Anda di halaman 1dari 13

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tafsir al-Qur’an surah al-Alaq: 1-5

Surah al-Alaq merupakan surah yang pertama kali diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. Didalam Surah ini terdapat banyak mutiara ilmu yang
menakjubkan. Diantara faidah yang terdapat dalam surah ini adalah pentingnya
membaca. Berikut ini akan dibahas tentang tafsir dari surah tersebut dengan
ringkas, namun padat.

‫ اقرأباسم ربّك الّذي خلق‬.

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.

Kata ‫))اقرأ‬ iqra’ terambil dari kata kerja (‫)قرأ‬qara’a yang pada mulanya berarti


menghimpun. Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW bertanya
‫))مااقرأ‬ “maa iqra” apakah yang saya harus baca? Beraneka ragam pendapat ahli
tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa itu
wahyu-wahyu al-quran sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-
quran ketika turun nanti. Ada yang berpendapat objeknya adalah (‫)اسم ربّك‬ “ismi
rabbika”sambil menilai huruf (‫)ب‬ba’ yang menyertai kata ismiadalah sisipan
sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian
mengapa Nabi SAW menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang
dimaksud adalah perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena
jauh sebelum wahyu datang beliau senantiasa melakukannya. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah,
menyampaikan, dan sebagainya.

Huruf (‫)ب‬ ba’ pada kata (‫ا سم‬::‫)ب‬bismi ada yang memahaminya sebagai fungsi


penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti
bacalah disertai dengan nama Tuhanmu. Sementara ulama memahami

1
kalimat bismirabbika bukan dalam pengertian harfiahnya. Sudah menjadi
kebiasaan masyarakat arab, sejak masa jahiliyah mengaitkan suatu pekerjaan
dengan nama sesuatu yang mereka agungkan.

Kata (‫)خلق‬ khalaqa memiliki sekian banyak arti antara lain menciptakan (dari


tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus,
mengatur, membuat, dan sebagainya. Objek khalaqa pada ayat ini tidak
disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra’ bersifat umum dengan
demikian, allah adalah pencipta semua makhluk.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah (ummul mukminin), ia berkata: Maka datanglah


Malaikat Jibril, ia berkata:”Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak
dapat membaca”. Malaikat Jibril tersebut memegangku dan mendekapku hingga
aku merasa kepayahan, kemudian ia melepaskanku. Lalu berkata,
“Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak dapat membaca”. Malaikat Jibril
kembali memegangku dan mendekapku untuk yang kedua kalinya hingga aku
merasa kepayahan, kemudian ia melepaskanku. Lalu
berkata, “Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak dapat membaca”. Malaikat
Jibril kembali memegangku dan mendekapku untuk yang ketiga kalinya hingga
aku merasa kepayahan, kemudian ia melepaskannku. Lalu berkata,”Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia.

‫خلق االءنسان من علق‬.

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.

Kata (‫ان‬::‫)انس‬insan atau manusia terambil dari akar kata (‫)انس‬ uns atau senang,


jinak, dan harmonis atau dari kata (‫)نسي‬nis-y yang berarti lupa. Ada juga yang
berpendapat berasal dari kata ‫وس‬:::‫) ) ن‬ naus yakni gerak atau dinamika.
Kata insan menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya.

Kata (‫‘)علق‬alaq dalam kamus bahasa arab berarti segumpal darah dalam arti
cacing yang terdapat didalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut

2
ke krongkongannya tetapi ada yang memahaminya dalam arti sesuatu yang
tergantung didinding rahim. Karena para pakar embriologi menyatakan bahwa
setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan induk telur ia berproses dan
membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan, demikian seterusnya
sambil bergerak menuju kekantong kehamilan dan melekat berdempet serta
masuk kedinding rahim.

‫اقرأ وربّك األكرم‬.

“Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia”.

Ayat diatas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah diatas


manfaat membaca itu. Menurut syaikh Muhammad ‘Abduh mengemukakan
kemampuan membaca dengan lancar dan baik tidak dapat diperoleh tanpa
mengulang-ulangi atau melatih diri secara teratur, hanya saja keharusan latihan
demikian itu tidak berlaku atas diri Nabi Muhammad SAW.

Kata (‫)األكرم‬al-akram biasa diterjemahkan dengan yang maha atau paling pemurah


atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata (‫رم‬:::‫)ك‬karama yang berarti
memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, mulia, setia, dan
kebangsawanan.

