Anda di halaman 1dari 57

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MEMAHAMI MAKNA BUDAYA AKADEMIK DALAM ISLAM

1. Apresiasiasi Al-Quran Terhadap Ilmu Pengetahuan

Sumber utama ajaran Islam adalah Al-quran. Maka kalau kita ingin

melihat bagaimana konsep yang diajarkan Islam tentang apa pun maka yang

pertama-tama dialkukan adalah melihat dalam al-quran. Demikian halnya

kalau kita ingin mengetahui bagaimana wawasan Islam tentang ilmu

pengetahuan maka yang pertama harus dibedah adalah al-quran.

Ilmu pengetauan dan orang yang berilmu menempati posisi yang tinggi

dalam ajaran agama Islam. Seorang cendikiawan muslim dari Mesir Abbas

Mahmud al-Aqqad bahkan mengatakan, berpikir dalam rangka mencari

kebenaran merupakan bagian dari kewajiban Islam. Dan dalam kehidupan

sehari-hari seorang muslim harus selalu ditandai dengan peningkatan ilmu

pengetahuan.

Orang yang berilmu akan ditempatkan oleh Alloh SWT pada posisi

yang terpuji dan amat termuliakan (Q.,s. Al-Mujadilah:11). Sebaliknya,

orang yang tidak menggunakan akal dan kalbunya untuk mendapatkan

pengetahuan tentang kebenaran akan diturunkan derajatnya sampai pada

tingkatan terendah, yaituseperti binatang atau leih hina darinya (Q.,s. Al-

A’raf:179).

4
5

Begitu juga dalam surat Al Mujadilah ayat 11 : “Alloh akan

meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” Q.S Al- A’raf ayat 179 “Dan

sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyak dari jin

dan manusia, meraka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk

memahami (ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunya mata (tetapi) ridak

dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh), dan merka

mempunya telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-

ayat Alloh) . mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat

lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Dengan ilmu manusia bisa menjadi jauh lebih baik dan berbeda dengan

makhluk lainnya. Imam Gazali berkata “ilmulah yang membedakan manusia

dari binatang. Dengan ilmu ia menjadi mulia, bukan dengan kekuatan

fisiknya, sebab dari sisi fisik onta jauh lebih kuta, dan bukan dengan

kebesaran tubuhnya. Sebab gajah pasti melebihinya, juga bukan dengan

keberaniannya, sebab singa lebih berani darinya. Manusia diciptakan hanya

untuk ilmu. Jadi intinya, ketika berbicara ilmu pengethauna, Al-Quran tidak

mengkhususkan pada ilmu tertentu, tetapi mencakup segala bentuk

pengetahuan yang dicapai manusia melalui upaya mencermati langit dan

bumi beserta isinya.

Apresiasi atau perhatian Al-quran terhadap ilmu pengetahuan ini dapat

kita mulai dari melihat betapa seringnya Al-quran menyebut kata ‘ilm 9yang

berarti pengetahuan0 dengan segala derivasinya (pecahannya) yang


6

mencapai lebih dari 800-an kali. Belum laagi ungkapan lain yang dapat

memiliki kesamaan maksna menunjuk arti pengetahuan, seperti kata al-fikr,

al-nazhr, al-bashar, al-tadabbur, al-dzikr. Kata ilm menurut para ahli bahsa

Al-quran mengandung arti “pengetahuan akan hakikat sesuatu”. Dari kata

kunci inilah kita dapat memulai melacak bagaimana Al-quran, khususnya

dan agama Islam pada umumnya memberikan perhatian terhadap ilmu

pengetahuan. Diantarnya sebagai berikut.

a) Wahyu Al-Quran yang Turun Pada Masa Awal Mendorong

Manusia untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Mayoritas ulama khususnya ulama Al-quran sepakat bahwa wahyu

al-quran yang turun pertama kali adalah lima ayat disurat al-A’laq (QS.

68:1-5) kemudian disusul awall ayat disurat Al-Qalam QS. 68;1-5.

Artinya :

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.

4. Yang mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Artinya :
7

1. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.

2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan

orang gila.

3. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang

tidak putus-putusnya.

4. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

5. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun

akan melihat.

Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun al-A’laq/96: 1-5 tergambar

dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat

serius kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Alloh SWT

menurunkan petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara

untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut

menggunakan redaksi “iqra”. Makna perintah tersebut bukanlah hanya

sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra’ adalah

membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci

perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan.

Dalam konteks modern sekarang makana iqra’ dekat dengan makna reading

with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).

Dalam ayat pertamatersebut tidak dijelaskan obyek apa yang harus di

iqra’. Hal ini mengandung arti bahwa apa saja yang dapat kita jangkau

untuk diteliti maka hal tersebut dapat menjadi obyek iqra’. Dikalangan para

mufassir ada satu kaidah yang menyatakan bahwa “apa bila dalam suatu
8

perintah tidak disebutkan obyek maka objeknya apa saja yang dapat

dijangkau oleh perintah tersebut”.

Dari pemahaman tersebut dapat juga disimpulkan Islam sejak awal

tidak membedakan anatara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dan

ilmu akhirat. Apa saja objek yang dapat memberikan manfaat bagi

kemaslahatan hidup manusia sudah sewajarnya kalau dipelajari oleh

manusia. Sehingga yang menentukan baik tidaknya apa yang dipelajari

bukan terletak kepada objeknya melainkan kepada motivasi atau niatnya.

Hal inilah yang diisyaratkan dalam penggalan ayat selanjutnya bismirabbik.

Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa apa pun aktivitas iqra’

yang kita kerjakan maka syarat yang ditekankan oleh Al-quran adalah harus

bismirabbik, (dengan nama Tuhan). Hal ini mengandung arti seperti yang

diungkapkan oleh Syaikh abdul Halim Mahmud (Mantan pemimpin

tertinggi Al-Azhar Mesir); “Dengan kalimat iqra’ bismirabbik, Al-quran

tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi membaca adalah

lambang dari segala yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif

maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin

mengatakan “Bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu,

bekerjalah demu Tuhanmu”, demikian juga apabila anda berhenti bergerak

atau berhenti melakukan aktivitas. Maka hal tersebut hendaklah juga

didasarkan kepada bismirabbik. Sehingga pada akhirnya ayat tersebut

“jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu dalam cara dan tujuannya,

kesemuanya demi Alloh SWT.


9

Kalau dalam kelompok ayat yang pertama turun berkaitan dengan

perintah membaca maka kelompok ayat yang kedua yaitu disurat al-Qalam

menekankan pentingnya alat yang harus digunakan untuk menunjang

aktivitas membaca yaitu qalam (pena) dan hasilnya yaitu tulisan. Dalam

ayat tersebut seakan Alloh SWT bersumpah dengan manfaat dan kebaikan

yang dapat diperoleh dari tulisan. Hal ini secara tidak langsung merupakan

anjuran untuk membaca karena dengan membaca seseorang dapat

memperoleh manfaat yang banyak khususnya adalah wawasan hidup dan

pengetahuannya. Hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi kesuksesan

hidupnya. Atau dengan kata lain ilmu pengetahuan akan dapat terus

berkembang dengan baik apabila budaya baca-tulis telah menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Budaya baca disimpulkan

dalam perintah iqra’, sementara budaya tulis disampaikan dalam wahyu

yang kedua yaitu al-qalam (pena).

b) Tugas manusia sebagai khalifah Alloh dibumi akan sukses kalau

memiliki olmu pengetahuan

Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Baqarah/2: 30-31


10

Artinya :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat,

“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

bumi”. Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan (khalifah)

dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah. Padahaln Kami Senantiasa bertasbih dengan

emuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman:

“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dan dia

mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,

kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lain berfirman:

“Sesungguhnya kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang

benar orang-orang yang benar!”

Dari ayat diatas nampak jelas bahwa untuk suksesnya tugas

kekhalifahan manusia dimuka bumi maka Allah SWT menganugrahkan

kepada manusia potensi untuk dapat mengetahui dan memahami segala

sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya. Dari rangkaian ayat diatas juga

terlihat bahwa dengan kemampuan untuk memahami dan mengetahui

manusi memiliki kelebihan dibandingkan malaikat.

Pada ayat 31 pengajaran yang diterima oleh manusia pertama tersebut

yaitu adam dari Allah SWT adalah tentang nama-nama benda. Hal ini

menjadi pelajaran bahwa pengetahuan dasar yang harus didapatkan oleh

manusia adalah tentang nama-nama benda, bukan kata kerja. Maka hal

pertama yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita yang masih kecil
11

(balita) semestinya adalah nama-nama benda misalnya memperkenalkan

ayah, ibu kemudian nama-nama benda disekelilingnya dan lain-lain.

Penggalan ayat 31 yang berbuyi “Dia mengajarkan kepada Adam

Nama-nama (benda-benda) seluruhnya”, juga mengandung arti bahwa salah

satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa

yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa

sehingga ini mengantarnya mengetahui. Disisi lain kemampuan manusia

merumuskakn ide dan memberikan nama bagi segala sesuatu merupakan

langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan lahirnya

ilmu pengetahuan.

c) Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu

Ajaran ini tertuang dalam surat Thaha/20: 114.

