“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
)۴( ) الَّ ِذيْ عَلَّ َم بِا ْلقَلَ ۙ ِم۳( ) اِ ْقرْ ْأ َو َربُّكَ ااْل َ ْك َر ۙ ُم۲( ق
ٍ ۚ َق ااْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل َ ۚ َك الَّ ِذيْ خَ ل
َ َ) َخل١( ق َ ِّاِ ْق َرْأبِاس ِْم َرب
)۵( َعلَّ َم ااْل ِ ْن َسانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ۗ ْم
Artinya:
- ( َو َربُّكَ ااْل َ ْك َر ُمdan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya, tiada seorang-pun
yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafazh ayat ini sebagai hal dari dhamir
yang terkandung didalam lafazh Iqra’.
4. - (الَّ ِذيْ عَلَّ َمyang mengajar) manusia menulis.
- ( بِ ْالقَلَ ِمdengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau
pena ialah nabi Idris a.s.
Page | 1
َ ( َعلَّ َم ااْل ِ ْنDia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia.
5. – َسان
- ( َمالَ ْم يَ ْعلَ ْمapa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya
hidayah, menulis dan berkreatif serta hal-hal lainnya.1
“Barangsiapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan
mewariskan kepadanya sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.”
Adapun hadits mengenai permulaan wahyu turun adalah diriwayatkan oleh Imam
Ahmad bahwa Aisyah berkata, “wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW
adalah mimpi yang benar. Tidaklah dia bermimpi melainkan datang seperti falaq
shubuh. Kemudian dia pun menjadi gemar menyendiri. Lalu dia datang ke Gua Hira.
Page | 2
Dia beribadah disana beberapa malam sambil membawa bekal yang cukup. Kemudian
dia kembali menemui Khadijah untuk membawa bekal yang baru. Sehingga, beliau
dikagetkan oleh datangnya wahyu, sedangkan beliau ketika itu masih berada dalam
Gua Hira. Malaikat datang dengan tiba-tiba, lalu berkata, ‘Bacalah.’ Rasulullah SAW
menjawab, ‘Aku bukanlah seorang yang pandai membaca.’ Kata Rasulullah SAW,
Lalu dia mengambilku, kemudian memelukku hingga aku pun merasa kepayahan.
Setelah itu, dia melepaskanku, lalu dia mengatakan, ‘Bacalah.’ Aku menjawab lagi,
‘Aku tidak pandai membaca.’ Lalu untuk yang kedua kalinya dia memelukku kembali
sehingga aku pun merasa kepayahan. Setelah itu dia melepaskanku dan mengatakan
‘Bacalah.’ Aku pun berkata lagi, ‘Aku tidak dapat membaca.’ Untuk yang ketiga
kalinya dia memelukku sehingga aku pun merasa payah. Setelah itu dia melepaskan
aku dan membacakan, ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajarkan dengan peerantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”2
2
AR-RIFA’I, Muhammad Nasib, ringkasan tafsir ibnu katsir jilid 4/penulis, Muhammad Nasib Rifa’i;
penerjemah, Budi Permadi; Cet.1—Jakarta: Gema Insani, 2011.
Page | 3
pengetahuan. Membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an dapat
menghasilkan ilmu agama Islam seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak, dan sebagainya.
Sedangkan membaca ayat-ayat Allah yang ada dijagat raya dapat menghasilkan sains
seperti Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi, Geologi, Botani, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi
fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu tentang raga, dan dari
segi tingkah lakunya menghasilkan ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi,
antropologi, da lain sebagainya; dan dari segi kejiwaannya menghasilkan ilmu jiwa.
Dengan demikian karena obyek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat
Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya milik Allah, dan harus
diabdikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu
tersebut. Pemanfaatan ilmu-ilmu tersebut harus ditujukan untuk mengenal,
mendekatkan diri, dan beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ayat pertama
surat al-Alaq ini terkait dengan obyek, sasaran dan tujuan pendidikan.
Kedua, Secara harfiah kata al-‘alaq yang terdapat pada ayat tersebut menurut al-
Raghib al-Asfahani berarti al-damm al-jamid yang berarti darah yang beku.
