Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR SURAH AL-'ALAQ AYAT 1-5

‫الر ِح ِيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

A. Pendahuluan
Surat al-‘Alaq termasuk surat Makkiyah (surat yang diturunkan di
mekkah/sebelum Nabi hijrah) jumlahnya 19 ayat. Ayat 1 – 5, menurut
pendapat yang terkuat, merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah atas
Muhammad, sekaligus sebagai tanda kenabian beliau. 1 Ayat tersebut turun
ketika beliau berkhalwat (menyendiri) beberapa malam di gua Hira’ sejak
beliau bermimpi.
Datanglah Malaikat Jibril pada malam itu dengan tiba-tiba, seraya
berkata, “Bacalah!” “Aku tidak bisa membaca.” Jawab Nabi Muhammad
seketika itu. Kemudian Jibril menarik Nabi Muhammad dan mendekapnya
sehingga beliau kepayahan. Kemudian Jibril melepaskan beliau lalu berkata
lagi, “Bacalah!” “Aku tidak bisa membaca”. kembali jawaban itu Nabi
Muhammad ajukan. Maka Jibril mendekap beliau kembali hingga beliau
kelelahan. Kemudian dia melepaskan beliau lagi. Lalu Jibril berkata lagi:
“Bacalah!”, “Aku tidak bisa membaca.” untuk yang ketiga kalinya jawaban
itu Nabi Muhammad berikan. Maka kembali Jibril mendekapnya lagi untuk
yang ketiga kalinya hingga beliau kelelahan. Kemudian Jibril melepaskannya
lagi, lalu berkata “Iqra’ bismirabbikal ladzii khalaq (bacalah dengan
menyebut nama Rabb-mu yang menciptakan) sampai pada ayat ‘allamal
insaana maa lam ya’lam” (Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya)
Kemudian Nabi SAW pulang dalam keadaan menggigil, sampai
masuk ke rumah Khadijah. Lalu beliau berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!”
Maka beliau diselimuti oleh Khadijah, hingga hilang rasa takutnya. Lalu
beliau berkata, “Wahai Khadijah! Apa yang terjadi pada diriku?” Lalu beliau
menceritakan semua kejadian yang baru dialaminya itu, dan beliau berkata,
“Sesungguhnya aku khawatir sesuatu akan terjadi kepada diriku.” Khadijah

1
Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari A’isyah. Menurut satu
pendapat, ayat yang pertama diturunkan adalah ayat ُُ‫ يَا أَيُّ َها ْال ُمدهثِِّر‬seperti yang dikatakan oleh Jabir
bin Abdullah. Sedangkan Abu Maisarah al-Hamdani mengatakan surat al-fatihahlah adalah yang
diturunkan pertama kali, kemudian ‘Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan ayat Al-Qur’an yang
َ ‫” قُ ْل تَعَالَ ْوا أَتْ ُل َما‬. Aisyah juga berkata bahwa ayat setelah ayat di
pertama diturunkan adalah َُ‫ح هرم‬
atas adalah surah “Nun” kemudian Surah al-Mudatssir kemudian al-Duhaa.

1
berkata, “Tidak usah takut, bergembiralah! Demi Allah, Allah SWT sama
sekali tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menyambung tali
silaturrahim, berbicara dengan jujur, memikul beban tanggung jawab,
memuliakan tamu dan menolong sesama manusia demi menegakkan pilar
kebenaran.”
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi untuk menemui Waraqah
bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman
Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Ia telah memeluk agama Nasrani pada
masa jahiliyyah. Ia pandai menulis dalam bahasa Arab dan dia menulis Injil
dengan bahasa Arab. Usianya telah lanjut dan matanya telah buta. Lalu
Khadijah berkata, “Wahai anak pamanku! Tolong dengarkanlah kabar dari
anak saudaramu (Muhammad) ini!” Lalu Waraqah bertanya, “Wahai anak
saudaraku! Apa yang telah terjadi atas dirimu?” Maka Rasulullah SAW
menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Lalu
Waraqah berkata, “Inilah Namus (Malaikat Jibril) yang pernah diutus kepada
Nabi Musa. Seandainya pada saat itu umurku masih muda. Seandainya aku
masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu..” Lalu Rasulullah SAW
bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Maka Waraqah menjawab,
“Ya, tidak ada seorang pun yang datang membawa apa yang engkau bawa
kecuali dia pasti dimusuhi. Apabila aku mendapati hari itu, niscaya aku akan
menolongmu dengan dukungan yang besar, sekuat tenaga.”2

B. Ayat dan Terjemahnya


ْ‫علَق * ا ْق َرأ‬ َ ‫سانَ ِم ْن‬ َ ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِب َِّك الهذِي َخ َلقَ * َخلَقَ اإل ْن‬
َ ‫عله َم ِب ْالقَلَ ِم * َعله َم اإل ْن‬
* ‫سانَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم‬ َ ‫َو َرب َُّك األ ْك َر ُم * الهذِي‬
1] Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan. 2] Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3] Bacalah, dan Rabb-
mulah Yang Maha Pemurah. 4] Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. 5] Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.

