang muslim juga diwajibkan untuk mempelajari sains,
karena sains hanyalah salah satu pembuktian kekuasaan Allah, di samping ayat-ayat qauliyah.
Karenanya, konsep pendidikan dalam Islam menurut al-Qur’an pun tidak hanya berisi materi-materi
pendidikan keagamaan saja.

VI

ISLAM DAN ILMU KESEHATAN

Islam menaruh perhatian yang besar terhadap dunia kesehatan. Kesehatan merupakan modal
utama untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktifitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu
menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi Islam
terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya seseorang.
Sebagaimana Firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah : 168 :

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.

36
Anjuran Islam untuk bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan di pandang sebagai bagian dari
iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti
buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai atau sumur yang
airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam sangat menekankan kesucian atau thaharah, yaitu
kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin
terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri, penyakit sering kali berasal dari lingkungan yang
kotor.
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
meliputi seluruh aspek kebutuhan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, dan spiritual.
Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam pengertian yang paling luas, sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis di mana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis,
intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi) dalam
mempertahankan kesehatannya.
Dalam UU No.23 tahun 1992, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini, maka
kesehatan harus di lihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan
masyarakat yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat
yang pilihan.
Dalam Islam dikatakan sehat apabila memenuhi tiga unsur, yaitu kesehatan jasmani,
kesehatan rohani dan kesehatan sosial. Kesehatan jasmani merupakan bentuk dari keseimbangan
manusia dengan alam. Kesehatan rohani di mana ada keseimbangan dan hubungan yang baik secara
spiritual antara khalik atau pencipta yang diwujudkan dari aktifitas makhluk dalam memenuhi
semua perintah sang khalik. Yang terakhir adalah kesehatan sosial, dimana kesehatan yang bersifat
psikilogis. Di mana ada keharmonisan antara sebuah individu dengan individu lain maupun dengan
sistem yang berlaku pada sebuah tatanan masyarakat. Bila ketiga unsur ini terpenuhi maka akan
tercipta sebuah keadaan baik fisik, mental, maupun spiritual yang produktif dan sempurna untuk
menjalankan aktifitas kemakhlukan.
Islam dan seluruh ajarannya memberikan sebuah pandangan yang tegas mengenai
kesehatan. Kesehatan bukan hanya sebuah anjuran tetapi juga merupakan juga kewajiban. Semua
ibadah-ibadah dalam Islam mengandung ajaran tentang pentingnya menjaga kesehatan. Karena

37
penelitian terbaru mengungkapkan bahwa sebuah kondisi akan dikatakan sehat bila lingkungan di
sekitarnya bersih. Oleh karena itu, Nabi mengatakan “kebersihan sebagian dari pada iman”.
Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita mengenai kesehatan, tidak sedikit dari
ucapannya mengandung unsur medis yang mutakhir. Dari ajaran beliau mengenai perihal orang
sakit ialah:
1. Perintah untuk berobat. Kewajiban bagi setiap muslim yang sakit untuk berobat.
Setiap penyakit ada obatnya. Sesuai hadits dari Abu Hurairah Rasululllah bersabda
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
2. Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar dalam penanggulangan berbagai penyakit
infeksi yang membahayakan masyarakat. Sabda Nabi yang berbunyi “Janganlah engkau
masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah, dan bila dirimu berada di
dalamnya janganlah pergi meninggalkannya”. (HR. Bukhari).
3. Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan upaya proteksi diri (ikhtiar) dari berbagai
penyakit infeksi, misalnya dengan imunisasi.
4. Menyembuhkan orang sakit. Kesehatan merupakan hal yang mutlak dalam menjalani
aktifitas kehidupan manusia, bila tubuh manusia dalam keadaan sehat mereka bisa
melakukan aktifitas ibadah (hubungan manusia dengan Tuhannya), aktifitas sosial
(hubungan manusia dengan manusia), serta aktifitas dunia (hubungan manusia dengan
alam).
Islam yang sangat mementingkan kesehatan jasmani dan fisik yang dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan, olahraga, menjaga asupan makanan. Dan semuanya terintegrasi dalam setiap
aktivitas ibadah. Hal ini agar menjadi kebiasaan yang tidak disadari untuk umat Islam dan
merupakan bentuk pendidikan dari Allah.
1. Kesehatan rohani
Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-Ra’d:
28 yang berbunyi :