Artinya : “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”

Inilah salah satu doa yang harus dipanjatkan oleh seorang muslim

yang diajarkan oleh Al-quran. Bahwa memohon kepada Allah SWT agar

ditambahkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari kebutuhan hidup. Dari

ayat ini juga dapat dipetik pelajaran bahwa Islam mengajarkan menuntut

ilmu adalah salah satu bentuk ibadah yang bernilai tinggi dan harus

dilakukan oleh setiap muslim sepanjang hidupnya. Maka kalau pada masa

modern dikenal istilah pendidikan seumur hidup (long live education), maka
12

Islam sejak awal menekankan kepada umatnya untuk terus menambah ilmu

pengetahuan.

Etos untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan

bahwa yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada usia

tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu, melainkan

sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus

menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslin. Salah satu hikmahnya

adalah bahwa kehidupan trus mengalami perubahan dan perkembangan

menuju kemajuan, maka kalau seorang muslin tidak terus menambah

pengetahuannya jelas akan tertingga oleh perkembangan zaman yang pada

gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran

jelas membedakan anatara orang yang berpengetahuan dengan orang yang

tidak berpengetahuan. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zumar/39: 9

Artinya : Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui

dengan orang0orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang

berakalah yang dapat menerima pelajaran.

Ayat tersebut jelas menegaskan bahwa tentu berbeda antara yang

berpengetahuan dengan yang tidak memiliki pengetahuan. Yang dimaksud

pengetahuan dalam ayat ini adalah pengetahuan yang membawa manfaat

bagi kehidupannya didunia dan akhirat. Maka bagi yang tidak memiliki
13

pengetahuan jelas nilainya akan jauh berbeda denga orang yang memiliki

pengetahuan.

d) Orang yang Berilmu akan Dimuliakan Oleh Allah SWT

Hal ini diisyaratkan dalam surat Al-Mujaadilah/58: 11

Artinya : Allah akan meninggalkan orang-orang yang beriman diantaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dari ayat tersebut jelas bahwa kemuliaan dan kesuksesan hidup

hanya milik orang yang berilmu dan beriman. Orang yang beriman tetapi

tidak memiliki ilmu pengetahuan maka tidak akan memperoleh kemuliaan

disisi Allah SWT. Sebaliknya bagi orang yang hanya berilmu saja tanpa

disertai iman maka juga tidak akan membawa manfaat bagi kehidupannya

khususnya diakhirat kelak.

Ayat tersebut juga teerlihat bahwa secara garis besar manusia dapat

dibedakan ke dalam dua kelompok besar: pertama, orang yang sekedar

beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan

beramal shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok

kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang dimiliki tersebut,

baik melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan.

Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu

apapun yang membawa maslahat bagi kehidupan manusia. Hal ini

ditegaskan dama surat Faathir/35: 27-28


14

Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasannya Allah menurunkan hujan

dari langit. Lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan

yang beraneka macam jenisnya, dan diantara gunung-gunung itu

ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya

dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) diantara

manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak

ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).

Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-

Nya, hanyalah ualama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi

Maha Pengampun.

Ayat diatas jelas bahwa setelah Allah SWT menjelaskan tentang

banyak mkhluk-Nya juga fenomena alam kemudian dipenghujung ayat

ditutup dengan ungkapan “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara

hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. Hal ini sekali lagi menegarkan bahwa

ilmu dalam pandangan Islam bukan hanya ilmu agama. Namun disisi lain

juga terlihat bahwa ilmu yang dimiliki oleh setiap orang semestinya

menghasilkan rasa khasyah (takut atau kagum) kepada Allah SWT. Karena

kalau ilmu tersebut tidak menghasilkan kedekataan kepada Allah SWT

justru hal ini akan mambawa kecelakaan bagi orang tersebut. Maka ilmu
15

apapun yang dipelajari dan dimiliki oleh manusia semestinya

menghantarkan pada sikap semakin dekat kepada Allah SWT. Maka kalau

ada sementara orang baik berilmu apalahi tidak berilmu yang kemudian

melalaikan Allah SWT dalam hidupnya maka akan berakbiat kebinasaan

bagi kehidupannya terlebih diakhirat nanti. Hal ini ditegaskan dalam surat

Al-A’raaf/7: 179

Artinya : Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam)

kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi

tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan

mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai

telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat

Allah), mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka leih

sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai.

Ayat ini menjelaskan tentang manusia yang lalai dan kemudian

dipersamakan dengan binatang., bahkan jauh lebih sesat dibanding binatang.

Mengapa? Karena manusia diberi potensi lebih banyak dibanding binatang.

Maka tatkala potensi-potensi yang semestinya dapat menjadikan hidupnya

mulai ternyata justru menghantarkannya menuju kebinasaan. Hal ini bukan

karena mereka tidak memiliki kecerdasan dan pengetahuan tetapi ilmu


16

pengetahuan yang dimilikinya tidak menghantarkannya menjadi semakin

dekat kepada Allah SWT.

Binatang tidak dikecam kalau tidak dapat mencapai derajat yang

tinggi karena potensi yang dimiliki oleh binatang tidak sebanyak yang

dimiliki oleh manusia. Disisi lain potensi yang dimiliki oleh binatang berupa

insting tidak akan pernah dilanggarnya dan cenderung menghantarkannya

untuk melakukan sesuatu yang positif. Sementara manusia maka dikatakan

lebih digunakan untuk meraih kemuliaan hidup didunia dan akhirat,

2. Kokohnya Iman Dan Baiknya Amal Tergantung Kepada Ilmu

Seperti yang telah diuraikan dibagian awal bahwa dalam Islam tidak

dikenal dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu dunia dengan

ilmu akhirat. Pada dasarnya masalah agama atau keimanan hanya dapat

kokoh apabila ditopang oleh pengetahuan atau ilmu. Demikian halnya

dengan amal shalih hanya akan sempurna apabila dialndasi dengan ilmu dan

pengetahuan yang benar. Maka begitu banyak ayat yang mengecam perilaku

sementara orang yang beriman atau beragama tetapi hanya mbebek atau

ikut-ikutan tanpa disertai dengan penalaran dan pemahaman yang benar

tentang keyakinanya. Hal ini diungkapkan dalam beberapa ayat, diantaranya

sebagai berikut Q.S. Al-Baqarah/2: 170


17

Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: :Ikutilah apa yang telah

diturunkan Allah”, mereka menjawab: “(Tidak), tetapi Kami hanya

mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek

moyang kami”. “(Apakajah mereka akan mengikuti juga),

walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu

apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”

Seorang anak kemudian mengikuti perilaku orang tuanya atau nenek

moyangnya tentu sangat wajar. Tetapi kemudian kalau menurut

perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan yang memang terus akan main

terlebih menurut akal sehat dan ajaran yang benar, ternyata apa yang

dilakukan oleh orang tua atau nenek moyang tersebut keliru tentu orang

yang berpengetahuan akan meninggalkan apa yang dilakukan oleh nenenk

moyangnya dan beralih kepada hal yang lebih benar.

Disisi lain salah satu kepastian yang tidak diragkan lagi adalah adanya

hukum perubahan dalam kehidupan manusia. Artinya manusia dalam

menjalani kehidupannya akan mengalami perkembangan dalam pemikiran

dan kondisi sosialnya. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya pun tentu akan

bertambah sehingga boleh jadi akan ada pandangan hidup atau pengetahuan

yang harus dikoreksi dan diluruskan. Hal itulah sebuah keniscayaan dalam

hidup yaitu adanya perubahan. Maka kalau ada orang yang tidak mau

berubah dan hanya bertahan dengan keyakinannya yang usang hal inilah

yang dikecam oleh Al-Quran. Hal ini juga iisyaratkan dalam surat Al-

Maai’dah/5: 104
18

Artinya : Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang

diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab:

“Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami

mengerjakannya”. Dan aapakah mereka itu akan mengikuti nenek

moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak

mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk.

Firman Allah SWT diatas dengan jelas menyatakan keburukan

sementara orang yang memiliki keyakinan tetapi tidak didasarkan kepada

pertimbangan akal sehat melainkan hanya membebek saja tanpa disertai

usaha penilaian terhadap kepecayaan yang telah ada. Potongan firman Allah

yang menyatakan bahwa :mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak

(pula) mendapat petunjuk”, mengandung arti bahwa mereka tidak mampu

memanfaatkannya karena mata hati dan pikiran mereka telah tertutup. Ayat

ini bukan berarti bahwa apabila mereka memiliki kesesatan nenek moyang

mereka.

