Anda di halaman 1dari 10

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

A. Qs. Al-Alaq ayat 1-5

‫بِس ِْم هّٰللا ِ الرَّحْ مٰ ِن ال َّر ِحي ِْم‬

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

)۴( ‫) الَّ ِذيْ عَلَّ َم بِا ْلقَلَ ۙ ِم‬۳( ‫) اِ ْقرْ ْأ َو َربُّكَ ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬۲( ‫ق‬
ٍ ۚ َ‫ق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬ َ ۚ َ‫ك الَّ ِذيْ خَ ل‬
َ َ‫) َخل‬١( ‫ق‬ َ ِّ‫اِ ْق َرْأبِاس ِْم َرب‬
)۵( ‫َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم‬

Artinya:

1. Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan.


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
4. Yang mengajarkan dengan pgerantaraan kalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

B. Ma’anil Mufrodat (kosa kata)


1. - ‫( اِ ْق َرْأ‬Bacalah) maksudnya, mulailah membaca dan memulainya.

َ َ‫اس ِم َربِّكَ الَّ ِذيْ خَ ل‬


-‫ق‬ ْ ِ‫( ب‬dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan) semua
makhluk.
َ ‫ق ااْل ِ ْن‬
2. - َ‫سان‬ َ َ‫( خَ ل‬Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia.
- ٍ َ‫( ِم ْن َعل‬dari ‘alaq) lafazh ‘Alaq bentuk jamak dari lafazh ‘Alaqah, artinya
‫ق‬
segumpal darah yang kental.
3. - ‫( ﺇِ ْق َرْأ‬Bacalah) lafazh ayat ini mengukuhkan makna lafazh pertama yang sama.

- ‫( َو َربُّكَ ااْل َ ْك َر ُم‬dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya, tiada seorang-pun
yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafazh ayat ini sebagai hal dari dhamir
yang terkandung didalam lafazh Iqra’.
4. - ‫(الَّ ِذيْ عَلَّ َم‬yang mengajar) manusia menulis.
- ‫( بِ ْالقَلَ ِم‬dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau
pena ialah nabi Idris a.s.

Page | 1
َ ‫( َعلَّ َم ااْل ِ ْن‬Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia.
5. – َ‫سان‬

- ‫( َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya
hidayah, menulis dan berkreatif serta hal-hal lainnya.1

C. Tafsir Qs. Al-Alaq ayat 1-5


1. Di dalam kitab Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa sesungguhnya Al-Qur’an yang
pertama kali diturunkan adalah ayat-ayat mulia ini. Dia merupakan rahmat pertama
yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya dan nikmat pertama yang dicurahkan
Allah kepada mereka. Dia merupakan peringatan tentang awal penciptaan manusia
dari segumpal darah. Dan sesungguhnya, diantara kemurahan Allah ta’ala adalah
mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang tadinya tidak diketahui, maka Allah
mengangkat dan memuliakannya dengan ilmu. Inilah jabatan yang hanya diberikan
Allah kepada bapak manusia, Adam a.s sehingga membedakannya dari malaikat.
Dan, ilmu terkadang ada dalam benak. Kadang-kadang dengan lidah. Kadang-kadang
pula berada dalam dalam tulisan dan bersifat mentalistik dan formalistik. Kata
formalistik memastikan ilmu berada dalam tulisan, namun tidak sebaliknya. Oleh
karena itu, Allah ta’ala berfirman, “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” Ditegaskan dalam sebuah hadits,

‫قَيِّ ُدوْ ا ْال ِع ْل َم بِ ْال ِكتَابَ ِة‬

“Ikatlah ilmu itu dengan tulisan.”

Dan diterangkan pula,

‫َم ْن َع ِم َل بِ َما َعلِ َم َو َرثَهُ هّٰللا ُ ِع ْل َم َما لَ ْم يَ ُك ْن يَ ْعلَ ْم‬

“Barangsiapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan
mewariskan kepadanya sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.”