.
‫الّذي علّم بالقلم‬

“Yang mengajar (manusia) dengan pena”

‫علّم االنسان مالم يعلم‬

“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Kata (‫)القلم‬al-qalam terambil dari kata kerja (‫)قلم‬qalama yang berarti pemotong


ujung sesuatu. Kata qalam berarti hasil dari penggunaan alat-alat tersebut yakni
tulisan. Makna tersebut dikuatkan oleh firman Allah dalam al-quran ayat 1 yakni
firmannya: Nun demi qalam dan apa yang mereka tulis. Dari segi masa turunnya

3
kedua kata qalam tersebut berkaitan erat bahkan bersambung walaupun urutan
penulisannya dalam mushaf tidak demikian.

Pada ayat diatas dinamai ihtibak maksudnya adalah tidak disebutkan sesuatu


keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan,
karena keterangan yang dimaksud sudah disebut pada kalimat yang lain. Pada
ayat 4, kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat
5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu
dengan disebutnya pena. Dengan demikian, kedua ayat diatas bearti “Dia (Allah)
mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia
sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum
diketahui sebelumnya.

Dari uraian diatas, kedua ayat tersebut menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah
SWT. Dalam mengajarkan manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus
dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa
alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ‘ilm Ladunniy.

B. Tafsir Qur’an AL GHASIYAH AYAT 17-20


ْ َ‫اَفَاَل يَ ْنظُ ُر ونَ اِلَى ااْل ِ ْب ِل َك ْيفَ ُخلِق‬
17 :‫ث‬
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan”

Arti kata: ‫“ افال‬maka apakah tidak”‫رون‬:::‫“ ينظ‬mereka memperhatikan” ‫ال االبل‬


“terhadap unta” ‫ “ كيف‬bagai mana” ‫“ خلقث‬dia di ciptakan?”
Ayat ini turun ketika Allah membeberkan keadaan dan rahasia surga. Kaum yang
sesat merasa heran. Ayat ini (88:17) merupakan perintah Allah untuk
memperhatikan alam semesta ( fenomena alam seperti bagaimana unta di ciptakan
), dan lain sebagainya.

ْ ‫َواِلَى ال َّس َما ِء َك ْيفَ ُرفِ َع‬


18 :‫ت‬
Artinya:” dan langit, bagai mana di tinggikan”

4
Arti kata: ‫ ”واالالسماء‬dan langit” ‫“ كيف‬bagaimana” ‫ رفعت‬bentuk diatetis pasif
(majhul=tidak di ketahui) artinya: “(ia) “ditinggikan?”

Penjelasan surat al-ghasyiyah: 17 dan 18:


seseorang yang hdup dalam abad ke-IX akan mengatakan bahwa kata-kata
“sama” artinya langit, dan pengertiannya ialah bahwa langit itu adalah bola super
raksasa yang panjang radiusnya tertentu, yang berputar mengelilingi sumbunya.
Dan pada dindingnya tampak menempel bintang-bintang yang gemerlapan di
malam hari. Bola ini di katakana mewadahi seluruh ruang alam dan segala sesuatu
yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin bahwa presepsinya mengenai langit
itulah yang sesuai dengan apa yang dapat di amati setiap hari, kapan pun juga.
Bintang-bintang tampak tidak berubah posisinya yang satu dengan yang lain, dan
seluruh langit itu berputar sekali dalam satu hari (siang dam malam).
Apa yang kita dapat dari orang ini andai kata dia di minta untuk memberikan
penafsiran (bukan sekedar salinan kata-kata) pada ayat-ayat tersebut? Tentu saja
ia akan memberikan interpretasi yang sesuai dengan presepsinya tentang langit,
serta “ardh” yaitu bumi yang datar yang di kurung oleh bola langit. Dan mungkin
sekali ia akan mengatakan bahwa ayat 30 surat Al-anbiya’ itu melukiskan
peristiwa ketika tuhan mengebutkn langit menjadi bola, setelah ia sekian lama
terhampar di permukaan bumi seperti layaknya sebuah benda yang belum di
pasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini bahwa konsep kosmologis dalam Al-
Qur’an mengenai penciptaan alam semesta. Dan tidak benar, Karena konsepnya
tidak mampu mengakomodasi gejala yang dinyatakan oleh ayat 47 surahAdz
Sebuah langit yang berbentuk bola dengan jari-jari tertentu bukan langit yang
bertanbah luas. Apalagi kalau ia melingkupi seluruh ruang kosmos beserta isinya,
tidak ada lagi sesuatu yang labih besar daripadanya. Pada hemat saya, sesuatu
konsepsi mengenai alam semesta yang benar harus dapat di pergunakan untuk
menerangkan untuk menerangkan semua peristiwa yang di lukiskan dalam ayat-
ayat dalam kitab suci. Ia harus sesuai dengan konsep-konsep kosmalogis yang

