Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWI


Tentang
KEWAJIBAN BELAJAR DALAM AL-QUR’AN

Dosen Pengampu : Drs. Ali Musa Lubis. M. Ag

Disusun Oleh :
Sayyid Muhammad Fikri (201230226)
Kasih (201230237)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI

2023
A. Surat Al-‘Alaq ayat 1-5

َ ‫( الَّذِي‬٣) ‫( ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َرم‬٢) ‫علَق‬


(٤) ‫علَّ َم ِب ْالقَلَ ِم‬ َ ‫سانَ مِ ْن‬ ِ ْ َ‫( َخلَق‬١) َ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبكَ الَّذِي َخلَق‬
َ ‫اْلن‬
(٥) ‫سانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫علَّ َم‬
َ ‫اْلن‬ َ
Artinya :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

• Tafsir Al-Maraghi
َ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبكَ الَّذِي َخلَق‬
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan
kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak
pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar
beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan
sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa
menulisnya.
‫علَق‬
َ ‫سانَ مِ ْن‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْلن‬
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga
menjadi Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal
darah ('Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan
menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah
bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat
manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu
menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa
membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
‫ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َرم‬
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa
meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan
dibiasakan. Berulang ulangnya perintah Illahi bepengertian sama
dengan berulang ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca

1
itu merupakan bakat Nabi SAW. Tuhanmu maha pemurah kepada orang
yang memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah
menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat kemurahan-
Nya. Kemudian Allah menambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas
bakat baru yang ia miliki melalui firman-Nya :
‫علَّ َم ِب ْالقَلَ ِم‬
َ ‫الَّذِي‬
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar
sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak
ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang
tidak bisa memberikan pengertian. Oleh karena itu Zat yang
menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi – sesungguhnya
tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa
membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau
manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telah
menciptakan manusia dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan
perantara qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya
diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai
kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang
hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan
"Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu
telah berpindah dari tingkatan yang paling randah dan hina, kepada
tingkatan paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang
mengaturnya dan kekuatan yang menciptakan kesemuanya dengan
baik". Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya dengan
menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firmannya :
‫سانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫علَّ َم‬
َ ‫اْلن‬ َ
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca
Dia lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat
manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada
mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah
mengeherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan

2
mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau
memiliki bakat unutk menerimanya? Ayat ini merupakan dalil yang
menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu
pengetahuan.
• Tafsir Al-Misbah
َ‫ا ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّذِي َخلَق‬
Kandungan surah yang lalu (Alam Nasyrah) berbicara tentang
aneka nikmat yang telah dianugerahkan Allah SWT Kepada Nabi
Muhammad SAW. Kandungan surah tersebut mengingatkan beliau
tentang kebersamaan Allah yang tujuannya adalah agar beliau tidak
ragu atau berkecil hati dalam menyampaikan risalah sesuai dengan apa
yang diperintahkan-Nya pada akhir surah Adh-Dhuha. Di sini beliau
diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan lagi hati
beliau. Ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi
yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan
masyarakat mu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan
kekuatan pengatahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal
tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhan Yang selalu
memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk
kapan dan dimanapun.1
‫علَق‬
َ ‫سانَ مِ ْن‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْلن‬
Ayat ini dan ayat-ayat berikut memperkenalkan Tuhan yang
disembah oleh Nabi Muhammad SAW dan yang diperintahkan oleh
ayat yang lalu untuk membaca dengan nama-Nya serta demi untuk-
Nya. Dia adalah Tuhan yang telah menciptakan manusia yakni semua
manusia kecuali Adam dan Hawa - dari Alaq segumpal darah atau
sesuatu yang bergantung didinding rahim.
‫ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َرم‬
Setelah memerintahkan membaca dengan meningkatkan
motivasinya yakni dengan nama Allah, kini ayat di atas memrintahkan
membaca dengan menyampaikan janji Allah atas mamfaat membaca

1
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2003, h. 392.