Adapun hadits mengenai permulaan wahyu turun adalah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad bahwa Aisyah berkata, “wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW
adalah mimpi yang benar. Tidaklah dia bermimpi melainkan datang seperti falaq
shubuh. Kemudian dia pun menjadi gemar menyendiri. Lalu dia datang ke Gua Hira.

Page | 2
Dia beribadah disana beberapa malam sambil membawa bekal yang cukup. Kemudian
dia kembali menemui Khadijah untuk membawa bekal yang baru. Sehingga, beliau
dikagetkan oleh datangnya wahyu, sedangkan beliau ketika itu masih berada dalam
Gua Hira. Malaikat datang dengan tiba-tiba, lalu berkata, ‘Bacalah.’ Rasulullah SAW
menjawab, ‘Aku bukanlah seorang yang pandai membaca.’ Kata Rasulullah SAW,
Lalu dia mengambilku, kemudian memelukku hingga aku pun merasa kepayahan.
Setelah itu, dia melepaskanku, lalu dia mengatakan, ‘Bacalah.’ Aku menjawab lagi,
‘Aku tidak pandai membaca.’ Lalu untuk yang kedua kalinya dia memelukku kembali
sehingga aku pun merasa kepayahan. Setelah itu dia melepaskanku dan mengatakan
‘Bacalah.’ Aku pun berkata lagi, ‘Aku tidak dapat membaca.’ Untuk yang ketiga
kalinya dia memelukku sehingga aku pun merasa payah. Setelah itu dia melepaskan
aku dan membacakan, ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajarkan dengan peerantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”2

2. Sedangkan dalam buku Tafsir ayat-ayat pendidikan:


Pertama, Secara harfiah kata qara’ yang terdapat pada ayat tersebut berarti
menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan
membentuk suatu bacaan. Sedangkan menurut al-Maraghi secara harfiah ayat
tersebut dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat
kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya
engkau tidak dapat melakukannya. Selain itu ayat tersebut juga mengandung perintah
agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan
dan kehendak Allah, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu
pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW agar
membaca. Sedangkan yang dibaca itu obyeknya bermacam-macam. Yaitu ada yag
berupa ayat-ayat Allah yang tertulis sebagaimana surat Al-Alaq itu sendiri, dan dapat
pula ayat-ayat Allah yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagat raya
dengan segala hukum kausalitas yang ada di dalamnya, dan pada diri manusia.
Berbagai ayat tersebut jika dibaca dalam arti ditelaah, diobservasi, diidentifikasi,
dikategorisasi, dibandingkan, dianalisa, dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu

2
AR-RIFA’I, Muhammad Nasib, ringkasan tafsir ibnu katsir jilid 4/penulis, Muhammad Nasib Rifa’i;
penerjemah, Budi Permadi; Cet.1—Jakarta: Gema Insani, 2011.

Page | 3
pengetahuan. Membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an dapat
menghasilkan ilmu agama Islam seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak, dan sebagainya.
Sedangkan membaca ayat-ayat Allah yang ada dijagat raya dapat menghasilkan sains
seperti Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi, Geologi, Botani, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi
fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu tentang raga, dan dari
segi tingkah lakunya menghasilkan ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi,
antropologi, da lain sebagainya; dan dari segi kejiwaannya menghasilkan ilmu jiwa.
Dengan demikian karena obyek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat
Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya milik Allah, dan harus
diabdikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu
tersebut. Pemanfaatan ilmu-ilmu tersebut harus ditujukan untuk mengenal,
mendekatkan diri, dan beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ayat pertama
surat al-Alaq ini terkait dengan obyek, sasaran dan tujuan pendidikan.
Kedua, Secara harfiah kata al-‘alaq yang terdapat pada ayat tersebut menurut al-
Raghib al-Asfahani berarti al-damm al-jamid yang berarti darah yang beku.
Sedangkan menurut al-Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah)
yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia,
dan selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasi dengan
segala sesuatu yang ada didalam jagat raya yang selanjutnya bergerak dengan
kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai
bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia
memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun
sebelum itu ia belum pernah membaca. Dengan demikian ayat ini memberikan
informasi tentang asal-usul dan proses kejadian manusia dengan segenap potensi
yang ada dalam dirinya.
Ketiga, Menurut al-Maraghi bahwa pengulangan kata iqra’ pada ayat tesebut
didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali
dengan diulang-ulang dan membiasakannya sebagaimana berlaku dalam tradisi
perintah Allah untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi apa yang dibaca.
Dengan cara demikian bacaan tersebut menjadi milik orang yang membacanya. Kata
iqra’ sebagaimana telah diungkapkan diatas mengandung arti yang amat luas seperti
mengenali, mengidentifikasi, mengklasifikasi, membandingkan, menganalisa,
menyimpulkan dan membuktikan. Semua pengertian ini secara keseluruhan terkait