Ilmu pengetahuan dan kesesatan adalah dua hal yang berbeda dan tidak

mungkin dapat bertemu, seingga apabila mereka mengikuti nenek moyang

mereka yang berkeyakinan salah tersebut, pastilah karena mereka tidak

memiliki ilmu pengetahuan. Ayat ini ingin menegaskan keadaan sementara

orang yang diselubungi oleh kebodohan dan ketiadaan petunjuk, tetapi

mereka berlindung dibatik jubah adat istiadat dan ttradisi nenek moyang

mereka.
19

Yang perlu digaris bawahi adalah bawha Al-quran tidak mengecam

tradisi tetapi yang dikecam Al-quran adalah tradisi yang tidak sejalan

dengan ilmu pengetahuan, akal sehat, hati’nurani dan terlebih tuntunan

Allah SWT. Apabila suatu tradisi memang baik yaitu tidak bertentangan

dengan nilai-nilai tersebut maka Al-quran tetap menerimanya. Beberapa

contoh tradisi yang ada sebelum Al-quran turun dan tetap dilestarikan

diantaranya; tentang sebuah uangkapan yang nenyatakan bahwa “al-

muhafadatu ‘ala qadimishshalih wal ‘akhdzu bil jadidil ashlah”,

(memelihara yang lama selama masih baik lagi sesuai dan mengambil yang

baru jika lebih baik).

Apalagi kalau memang bersumber kepada wahyu yang dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW tentu harus tetap diamalkan, seperti yang

diisyaratkan dalam surat Ali-Imran/3: 31

Artinya : Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah

Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosanya.”

Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang

Sikap sementara orang yang hanya membebek itu dikukiskan dengan

sangat baik oleh Al-Quran dalam surat an-Najm/53: 23


20

Artinya : Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak

kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan

pun untuk (menyembah)-Nya, mereka tidak lain hanyalah

mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingin oleh hawa

nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada

mereka dari Tuhan mereka.

Ayat ini sekali lagi mengecam sementara orang yang mendasarkan

keyakinan (iman-nya) kepada sangkaan bahwa hawa nafsunya semata

padahal ajaran agma yang prinsip yaitu tentang iman dan kepercayaan

kepada Tuhan tentu tidak dapat disandarkan kepada dugaan-dugaan semata

melainkan harus didasarkan kepada argumen yang rasional dan objektif.

Dan mereka dikecam karena sangkaan mereka tidak didasarkan kepada

nasionalitas dan objektivitas argumen, melainkan kepada hawa nafsu

mereka. Dari sinilah dapat dipahami mengapa orang yang beriman dan

beramal harus didasari oleh pengetahuan yang mendalam tentang hakikat

keduanya bukan disandarkan ddugaan0dugaan yang tidak berdasar.

3. Islam Menuntut Agar Manusia Menggunakan Budaya Akademik

Berfikir rasional adalah ciri utama ajaran Islam maka Al-quran

menantang setiap orang yang meragukan ajaran Islam untuk menggunakan

budaya akademik, yaitu menggunakan tradisi keilmuan yang didasarkan

prinsip-prinsip rasional yang lurus. Dianatar pernyataan Al-quran yang

menunjukakan hal tersebut adalah Q.S. Al-Baqarah/2: 111


21

Artinya : Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah

orang yang benar”.

Bukti kebenaran yang diminta oleh ayat tersebut bukan untuk

kepentingan Allah karena Allah tidak perlu bukti apapun atas apa yang

dilakukan manusia. Bukti tersebut diminta oleh Allah untuk menusia, karena

yang perlu bukti adalah manusia. Kesan yang dapat ditangkap dari ayat

tersebut adalah jangan sampai manusia menyangkut prinsip-prinsip

kehidupannya hanya mendasarkan kepada klaim-klaim yang tidak berdasar,

melainkan harus didasarkan kepada bukti yang jelas dan pemikiran yang

rasional dan obyektif.

Dari ayat tersebut terlihat bahwa Islam menuntut kepada manusia untuk

mengedepankan rasionalitas ilmiah dalam setiap tindakannya. Inilah yang

dalam era modern sering diseut dengan budaya akademik. Termasuk dalam

konteks ini Islam tidak mentolerir tindakan pemaksaan dan anarkisme dalam

mengajak manusia menuju jalan Allah. Yang harus dilakukan adalah dengan

pendekatan rasional dengan cara yang bijak. Hal ini antara lain ditegaskan

dalam surat An-Nah16: 125

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang


22

siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih

mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat tersebut dipahami para ulama sebagai tahapan yang harus

dilakukan dalam berdakwah dengan melihat dan memperhatikan obyek

dakwahnya. Ketiga tahap itu tersebut yaitu :

 Dengan hikmah

 Nasihat yang baik

 Beragumentasi dengan cara yang paling baik

Ketiga tahap tersebut jelas sekali harus mengoptimalkan kemampuan

akademis setiap orang yang ingin terjun berdakwah.

Tuntunan Al-quran untuk mengoptimalkan kemampuan akademis

manusia tidak pernah disertai keraguan sedikit pun. Karena sepanjang

manusia menggunakan kemampuan nalarnya dengan baik dan benar maka

hal tersebut tidak akan mungkin menggoyahkan keimannya. Yang terjadi

justru akan sebaliknya semakin optimal manusia menggunakan akalnya

maka akan semakin kokoh iman seseorang. Sekali lagi dengan nalar yang

digunakannya adalah disertai hati yang bersih. Dalam Islam tidak akan

ditemui petentangan antara iman dengan ilmu pengetahuan. Karena kedua-

duanya sumbernya adalah satu; Iman bersumber dari wahyu yang berasal

dari ciptaan Allah SWT. Maka Kalau sampai timbul pertentangan berarti

ada salah satu yang keliru atau lemah. Dengan kata lain seperti yang juga

telah disinggung dibagian awal bahwa pengetahuan yang benar akan

mengantarkan pemiliknya mempunyai iman yang kokoh. Begitu juga


23

sebaliknya salah satu ciri iman yang kokoh akan semakin mendorong

pemiliknya untuk memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini antara lain

dijelaskan dalam surat Al-Hajj/22: 54

Artinya : Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa

Al-quran tulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan

tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah

pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan

yang lurus.

Ada 3 rangkaian yang tidak dipisahkan; ilmu pengetahuan; iman yang

kokoh dan hati yang tunduk. Dalam Islam ketiganya tidak boleh dipisahkan

dan saling berkait. Artinya bukti seseorang memiliki pengetahuan adalah

imannya yang kokoh dan sebagai bukti bahwa iman tersebut adalah kokoh

maka hatinya selalu tunduk (kepada kebenaran yang bersumber dari

petunjuk Allah SWT). Inilah trilogi yang tidak terpisahkan sehingga budaya

akademikyang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan

manusia cerdas, tetapi juga manusia yang selain cerdas juga memiliki

kehangatan iman yang disertai kerendahan hati (tawadzu).

Sebuah tradisi akademis yang hanya mengasah kecerdasaan otak maka

hanya akan melahirkan robot-robot yang tidak memiliki empati terhadap

sesama. Sebaliknya budaya akademis yang terlalu menitik beratkan

pembangunan keimanan dengan mengesampikan rasionalitas akan


24

melahirkan manusia-manusia yang gagap bahkan gagal menghadapi

tantangan zaman. Juga sebaliknya orang-orang yang cerdas akalnya, kokoh

imannya, tetapi tidak disertai kerendahan hatinya hanya akan melahirkan

manusia-manusia tinggi haln yang tidak peduli terhadap sekelilingnya, maka

budaya akademik yang ingin dibangun oleh Al-quran adalah yang

menggabungkan ketiganya.

Al-quran merekam sosok orang yang dapat menggabungkan ketiga hal

tersebut dalam diri seorang tokong Dzul Qamain yang memiliki kekuatan

sehingga dapat membangun tembok yang kokoh kemudian dia mengatakan

dengan rendah hati seperti yang jelaskan dalam surat al-Kahf/18: 98

Artinya : Dzulkamain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku

Demikian juga dengan tokoj Sulaiman, as. Yang diberi kekayaan yang

melimpah, kekuasaan yang tinggi sebagai seorang raja pada masanya bagi

kaumnya, juga ilmu yang luas dan dalam, bahkan dapat berinteraksi dan

berkomunikasi dengan mahluk-mahluk selain manusia, diantaranya adalah

jin dan binatang. Atas seluruh anugrah tersebut dengan rendah hati dia

mengatakan, seperti yang direkam dalam surat An-Naml/27:40

Artinya : Sulaiman pun berkata: “ini termasuk karunia Tuhanku untuk


25

mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan

nikmat-Nya) dan barang siapa yang yang bersyukur maka

sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan

barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha

Kaya lagi Maha Mulia”.

B. Karakteristik Muslim Yang Berbudaya Akademik

Ayat pokok yang menjelaskan tentang karakteristik seorang muslim

yang berbudaya akademik adalah surat Ali-Imran/3 :190—191

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-

orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah

sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan

mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari

siksa neraka.