Sedangkan menurut al-Maraghi ayat tersebut menjelaskan bahwa Dialah (Allah)
yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia,
dan selanjutnya Allah memberikan potensi (al-qudrah) untuk berasimilasi dengan
segala sesuatu yang ada didalam jagat raya yang selanjutnya bergerak dengan
kekuasaan-Nya, sehingga ia menjadi makhluk yang sempurna, dan dapat menguasai
bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika Dia
memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun
sebelum itu ia belum pernah membaca. Dengan demikian ayat ini memberikan
informasi tentang asal-usul dan proses kejadian manusia dengan segenap potensi
yang ada dalam dirinya.
Ketiga, Menurut al-Maraghi bahwa pengulangan kata iqra’ pada ayat tesebut
didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali
dengan diulang-ulang dan membiasakannya sebagaimana berlaku dalam tradisi
perintah Allah untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi apa yang dibaca.
Dengan cara demikian bacaan tersebut menjadi milik orang yang membacanya. Kata
iqra’ sebagaimana telah diungkapkan diatas mengandung arti yang amat luas seperti
mengenali, mengidentifikasi, mengklasifikasi, membandingkan, menganalisa,
menyimpulkan dan membuktikan. Semua pengertian ini secara keseluruhan terkait
Page | 4
dengan proses mendapatkan dan memindahkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian
ayat ini erat kaitannya dengan metode pendidikan, sebagaimana halnya dijumpai
pada metode Iqra dalam proses mempelajari membaca al-Quran. Sedangkan
dihubungkannya kata iqra’ dengan sifat Allah Yang Maha Mulia sebagaimana
terlihat pada ayat tersebut diatas, mengandung arti bahwa Allah memuliakan kepada
siapa saja yang mengharapkan pemberian anugerah dari-Nya, sehingga dengan lautan
kemuliaan-Nya itu mengalirkan nikmat berupa kemampuan membaca pada orang
tersebut.
Keempat, Kata al-qalam pada ayat ini sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-
Asfahani berarti potongan dari sesuatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, dan
secara khusus digunakan untuk menulis. Sedangkan dalam Tafsir al-Maraghi ayat
tersebut menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan qalam sebagai media
yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka
memahaminya melalui ucapan. Lebih lanjut al-Maraghi mengatakan bahwa al-qalam
itu adalah alat yang keras dan tidak mengandug unsur kehidupan, dan tidak pula
mengandung unsur pemahaman. Namun digunakannya al-qalam untuk memahami
sesuatu bagi Allah bukanlah masalah yang sulit. Dan dengan bantuan al-qalam ini
pula manusia dapat memahami masalah yang sulit. Allah memiliki kekuasaan untuk
menjadikan seseorang sebagai pembaca yang baik, penghubung yang memiliki
pengetahuan sehingga ia menjadi manusia yang sempurna. Pada perkembangan
selanjutnya, pengertian al-qalam ini tidak terbatas hanya pada alat tulis yang biasa
digunakan oleh masyarakat tradisional dipesantren-pesantren. Namun secara
substansial al-qalam ini dapat menampung seluruh pengertian yang berkaitan dengan
segala sesuatu sebagai alat penyimpan, merekam dan sebagainya. Dalam kaitan ini,
maka al-qalam dapat mencakup alat pemotret berupa kamera, alat perekam berupa
recording, alat penyimpan data berupa komputer, mikro film, video compact disc
(VCD). Berbagai peralatan ini selanjutnya terkait dengan teknologi pendidikan.3
3
Nata Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal.
43-49
Page | 5
a. Di dalam Qs. Al-Ghasiyyah ayat 17-26
Artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?(17) Dan
langit, bagaimana; dia ditinggikan?(18) Dan gunung-gunung bagaimana dia ditegakkan?
(19) Dan bumi, bagaimana dia dihamparkan?(20) Maka berilah peringatan, karena
sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.(21) Kamu bukanlah
orang yang berkuasa atas mereka,(22) tetapi orang yang berpaling dan kafir.(23) maka
Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.(24) Sesungguhnya kepada Kamilah
kembali mereka,(25) kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.(26)
1. - َ( اَفَ َل يَ ْنظُرُوْ نMaka apakah mereka tidak memperhatikan) dengan perhatian yang
dibarengi keinginan mengambil pelajaran; yang dimaksud adalah orang-orang kafir
Mekah ْ َ( اِلَى ااْل ِ بِ ِل َك ْيفَ ُخلِقunta bagaimana dia diciptakan?)
-ت
3. ْ َصب
–ت ِ َ( َواِلَى ْال ِجبDan gunung-gunung, bagimna ia dipancangkan?
ِ ُال َك ْيفَ ن
Page | 6
bahwa bumi itu rata bentuknya. Pendapat inilah yang dianut oleh para ulama Syara’.
