Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR dan MENGAJAR


Makalah Ini Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Semester III

DOSEN:

MUFID MAS’UD S.Ag

DI SUSUN OLEH:

ERLINATUS SA’ADAH

KUSTINI

PROGRAM STUDI MANAGEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA (NU)

OKU TIMUR KAMPUS III

2019/2020

1
PENGERTIAN BELAJAR MENGAJAR

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan, dan mengajar
adalah membimbing peserta didik belajar. Sebagaimana Alloh menuliskan dalam Alqur’an. Alqu’an
adalah kitab suci agama islam untuk seluruh umat muslim di dunia dari awal diturunkan hingga
waktu penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa akibat kiamat. Di
dalam surat-surat dan ayat-ayat alqur’an terdapat kandungan ilmu pengetahuan akidah, ibadah
kepada Allah taat tunduk kepada-Nya , akhlak baik yang terpuji maupun yang tercela dengan
mengutus Nabi Muhammad untuk memperbaiki akhlaq setiap manusia yang dibumi, hukum-hukum
yang berisi perintah dan larangan, juga peringatan kepada manusia akan ancaman Allah berupa siksa
neaka dan juga kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa
ni’mat syurga, sejarah dan kisah-kisah orang-orang yang terdahulu baik yang taat maupun yang
ingkar serta dorongan untuk berfikir. Di dalam Al Qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas bahasan
yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapat manfaat dan juga membuktikan kebenarannya.
Namun banyak dikalangan manusia meragukan keesaan-Nya.

A. KAJIAN SURAT AL-‘ALAQ/96 : 1-5 dan AT-TAUBAH/9 : 122

I. Teks Ayat
a. Al-‘alaq : 1-5 dan at-taubah :122

II. Ma’na al-mufradat


a. Al-‘alaq
‘alaq : Jamak dari ‘Alaqah artinya segumpal darah.
Aqram : yang maha atau paling pemurah atau semulia-mulia.
Insan : unsa artinya jinak atau harmonis
Qalamii : qalam artinya memotong ujung sesuatu.
b. At-taubah
Nafara : berangkat perang.
Laula : Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu
yang disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa yang akan
datang. Tapi “Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan perbuatan yang
disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang
dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa juga ”Laula”, itu berarti
perintah mengerjakannya.
Tafaqqaha : berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu
perkara dengan susah payah untuk memperolehnya.
Anzarahu : menakut-nakuti dia

III. Terjemah tafsiriyyah


a. Al-‘alaq : 1-5

“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq:
1-5).

2
b. At-taubah : 122

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS: At-Taubah : 122)

IV. Asbab al-nuzul


a. Al-‘alaq
 Diriwayatkan oleh Bukhari dalam hadist shahihnya dari Aisyah: “ Pada mulanya,
Rasulullah menerima wahyunya melalui mimpi yang benar. Setiap beliau bermimpi,
pada siaangnya mimpi itu menjadi kenyataan. Mulai dari saat itu, beliau sangat ingin
menyendiri(berkhalawat). Beliau pun pergi ke gua Hira yang berada di luar kota
Mekkah (sekitar 6 km dari pusat kota), duduk beberapa malam di dalamnya dengan
membawa bekal yang diperlukan. Ketiksa perbekalan habis, pulanglah Nabi ke
rumah istrinya, Khadijah, untuk kembali menngambil bekal. Begitu seterusnya
dilakukan hingga Nabi menerima wahyu yang tidak disangka-sangka. Pada saat dia
duduk di dalam gua, datnglah malaikat Jibril, seraya meminta Nabi Muhammad
untuk membaca. “Bacalah”, kata Jibril. Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca.”
Maka, Jibril pun memeluk Nabi erat-erat sehingga Nabi merasa payah. Setelah
melepas pelukannya, Jibril kembali memerintah Nabi untuk membaca, dan Nabi pun
menjawab sama: “Aku tidak bisa membaca,” Jibril kembali memeluk Nabi dengan
sangat erat. Setelah pelukannya dilepaskan, Jibril membacakan lima ayat pertama
surah al ‘alaq ini (HR. bukhari)1

b. At-taubah
 Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ketika Rasul saw. tiba di Madinah, beliau
mengutus pasukan yang tediri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak
sekali yang ingin ikut dalam pasukan itu sehingga apabila di ikuti, maka tidak ada
yang tinggal bersama Rasul kecuali beberapa orang saja.2
 Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin , dan juga tidak dituntut supaya mereka
seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan
perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, bukan fardu ‘ain. Perang
baru menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum mukmin
menuju medan perang (ghazwah) oleh sebab itu maka turunlah ayat ini3

V. Tafsir al-ayat

a. Al-‘alaq

Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan
agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas
nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.