3
itu. Allah berfirman : Bacalah berulang-ulang dan Tuhan Pemelihara
dan Pendidik-mu Maha Pemurah sehingga akan melimpahkan aneka
karunia.
Ayat ketiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama
berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan itu. Ada yang
menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi
Muhammad SAW, sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang
pertama untuk membaca dalam shalat, sedang yang kedua di luar shalat.
Pendapat ketiga menyatakan yang pertama perintah belajar, sedang
yang kedua perintah mengajar orang lain. Ada lagi yang menyatakan
bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna menanamkan rasa
percaya diri kepada Nabi Muhammad SAW, tentang kemampuan beliau
membaca karena tadinya beliau tidak pernah membaca.
‫علَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬
َ ‫الَّذِي‬
‫سانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ َ ‫اْلن‬ ِ ْ ‫علَّ َم‬
َ
Ayat-ayat yang lalu menegaskan kemurahan Allah SWT,2 ayat di
atas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-
Nya itu dengan menyebutkan bahwa : Dia yang Maha Pemurah itu yang
mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka,
dan Dia juga yang mengajar manusia tanpa alat dan usaha mereka apa
yang belum diketahuinya

B. Surat At-Taubah Ayat 122

َ ‫َو َما َكانَ ٱ ْلمؤْ مِ نونَ ِليَنفِروا َكآفَّة ۚ فَلَ ْو َل نَف ََر مِ ن ك ِل ف ِْرقَة ِم ْنه ْم‬
ِ ‫طآئِفَة ِليَتَفَقَّهوا فِى ٱلد‬
‫ِين‬
(١٢٢) َ‫َولِينذِروا قَ ْو َمه ْم إِذَا َر َجع ٓوا إِ َل ْي ِه ْم َلعَلَّه ْم يَ ْحذَرون‬
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya

2
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,, h. 400

4
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
• Tafsir Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang
mukmin harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat
dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin saja. Tetapi harus ada
pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan
perang, dan sebagian lagi harus menuntut ilmu dan mendalami agama
Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata,
dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan
bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan. Perang
bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan
jalan dakwah Islamiyah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-
ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan
agama Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh semua
macam lapisan masyarakat.
Dengan demikian, ayat ini mempunyai hubungan yang erat
dengan ayat-ayat yang lalu, karena sama-sama menerangkan hukum
berjihad, akan tetapi dalam bidang dan cara yang berlainan. Tugas
ulama dalam Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta
mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan
agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut
merupakan tugas umat dan setiap pribadi muslim, sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah ‫ﷺ‬
telah bersabda:
Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) dari
padaku, walaupun hanya satu ayat Alquran saja.(Riwayat Bukhari).
Akan tetapi, tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk
menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu
agama, karena sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di
pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari
umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut

5
ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama, agar kemudian setelah mereka
selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu
tersebut, serta menjalankan dakwah Islamiyah dengan cara dan metode
yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran agamanya, dan telah
mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama,
tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan
kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan
dapat menjauhi larangan-Nya.
Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera
dunia dan akhirat. Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat
Islam menghadapi peperangan yang memerlukan tenaga manusia yang
banyak, maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk
menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka
masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah
orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.Oleh karena ayat ini
telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk mencerdaskan umat,
maka tidak dapat dibenarkan bila ada orang Islam yang menuntut ilmu
pengetahuan hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau
keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan
sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang
belum menerima pengetahuan.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan harus
menjadi pelita dan pembimbing bagi umatnya. Ia harus
menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki
ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan
ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya
dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam
bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga
macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya, dan

6
mengajarkannya kepada orang lain. Menurut pengertian yang tersurat
dari ayat ini, kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di
sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah
suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan
manusia.
Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan
kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma–norma
agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk
memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang
ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap
sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban, adalah wajib
pula hukumnya.
Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah
yang berbunyi: Sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan yang
wajib, maka ia wajib pula hukumnya. Karena pentingnya fungsi ilmu
dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan para
ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama, dari wajib
militer, agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat
berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya
besar, yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.
• Tafsir Ibnu Katsir
Yang demikian itu merupakan penjelasan dari Allah, ketika
semua orang hendak berangkat menuju perang Tabuk bersama
Rasulullah, ada segolongan ulama Salaf yang berpendapat bahwa setiap
orang Muslim harus ikut berperang jika Rasulullah berangkat. Oleh
karena itu Allah berfirman :
“Berangkatlah kalian, baik dalam keaadaan ringan maupun
berat”. (QS. At Taubah : 41).
Dikatakan bahwa ayat tersebut telah di-naskh (dihapus) oleh ayat
Artinya : Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang
Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai
Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih

7
mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. (QS. At Taubah :
120).
Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini menjadi penjelas
terhadap maksud firman Allah Ta‟ala di ayat lain yang menyuruh
seluruh penduduk kampung atau sebagian mereka dari masing masing
kabilah untuk pergi berperang. (Tujuannya adalah) agar ornag orang
yang berangkat bersama Rasulullah memperlajari wahyu yang
diturunkan kepada beliau, serta memberikan peringatan kepada
kaumnya, jika mereka telah kembali, yaitu berkenaan dengan perihal
musuh. Dengan demikian, ada dua tugas yang terpaadu dalam pasukan
tersebut. Tugas saat perang dan tugas setelahnya, yaitu mendalami
agama dan berjihad, karena hal itu merupakan fardhu kifayah bagi
mereka.
Adh Dhahhak mengatakan : “Jika Rasulullah ikut berperang,
amak beliau tidak membolehkan seorangpun dari kaum Muslimin untuk
tidak ikut berperang, kecuali orang orang yang mempunyai halangan
(alasan yang kuat). Dan jika beliau tidak ikut keluar dan mengutus
pasukan tentara untuk melaakukan perjalanan, maka beliau tidak akan
membiarkan mereka pergi kecuali atas izin beliau.
Jika seseorang keluar berperang, dan setelah itu turun ayat Al
Quran lalu Nabi membacakan ayat tersebut kepada para sahabat beliau
yang berdiam dalam kota bersama beliau, maka stelah pasukan tentara
kembali, otrang oraang yang tetap tinggal bersama Rasulullah berkata
kepada mereka : “Sesungguhnya setelah kepergian kalian, Allah
menurunkan kepada Nabinya ayat Al Quran.
Maka orang orang itu pun membacakan ayat tersebut dan
memberikan pemahaman agama kepada mereka yang baru kembali dari
medan perang. Dan itulah fiman Allah surah At Taubah ayat 122. Yang
dimaksud dengaan hal itu adalah bahwa tidak sepatutnya bagi kaum
Muslimin untuk pergi berperang secara keseluruhan sedang Nabi tetap
di tempat, dan pasukan telah berangkat, maka hendaknya beberapa
orang tetap tinggal bersama Nabi.

8
Mengenai ayat ini, Al Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas, ia
berkata : “Dari setiap masyarakat Arab ada sekelompok orang yang
berangkat mendatangi Rasulullah kemudian mereka menanyakan
tentang masalah agama yang mereka inginkan, sekaligus mendalami
ilmu agama. Mereka berkata kepada Nabi : “apa yang engkau
perintahkan untuk kami kerjakan? Maka beliau juga memberi tahu kami
hal hal yang harus kami perintahkan kepada keluarga kami, jika kami
telah kembali kelak kepada mereka.” Ibnu Abbas mengemukakan
bahwa Nabi menyuruh mereka untuk senaantiasa menaati Allah dan
Rasulnya. Dan beliau mengutus mereka kepada kaumnya agar
mengerjakan sholat dan menunaikan zakat . Dan jika mereka datang
kepada kaumnya, mereka berkata : “Sesungguhnya Barang siap yang
memeluk islam, berarti ia termasuk golongan kami”. Mereka juga
memberi peringatan sehingga ada seseorang yang harus berpisah dari
bapak ibunya. Nabi memberi tahu mereka dan menyuruh mereka agar
memberi peringatan pada kaumnya. Dan jika mereka telah kembali
kepada kaum tersebut, mereka menyeru supaya masuk Islam dan
memperingatkan mereka dari api Neraka dan menyampaikan kabar
gembira tentang surga.3
• Tafsir Al Qurthubi
Al-Qurthubi memberikan penjelasan terhadap ayat ini,
bahwasannya jihad itu bukan fardlu „ain tetapi fardlu kifayah. Karena
seandainya pergi semuanya dikhawatirkan orang-orang yang sesudah
mereka itu menyimpang dari kebenaran, maka sebaiknya satu golongan
keluar untuk jihad (perang) dan satu golongan lagi menetap untuk
memperdalam ilmu agama dan memelihara hal yang haram.
Dengan demikian, jika orang-orang yang pergi perang itu telah
kembali, maka orang yang menetap dan memperdalam ilmu agama itu
mengajarnya dengan apa yang telah mereka ketahui dari hukum-hukum
syara‟ dan wahyu yang baru turun kepada Nabi Muhammad SAW.