5
benar itu pada hakekatnya telah di berikan petunjuk oleh sang pencipta misalnya
di dalam ayat 17-18 surat al-ghasyiyah.
ِ ُ‫َواِلَى ْال ِخبَا ُل َك ْيفَ ن‬
ْ َ‫صب‬
19 :‫ت‬

Artinya: “ dan gunung-gunung bagai mana dia di tegakkan”


Arti kata: ‫“ والي الخبل‬dan gunung-gunung” ‫“ كيف‬bagaimana” ‫بت‬:::::‫(“ نص‬ia)
ditegakkan?”

ْ ‫ُط َح‬
20 :‫ت‬ ِ ْ‫َواِلَى ااْل َر‬
ِ ‫ض َك ْيفَ س‬
Artinya: “dan bumi bagaimana di hamparkan?”
Arti kata: ‫ “ والى االرض‬dan bumi” ‫“ كيف‬bagaimana” ‫“ سطحت‬dihamparkan?”

Penjelasan surat al ghasyiyah ayat 19 dan 20


Pada ayat ke 19, Allah mengajak manusia untuk memperhatikan bagaimana
gunung itu ditegakkan. Ada beberapa ayat lain, yang ada kaitan dengan masalah
gunung, seperti al-Nahl 15:
“ Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang
bersama kamu”. (QS: An-Nahl: 15)
Dan surat al-Naba` 6-7:
”Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-
gunung sebagai pasak ?”. (QS: An-Naba’: 6-7)
Kedua Ayat ini mengisyaratkan gunung sebagai pasak atau paku bumi, yang
dapat menjaga keseimbangan bumi agar tidak goncang, dan telah dibuktikan
secara ilmiah terdapat kesesuaian distribusi dan penyebaran gunung secara merata
di persada bumi ini. Peran gunung dalam menjaga keseimbangan permukaan
bumi sangat jelas sekali. Khususnya gunung yang disebut oleh ahli geologi
dengan barisan pegunungan (mountain chain) lipatan. Pegunungan ini tersebar di
beberapa benua di dunia. Dan di bawah kulit bumi telah ditemukan, bahwa
lapisan kulit bumi memiliki ketebalan antara 30-60 km. Penemuan ini diperoleh
melalui peralatan yang canggih seperti alat yang bernama seismograf yang

6
mampu mengetahui bahwa semua gunung memiliki akar terhunjam dilapisan
yang liat untuk menguatkan lapisan kulit bumi yang paling tinggi dan keras
seperti fungsi sebuah pasak. Gunung juga bekerja sebagai penahan benua-benua
dari hantaman batu-batu karang yang mengalir di bawah kulit bumi yang keras
ini. Bila akar gunung yang sangat kokoh tidak ada, maka lapisan kulit bumi akan
menjadi sangat lunak. Sehingga, tidak ada lagi keseimbangan dan kekokohannya.
Pada ayat 20, Allah mengajak manusia untuk berfikir bagaimana bumi itu
dihamparkan. Ayat ini mengisyaratkan bentuk bumi. Sehingga pertanyaan yang
muncul apakah bumi bulat atau terhampar? Untuk masalah ini, ada beberapa ayat
yang berkaitan, diantaranya; Surat al-Naazi`aat 30:

C. QS. Al-‘Imran Ayat 190-191

ِ َ‫ت أِّل ُ ۟ولِى ٱأْل َ ْل ٰب‬


‫ب ﴿ە‬ ٍ ۢ َ‫ار َل َءا ٰي‬ ِ َ‫ٱختِ ٰل‬
ِ َ‫ف ٱلَّي ِْل َوٱلنَّه‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ْ ‫إِ َّن ِفى‬
ِ ‫خَل‬

ِ ‫﴾ ٱلَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ ٱهَّلل َ قِ ٰيَ ًۭما َوقُعُو ۭ ًدا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِى خ َْل‬۱۹
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
‫ت‬

ِ َّ‫اب ٱلن‬
۱۹۱﴿ ‫ار‬ َ ‫ُسب ٰ َْحنَكَ فَقِنَا َع َذ‬ ِ ْ‫﴾ َوٱأْل َر‬
‫ض َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا ٰبَ ِطاًۭل‬

Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian


malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau,
lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).