1
Ibnu katsier. “Tafsir ibnu katsier”. Jilid 8 ( Surabaya : PT bina ilmu. 1992) hal. 359-360
2
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah” Volume 5. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal.
749
3
Al-Maraghi, Ahmad mustafa. “Terjemah Tafsir Al-Maraghi”. (Semarang : CV Toha
Putra.1992)

3
“Menciptakan manusia dari segumpal darah.” Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu
segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari
lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma
pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).

Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf,
tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga
sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan
dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala,
dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul
yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan
kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an.
Dan Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku
dan iradat-Ku.”

Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya menerangkan: “Yaitu Allah yang Maha
Kuasa menjadikan manusia dari pada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia
penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini
dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan
bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak
pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak
saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil,
manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus
diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama
Allah jua.”

“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh
membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi
menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi
sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada
Makhluk-Nya.

Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada
manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka
perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan
pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan
kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan
oleh manusia

4
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai
mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga
dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya

Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan kata-
kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu
daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani.4

b. At-taubah

Kata fiqh di sini bukan terbataas pada apa yang di istilahkan dalam disipllin ilmu agama dengan ilmu
fiqh, tetapi kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Pengaitan tafaqquh (pendalaman
pengetahuan itu) dengan agama, agaknya untuk menggaris bawahi tujunan pendalaman itu, bukan
dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama. Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum
belum di kenal pada masa turunnya alqur’an bahkan tidak di perkenalkan oleh ALLAH swt. Al-qur’an
tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal ilmu agama dan ilmu umum, karna semua ilmu bersumber
dari ALLAH swt. yang di perkenalkannya adalah ilmu yang di peroleh dengan usaha manusia kasbi
(acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerah ALLAH tanpa usaha manusia (ladunny/
perennial).

Ayat ini menggaris bawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebar luaskan informasi yang
benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah
berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengethuan atau sumber daya
manusia.5

VI. Munasabah al-ayat bi ayat


a. Al-‘alaq

4
Hamka. “Tafsir al-azhar”. Juz 11.( Jakarta: pustaka panji mas. 1982)
5
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah”. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal. 750-751

5
Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan (al-qalam: 1)

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya
Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah
mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak
hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa (ali-imran: 44)

Pada kedua ayat di atas terdapat apa yang di namai ihtibak yang maksudnya adalah tidak disebutkan
sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan, karena
keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat yang lain. Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut
karna sudah di sebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat 4
telah diisyaratkan makna itu dengan di sebutnya pena. Dengan demikian kedua ayat di atas berarti ”dia
(ALLAH) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia
sebelumnya.”kalimat ”yang telah diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat pada susunan kedua
yaitu “yang belum atau tidak diketahui sebelumnya” sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena
adanya kata “dengan pena” dalam susunan pertama. Yang di maksud dengan ungkapan “telah di akui
sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan6

b. At-taubah

Perintah berperang oleh ayat ini, tidak terbatas sekaligus tidak hanya dapat di pahami dalam arti
mengangkat senjata. Kini peperangan dapat terjadi dengan pena, lidah,dan aneka usaha. Jihad bisa
dalam bentuk pkiran, pendidikan, sosial, ekonomi, politik sebagaimana bisa juga dengan militer. Masa
kini, boleh jadi serangan terhadap islam dalam bidang pemikiran dam kejiwaan lebih berbahaya dan
lebih berdampak bruk dari pada serangan militer, sehingga kalau dahulu para ulama hanya membatasi
pengertian perang dalam hal menjaga dan memperthankan perbatasan, maka kini perlu di tambah
bentuk lain dari pertahanan dan peperngan, antara lain dalam bidang pemikiran dan dakwah.7