Page | 4
dengan proses mendapatkan dan memindahkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian
ayat ini erat kaitannya dengan metode pendidikan, sebagaimana halnya dijumpai
pada metode Iqra dalam proses mempelajari membaca al-Quran. Sedangkan
dihubungkannya kata iqra’ dengan sifat Allah Yang Maha Mulia sebagaimana
terlihat pada ayat tersebut diatas, mengandung arti bahwa Allah memuliakan kepada
siapa saja yang mengharapkan pemberian anugerah dari-Nya, sehingga dengan lautan
kemuliaan-Nya itu mengalirkan nikmat berupa kemampuan membaca pada orang
tersebut.
Keempat, Kata al-qalam pada ayat ini sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-
Asfahani berarti potongan dari sesuatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, dan
secara khusus digunakan untuk menulis. Sedangkan dalam Tafsir al-Maraghi ayat
tersebut menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan qalam sebagai media
yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka
memahaminya melalui ucapan. Lebih lanjut al-Maraghi mengatakan bahwa al-qalam
itu adalah alat yang keras dan tidak mengandug unsur kehidupan, dan tidak pula
mengandung unsur pemahaman. Namun digunakannya al-qalam untuk memahami
sesuatu bagi Allah bukanlah masalah yang sulit. Dan dengan bantuan al-qalam ini
pula manusia dapat memahami masalah yang sulit. Allah memiliki kekuasaan untuk
menjadikan seseorang sebagai pembaca yang baik, penghubung yang memiliki
pengetahuan sehingga ia menjadi manusia yang sempurna. Pada perkembangan
selanjutnya, pengertian al-qalam ini tidak terbatas hanya pada alat tulis yang biasa
digunakan oleh masyarakat tradisional dipesantren-pesantren. Namun secara
substansial al-qalam ini dapat menampung seluruh pengertian yang berkaitan dengan
segala sesuatu sebagai alat penyimpan, merekam dan sebagainya. Dalam kaitan ini,
maka al-qalam dapat mencakup alat pemotret berupa kamera, alat perekam berupa
recording, alat penyimpan data berupa komputer, mikro film, video compact disc
(VCD). Berbagai peralatan ini selanjutnya terkait dengan teknologi pendidikan.3

D. Ayat Lain yang Berhubungan dengan Kewajiban Menuntut Ilmu

3
Nata Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal.
43-49
Page | 5
a. Di dalam Qs. Al-Ghasiyyah ayat 17-26

ِ َ‫) َوِألَى ْال ِجب‬١٨( ‫ت‬


َ‫ال َك ْيف‬ ْ ‫) َوِألَى ال َّس َم ۤا ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬١٧( ‫ت‬ ْ َ‫اﻹبِ ِل َك ْيفَ ُخلِق‬ ِ ‫َأﻔَﻼَ يَ ْنظُرُوْ نَ ﺇِلَى‬
)۲١( ‫) فَ َذ ِّكرْ ﺇِنَّ َم ۤا َأ ْنتَ ُم َذ ِّك ٌر‬۲۰( ‫ت‬ْ ‫ض َك ْيفَ ُس ِط َح‬ ِ ْ‫) َوِألَى اَأْلر‬١۹( ‫ت‬ ْ َ‫صب‬ ِ ُ‫ن‬
)۲۴( ‫اب اَأْل ْكبَ َر‬
َ ‫) فَيُ َع ِّذبُهُ ﷲُ ْال َع َذ‬۲۳( ‫) ﺇِاَّل َم ْن ت ََولَّ ٰى َو َكفَ َر‬۲۲( ‫صي ِْط ٍر‬ َ ‫لَّسْتَ َعلَ ْي ِه ْم بِ ُم‬
)۲۶( ‫) ثُ َّم ﺇِ َّن َعلَ ْينَا ِح َسابَهُ ْم‬۲۵( ‫ﺇِ َّن ﺇِلَ ْين َۤا ﺇِيَابَهُ ْم‬