Dalam ayat tersebut seorang muslim yang memiliki karakter berbudaya

akademik disebut dengan istilah ulul albab yang secara kebahasaan

mengandung arti :orang-orang yang memiliki akal yang murni”. Dalam ayat
26

tersebut jelas dinyatakan bahwa mereka memiliki paling tidak dua karakter

yaitu :

 Orang yang selalu menginat Allah SWT dalam keadaan berdiri, duduk

atau dalam keadaan berbaring

 Mereka selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi

Dari dua karakter tersebut dapat ditarik beberapa pelajaran diantaranya

adalah :

 Karakter orang yang mampu mengoptimalkan kemampuan spriritualnya

untuk selalu ingat kepada Allah SWT dalam setiap keadaan. Dalam ayat

tersebut dijelaskan dengan ungkapan “selalu mengingat Allah dalam

keadaan berdiri, duduk dan berbaring”. Keadaan manusia hanya terdiri

dati tiga keadaan, kalau tidak berdiri mungkin duduk kalau tidak

keduanya pasti berbaring. Dan sebagai bukti dari aktivitas zikir tersebut

adalah kemampuanya untuk menggunakan pikirannya secara maksimal

untuk memikirkan semua ciptaan Allah yang tergelar di alam semesta.

 Ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang ada di alam raya

ini hanya akan dapat ditangkap oleh orang-orang yang mau

mencurahkan akal dan pikirannya dan disertai dengan kebersihan hati

untuk selalu mengingat Allah SWT. Kalau ada orang yang mampu

memikirkan ciptaan Allah tetapi tanpa disertai usaha mengingat Allah

SWT maka tidak akan menghasilkan sikap budaya akademik yang

diidealkan oleh Islam. Al-quran mengajarkan untuk selalu mengaitkan


27

aktivitas berpikir ilmiah yang kita lakukan dengan usaha selalu

mengingat Allah SWT,

Dari usaha tersebut maka lahirlah sebuah kesadaran yang tulus untuk

mengakui betapa agungnya Allah SWT dan betapa lemahnya manusia

dihadapan ke-Mahakuasaan Allah SWT. Ekspresi seperti ini diungkapkan

dalam lanjutan ayat surat Ali-Imran/3: 192

Artinya : Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barang siapa yang Engkau

masukkan ke dalam neraka. Maka sungguh telah Engkau hinakan

ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong

pun.

Hal ini bukan berarti Allah SWT akan semena-mena memasukkan

orang ke dalam siksa neraka, karena kalau itu terjadi akan berlawanan

dengan sifat Allh SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Pernyataan

dalam doa tersebut lebih sebagai bentuk ekpresi sikap seorang hamba yang

mengakui bahwa telah banyak anugerah yang diberikan oleh Allah SWT

namun ternyata tidak menjadikan manusia sadar akan jati dirinya yang

hanya juga sebagai ciptaan (hamba), maka doa tersebut adalah pengakuan

kalau pada akhirnya ada orang yang masuk neraka itu karena semata-mata

sikap orang tersebut yang tidak mau menggunakan akalnya secara benar

atau tidak mau mengikuti tradisi akademik yang diajarkan Allah SWT.

Maka konsekuensinya adalah siksa dineraka.


28

Karakter ketiga, orang berbudaya akademik disebut dalam surat Az-

Zumar/39: 18

Artinya : Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling

baik diantaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi

Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai

akal.

Bahwa karakter orang yang memiliki budaya akademik yang baik

adalah orang yang yang secara sungguh-sungguh dan konsisten selalu mau

mendendengarkan hal-hal atau informasi yang baik. Kemudian dari sekian

banyak informasi baik yang mereka terima kemudian dipilihlah informasi

terbaik dan kemudian dengan sepenuh hati melaksanakan informasi

tersebut. Informasi terbaik menurut ayat tersebut bukan tanpa kriteria.

Kriteria yang dijadikan pegangan adalah petunjuk Allah SWT dan Rasul-

Nya serta berdasarkan logika yang lurus dan hati nurani yang bersih.

Mereka itulah yang dalam ayat tersebut kemudian juga disebut dengan ulul

albab.

Namun seorang muslim meskipun telah memperolah kemampuan

tersebut tetap bersikap rendah hati dengan mengakui bahwa perolehan

tersebut merupakan semata-mata karunia dan petunjuk Allah SWT. Hal ini

diisyaratkan dalam ayat diatas dengan redaksi “mereka itulah orang-orang

yang telah diberi Allah petunjuk”. Petunjuk tersebut tentu hanya akan
29

diperolah bagi yang bersungguh-sungguh ingin meraihnya. Orang yang

tidak pernah berikhtiar untuk meraih petunjuk maka jangan berharap dapat

memperoleh petunjuk. Disini bertemu antara anugerah Allah yang Mahas

Memberi petunjuk dengan usaha manusia yang ingin meraih petunjuk.

C. ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA, DAN KEADILAN DALAM ISLAM

1. Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap,

kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak

saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang

menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. Secara

terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas.

Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu :

 Suatu aturan umum atau cara hidup

 Suatu tatanan aturan perilaku.

 Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .

Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah

membiasakan kehendak. Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan

mendasar yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola

hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya .

Ilustrasi: ada dua orang pekerja, dengan kemampuan yang relatif sama

baik menyangkut tenaga, tingkat pendidikannya maupun waktu yang


30

meraka miliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam faktanya pekerja yang

satu dapat jauh lebih banyak menyelesaikan pekerjaanya, sementara pekerja

kedua menyelesaikan pekerjaanya dengan jumlah yang lebih sedikit.

Pernyataan yang muncul, mengapa bisa terjadi perbedaan hasil pekerjaan

keduanya. Perbedaan hadil dari kedua pekerja tersebut disebabkan semangat

dalam bekerja yang berbeda. Semangat inilah yang kemudian populer

disebut dengan istilah etos kerja. Menurut Al-quran ada tiga tugas pokok

manusia yaitu :

a) Manusia Bertugas sebagai Khalifah di Muka Bumi

Hal ini secara tegas disebutkan dalam surat Al-Baqarah/2: 30

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat

“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah

dimuka bumi” mereka bekata: “Apakah Engkau hendak

menjadikan (Khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat

kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami

Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan

Engkau” Tuhan berfirman :Sesungguhnya aku mengetahui apa

yang tidak kamu ketahui.”

Ayat tersebut menjelaskan tentang rencana Allah SWT

menciptakan manusia adalah diberi mandat sebagai khalifah atau wakil

Allah SWT untuk mengelola bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas


31

tersebut dengan baik maka yang harus dilakukan adalah bekerja dengan

baik, bekerja dengan baik saja inilah yang menjadi fokus kita untuk

ditingkatkan dan itulah yang disebut etos.

Ayat lain juga menjelaskan tentang tugas manusia sebagai khalifah

dijelaskan dalam surat Faathir/35:39

Artinya : Dialah yang menjadikan kamu khilafah-khilafah dimuka

bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya

menimpa dirinya sendiri, dan kekafiran orang-orang yang kafir

itu tidak lain hanyalah akan menambah kemakmuran pada sisi

Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain

hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap orang bertugas membangun

dunia dan berusaha memakmurkannya dengan sebaik-baiknya sesuai

dengan petunjuk Allah SWT. Apapun fungsi dan kedudukannya dalam

kehidupan sosialnya, apakah dia penguasa atau rakyat biasa, penguasa

atau pekerja, dan lain-lainya. Manusia sejak awal telah diberi potensi

oleh Allah SWT untuk dapat melakukan tugas tersebut. Dan potensi itu

tidak diberikan kepada mahluk selain manusia. Inilah yang menjadikan

manusia memperolah kehormatan dibandingkan dengan mahkluk yang

lainnya.
32

Dalam redaksi ayat lainnya sangat jelas bahwa tugas kekhalifahan

tersebut dikaitkan dengan aktivitas bekerja atau yang kemudia populer

dengan etos kerja. Hal ini diisyratkan dalam surat Al-A’raaf/7: 129

Artinya : ... Musa Menjawab “Mudah-mudahan Allah membinasakan

musuhmu dan menjadikan kamu khalifah dibumi-Nya, maka

Allah akan melihat bagaimana kamu bekerja.

Dari ayat-ayat tersebut diatas dapat juga dipahami bahwa nilai

kualitas kemanusian seseorang salah satu tolak ukurnya adalah,

seberapa sungguh-sungguh seseorang menjalankan tugas tersebut dalam

kehidupannya yaitu membangun etos untuk bekerja. Karena kalau

manusi tidak memiliki etos dalam bekerja atau etosnya rendah berarti

dia telah memiliki etos dalam bekerja atau etosnya rendah berarti dia

telah menyia-nyiakan tugas yang dinamakan Allah SWT kepadanya.

b) Manusia Bertugas untuk Mengabdi (Beribadah) kepada Allah

Ayat yang secara tegas menyebutkan hal ini adalah surat Az-

Dzaariyat/51: 56

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa tugas lain yang diemban oleh

manusia dalam hidup didunia ini adalah untuk menjadikan segala


33

aktivitas hidupnya bernilai ibadah. Tentu saja dalam hal ini termasuk

bekerja dalam kapasitas apapun. Kalau bekerja adalah sebagai salah

satu ekspresi beribadah maka sebagai seorang muslin tentunya tidak

akan menyia-nyiakansetiap kesempatan dalam waktu yang ada kecuali

akan diisi dengan usaha yang persembahan dan waktu yang ada kecuali

akan diisi dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat

menghasilkan karya-karya terbaik sebagai persembahan pengabdiannya

kepada Tuhannya (Allah SWT).

Secara lebih rinci lagi dalam ayat lain dikemukaan bahwa ibadah

yang dilakukan tersebut harus benar-benar dilandasi niat yang ikhlas.

