MENGAJAR
MAKALAH
DI SUSUN OLEH:
HERI ANANDA
NIM : 211222438
DOSEN PENGASUH:
2015
1
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR dan
MENGAJAR
I. Teks Ayat
a. Al-‘alaq : 1-5
b. At-taubah : 122
b. At-taubah
Nafara : berangkat perang.
Laula : Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu
yang disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi
dimasa yang akan datang. Tapi “Laula” juga berarti kecemasan
atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan sesudah kata itu,
apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang
2
dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa
juga ”Laula”, itu berarti perintah mengerjakannya.
b. At-taubah : 122
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS: At-Taubah : 122)
3
menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Maka, Jibril pun
memeluk Nabi erat-erat sehingga Nabi merasa payah. Setelah
melepas pelukannya, Jibril kembali memerintah Nabi untuk
membaca, dan Nabi pun menjawab sama: “Aku tidak bisa
membaca,” Jibril kembali memeluk Nabi dengan sangat erat.
Setelah pelukannya dilepaskan, Jibril membacakan lima ayat
pertama surah al ‘alaq ini (HR. bukhari)1
b. At-taubah
Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ketika Rasul saw.
tiba di Madinah, beliau mengutus pasukan yang tediri dari
beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin
ikut dalam pasukan itu sehingga apabila di ikuti, maka tidak
ada yang tinggal bersama Rasul kecuali beberapa orang saja.2
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin , dan juga tidak
dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap
utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena,
perang itu sebenarnya fardu kifayah, bukan fardu ‘ain. Perang
baru menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan
mengarahkan kaum mukmin menuju medan perang (ghazwah)
oleh sebab itu maka turunlah ayat ini3
V. Tafsir al-ayat
a. Al-‘alaq
Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di
dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu
akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
1
Ibnu katsier. “Tafsir ibnu katsier”. Jilid 8 ( Surabaya : PT bina ilmu. 1992) hal. 359-360
2
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah” Volume 5. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal.
749
3
Al-Maraghi, Ahmad mustafa. “Terjemah Tafsir Al-Maraghi”. (Semarang : CV Toha
Putra.1992)
4
“Menciptakan manusia dari segumpal darah.” Yaitu peringkat yang kedua
sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki
dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma
jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula
setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh
diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang
tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca.
Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung
oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala,
dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan
semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak
membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-
wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu
pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku
dan iradat-Ku.”
“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” Setelah di ayat yang
pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari
segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan.
5
Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah
Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-
Nya.
Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu
diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia,
diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu
dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun
mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena
adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah
berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia
pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh
Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu
dengan qalam yang telah ada dalam tangannya
Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita
menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian
seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang
berasal dari segumpal mani.4
b. At-taubah
4
Hamka. “Tafsir al-azhar”. Juz 11.( Jakarta: pustaka panji mas. 1982)
6
Kata fiqh di sini bukan terbataas pada apa yang di istilahkan dalam disipllin ilmu
agama dengan ilmu fiqh, tetapi kata itu mencakup segala macam pengetahuan
mendalam. Pengaitan tafaqquh (pendalaman pengetahuan itu) dengan agama,
agaknya untuk menggaris bawahi tujunan pendalaman itu, bukan dalam arti
pengetahuan tentang ilmu agama. Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu
umum belum di kenal pada masa turunnya alqur’an bahkan tidak di perkenalkan
oleh ALLAH swt. Al-qur’an tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal ilmu
agama dan ilmu umum, karna semua ilmu bersumber dari ALLAH swt. yang di
perkenalkannya adalah ilmu yang di peroleh dengan usaha manusia kasbi
(acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerah ALLAH tanpa usaha
manusia (ladunny/ perennial).
Ayat ini menggaris bawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebar luaskan
informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan
wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan
informasi serta kehandalan ilmu pengethuan atau sumber daya manusia.5
5
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah”. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal. 750-751
7
Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan
kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika
mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara
mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka
ketika mereka bersengketa (ali-imran: 44)
Pada kedua ayat di atas terdapat apa yang di namai ihtibak yang maksudnya
adalah tidak disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua
susunan kalimat yang bergandengan, karena keterangan yang dimaksud telah
disebut pada kalimat yang lain. Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut karna
sudah di sebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut
karena pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan di sebutnya pena. Dengan
demikian kedua ayat di atas berarti ”dia (ALLAH) mengajarkan dengan pena
(tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya.”kalimat ”yang telah
diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat pada susunan kedua yaitu “yang
belum atau tidak diketahui sebelumnya” sedang kalimat “tanpa pena”
ditambahkan karena adanya kata “dengan pena” dalam susunan pertama. Yang di
maksud dengan ungkapan “telah di akui sebelumnya” adalah khazanah
pengetahuan dalam bentuk tulisan6
b. At-taubah
Perintah berperang oleh ayat ini, tidak terbatas sekaligus tidak hanya dapat di
pahami dalam arti mengangkat senjata. Kini peperangan dapat terjadi dengan
pena, lidah,dan aneka usaha. Jihad bisa dalam bentuk pkiran, pendidikan, sosial,
6
Shihab, M. Quraish. “Tafsir Al-Misbah”. (Jakarta: Lentera Hati. 2002) hal. 401
8
ekonomi, politik sebagaimana bisa juga dengan militer. Masa kini, boleh jadi
serangan terhadap islam dalam bidang pemikiran dam kejiwaan lebih berbahaya
dan lebih berdampak bruk dari pada serangan militer, sehingga kalau dahulu para
ulama hanya membatasi pengertian perang dalam hal menjaga dan
memperthankan perbatasan, maka kini perlu di tambah bentuk lain dari
pertahanan dan peperngan, antara lain dalam bidang pemikiran dan dakwah.7
b. At-taubah
Hadits ini meskipun sanadnya lemah, telah disalinkan oleh imam ghazali di
dalam ihya ulumuddin. Meskipun hadits ini dha’if. Oleh karena di dalam ayat al-
qur’an, baik ayat 42 yang menyuruhkan semua wajib tampil ke medan perang,
atau ayat 122 yang tengah kita tafsirkan menyuruh adakan pembagian tugas di
antara setiap mujahidin, maka kedua hadits ini tidaklah perlu disingkirkan lagi
karena terdapat dha’if sanadnya. Sebab dia telah kembali bernilai tinggi karena
sudah asal ayat al-qur’an yang memberikan keterangan tegas. Malahan di ayat ini
sudah jelas bahwa orang-orang yang beriman itu tidaklah semua berbondong ke
garis depan, bahkan mesti ada yang menjaga garis belakang, garis bennteng ilmu
pengetahuan.8
9
Dari kajian ayat di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan (khulashah) yang
merupakan hikmah tasyri’ di turunkan ayat tersebut kepada rasulullah dan orang-
orang beriman:
10
Referensi
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati. 2002
11