C. Penafsiran

2
Tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk
sementara waktu sehingga Rasulullah SAW sering bersedih. Telah sampai kepada kami, beliau
bersedih dengan kesedihan yang membuat beliau berkali-kali hendak menjatuhkan diri dari atas
puncak gunung. Setiap kali beliau berada dipuncak gunung dengan maksud menjatuhkan diri,
maka saat itu juga muncul malaikat Jibril, lalu berkata, “Hai Muhammad! Sungguh, engkau benar-
benar utusan Alloh SWT.”

2
َ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِب َِّك هالذِي َخلَق‬
Kata iqra` terambil dari kata kerja qara`a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila kita menghimpun huruf atau kata lalu kita
mengucapkan rangkaian tersebut maka kita telah menghimpunnya yakni
membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak
mengharuskan adanya teks tertulis sebagai obyek atau diucapkan sehingga
terdengar suaranya. Karenanya dalam kamus ditemukan aneka ragam arti dari
kata tersebut. Di antaranya: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri-cirinya.
Ayat di atas tidak menyebutkan obyek bacaan, dan Jibril ketika itu tidak
juga membaca teks tertulis, dan karena itu, dalam satu riwayat, dinyatakan
bahwa Nabi bertanya ma aqra`u? apa yang harus saya baca?
Kaidah kebahasaan menyatakan: “Apabila kata kerja yang membuthkan
obyek tetapi tidak disebutkan obyeknya maka obyek yang dimaksud bersifat
umum (mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau kata tersebut)”. Dapat
ditarik kesimpulan karena kata iqra` di atas tidak diikuti penjelasan tentang
obyek yang dibaca maka obyek kata tersebut mencakup segala yang bisa
dibaca, baik berupa aya-ayat yang tertulis maupun tidak. baik bacaan suci
yang berasal dari Tuhan maupun bukan bacaan suci.
Huruf ba` pada kata bismi ada yang memahami mengandung makna
‘penyertaan’ sehingga ayat tersebut berarti “Bacalah disertai dengan nama
Tuhanmu”. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab sejak zaman Jahiliyah,
mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan.
Demikian itu mereka lakukan untuk mengharapkan berkah dan adanya atsar
sekaligus menunjukkan bahwa pelaksanaaan pekerjaan tersebut semata-mata
karena “dia” yang namanya disebut. Sebelum turunnya al-Qur'an, kaum
musyrik sering berkata bismi al-lata.
Dengan demikian, memulai membaca dengan menyebut nama Allah
berarti mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena
Allah dan hal ini akan akan menghasilkan keabadian karena hanya Allah yang
Kekal Abadi dan hanya pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas yang akan
diterima-Nya.
Sementara Syaikh Abdul Halim Mahmud memaknai iqra` bismi
rabbika dengan “bacalah demi Tuhanmu” terkandung dalam makna tersebut
bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu, berhentilah demi

3
Tuhanmu. Sehingga inti kandungan ayat tersebut adalah “Jadikanlah seluruh
kehidupanmu demi Allah”.
Rabbi memiliki makna pendidikan, peningkatan, pengembangan dan
perbaikan. Jika kata rabb berdiri sendiri mengandung arti Tuhan, karena
Dialah yang melakukan pendidikan, peningkatan, pengembangan dan
perbaikan makhluk ciptaan-Nya.
Dalam wahyu-wahyu pertama yang diterima Nabi tidak ditemukan kata
Allah, tapi kata yang digunakan untuk menunjuk Tuhan adalah
Rabbuka/Tuhanmu, yakni bukan tuhan yang dipercaya kaum musyrik. Tidak
digunakannya kata Allah karena kaum musyrik percaya juga kepada Allah,
namun keyakinan mereka jauh berbeda dengan keyakinan yang diajarkan oleh
Nabi. Mereka, misalnya, beranggapan ada hubungan tertentu antara Allah
dengan jin (baca QS al-Shafat 158), Allah memiliki anak-anak perempuan
(baca QS al-Isra` 40), dan mereka tidak bisa berkomunikasi langsung kepada-
Nya sehingga para malaikat dan berhala perlu disembah sebagai perantara
antara manusia dengan Allah. Hingga jika dikatakan iqra` bismillah atau
“Percayalah kepada Allah” maka kaum musyrikin akan berkata “Kami telah
melakukannya”.
Kata Khalaq mengandung arti menciptakan (dari tiada), menciptakan
(tanpa contoh sebelumnya), mengukur, memperhalus, membuat dan
sebagainya. Kata ini memberikan tekanan akan kehebatan dan kebesaran
Allah dalam ciptaan-Nya. Berbeda dengan ja’ala yang mengandung
penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu
yang dijadikan itu.
Obyek khalaqa dalam ayat tersebut juga tidak disebutkan sehingga
obyeknya pun bersifat umum. Yakni Allah Pencipta semua makhluk.