Ini diisyaratkan dalam surat Al-Bayyinah/98: 5

Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah

Allah dengan menunaikan ketaatan kepada-Nya dalam

(menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka

mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian

itulah agama yang lurus.

Kalau ibadah syarat diterimanya adalah harus ikhlas maka bekerja

karena sebagai ekpresi ibadah juga sudah sewajarnya kalau harus

dilandai dengan hati yang ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti

memaksimalkan seluruh potensi dan kemampuan untuk dapat mencapai

hasil yang maksimal sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Dari

perspektif ini terlihat bahwa dalam Islam tidak ada istilah pekerjaan
34

rendahan atau bergengsi. Semua bentuk kerja akan dinilai baik

tergantung niat dan cara melaksanakannya. Contoh, seorang office boy

(pelayan kantor), kalau bekerja dengan baik, niat yang baik maka tidak

akan kalah mulia disisi allah dengan seorang direktur sekalipun.

Dalam Al-quran ditemukan sekian ayat yang dapat memberi petunjuk agar

kita dapat meningkatkan etos kerja, diantaranya adalah :

a) Manajeman waktu, seorang muslim dituntut untuk dapat mempergunakan

waktu seefektif mungkin untuk dapat diisi dengan segala bentuk aktivitas

yang baik, terlebih apabila sedang mengerjakan satu pekerjaan. Berkali-

kali kita temukan ayat yang berisi sumpah Allah SWT dengan

menggunakan waktu seperti, wal ‘ashri, waddh-dhuha, wal-laili, wan-

nahari. Hal ini mengandung pesan bahwa setiap orang yang ingin sukses

harus dapat mempergunakan waktu sebaik mungkin. Karena waktu adalah

modal terbaik.

Ilustrasi, mengapa sebuah tim sepak bola apabila sedang bermain

mereka secara umum begitu ngotot berrsemangat, jawabannya bisa

bermacam-macam, diantaranya mereka ingin meraih kemenangan

sehingga menjadi juara. Jawaban tersebut tentu tidak keliru, tetappi dalam

perspektif orang yang berusaha salah satu sebab makna mengapa mereka

begitu bersemangat adalah kesadaran akan terbatasnya waktu permainan,

sehingga apabila mereka tidak bersemangat sementara waktu pertandingan

sangat terbatas kemungkinan besar mereka akan menderita kekalahan dan

itu berarti kehilangan kesempatan untuk menjadi juara.


35

Maka dalam ayat lain Al-quran memberi petunjuk dalam surat Al-

Insyrah/94: 7-8

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakan

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (ayat 7). Dan hanya

kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (ayat 8).

Ayat tersebut memberi isyarat seorang yang ingin meraih

keberhasilan dalam usahanya maka tidak ada waktu yang disi-siakan untuk

berlalu begitu saja tanpa menghasilkan suatu karya yang bermanfaat.

Karena apabila selesai suatu pekerjaan segera usul dengan mengerjakan

pekerjaan lain yang baik dengan sungguh-sungguh ayat tersebut juga

memberi isyarat tentang pentingnya sebuah perencanaan dalam satu

pekerjaan. Ayat tersebut seakan ingin mengajarkan bahwa sebelum kalian

melakukan satu pekerjaan cobalah membuat perencanaan yang baik dalam

tahapan-tahapan pekerjaan yang sistematis dengan target-target yang dapat

diukur. Dan apabila satu tahap telah selesai maka segera kerjakan tahan

selanjutnya dengan bersungguh-sungguh. Inilah salah satu petunjuj yang

amat jelas bahwa seorang muslim dalam bekerja harus memiliki etos yang

tinggi.

Namun, yang perlu diingat bahwa kunci keberhasilan pekerjaan yang

kita lakukan bukan hanya terletak kepada etos kerja saja melakukan harus

juga disandarkan kepada ridha allah SWT. Inlah yang diisyaratkan dalam

ayat 8 surat diatas. “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu


36

berharap”. Hal inilah yang juga membedakan antara etos kerja yang

diajarkan oleh Al-quran dengan etos kerja yang diajarkan lainnya.

b) Bekerja sesuai bidang dan kompetensinya. Etos kerja seseorang akan

berlipat apabila pekerjaan yang dia lakukan memang pekerjaan yang

sesuai dengan bidang dan kompetensinya. Apabila seseorang melakukan

pebedaan yang bukan bidangnya, apalagi kalau tidak memiliki kompetensi

jangan harap akan dapat memperoleh hasil yang maksimal, yang ada justru

kegagalan hal ini diisyaratkan dengan sangat dalam Al-quran surat Al-

Israa’/17: 84

Artinya : Katakanlah “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya masing

masing” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar

jalan-Nya.

Ayat ini memberi isyarat bahwa setiap orang telah dianugrahi oleh

Allah potensi dan kecenderungan tertentu, dalam bahasa modern bisa

disebut dengan talenta atau bakat. Maka seseorang yang dapat dengan baik

mengenali dan menggali potensi anugerah Allah tersebut kemudian dapat

diwujudkan dalam bentuk kecakapan dan kompetensi dalam bidang

tertentu maka bukan suatu yang sulit bagi orang tersebut untuk dapat

meningkatkan etos kerja dan meraih hasil maksimal.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan etos kerja ini, seorang

muslim harus tetap mengikuti petunjuk Allah SWT dalam bekerja.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :


37

 Pekerjaan yang dilakukan tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah ,

sekeras apapun orang bekerja setinggi apapun etos kerja yang dimiliki

maka tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah SWT. Hal ini

ditegaskan dalam surat Al-Jumu’ah/62: 9

Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan

shalat jumat maka bersegeralah kamu kepada menginat allah

dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik

bagimu jika kamu mengetahuinya.

Yang dimaksdud jual beli dalam ayat tersebut adalah mencakup

seluruh aktivitas atau pekerjaan manusia. Maka apapun aktivitas atau

pekerjaan yang dilakukannya tidak boleh melupakan Allah SWT.

Ayat tersebut ditutup dengan statement Allah “Yang demikian itu

lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya”. Hal ini mengisyaratkan

bahwa boleh jadi ada orang yang tetap bekerja dengan etos yang

tinggi tanpa peduli dengan aturan-aturan Allah, maka hal ini jelas

akan merugikan dirinya sendiri. Karena hasil pekerjaan tersebut tidak

akan membawa kebahagiaan hidupnya didunia apalagi diakhirat. Yang

terjadi justru akan sebaliknya orang akan engalami kecanduan kerja,

dan itu akan berakibat tidak baik bagi keseimbangan hidupnya.

 Etos kerja yang tinggi ttidak boleh melupakan shalat dan zakat, ibadah

shalat adalah bagian dari teknis dan mekanisme yang diciptakan oleh

Allah SWT agar manusia tetap dapat memelihara komunikasi dengan


38

Allah SWT. Maka sesibuk apapun seseorang kalau ingin hidupnya

diberkahi dan bahagia maka harus tetap memelihara shalatnya. Dan

setelah memperolah hasil dari pekerjaanya dituntut untuk memberikan

hak-hak saudaranya yang kurang beruntung (fakir-miskin) dengan

membayar zakat. Ini diisyaratkan dalam surat an-Nuur/24: 37

Artinya: Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak

(pula) oleh jual beli dan mengingati Allah, dan (dari)

mendirikan sembahyang, dan (dari) membayar zakat. Mereka

takut kepada suatu hal yang (dihari itu) hati dan penglihatan

menjadi guncang.

Rambu-rambu diatas yang paling penting untuk diperhaatikan adalah

tidak boleh melakuakn pekerjaan yang diharapkan oleh Allah SWT.

Kalau yang dilarang oleh Allah SWT tetap dikerjakan maka akan

membawa kehancuran bagi individu orang tersebut juga bagi

masyarakat, misalnya dengan melakukan perjudian dan bentuk-bentuk

kecurangan lainnya. Salah satu ayat yang menjelaskan hal ini adalah

surat Al-Maai’idah/5: 90-91

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminun)

khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah,

adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-


39

perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (ayat 90).

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran

(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu

dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah

kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Etos kerja yang diartikan sebagai sebuah spirit atau semangat untuk

mengerjakan suatu aktivitas baik yang maksimal. Salah satu ungkapan yang

dapat kita samakan dengan ungkapan Al-quran adalah ‘amal atau juga ‘amal

shalih. Banyak ayat yang dapat kita rujuk untuk menunjukan betapa tinggi

penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang mempunyai etos kerja (amat

yang baik), diantaranya :

a) Surat Saba’/34: 13

Artinya : Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah)

dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.

Dari ayat tersebut jelas bahwa bekerja adalah sebagai ekspresi tanda

bersyukur. Salah satu makna syukur adalah menggunakan semua karma

Allah SWT seusia tujuan penganugerahnya. Dari penjelasan tersebut dapat

kita tarik pemahaman bahwa orang yang tidak mau bekerja dengan baik

berarti tidak bersyukur atas seluruh anugerah Allah SWT. Sebaliknya

orang yang mau bekerja dengan baik atau orang memiliki etos kerja berarti

orang tersebut telah masuk kedalam kelompok orang yang bersyukur.