(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Hubungan antara makhluk dengan Tuhannya akan berjalan baik bila sang makhluk menaati
apa yang di perintahkan Allah, ciri-ciri jiwa yang sehat yang dalam al-Qur’an disebut Qalbun
Salim, seperti hati yang selalu bertobat (at-taqwa), hati yang selalu menjaga dari hal-hal keduniaan

38
(al-zuhd), hati yang selalu ada manfaatnya (al-shumi), hati yang selalu butuh pertolongan Allah (al-
faqir).

2. Kesehatan sosial
Hidup bermasyarakat dalam arti yang seluas-luasnya adalah salah satu naluri manusia. Hal
ini sesuai dengan QS. Al-Hujurat ayat 13 yang menyatakan :

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Beberapa tokoh muslim dalam ilmu kesehatan sebagai berikut:
1. Hunain Ibnu Ishaq
Beliau dilahirkan pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M. Beliau ialah
spesialis mata. Hasil karyanya ialah buku-buku yang membicarakan berbagai penyakit.
Beliau banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab.
2. Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria Ar Razi
Beliau dilahirkan pada tahun 866 M dan
meninggal pada tahun 909 M. Buku karangannya tentang kedokteran dijadikan buku
pegangan di Fakultas Kedokteran. Bukunya di beri nama Al Hawi (menyeluruh). Ia yang
menemukan penyakit cacar, dan membaginya menjadi cacar air (variola) dan cacar merah
(rovgella), menemukan terapi tekanan darah tinggi atau hipertensi.
3. Ibnu Sina
Ibnu sina, dilahirkan di Afsara (Asia tengah) pada tahun 980 H/ 1593 M dan
meninggal di Isfahan pada tahun 1037 H/1650 M. Bukunya yang sangat terkenal dibidang
kedokteran adalah Al-Qanun Fi Al-Thib, dijadikan buku pedoman kedokteran, baik di
Universitas-universitas Eropa maupun negara Islam.
4. Abu Mawar Abdul Malik ibnu Abil ‘Ala Ibnu Zuhur
Beliau lahir pada tahun 1091 M dan meninggal pada tahun 1162 M. Beliau sebagai
dokter spesialis penyakit dalam atau internis.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Tafsir Ilmi, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al
Qur’an. 2011.
Bagir, Zainal Abidin, et al, Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan,
2005.
Bakar, Osman, Tauhid dan Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994.
Borgias, Fransiskus, Perjumpaan Sains dan Agama, dari Konflik ke Dialog, terj.Bandung:
Mizan,2004.
Bucaille, Mauric, Qur’an, Bibel, dan Saint Modern, Jakarta: Firdaus, 1986.
Daud Ali, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008,
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baro Van Hoeve, 1997.
Heriyanto, Husain, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, Jakarta: Mizan Publika, 2011
Lawrence, Bruce, Biografi Al Qur’an, Terj., Jogjakarta: Diglossia Media, 2008.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1998.
al Qattan, Manna Khalil, al Qhattan, Mabahits fi Ulum al Qur’an, Mesir: Mensyurat al Ashr al
Hadist, t.t.,.
al Qur’an dan Terjemahannya, Kemenag RI
Syarawi, Mutawalli, Gerbang Memahami Al Qur’an, Terj., Tangerang: Hikam, tt
Team Teaching Al-Qur’an dan Sains, Institut PTIQ Jakarta
Yunus, Mahmud, Kesimpulan Isi Al Qur’an, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 2008.

40
41

Anda mungkin juga menyukai