Artinya:

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?(17) Dan
langit, bagaimana; dia ditinggikan?(18) Dan gunung-gunung bagaimana dia ditegakkan?
(19) Dan bumi, bagaimana dia dihamparkan?(20) Maka berilah peringatan, karena
sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.(21) Kamu bukanlah
orang yang berkuasa atas mereka,(22) tetapi orang yang berpaling dan kafir.(23) maka
Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.(24) Sesungguhnya kepada Kamilah
kembali mereka,(25) kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.(26)

b. Ma’anil Mufrodat (kosa kata)

1. - َ‫( اَفَ َل يَ ْنظُرُوْ ن‬Maka apakah mereka tidak memperhatikan) dengan perhatian yang
dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang kafir
Mekah ْ َ‫( اِلَى ااْل ِ بِ ِل َك ْيفَ ُخلِق‬unta bagaimana dia diciptakan?)
-‫ت‬

ْ ‫( َواِلَى ال َّس َم ۤا ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬Dan langit, bagaimanakah ia ditinggikan?)


2. – ‫ت‬

3. ْ َ‫صب‬
–‫ت‬ ِ َ‫( َواِلَى ْال ِجب‬Dan gunung-gunung, bagimna ia dipancangkan?
ِ ُ‫ال َك ْيفَ ن‬

4. – ‫ت‬ ِ ْ‫( َواِلَى ااْل َر‬Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?)


ْ ‫ض َك ْي فَ ُس ِط َح‬
maksudnya dijadikan sehingga terhampar. Melalui hal-hal tersebutlah mereka
mngambil kesimpulan tentang kekuasaan Allah SWT dan keesaan-Nya. Pembahasan
ini dimulai dengan menyebu unta, karena unta adalah binatang ternak yang paling
mereka kenal daripada yang lain-lainnya. Firman Allah: Shutihat, jelas menunjukkan

Page | 6
bahwa bumi itu rata bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara’.
Jadi bentuk bumi bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para
ahli ilmu konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengn salah
satu rukun syariat.

5. - ْ‫( فَ َذ ِّكر‬Maka berilah peringatan) berilah mereka peringatan yang


mengingatkan mereka kepada nikmat-nikmat Allah dan bukti-bukti yang
menunjukkan keesaan-Nya - ‫( اِنَّ َم ۤااَ ْنتَ ُم َذ ِّك ٌر‬Karena sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan).

6. – ‫ر‬ َ ‫( لَ ْس تَ َعلَ ْي ِه ْم بِ ُم‬Kamu bukanlah orang-orang yang berkuasa atas


ِ ‫ص ْي ِط‬
mereka) menurut uatu qiraat lafaz Mushaithirin dibaca Musaithirin yakni dengan
memakai huruf Sin bukan Shad artinya, menguasaimereka. Ayat ini diturunkan
sebelum ada perintah berjihad.

7. - ‫( اِاَّل‬Kecuali) tetapi - ‫( َم ْنتَ َولَّ ٰى‬orang yang paling) dari keimanan


- ‫( َو َكفَ َر‬Dan kafir) kepada al-Qur’an, artinya ingkar kepadanya.
8. – ‫اب ااْل َ ْكبَ َر‬ َ ‫( فَيُ َع ِّذبُهُ هللاُ ْال َّع َذ‬Maka Allah akan mengazabnya dengn azab yang besar)
yaiutu azab di akhirat dan azab di dunia dengan dibunuh dan ditawan.

9. – ‫( اِ َّن اِلَ ْين َۤا اِيَابَهُ ْم‬Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka) maksudnya merea
akan kembali kepada-Nya sesudah mati.