‫علَق‬ َ ‫َخلَقَ اإل ْن‬


َ ‫سانَ ِم ْن‬
Dalam memperkenalkan perbuatan-perbuatan-Nya, penciptaan
merupakan hal pertama yang harus dipertegas, karena ia merupakan syarat
bagi perbuatan-perbuatan yang lain.
Semua makhluk adalah ciptaan Allah, namun dalam ayat di atas Allah
menyebut (hanya) manusia (al-insan) dalam penciptaan tersebut. Hal itu
bukan saja karena ia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk atau segala makhluk
yang diciptakan di dunia ini ditundukkan untuk kepentingan manusia, tetapi
juga karena al-Qur'an ditujukan bagi manusia, guna menjadi pelita bagi

4
kehidupannya. Dan salah satu cara yang ditempuh al-Qur'an untuk
mengantarkan manusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah dalam al-Qur'an
adalah memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses
penciptaannya.
Al-insan berasal dari kata uns yang berarti senang, jinak dan harmonis.
Atau dari kata nasia yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat berasal dari
kata naus yang berarti gerak/dinamika. Semua arti dari kata dasar al-insan
tersebut menggambar keadaan/sifat manusia.
Kata ‘alaq berarti segumpal darah. Ada juga yang memaknainya
sesuatu yang tergantung pada dinding rahim. Ini karena setelah terjadinya
pembuahan (bertemunya sperma dengan indung telur) ia berproses yang pada
akhirnya menempel pada dinding rahim.

‫ا ْق َرأْ َو َرب َُّك األ ْك َر ُم‬


Para ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan perintah
membaca ini. Di antara pendapat tersebut:
1. perintah membaca yang pertama ditujukan pada Nabi, perintah membaca
yang kedua ditujukan pada umatnya.
2. perintah membaca yang pertama membaca dalam shalat, yang kedua
membaca di luar shalat.
3. perintah membaca yang pertama perintah belajar perintah membaca yang
kedua perintah mengajar.
4. perintah membaca yang kedua berfungsi mengukuhkan guna menanaman
rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad tentang kemampuan beliau
membaca.
Sementara menurut Quraish Shihab perintah membaca yang kedua
dimaksudkan agar beliau (Nabi) lebih banyak membaca, menelaah,
memperhatikan alam raya serta kitab yang tertulis dan tidak tertulis dalam
rangka mempersiapkan diri terjun ke masyarakat.
Kata al-akram berarti paling pemurah atau semulia-mulia. Dalam
konteks ayat tersebut berarti Allah dapat menganugerahkan puncak dari segala
yang terpuji bagi setiap hamba-Nya terutama dalam kaitannya dengan perintah
membaca. Dengan demikian dapat diketahui tendensi perintah membaca
pertama dan yang kedua. Perintah pertama menjelaskan syarat yang harus
dipenuhi seseorang dalam melakukan aktivitas membaca yaitu demi dan
karena Allah. Sedang perintah membaca yang kedua menggambarkan manfaat

5
yang diperoleh dari membaca. Adapun manfaat atau keuntungannya adalah
Allah akan menganugerahkan ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman,
wawasan-wawasan baru, sungguhpun yang dibaca adalah bacaan yang sama.

‫سانَ َما لَ ْم يَ ْع َل ْم‬ َ * ‫عله َم ِب ْال َقلَ ِم‬


َ ‫ع هل َم اإل ْن‬ َ ‫الهذِي‬
Kata qalam dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni
tulisan. Ini karena bahasa seringkali menggunakan kata yang berarti ‘alat’ atau
‘penyebab’ untuk menunjuk akibat, seperti ucapan: “Saya khawatir hujan”.
Sebenarnya yang dikehendaki dengan hujan tersebut adalah basah. Dengan
demikian, yang kehendaki dengan qalam adalah tulisan.
Pada kedua ayat di atas terdapat ihtibak, yakni tidak disebutkan sesuatu
yang sewajarnya ada pada kedua susunan kalimat yang bergandengan, karena
keterangan tersebut telah disebut dalam kalimat lain. Pada ayat 4 kata manusia
tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat ‘tanpa
pena’ tidak disebut karena pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan
disebutnya ‘pena’. Dengan demikian, kedua ayat di atas dapat berarti “Dia
(Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui
manusia sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang
belum diketahui sebelumnya.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kedua ayat di atas
menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah dalam mengajar manusia.
Pertama, melalui pena (tulisan) yang harus dibaca manusia, dan kedua,
melalui pengajaran secara langsung tanp alat. Cara ini biasa disebut ilmu
laduni.

D. Hubungan Ayat dengan Pendidikan


1. Pentingnya pendidikan bagi umat manusia (muslim)
2. Obyek dalam belajar adalah semua hal yang dapat mengantarkan manusia
dekat dengan Tuhannya
3. Pentingnya aktivitas membaca dan menulis dalam proses pendidikan
4. Membaca lebih didahulukan daripada menulis dalam proses belajar
5. Ilmu yang harus dipelajari pertama adalah keimanan dan tauhid rububiyah

Anda mungkin juga menyukai