40

Akan ditambah nikamt karunia-Nya. Hal ini dengan jelas disebutkan

dalam surat Ibrahim/14: 7

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah

(nikamt) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),

maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Seorang muslim multak harus memiliki kerja keras yang tinggi, sebab

kalau tidak brarti dia akan termasuk orang yang tidak bersykur dan ini

berarti hanya akan mendatangkan kemakmuran Allah SWT. Dalam

perspektif modern orang yang tidak cerdas beryukur, berarti tidak

memiliki etos dalam bekerja pada gilirannya hanya akan mendatangkan

kegagalan.

b) Surat An-Nahl/16 97

Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya

akan Kami berikan kepadanya kehidupannya yang baik dan

Sesungguhya akan kami beri alasan kepada mereka dengan pahala

yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Ungkapan yang secara jelas menunjukan pekerjaan yang baik adalah amal

shalih, yang dalam ayat tersebut dijanjikan akan diberikan penghidupan

yang baik, sukses, dan diakhirat masih akan disempurnakan karunia-Nya


41

berupa pahala disurga. Hal itu semua akan diberikan kepada orang yang

memiliki etos kerja atau amal yang baik. Salah ssatu prasyarat yang

penting untuk dapat memiliki etos kerja yang tinggi adalah seseorang

harus memliki sikap terbuka.

2. Sikap Terbuka (Jujur)

Keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka dan

transparan, yang secara harfiah berarti jernih, tembus cahaya, nayata jelas,

mudah dipahami, tidak keliru, tidak ada keraguan. Dengan demikian

keterbukaan atau transparansi adalah tindaka yang memungkinkan suatu

persoala menjadi jelas mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi

keberannya. Kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, keterbukaan

atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan

informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses

penyelenggaraan pemerintahan.

Sikap positif selanjutnya yang harus dimiliki oleh seorang yang ingin

berhasil “dalam kehidupannya adalah sikap terbuka dan jujur. Seseorang

tidak akan mungkin memiliki sikap terbuka kalau tidak bersikap jujur tidak

akan mungkin memiliki sikap terbuka kalau tidak bersikap jujur terhadap

dirinya sendiri maupun orang lain. Karena orang yang bersikap tidak jujur

pasti akan berusaha mati-matian untuk menutupi ketidakjujurannya.

Bagaimana seseorang dapat bersikap terbuka kalau dia harus berbohong

diatas kebohongan.
42

Islam sangant menekankan supaya manusia bersikap jujur. Diantara

ayat-ayat yang memerintahkan supaya bersikap jujur diantaranya sebagai

berikut

1. Surat Al-Ahzab/33:70

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada

Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.

Yang dipanggil dalam ayat tersebut adalah orang yang beriman, hal

ini berarti salah satu prasyarat orang-orang yang kokoh imannya adalah

selalu berkata benar dan jujur dan ini menjadi prasyarat utama untuk

memiliki sikap terbuka. Seseorang tidak mungkin akan dapat memiliki

sikap terbuka apabila belum dapat bersikap jujur terhadap dirinya

sendiri’

Sikap terbuka yang dimiliki seseorang akan menjadikan hidupnya

merasa nyaman, karena tidak ada yang perlu ditutupi, sehingga etos

kerja dan kinerjanya akan menjadi maksimal. Beberapa hasil penelitian

menyebutkan bahwa salah satu yang menyita dan mencuri tenaga,

stamina dan energi kita adalah sikap tidak terbuka dan tidak jujur baik

kepada diri sendiri maupun orang lain. Sehingga apabila kita dapat

selalu bersikap jujur dan terbuka maka akan menjadikan semangat dan

stamina kita dalam menjalani hiudp, khususnya dalam pekerjaan

semangat dan stamina kita dalam menjalani hidup, khususnya dalam

pekerjaan akan menjadi berlipat ganda dan optimal.


43

Contohnya seorang karyawan telah berbuat curang ditempat

kerjanya. Maka yang akan dia lakukan adalah sedapat mungkin

mengamankan dan merahasiakan kecurangannya itu, maka untuk

menutupi kecurangannya tersebut dia pasti akan berbuat bohong.

Selama orang ini belum mau mengaku dan bersikap jujur dan terbuka

terhadap dirinya sendiri maka selama itu pula rasa bersalah akan terus

melanda hatinya, meskipun terkadang itu berusaha untuk ditutupinya.

Dan selama itu pula pasti orang tersebut tidak akan dapat fokus kepada

pekerjaannya. Dan pada gilirannya prestasi kerjanya pun akan menurun,

seingga yang rugi adalah dirinya sendiri.

2. Surat At-Taubah/9:199

Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan

hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Ayat ini memberi petunjuk bagaimana cara menjadi orang yang

selalu bersikap jujur dan terbuka yaitu dngan cara bergabung dengan

lingkungan yang kondusif yang dapat memberi pengaruhdan dampak

positif bagi kepribadiannya. Hal ini juga menjadi isyarat bahwa

lingkungan yang tidak baik akan berpengaruh bagi kepribadian

seseorang. Seseorang yang bergaul dengan orang-orang yang tidak jujur

dan tidak terbuka maka cepat atau lambat orang tersebut juga akan

terpengaruh. Sebaliknya kalau kawan-kawan dekatnya adalah orang-

orang uang jujur dan terbuka maka akan berpengaruh positif bagi
44

kepribadiannya. Redaksi yang digunakan ayat tersebut adalah maka

yang berarti bersama.

Dalam sebuah hadis Nabi SAW berpesan “Sesungguhnya kejujuran

membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga, dan

sesungguhnya seseorang berlaku jujur hingga ditulis di sisi Allah

sebagai orang yang sangat jujur dan sesungguhnya dusta membawa

kepada kemaksiatan dan kemaksiatan membawa ke neraka, dan

sesungguhnya seseorang berlaku dusta hingga ditulis disisi Allah

sebagai pendusta”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari sabda Nabi SAW diatas yang perlu digaris bawahi adalah

bahwa bersikap jujur dan terbuka itu sebenarnya tidak sulit yang sulit

adalah bersikap jujur dan terbuka secara konsisten. Seseorang yang

telah menjadikan sikap terbuka adalah bagian dari sikap dalam

kehidupannya. Maka sebenarnya dia telah meraih sepauh kesuksesan

hidupnya baik untuk prestasi dunianya maupun akhiratnya.

Sikap positif lain yang seharusnya menjadi budaya atau kebiasaan

kita adalah sikap adil.

3. Sikap Adil

Keadilan menurut menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia barasal

dari kata adil yang berarti kejujuran, kelurusan dan keikhlasan dan tidak

berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang. Menurut

Ensiklopedi Indonesia kata Adil berarti, tidak berat sebelah atau tidak

memihak kesalah satu pihak. Memberikan sesuatu kepada setiap orang


45

sesuai dengan hak yang harus diperoleh. Mengetahui hak dan kewajiban,

mana yang benar dan yang salah,jujur, tepat menurut aturan yang berlaku.

Tidak pilih kasih dan pandang siapapun, setiap orang diperlakukan seusai

hak dan kewajibannya.

Dalam sebuah riwayat yang sahih dikisahkan bahwa seorang sahabat

yang bernama Abu Darda al-Anshari, selalu puasa disiang dan selalu shalat

malam semalaman suntuk sehingga keluarganya kurang mendapat

perhatian. Melihat hal tersebut saudara angkatnya yaitu sahabat Salman al-

farisi datang mengingatkan bahwa tindakan tersebut keluri. Yang benar

adalah bahwa badan kita punya hak untuk diistirahatkan, keluarga kita

punya hak untuk diperhatikan, masing-masing harus seimbang ditunaikan

haknya. Itulah salah satu makna adil dalam Islam.

Bersikap adil yang dibicarakan Al-quran, khusunya dan Islam pada

umumnya mengandung berbagai spektrum makna, tidak hanya pada proses

penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih melainkan

menyangkut segala aspek kehidupan beragama, diantaranya :

Pertama, adil dalam aspek Aqidah, untuk menelusuri makna adil dalam

aqidah ini dapat digunakan antinom dari keadilan yaitu kezaliman. Al-quran

menyebut bahwa syirik adalah kelaziman yang terbesar, hal ini antara lain

disebutkan dalam Q.S. Luqman/31: 13

Artinya: Dan ingatlah ketika Luqman nerkata kepada anaknya, diwaktu ia


46

memberi pelajaran kepadanya, “Hai anaku janganlah kamu

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah

adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Hal senada dapat dijumpai dalam Q.S. Al-Naml/27: 44

Artinya: Dikatakan kepada (ratu), “Masuklah ke dalam istana” maka tatkala

dia melihat lantai istana itu dikiranya kolam air yang besar dan

disingkapnya kedua betisnya. Sulaiman, as. Berkata

“Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kava, Ratu

tersebut berkata Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah berbuat zalim

terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada

Allah Tuhan semesta Alam.