3
Abdullah bin Muhammad bi Abdurrahman, (2017), Tafsir Ibnu Katsir, Kairo: Muassaasah Dar Al Hilal, hlm.
295-297

9
Sebenarnya ayat ini adalah menunjukkan wajibnya mencari ilmu,
karena dalam ayat ini disebutkan “Tidak patut bagi orang mukmin itu
pergi semuanya sedangkan Nabi sendiri menetap dan tinggal
sendirian”. Allah mencela mereka yang perang semuanya, kenapa
mereka tidak menetap sebagian bersama Nabi untuk memelihara dan
memperdalam ilmu agama.
Dan setelah orang-orang yang berangkat perang itu telah kembali,
maka orang-orang yang memperdalam ilmu agama bersama Nabi itu
dapat memberi kabar dari apa yang pernah didengarnya dan apa yang
telah diketahuinya. Ayat ini juga menunjukkan kewajiban
memperdalam Al-Kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah (Hadits), dan
sesungguhnya memperdalam ilmu agama serta Al-Quran dan Hadits
adalah fardlu kifayah (bukan fardlu’ain)4 Menurutnya juga, bahwa
hukum mencari ilmu itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Fardlu’ain, seperti mencari ilmu tentang sholat, zakat dan puasa.
Beliau juga beralasan dengan hadits yang diriwayatkan dari
Abdul Qudus bin Habib yaitu Abu Said Al-Wuhadliyyi dari
Hammad bin Sulaiman dari Ibrahim An-Nakhoi :
Artinya : Ibrahim An-Nakhoi berkata, “Saya mendengar Anas
bin Malik berkata, “Saya mendengar Rasulullah
bersabda “Mencarai ilmu itu wajib bagi setiap
muslim”. Ibrohim berkata “Saya tidak mendengar
dari Anas bin Malik kecuali hadits ini”.
b. Fardlu Kifayah, seperti berhasilnya hak-hak dan tegaknya
hukum- hukum dan menjelaskan bantahan dan contoh-contoh.
Karena tidak patut bagi semua manusia belajar semuanya,
karena menjadi sia-sia keadaan mereka itu dan begitu pula
keadaan tentara mereka. Maka menjadi jelas diantara dua
keadaan jika sebagian melakukannya (bukan fardlu’ain). Yang
demikian itu disebabkan karena kemudahan Allah terhadap

4
Budi Rosyagi, (2008), Terjemahan Al Jam‟ li Ahkam Al Quran, Jakarta :Pustaka Azzam, hlm 731

10
hambanya dan karena Allah telah membagi diantara mereka dari
rahmat-Nya dan hikmah-Nya.
Bahwasannya mencari ilmu itu merupakan keutamaan yang besar
dan memiliki kedudukan yang mulia, dan tidak kalah suatu amal yang
disertai ilmu dengan amal tanpa ilmu. At-Turmudzi telah meriwayatkan
dari Hadits Abi Darda‟, bahwasannya Abi Darda‟ mendengar
rasulullah bersabda : “Barang siapa yang berjalan pada suatu jalan
untuk mencari limu, maka Allah memberinya jalan menuju
syurga.dansesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya pada orang
yang mencari ilmu dengan sebab rela padanya. Dan sesungguhnya telah
memintakan ampun pada seseorang yang ‘alim itu segala apa yang ada
di langit dan di bumi sehingga aikan-ikan yang ada di dasar air.
Sesungguhnya perbandingan antara orang yang Alim dengan orang
Ahli Ibadah (bukan ahli Ilmu), itu sebagaimana keutamaan bulan pada
malam bulan purnama atas semua bintang. Dan sesungguhnya ulama‟
itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi itu tidak
mewariskan dinar dan tidak pula dirham, tetapi mereka itu mewariskan
ilm. Maka barang siapa yang telah memiliki ilmu berarti ia telah
mengambil bagian yang sempurna.
Ad-Darimy Abu Muhammad dalam kitab musnadnya juga
meriwayatkan, bahwasannya Al_Auza‟I menceritakan dari Al-Hasan,
berkata : “Rasulullah saw. pernah ditanya tentang dua orang dari Bani
Isra‟il, yang satu („alim) sedang shalat fardlu kemudian duduk dan
mengajar kebaikan kepada manusia, dan yang satunya sedang berpuasa
di waktu siang dan bangun di waktu malam (untuk beribadah), manakah
yang lebih utama diantara keduanya ? Rasulullah saw. bersabda :
Keutamaan orang yang ,alim (berilmu) yang sedang shalat fardlu
kemudian duduk mengajar kebaikan kepada manusia atas „abid (ahli
ibadah) yang sedang berpuasa di waktu siang dan bangun di waktu
malam (untuk beribadah) adalah seperti keutamaanku atas orang yang
paling rendah di antara kamu”.