VII. Munasabah al-ayat bi hadits


a. Al-‘alaq

6
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah”. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal. 401
7
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah” hal. 753

6
b. At-taubah

Hadits ini meskipun sanadnya lemah, telah disalinkan oleh imam ghazali di dalam ihya ulumuddin.
Meskipun hadits ini dha’if. Oleh karena di dalam ayat al-qur’an, baik ayat 42 yang menyuruhkan semua
wajib tampil ke medan perang, atau ayat 122 yang tengah kita tafsirkan menyuruh adakan pembagian
tugas di antara setiap mujahidin, maka kedua hadits ini tidaklah perlu disingkirkan lagi karena terdapat
dha’if sanadnya. Sebab dia telah kembali bernilai tinggi karena sudah asal ayat al-qur’an yang
memberikan keterangan tegas. Malahan di ayat ini sudah jelas bahwa orang-orang yang beriman itu
tidaklah semua berbondong ke garis depan, bahkan mesti ada yang menjaga garis belakang, garis
bennteng ilmu pengetahuan.8

VIII. Khulashah: Hikamah Tasyri’

Dari kajian ayat di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan (khulashah) yang merupakan hikmah
tasyri’ di turunkan ayat tersebut kepada rasulullah dan orang-orang beriman:

 Ayat ini di samping mendorong umat islam untuk banyak membaca, juga
mendorong agar para ulama (orang-orang yang berilmu) gemar menulis ilmu yang
dimilikinya. Ibn Jarir Barr mencatat sebuah riwayat, yang menyatakan bahwa di hari
kiamat kelak bobot nilai tinta para ulama lebih berat daripada darah para syuhada’.
 Peran sarana baca-tulis dan media cetak, Besarnya peran alat baca-tulis dengan
disebutkannya kata “al-Qalam” sebagai salah satu nama surat dalam al-Quran. Ibnu
Jarir dan Ibn Hatim serta Ibn ‘Asakir mencatat suatu hadits, bahwa yang pertama
kali diciptakan Allah ialah “Qalam”. Dan masalah ini dikaji secara mendalam oleh
ahli tasawuf, karena menyangkut permasalahan “purwaning dumadi” (asal-usul
kejadian).
 Asal-Usul Manusia, Adam, nenek moyang manusia, diciptakan Tuhan dari debu/
tanah (QS. Ali Imran 59), lalu dari tanah hitam (QS. Al-Hijr 33) sedangkan anak
keturunan Adam diciptakan Allah dari saripati tanah (QS. Al-Mu’min 2), dari
nuftah, segumpal darah, dan selanjutnya manjadi segumpal daging (Q.S. al-Hajj 5).
Dan proses tersebut telah menjadi bahan kajian para cerdik-cendekia yang tak
pernah habis.
 Dari sisi lain “Qalam” dapat dipergunakan untuk membuat “Blue print” identik
dengan proyek penciptaan alam.
 Para penuntut ilmu mengenal 2 tahap hijrah. Pertama, hijrah menuju ke pusat-pusat
ilmu pengetahuan, dimana mereka menuntut dan mencari berbagai ilmu
pengetahuan. Sedangkan yang kedua ialah hijrah untuk mengajarkannya kepada
orang lain.
 Kewajiban manusia untuk belajar dan mengajar ilmu
 Pentingnya memperdalam ilmu dan menyabarkannya informasi yang benar

8
Hamka. “Tafsir al-azhar”. Juz 11. (Jakarta: pustaka panji mas. 1982) hal. 88

7
 Hendaklah jihad di bagi menjadi dua, yaitu jihad bersenjata dan jihad ilmu
pengetahuan dengan memperdalamnya
 Antara jihad ilmu pengetahuan dan jihad senjata keduanya sangat penting dan saling
mengisi

B. SURAT AL- ANKABUT:19-20


َ‫ف يَ َرواَ لَمَ أَ َو‬ َُ ‫ٱّللُ يُب ِد‬
ََ ‫ئ كَي‬ ََ ِ‫ٱّلل َعلَى َٰذَ ِلكََ إ‬
ََ ََ‫ن يُ ِعي ُدهُۥَ ث ََُم ٱلخَلق‬ ََِ َ‫ يَ ِسير‬١٩