Termasuk dalam aspek aqidah adalah bahwa Allah, mengutus para Rasul

dengan membawa wahyu untuk dapat menegakan sistem kemanusiaan yang

adil. Hal ini jelaskan dalam Q.S. Al-Hadiid/57: 25

Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus Rasul Kami dengan membawa

bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka

Al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan

keadilan. Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan

yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka

mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang


47

menolong (agama)-Nya dan rasul-Nya padahal Allah tidak

dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Keadilan tidak hanya berlaku bagi mahluk manusia termasuk alam semesta

ini ditegakan oleh Allah SWT atas dasar keadilan, Q.S. Ar-Rahmaan/55: 7-8

Artinya: Dan Allah telanh meninggikan langit dan Dia meletakan al-mizan

(neraca kesetimbangan) agar kamu tidak melampaui batas tentang

neraca itu, dan tegakkanlah timbangan itu dengan qis dan janganlah

kamu mengurangi neraca itu.

Kedua, dalam aspek syari’ah khususnya yang berkaitan dengan

muamalah Al-quran menekankan perlunya manusia berlaku adil. Sebagai

contoh Q.S. Al-Baqarsh/2: 282

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian

menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis enggan

menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka


48

hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu

menginfakkan )apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia

bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi

sedikit pun dari pada hutangnya. Jika berhutang itu lemah akalnya

atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu

menginfakkan, maka hendaklah walinya menginfakkan dengan

jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-

laki diantara kalian. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh

seorang lelaki dengan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang

kalian ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi

mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi

keterangan) apabila mereka dipanggil dan janganlah kalian jemu

menulis hutang itu, baik kecil maupun besar batas waktu

membahayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan

lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak

(menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu), kecuali

jika muamalah itu peragangan tunai yang kalian jalankan diantara

kalian, maka tidak ada dosa bagi kalian (jika) kalaian tidak

menuliskannya. Dan persaksikanlah apabilah kalian berjual beli

dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kalian

melakukan yang demikain itu, maka sesungguhnya hal itu adalah

suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah

mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.


49

Ketiga, dalam aspek akhlak keadilan dituntut bukan hanya kepada

orang lain namun juga kepada diri sendiri. Ayat-ayat dibawah ini

memberikan gambaran tersebut, Q.S. Al-An’aam/6: 152

Aritnya: Janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang

lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah

takaran dan timbangan dengan adil, Kami tidak memikul bebas

kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan apabila kamu berkata

hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu dan

penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan Allah

kepadamu agar kamu ingat.

Dalam memberikan penafsiran tersebut ayat tersebut khususnya dalam frase

“apabila kamu berkata hendaklah berlaku adil”, Quraish Shihab menyatakan

bahwa ucapan seseorang terdiri tiga kemungkinan :

 Jujur atau benar ini bisa saja bermakna positif atau negatif, serius atau

bercanda

 Ucapan yang salah, ada yang disengaja (bohong) ada juga yang tidak

disengaja (keliru)

 Omong kosong ini ada yang dimengerti tetapi tidak berfaedah sama

sekali, namun ada juga yang tidak dimengerti.

Perintah berkata dalam ayat tersebut menyangkut ketiga makna

tersebut, dalam arti ucapan bohong dan omong kosong tidak dibenarkan
50

sama sekali untuk diucapkan. Adapun ucapan yang benar tetapi tidak adil

yaitu bukan pada tempatnya maka ucapan seperti ini tidak dibenarkan. Yang

dituntut dari ayat ini adalah bahwa ucapan tersebut jujur atau benar

sekaligus adil dalam arti sesuai pada tempatnya meskipun tertuju kepada

kerabatnya sendiri.

Dari pemaparan aneka ragam makna keadilan yang disebut oleh Al-

quran sebagaimana tersebut diatas maka dapat dirangkum dalam beberapa

bagian yang dapat disebut sebagai dimensi keadilan, yaitu

 “Kesamaan” sebagai Dimensi

Keadilan aya-ayat yang menjelaskan masalah ini cukup banyak terutama

yang terkait dengan masalah penetapan hukup, beberapa ayat tersebut

anatar lain,Q.S. Al-Nisaa’/4: 58

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

amanat kepada pemiliknya, dan apabila kamu menetapkan

hukum dianatara manusia supaya kamu menetapkan dengan

adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

mendengar Lagi Maha Melihat.

Menurut sebagian besar mufassir, seperti Ibn Kasir dan juga al-

Suyuti,asbab al-nuzul dari ayat diatas adalah berkenaan dengan kasusu

kunci K’bah yang ada dalam kekuasaan ‘Usman ibn Talhah yang tterjadi

pada hari penaklukan kota Makkah pada tahun 8H. Peristiwa tersebut
51

bermula ketika Rasulullah SAW meminta kunci Ka’bah dari ‘Usman.

Ketika kunci hendak diserahkan, al-‘Abbas meminta kepada Nabi SAW

agar kekuasaan atas kunci itu diserahkan kepadanya sehingga ia dapat

menghimpun kekuasaan tersebut dengan kekuasaan memberi air minum

kepada jam’ah haji (siqayat). Karena permintaan ini ‘Usman pun menahan

kunci tersebut. Meskipun Nabi SAW mengulangi permintaanya. ‘Usman

baru menyerahkan kunci tersebut setelah Nabi SAW meminta untuk yang

ketiga kalinya. ‘Usman menyerahkan kunci tersebut sambil berkata “Inilah

dia dengan amanat”, Nabi SAW kemudian memasuki Ka’bah dan setelah

keluar, beliau thawaf, kemudian turunlah Jibril membahwa wahyu. Nabi

SAW memanggil ‘Usman dan menyerahkan kembali kunci Ka’bah

kepadanya.

Ungkapan yang terkait langsung dengan pembahasan ini adalah

‘apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu

menetapkan hukum adil’. Yang dimaksud dengan menetapkan hukum dalam

ayat tersebut bukan hanya berkisar dalam apabila terjadi persengketaan. Hal

ini didasarkan kepada penelusuran makna hukum yang dikandung oleh Al-

quran. Secara etimologis akar kata yang terdiri dari huruf ha, kaf dan mim

mengandung srti “mencegah”, yang secara leksikal kemudian bermakna

“menyelesaikan atau memutuskan suatu urusan, memberi kekang dan

mencegah seseorang dari yang diinginkannya”. Kata al-hukm ketika terserap

ke dalam bahasa Indonesia mengalami sedikit reduksi dengan diberikan

makna sebagai peraturan, ketentuan dan keputusan, sementara dalam


52

penggunaanynya dalam Al-quran kata tersebut tidak hanya mengacu kepada

hasil atau obyek namun juga menyangkut pembuatan dan cam menjalankan

keputusan tersebut.

Bertolak dari pemahaman makna hukm diatas maka pengertian

ungkapan “apabila kamu menetapkan hukum” dalam ayat diatas mencakup

pengertian “membuat dan menerapkan hukum”. Ini berarti secara

kontekstual perintah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada

kelompok sosial tertentu dalam masyarakat muslim, tetapi ditunjukan

kepada setiap orang yang mempunyai kekuasaan memimpin orang-orang

lain termasuk dalam rumah tangga yang dipegang oleh seorang suami. Ini

antara lain disebutkan dalam, Q.S. An Nisaa’/4: 34

Artinya: Kaum laki-laki (suami) adalah peimimpin bagi kaum perempuan

(istri-istri), oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka

(suami) atas sebagian yang lain (istri), dan karena meraka (suami)

telah menafkankan sebagian dari harta mereka.

Dalam Al-quran dan terjemah yang diterbitkan Departemen Agama

ayat tersebut diberi subjudul beberapa peraturan hidup bersuami istri. Dalam

ayat tersebut kepemimpinan seorang suami dijelaskan dengan kata qawwam

yang mengindikasikan bahwa kepemimpinan tersebut harus dijalankan

dengan seadil-adilnya. Pengertian ini didasarkan kepada penggunaan istilah

gawwam yang disebut dalam Al-quran dalam ayat 135 surat yang sama kata

gawwam dirangkai dengan kata gist :


53

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak-penegak

keadilan, menjadi saksi-saksi karena Allah, biarpun terhadap

dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya

ataupun miskin, maka Alah lebih tahu kemaslahatannya. Maka

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang.

Dan jika kamu memutarbalikan (kata-kata) atau berpaling, maka

sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang

kamu kerjakan.

Ayat ini secara tegas memerintahkan kepada orang-orang yang

beriman untuk menegakan keadilan secara total dalam semua kondisi dan

dalam semua bidang. Terhadap obyek dimana keadilan harus ditegakkan

penegak keadilan harus dapat bersikap adil dalam arti sama memberikan

perlakuannya. Dengan pemahaman seperti inilah seorang hakim yang

sedang mengadili suatu perkaea harus memperlakukan yang berperkara

tersebut dengan perlakuan yang sama khususnya dalam proses

pengembalian keputusan. Namun kesamaan ini tidak mencakup dalam hal

apa yang mereka terima dari keputusan hukum tersebut.