10. – ‫س ابَهُ ْم‬ ِ ‫( ثُ َّم اِ َّن َعلَ ْين‬Kenudian sesungguhya kewajiban Kami-lah menghisab
َ ‫َاح‬
mereka) atau memberikan balasan kepada mereka, Kami sama sekali tidak akan
membiarkan mereka begitu saja, mereka pasti Kami hisab.4

Diceritakan dari Shalih Al-Murri, bahwa ketika masuk kerumah Amirul


Mukminin, dipersilahkan duduk dan diberi sandaran bantal, lalu Shalih berkata, “Al-
Hasan telah berkata dan ternyata perkataanny itu benar.” Amirul Mukminin bertanya

4
Al-Mahalliy Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hal. 2713-2715)

Page | 7
kepadanya, “Apa yang Al-Hasan katakan?” Shalih menjawab, “Sesungguhnya ilmu
itu mengangkat derajat bangsawan menjadi lebih tinggi lagi dan mengangkat budak
ketingkat derajat orang yang merdeka. Kalau tidak demikian, maka apalah artinya
Shalih Al-Murri, hingga ia dipersilahkan duduk oleh Amirul Mukminin? Tidak lain
adalah karena ilmu.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a ia berkata:

َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬ ْ ُ‫ا‬
ِّ ‫طلُبُوا ْال ِع ْل َم َولَوْ بِال‬
َ َ‫ص ْينَ ﻔَﺈِ َّن طَل‬

“Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina, karena menuntut ilmu itu fardu atas
setiap muslim.”
Al-Musayyab meriwayatkan dari Abu Bakar, dari Aun bin Abdullah, bahwa
ada seseorang datang kepada Abu Dzarr A-Ghiffari r.a. dan berkata, “Saya ingin
mempelajari ilmu, akan tetapi saya khawatir akan menyia-yiakannya dan tidak bisa
mengamalkannya.” Abu Dzarr berkata, “Bersandar pada ilmu lebih baik daripada
bersandar pada kebodohan.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Darda’ r.a. dan
berkata seperti itu, lalu Abu Darda’ berkata, “Sesungguhnya manusia nanti akan
dibangkitkan sesuai dengan keadaannya sewaktu ia mati. Orang yang pandai akan
dibangkitkan sebagai orang pandai dan orang bodoh akan dibangkitkan sebagai orang
bodoh.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Hurairah r.a. dan berkata seperti itu,
lalu Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya kamu lebih baik mendapatkan sesuatu lalu
kamu sia-siakan daripada kamu tidak pernah mendapatkannya sama sekali.”5

c. Tafsir Qs. Al-Ghasiyyah ayat 17-26


Allah SWT berfirman guna memerintahkan kepada para abdi-Nya untuk
memperhatikan makhluk-makhluk-Nya yang menunjukkan kepada kekuasaan dan
keagungan-Nya, “maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan?” Unta dikemukakan karena dia merupakan ciptaan yang menakjubkan,
susunan tubuhnya sungguh memikat. Dan, unta itu sendiri mempunyai kekuatan dan
kekokohan yang luar biasa. Walaupun demikian, dia ditundukkan untuk menanggung
beban yang berat dan menuntun kusir yang payah, dapat dimakan, bulunya dapat
digunakan, dan susunya dapat diminum. Mereka diingatkan dengan hal ini karena bagi
5
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),
hal. 187-188.
Page | 8
bangsa Arab, binatang yang paling akrab dengan kehidupan mereka adalah unta. “Dan
langit, bagaimana dia ditinggikan? Yaitu, bagaimana Allah Ta’ala meninggikan langit
dari bumi, ini merupakan peninggian yang sangat agung. “Dan gunung-gunung
bagaimana dia ditegakkan?” Yaitu, menjadikannya tertancap sehingga menjadi kokoh
dan teguh. Sehingga bumi tidak menjadi miring bersama penghuninya, dan telah
menjadikan berbagai macam manfaat dan barang-barang tambang padanya.
“Dan bumi, bagaimana dia dihamparkan?” Yaitu, bagaimana dia dibentangkan,
dipanjangkan, dan dihamparkan. Maka, ayat ini mengingatkan orang-orang Arab
Badui tentang apa yang sering disaksikan oleh mereka berupa unta, langit, gunung, dan
bumi agar mereka mengambil pelajaran dari semua ini tentang kekuasaan Dia yang
telah menciptakan. Dan bahwa Dia adalah Rabb Yang Maha Agung. Dialah Pencipta,
Pemilik dan Pengatur. Dialah yang tidak ada Tuhan selain Dia semata.
Allah Ta’ala berfirman, “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu
hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas
mereka.” Yaitu berilah peringatan wahai Muhammad dengan risalah yang kamu bawa
kepada mereka itu karena kewajibanmu itu hanyalah menyampaikan, sedangkan
perhitungannya terserah Kami. Itulah sebabnya Allah Ta’ala berfirman, “Kamu
bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” Yaitu, kamu tidak dapat menciptakan
keimanan di dalam hati mereka. Diriwayatkan dari Jabir r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda,