َ‫يرواَ قُل‬ َ ِ ‫ظ ُرواَ ٱۡلَر‬


ُ ‫ض فِي ِس‬ ََ ‫ٱّللُ ث ََُم ٱلخَلقََ بَ َدَأ َ كَي‬
ُ ‫ف فَٱن‬ ََ ‫ئ‬ َُ ‫ن ٱۡل ِخ َرَة َ ٱلنَشأ ََة َ يُن ِش‬
ََ ‫ٱّلل ِإ‬
َََ ‫ى‬ََٰ َ‫عل‬ َِ ‫ قَدِيرَ شَيءَ ُك‬٢٠
َ ‫ل‬

1. Terjemahan Dan Tafsir Surat Al- Ankabut: 19-20

019. (Dan apakah mereka tidak memperhatikan) dapat dibaca Yarau dan Tarau, artinya
memikirkan (bagaimana Allah menciptakan manusia dari permulaannya) lafal Yubdi-u menurut
suatu qiraat dibaca Yabda-u berasal dari Bada-a, makna yang dimaksud bagaimana Allah
menciptakan mereka dari permulaan (kemudian) Dia (mengulanginya kembali) maksudnya
mengulangi penciptaan-Nya kembali sebagaimana permulaan Dia menciptakan mereka.
(Sesungguhnya yang demikian itu) yaitu hal yang telah disebutkan mengenai penciptaan pertama dan
penciptaan kedua (adalah mudah bagi Allah) dan kenapa mereka mengingkari adanya penciptaan
yang kedua itu; yang dimaksud adalah hari berbangkit.

020. (Katakanlah, "Berjalanlah kalian di muka bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah
memulai penciptaan-Nya) yakni menciptakan orang-orang yang sebelum kalian, kemudian Dia
mematikan mereka (lalu Allah menjadikannya sekali lagi) dapat dibaca An Nasy-atal akhirata dan An
Nasy-atal ukhra. (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) antara lain ialah memulai
dan mengulanginya.[4]

2. Asbabun Nuzul

Tidak di temukan.

3. Munasabah

a). Munasabah surat Al-Ankabut ayat 19 dengan surat Ar-Rum ayat 27:

Pada surat Al-Ankabut ayat 19, menjelaskan tentang kemudahan Allah dalam memulai
penciptaan dan mengulanginya kembali. Hal ini juga terdapat dalam surat Ar-Rum ayat 27, yang
menjelaskan bahwa Allah berkuasa dalam menciptakan dan mengulang penciptaannya kembali.[5]

b). Munasabah surat Al-Ankabut ayat 19 dengan surat Yunus ayat 4:

Pada surat Al-Ankabut ayat 19, menjelaskan tentang kemudahan Allah dalam memulai
penciptaan dan mengulanginya kembali. Sedangkan pada surat Yunus ayat 4, dijelaskan bahwa hanya
kepada Allah-lah semua makhluk akan kembali dan Allah menciptakan makhluk pada permulaannya
kemudian mengulanginya.[6]

c). Munasabah Surat Al-Ankabut ayat 19 dengan surat Yunus ayat 34:

8
Pada surat Al-Ankabut ayat 19, menjelaskan tentang kemudahan Allah dalam memulai
penciptaan dan mengulanginya kembali. Sedangkan pada surat Yunus ayat 34, dijelaskan bahwa
tidak ada satupun yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya. Akan tetapi
Allah dapat memulai penciptaan makhluk dan mengulangi penciptaan tersebut.[7]

d). Munasabah surat Al-Ankabut ayat 20 dengan ayat 21:

Pada surat Al Ankabut ayat 20, menjelaskan bahwa Allah memulai kehidupan ini dan
mengulangnya dengan kekuasaan-Nya yang mutlak yang tak terikat dengan pola pandang manusia
yang terbatas. Pada ayat 21 dijelaskan lebih lanjut mengenai kekuasaan Allah atas segala hal, yaitu
mengazab dan memberikan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Hanya kepada-Nyalah
tempat kembali.Tak ada yan dapat membuat-Nya lemah, dan tak ada yang dapat menghalangi
kehendak-Nya.[8]