 “Keseimbangan” sebagai Dimensi Keadilan

Adil dalam konteks ini tidak mengharuskan kesamaan diantara

masing-masing unsur, namun yang terpenting adalah bawha terjadi

keseimbangan meskipun kadarnya berbeda. Keseimbangan tersebut


54

diperlukan untuk tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Ayat yang

menginformasikan hal ini antara lain Q.S. AL-Infithar/82: 6-7

Artinya: Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat

durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang telah

menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan

menjadikan 9susunan tubuh)mu seimbang.

Dalam ayat tersebut diinformasikan kepada manusia bahwa salah satu

sifat kemuliaan Allah SWT adalah telah menciptakan (tubuh) manusia yang

secara le seluruhan mengikuti prinsip-prinsip keseimbangan. Dengan

prinsip-prinsip tersebut manusia mencapai susunan yang sempurna.

Pengertian ini juga terdapat dalam Q.S. Al-Israa’/17: 35

Artinya : Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan

timbanglah dengan timbangan benar. Itulah yang lebih utama

bagimu dan lebih bagus akibatnya.

Kata al-gist yang dalam ayat tersebut dirangkai dengan kata al-

mustagim, ada yang memahaminya dalam arti neraca timbangan

sebagaimana dalam terjemahan diatas, namun ada juga yang mengartikan

adil. Kata ini menurut Ibn Mujahid merupajan kata serapan dari bahasa

Romawi yang masuk berkulturasi kedua makna yang dikemukaan diatas

dapat dipertemukan dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan

keadilan maka diperlukan tolak ukur yang pasti yaitu timbangan, dan
55

sebaliknya apabila penggunaan timbangan itu dilakukan secara baik dan

benar pasti akan melahirkan keadilan.

Keadilan dalam dimensi keseimbangan ini juga diekspresikan dengan

menggunakan kata gawwama sebagaimana disebut dalam Q.S. Al-

Furqan/25

Artinya : Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak

berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan

itu) ditengah-tengah antara yang demikian.

Sikap tengah-tengah (adil) ini sangat dianjurkan oleh agama,

sebenarnya tidak hanya dalam hal harta namun mencakup berbagai bidang

dengan catatan bahwa hal tersebut dalam keadaan normal. Dalam keadaan

yang tidak normal dimana situasi menghendaki untuk menafkahkan semua

harta atau sebagian harta, adalah kemuliaan. Inilah yang dilakukan oleh

sahabat Abu Bakar ra. Yang menafkahkan seluruh hartanya dan ‘Usman ibn

“affan yang menafkahkan separuh dari miliknya pada saat terjadi mobilisasi

umum dalam rangka persiapan perang.

Keseimbangan sebagai salah satu dimensi keadilan tidak hanya

berlaku bagi manusi, namun juga bagi alam raya beserta ekosistemnya. Hal

ini diisyaratkan dalam surat Al-Mulk/67: 3

Artinya : (Allah) Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu tidak


56

melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah itu sesuatu yang tidak

seimbang. Amatilah berulang-ulang adakah kamu melihat sesuatu

yang tidak seimbang

Keseimbangan dalam konteks ini jelas berbeda dengan kesamaan,

sehingga tidak dibutuhkan sama sekali kesamaan untuk dapat mencapai

keseimbangan. Catatan ini perlu diberikan mengingat banyak petunjuk Al-

quran yang terkesan membedakan satu dengan yang lain, yang kemudian

oleh sementara orang secara sembrono dikatakan bahwa Al-quran tidak

menganut prinsip keadilan. Sebagai contoh adalah pembedaan antara laki-

laki dan perempuan dalam hal waris maupun dalam persaksian. Dalam hal

ini keadilan harus diartikan sebagai keseimbangan bukan kesamaan.

Pemahaman seperti ini akan menghantarkan kepada keyakinan bahwa

segala sesuatu yang tela ditetapkan oleh Allah SWT adalah adil karena

diisyaratkan dalam surat Al-Qamar/54: 49

Artinya : Sesungguhanya Kami menciptakan segala sesuatu menurut

ukurannya.

 Lawan Kezaliman sebagai Dimensi Keadilan

Keadilan dalam konteks ini bisa juga diberi arti “menempatkan segala

sesuatu pada tempatnya atau memberikan setiap hak kepada pemiliknya

“Untuk mengurai dimensi keadilan yang merupakan lawan dari kezaliman

yang disebut oleh Al-quran bukanlah perkara yang mdah. Salah satu

alasannya adalah bahwa kata ini dengan segala perbuahannya terulang


57

cukup banyak dalam Al-quran yaitu sebanyak 315 kali. Mengingat frekuensi

penyebutan kata zalim yang cukup banyak maka dibawah ini akan

dikemukakan beberapa contoh saja yang diharapkan dapat memberikan

penjelasan makna zalim sebagai salah satu makna ketidakadilan.

Kata dhalama umpamanya yang salah satunya disebut dalam Q.S. AL-

Baqarah/2: 54 mengandung makna sebuah keyakinan yang keliru

menyangkut aqidah

Artinya : Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya “Hai kaumku,

sesungguhnya kalian telah menjadikan anak lembu (sembahanmu),

maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kalian dan

bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan

yang menjadikan kalian, maka Allah akan menerima taubatmu.

Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha

Penyayang.

Yang dimaksud dengan telah menganiaya diri kamu sendiri dan dalam

ayat tersebut adalah penyembahan terhadap anak sapi yang dilakukan oleh

Bani Israil, ketika mereka ditinggalkan oleh Nabi Mus as. Karena

memenuhi panggilan Allah. Pada waktu itu oleh Musa as. Bani Israil

dipasrahkan kepada saudaranya yaitu Nabi Harun, as. Dalam realitasnya

Haru as. Tidak kuasa mencegah perbuatan Banu Israil tersebut yaitu

menyembah anak sapi. Perbuatan tersebut dimotori oleh seorang tokoh yang
58

bernama Samiriy. Kisah ini antara lain disebutkan dalam Q.S Thoha/20: 85-

98.

Jadi yang dimaksud dengan men-dhalimi diri sendiri dalam ayat

tersebut adalah kemusyrikan. Beberapa ayat yang lain juga menegaskan

tentang hal serupa, bahkan dalam Q.S. Luqman/31: 13, ditegaskan bahwa

kemusyrikan adalah kezalliman yang paling besar.

Kezalimam yang disebut Al-quran tidak terbatas dalam soal aqidah hal

ini telah disinggung dalam penjelasan terdahul dalam pemakaiannya secara

umum lebih kepada makna pelanggaran hak atau tidak memberikan hak

kepada pemiliknya. Dalam konteks ini pulah ayat-ayat Al-quran juga

menjelaskan bahwa Allah SWT, tidak men-dzalami sedikit pun hamba-

hamba-Nya, dalam Q.S. Al-Nisaa’/4: 40 secara tegas Allah mengatakan

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun

sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan

memberikan dari sis-Nya pahala yang besar.

Pemahaman terhadap ayat diatas dan juga ayat-ayat lain yang semakna

akan menghantarkan kepada keyakinan akan keadilan Allah SWT terhadap

hamba-Nya. Bahwa sekecil apapun perbuatan baik manusia akan

mendapatkan pahala disisi Allah, bhakna pahala tersebut berlipat ganda. Hal

ini berbeda dengan memberikan sepadan dari yang dia terma atau kewajiban

yang dilakukan oleh manusia akan berimplikasi kepada hak yang sebanding

dengan kewajibannya akan diterima.


59

Pemahaman seperti ini juga akan menghantarkan kepada keyakinan

bahwa apapun yang telah diputuskan oleh Allah SWT pada dasarnya adalah

demi kebaikan manusia Q>S. As-Sajdah/32: 7

Artinya : Dialah yang membuat segala sesuatu dengan sebaik-baiknya

Kalau ada keburukan maka keburukan tersebut berasal dari manusia,

Q.S. Al-Nisaa’/4: 79

Artinya : Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari allah. Dan apa

saja keburukan yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu

sendiri.

Tidak ada keputusan dan ketetapan Allah yang jelek meskipun

terkadang manusia sulit memahaminy. Maka manusia harus selalu

berprasangka baik kepada Allah, karena telah menegaskan dalam Q.S Al-

Baqarah/2: 216

Artinya : Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian,

dan boleh jadi kalian menyenangi sesuatu padahal ia buruk bagimu,

Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui.

Bahwa perintah untuk enegakkan keadilan dan menghilangkan

kezaliman adalah sebuah keniscayaan dalam hidup bermasyarakat, terlebih

bagi orang-orang yang beriman. Sikap adil ini lebih dekat kepada taqwa.

Hal ini diisyaratkan secara jelas dalam Q.S. Al-Maai’dah/5: 8


60

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi

qawwamun karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah

sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil, berlaku adillah karena ia lebih dekat

kepada taqwa, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Yang perlu digaris bawahi dalam ayat ini adalah bawha keadilan adalah

salah satu sifat yang dekat kepada taqwa, sementara taqwa secara sederhana

dapat diartikan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi setiap

larangan-Nya. Untuk dapat memilih mana yang merupakan perintah Allah

yang harus dilaksanan, dan apa yang merupakan larangan Allah yang harus

ditinggalkan sangat membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang adil.

Anda mungkin juga menyukai