‫َص ُموْ ا ِمنِّ ْي ِد َما َءهُ ْم َوَأ ْم َوالَهُ ْم ﺇِالَّ بِ َحقِّهَا‬ َ ‫اس َحتَّى يَقُوْ لُوْ ا الَ ﺇِلَهَ ﺇِالَّ هللاُ ﻔَﺈِ ّذا قَالُوْ هَا ع‬ َ َّ‫ت َأ ْن ُأقَاتِ َل الن‬
ُ ْ‫ُأ ِمر‬
‫َو ِح َسابُهُ ْم َعلَى هللاِ َع َّز َو َج َّل ثُ َّم قَ َرَأ فَ َذ ِّكرْ ﺇِنَّ َما اَ ْنتَ ُم َذ ِّك ٌر لَسْتَ َعلَ ْي ِه ْم بِ ُم َسي ِْط ٍر‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan,


Tidak ada Tuhan selai Allah.’ Dan bila mereka mengatakannya, mereka telah
terpelihara dariku, darah dan harta mereka , kecuali karena alasan yang hak. Dan
perhitungan mereka terserah Allah.” Selain itu, Rasulullah SAW membaca ayat,
‘Maka berilah peringatan, sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.”

Allah Ta’ala berfirman, “Tetapi orang yang berpaling dan kafir,”yaitu


memalingkan diri sehingga tidak mengamalkan rukun-rukunnya dan kufur terhadap
kebenaran dengan perbuatan dan ucapannya. Ini adalah seperti firman Allah Ta’ala,
“Dia tidak membenarkan dan tidak pula shalat, akan tetapi mendustakan dan

Page | 9
berpaling.” Itulah sebabnya Allah Ta’ala selanjutnya berfirman, “Maka Allah akan
mengazabnya dengan azab yang besar.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu
Umamah al-Bahili bahwa dia pernah lewat di depan khalid bin Yazid bin Mu’awiyah,
kemudian menanyakan kepadanya tentang kalimat yang paling lembut yang pernah
dia dengar dari Rasulullah.”

Dia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,

‫َأالَ ُكلُّ ُك ْم يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ﺇِالَّ َم ْن َش َر َد َعلَى هللاِ َش َرا َد ْالبَ ِعي ِْر َعلَى َأ ْهلِ ِه‬

“Kalian semua pasti akan masuk surga, kecuali yang lari dari Allah,
sebagaimana unta yang lari dari tuannya.”

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka,


kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” Yaitu, Kamilah
yang akan menghisab mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka dan Kami akan
memberikan balasan untuk semuanya itu. Kebaikan dibalas dengan kebaikan dan
keburukan dibalas dengan keburukan.6

6
AR-RIFA’I, Muhammad Nasib, ringkasan tafsir ibnu katsir jilid 4/penulis, Muhammad Nasib Rifa’i;
penerjemah, Budi Permadi; Cet.1—Jakarta: Gema Insani, 2011.

Page | 10

Anda mungkin juga menyukai