11
Abu Umar menerangkan dalam kitab bayanul ilmi dari Abi sa’id
Al- Khudzriy berkata, bersabda Rasulullah saw.: Artinya : “Keutamaan
orang yang ‘alim (berilmu) atas ‘abid (ahli ibadah), itu seperti
keutamaanku atas umatku” Ibnu Abbas berkata : Artinya : “Jihad yang
paling utama adalah jihadnya orang yang membangun masjid kemudian
digunakan untuk mengajarkan Al-Qur‟an, fiqih dan sunnah”.

C. Surat Al-Muzzamil ayat 20

‫طآئِفَة ِمنَ ٱ َّلذِينَ َم َعكَ ۚ َوٱ َّّلل يقَدِر‬ َ ‫صفَهۥ َوثلثَهۥ َو‬ ْ ِ‫ِإ َّن َربَّكَ يَ ْعلَم أَنَّكَ ت َقوم أَدْنَى مِ ن ثلثَ ِى ٱلَّ ْي ِل َون‬
َ ‫عل َِم أَن‬
‫س َيكون‬ َ ۚ ‫ان‬ِ ‫علَيْك ْم ۖ فَٱ ْق َرءوا َما ت َ َيس ََّر مِ نَ ٱ ْلق ْر َء‬
َ ‫َاب‬َ ‫عل َِم أَن لَّن ت ْحصوه فَت‬ َ ۚ ‫ار‬ َ ‫ٱلَّ ْي َل َوٱلنَّ َه‬
‫ّلل ۙ َو َءاخَرونَ يقَتِلونَ فِى‬ ْ َ‫ض َي ْبت َغونَ مِ ن ف‬
ِ َّ ‫ض ِل ٱ‬ ِ ‫ضى ۙ َو َءاخَرونَ َيض ِْربونَ فِى ٱ ْْل َ ْر‬ َ ‫مِ نكم َّم ْر‬
َ َّ ‫لزكَوة َ َوأَ ْق ِرضوا ٱ‬
َ ‫ّلل قَ ْرضا َح‬
‫سنا‬ َّ ‫ّلل ۖ فَٱ ْق َرءوا َما تَيَس ََّر مِ ْنه ۚ َوأَقِيموا ٱل‬
َّ ‫صلَوة َ َو َءاتوا ٱ‬ ِ َّ ‫سبِي ِل ٱ‬
َ ۚ
َ َّ ‫ظ َم أَجْ را ۚ َوٱ ْستَ ْغفِروا ٱ‬
َ‫ّلل ۖ إِ َّن ٱ َّّلل‬ َ ‫ّلل ه َو َخيْرا َوأَ ْع‬
ِ َّ ‫َو َما تقَدِموا ِْلَنفسِكم ِم ْن َخيْر ت َِجدوه عِندَ ٱ‬
(٢٠ )‫غَفور َّرحِ يم‬
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua
malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak
dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada
di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah
apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di
sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar

12
pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

• Tafsir surat Al-Muzammil ayat 20 oleh Muhammad Quraish Shihab:


Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu, Muhammad,
terkadang bangun malam kurang dari duapertiganya.Di malam yang
lain kamu bangun pada seperdua atau sepertiganya. Para pengikutmu
pun melakukan hal yang sama seperti kamu. Tidak ada yang dapat
menetapkan ukuran siang dan malam serta memastikan waktunya selain
Allah. Dia Mahatahu bahwa kamu tidak mungkin dapat menghitung
secara pasti seluruh bagian siang dan malam itu. Dari itu, Allah
memberikan keringanan kepada kalian. Maka bacalah, dalam salat,
ayat-ayat Alquran yang mudah.
Allah Mahatahu bahwa di antara kalian ada yang menderita sakit
sehingga sulit untuk melakukan ibadah di waktu malam. Demikian pula
Allah mengetahui di antara kalian ada yang selalu bepergian untuk
berniaga dan bekerja mencari karunia Allah. Di antara kalian pun ada
yang tengah berjihad di jalan Allah untuk menegakkan kebenaran.
Maka bacalah ayat Alquran yang mudah, lakukanlah kewajiban salat,
tunaikanlah kewajiban zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah
dengan pinjaman yang baik, yaitu dengan cara bersedekah kepada kaum
fakir sebagai tambahan atas kewajiban yang telah ditentukan.
Sesungguhnya kebajikan yang kalian lakukan akan mendapatkan
ganjarannya di sisi Allah, suatu ganjaran yang besar dan lebih baik dari
segala yang kalian tinggalkan.
Mintalah ampunan Allah atas segala kekurangan dan perbuatan
buruk yang kalian lakukan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
segala dosa orang beriman serta Mahakasih kepada mereka.5

D. Surat Muhammad ayat 24


َ ‫أَفَ َل يَتَدَبَّرونَ ٱ ْلق ْر َءانَ أَ ْم‬
ٓ ‫علَى قلوب أَ ْقفَال َها‬

5
Diakses dari internet https://risalahmuslim.id/quran/at-taubah/9-122/ pada Oktober 2023

13
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah
hati mereka terkunci”
• Tafsir Jalalain Surat Muhammad ayat 24
(Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran) yang dapat
membimbing mereka untuk mengetahui perkara yang hak (ataukah)
sebenarnya (pada hati) mereka (terdapat kuncinya) karena itu mereka
tidak dapat memahami kebenaran.
• Tafsir Ibnu Katsir Surat Muhammad ayat 24
Bahkan pada hati mereka terdapat kunci yang menutupnya. Karena
itu, hati mereka terkunci mati. Tiada sesuatu pun yang dapat
menghidupkannya dapat masuk ke dalamnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr,
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Yazid, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. membaca firman-
Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati
mereka terkunci? (Muhammad: 24) Maka seorang pemuda dari Yaman
berkata, "Bahkan hatinya memang terkunci hingga Allah sendirilah yang
membukanya atau menguakkannya." Perihal pemuda itu masih tetap
berkesan di hati Umar r.a. hingga ia menjabat sebagai khalifah, lalu Umar
meminta bantuan darinya.6

6
Diakses dari internet https://risalahmuslim.id/quran/muhammad/47-24/ pada Oktober 2023

14
Kesimpulan

Dari ayat-ayat diatas bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwasannya


kedudukan ilmu dalam Islam itu sangatlah tinggi. Dimulai dengan membaca
sebuah kitab suci, sampai pada akhirnya ialah membaca kehidupannya dengan
petunjuk Al-Quran sebagai kitab sucinya yang akan membimbing setiap
muslim untuk menjadi seorang muslim sejati dengan intelektual islami.
Kedudukan seorang yang menuntut ilmu bahkan sama dengan sorang
yang pergi berperang. Mereka yang dengan pena mencari wawasan
keilmuannya sama dengan mereka yang dengan pedang pergi ke medan perang
untuk memerangi orang kafir. Tentu mereka yang berperang dengan ilmu pula
yang akan menang.
Meskipun kedudukan mencari ilmu sama dengan orang berperang jihad
fisabilillah, akan tetapi tetaplah kita perpegang teguh pada Al-Quran. Ilmu
yang kita cari ialah ilmu yang bisa bermanfaat untuk umat manusia
kedepannya, dan bukan sesuatu yang merugikan, dan akan merendahkan
martabat manusia sebagai makhluk paling sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra,


1993.
Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta : Pustaka Azzam, 2009.
Departemen Agama RI. AI-Qur 'an dan Terjemahnya. Surabaya: Mekar
Surabaya, 2004.
Majid Khon, Abdul. Hadits Tarbawi: hadits-hadits pendidikan, cet 2, Jakarta:
Kencana, 2014.
Quraish Shihab, AL-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaraan dari Surah-
Surah Al-Quran Cet. ke-1, Ciputat: Lentera Hati, 2012.
_______, Membumikan Al-Qur'an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2003.
_______, Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1992.
_______, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
Pisangan Ciputat: Lentera Hati, 2010.
Umar, Bukhari. Hadits Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadits), jakarta
: Amzah, 2014.

16

Anda mungkin juga menyukai