Jadi bentuk bumi bukanlah bulat seperti bola sebagaimana yang dikatakan oleh para
ahli ilmu konstruksi. Masalah ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengn salah
satu rukun syariat.
9. – ( اِ َّن اِلَ ْين َۤا اِيَابَهُ ْمSesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka) maksudnya merea
akan kembali kepada-Nya sesudah mati.
10. – س ابَهُ ْم ِ ( ثُ َّم اِ َّن َعلَ ْينKenudian sesungguhya kewajiban Kami-lah menghisab
َ َاح
mereka) atau memberikan balasan kepada mereka, Kami sama sekali tidak akan
membiarkan mereka begitu saja, mereka pasti Kami hisab.4
4
Al-Mahalliy Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hal. 2713-2715)
Page | 7
kepadanya, “Apa yang Al-Hasan katakan?” Shalih menjawab, “Sesungguhnya ilmu
itu mengangkat derajat bangsawan menjadi lebih tinggi lagi dan mengangkat budak
ketingkat derajat orang yang merdeka. Kalau tidak demikian, maka apalah artinya
Shalih Al-Murri, hingga ia dipersilahkan duduk oleh Amirul Mukminin? Tidak lain
adalah karena ilmu.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a ia berkata:
َ ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي
ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم ْ ُا
ِّ طلُبُوا ْال ِع ْل َم َولَوْ بِال
َ َص ْينَ ﻔَﺈِ َّن طَل
“Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina, karena menuntut ilmu itu fardu atas
setiap muslim.”
Al-Musayyab meriwayatkan dari Abu Bakar, dari Aun bin Abdullah, bahwa
ada seseorang datang kepada Abu Dzarr A-Ghiffari r.a. dan berkata, “Saya ingin
mempelajari ilmu, akan tetapi saya khawatir akan menyia-yiakannya dan tidak bisa
mengamalkannya.” Abu Dzarr berkata, “Bersandar pada ilmu lebih baik daripada
bersandar pada kebodohan.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Darda’ r.a. dan
berkata seperti itu, lalu Abu Darda’ berkata, “Sesungguhnya manusia nanti akan
dibangkitkan sesuai dengan keadaannya sewaktu ia mati. Orang yang pandai akan
dibangkitkan sebagai orang pandai dan orang bodoh akan dibangkitkan sebagai orang
bodoh.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Hurairah r.a. dan berkata seperti itu,
lalu Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya kamu lebih baik mendapatkan sesuatu lalu
kamu sia-siakan daripada kamu tidak pernah mendapatkannya sama sekali.”5
َص ُموْ ا ِمنِّ ْي ِد َما َءهُ ْم َوَأ ْم َوالَهُ ْم ﺇِالَّ بِ َحقِّهَا َ اس َحتَّى يَقُوْ لُوْ ا الَ ﺇِلَهَ ﺇِالَّ هللاُ ﻔَﺈِ ّذا قَالُوْ هَا ع َ َّت َأ ْن ُأقَاتِ َل الن
ُ ُْأ ِمر
َو ِح َسابُهُ ْم َعلَى هللاِ َع َّز َو َج َّل ثُ َّم قَ َرَأ فَ َذ ِّكرْ ﺇِنَّ َما اَ ْنتَ ُم َذ ِّك ٌر لَسْتَ َعلَ ْي ِه ْم بِ ُم َسي ِْط ٍر
Page | 9
berpaling.” Itulah sebabnya Allah Ta’ala selanjutnya berfirman, “Maka Allah akan
mengazabnya dengan azab yang besar.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu
Umamah al-Bahili bahwa dia pernah lewat di depan khalid bin Yazid bin Mu’awiyah,
kemudian menanyakan kepadanya tentang kalimat yang paling lembut yang pernah
dia dengar dari Rasulullah.”
َأالَ ُكلُّ ُك ْم يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ﺇِالَّ َم ْن َش َر َد َعلَى هللاِ َش َرا َد ْالبَ ِعي ِْر َعلَى َأ ْهلِ ِه
“Kalian semua pasti akan masuk surga, kecuali yang lari dari Allah,
sebagaimana unta yang lari dari tuannya.”
6
AR-RIFA’I, Muhammad Nasib, ringkasan tafsir ibnu katsir jilid 4/penulis, Muhammad Nasib Rifa’i;
penerjemah, Budi Permadi; Cet.1—Jakarta: Gema Insani, 2011.
Page | 10