C. AZ-ZUMAR (39) AYAT 9

‫اجدٗ ا َوقَا ٓ ِئ ٗما َي ۡح َذ ُر ۡٱۡلٓ ِخ َرة َ َو َي ۡر ُجواْ َر ۡح َمةَ َر ِب ِهۦۗ قُ ۡل ه َۡل‬ ٌ ‫أ َ َّم ۡن ُه َو َٰقَ ِن‬
َ ‫ت َءانَا ٓ َء ٱلَّ ۡي ِل‬
ِ ‫س‬
٩‫ب‬ ِ َ‫ونَ إِنَّ َما يَت َ َذ َّك ُر أ ُ ْولُواْ ۡٱۡل َ ۡل َٰب‬
ۗ ‫يَ ۡست َ ِوي ٱلَّذِينَ يَعۡ لَ ُمونَ َوٱلَّذِينَ ََل يَعۡ لَ ُم‬
Artinya :
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-
waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Tafsir Ayat:
Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu
malam dalam keadaan sujud akan berdiri secara mantap demikian juga yang rukuk dan duduk atau
berbaring, sedang ia terus menerus takut siksa akhirat dan saat yang sama senantiasa mengharapkan
rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya
ketika memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu saja tidak
sama! Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-
Nya dengan orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang
dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.[6]
Awal ayat di atas ada yang membacanya aman dalam bentuk pertanyaan dan ada juga yang
membacanya amman. Yang pertama merupakan bacaan Naafi, ini merupakan pendapat Ibnu Katsir,
dan Hamzah. Ia terdiri dari huruf alif dan man yang berarti siapa. Kata man berfungsi sebagai subjek
(mubtada), sedang predikat (khabar)-nya tidak tercantum karena telah diisyaratkan oleh kalimat
sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada-adakan bagi Allah sekutu-
sekutu dan seterusnya. Menurut Quraish bahwa bacaan kedua amman adalah bacaan mayoritas ulama.
Ini pada mulanya terdiri dari dua kata yaitu am dan man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya.
Ia mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama kata am yang berfungsi sebagai kata yang
digunakan bertanya. Maka dengan demikian ayat ini bagaikan menyatakan “Apakah si kafir yang
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan tekun beribadah? Yang kedua,
kata am berfungsi memindahkan uraian ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan. Makna ini
menjadikan ayat di atas bagaikan menyatakan. “ Tidak usah mengancam mereka, tapi tanyakanlah

9
apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah dengan yang tekun beribadah? Sedangkan
kata qaanit terambil dari kata qanuut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati
dan ketulusannya. Sementara itu, ulama menyebut juga nama-nama tertentu bagi tokoh yang
dinamai qaanit oleh ayat di atas, seperti Sayyidina Abu Bakar, atau ‘Ammar Ibnu Yasir ra. dan lain-
lain. Ini merupakan contoh dari sekian tokoh yang dapat menyandang sifat tersebut. Dengan kata lain
ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya digambarkan
oleh kata-kata saajidan/ sujud dan qaaiman/ berdiri sedangkan sikap batinnya dilukiskan oleh
kalimat yahdzaru al-akhirata wa yarjuu ar-rahmah/ takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya. [7]

Analisa :
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan
ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengaharapkan ridha dari Allah;
dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan salah satu ciri dari ulul al-bab, yaitu
orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada
tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat ‫هل يستوى الّذين يعلمون والّذين ال يعلمون‬, al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah
hai rasul kepada kaummu, adakah sama, orang-orang yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan
pahala karena ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan disebabkan karena
kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui al-hal yang demikian itu?” Ungkapan pertanyaan
dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai
derajat kebaikan; sedangkan yang kedua (-orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan
kehinaan dan keburukan.
Imam Al Qurtubi berkata: "Menurut Az-Zujaj Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang
yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang
bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta
mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya,
maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui"

Referensi

10
Al-Maraghi, Ahmad mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV Toha
Putra.1992

Hamka. Tafsir al-azhar. Jakarta: pustaka panji mas. 1982

Ibnu katsier. Tafsir ibnu katsier. Surabaya : PT bina ilmu. 1992

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati. 2002

11

Anda mungkin juga menyukai