Isi Kandungan Al-Qur'an Surat Ali Imran: 190-191. Tujuan dari ayat ini adalah
sebagai pembuktian tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah Swt. Hukum-

7
hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan
dan diatur oleh Allah Swt Yang Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan
Maha Mengelola segala sesuatu) hal ini dapat dipahami dengan adanya undangan
kepada manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni
kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, dan jutaan gugusan
bintang –bintang yang terdapat di langit, atau dalam pengaturan sistem kerja
langit yang sangat teliti, terdapat tanda-tanda kemahakuasaan allah bagi ulul
yakni orang-orang yang memiliki akal yang murni. Baca Juga : Kandungan Al-
Qur'an Surat Al-Isra’ Ayat 36 Tentang Potensi Akal dan Ilmu Pengetahuan
Teknologi Kandungan Al-Qur’an Surat Ar-Rahman Ayat 1-4 Tentang Potensi
Akal dan Ilmu Pengetahuan Teknologi Kandungan Al-Qur’an Surat Al-A’raf
Ayat 179 Tentang Potensi Akal dan Ilmu Pengetahuan Teknologi Al-Qur’an
memperkenalkan satu kategori lagi dalam dunia keilmuan yang terkait dengan
kegiatan berfikir yaitu ulul albab. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki
akal yang murni sehingga tidak akan mengalami kerancuan dalam berfikir. Orang
yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti
yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah Swt. Ibnu Katsir
menyebut dalam tafsirnya bahwa kegiatan yang paling tinggi kualitasnya dari
seorang manusia adalah berfikir. Sebab dengan berfikir maka menunjukkan
fungsi aqliyah manusia. Dengan kegiatan berfikir manusia akan melahirkan
temuan-temuannya yang merupakan bagian dari mengungkap rahasia keagungan
ilmu Allah Swt, melalui fenomena alam. Di sisi lain, dalam sabda Nabi
Muhammad Saw. dalam riwayat Abu Umamah dijelaskan bahwa “keutamaan
orang ‘alim (berilmu, yang berarti berfikir) atas ‘abid (orang ahli ibadah, seperti
keutamaanku (Nabi Saw) atas orang yang paling rendah di antara kalian
(sahabat).... Sesungguhnya Allah, para malaikat, penghuni langit dan bumi,
bahkan ikan-ikan di lautan hingga semut di sarangnya, mereka bershalawat
(mendoakan) atas orang ‘alim yang mengajarkan manusia kebaikan”. Orang yang
berilmu dan mengamalkan ilmunya untuk kebaikan, maka dampaknya sangat
luas tidak hanya untuk sesama manusia, bahkan lingkungan dan makhluk lainnya

8
pun mendapatkan manfaat ilmunya orang ‘alim tersebut. Sedangkan ‘abid,
ibadahnya hanya untuk dirasakan sendiri dan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Begitulah Islam memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang ‘alim
(berilmu) yang mau mengajarkan kebaikan kepada manusia. Dalam ayat tersebut
mendahulukan dzikir atas pikir, karena dengan dzikir mengingat Allah Swt dan
menyebut nama-nama dan keagungan-Nya, hati akan menjadi tenang. Dengan
ketenangan, pikiran akan menjadi cerah bahkan siap untuk memperoleh limpahan
ilham dan bimbingan ilahi. Dalam konteks pikir/akal, Syekh Muhammad Abduh
menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah sumber informasi dan konfirmasi bagi akal.
Karena itu akal, tidak boleh melampui dan bertentangan dengan al-Qur’an. Akal
harus tunduk kepada al-Qur’an. Islam menuntun agar kehebatan potensi akal
dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi, yang
diisyaratkan oleh ayat ini melalui keagungan penciptaan langit dan bumi, serta
fenomena pergantian siang dan malam, dalang rangka mengungkap rahasia
keagungan Tuhan. Dan berujung pada ketundukan diri terhadap kebesaran Allah
Swt, yang diungkapkan dengan kalimat َ‫ ُس ْب َحانَك‬subhanaka (Mahasuci Engkau, ya
Allah). Ayat ini memberikan hikmah dan pelajaran bahwa sekecil apapun
makhluk ciptaan Tuhan, semuanya memiliki fungsi/berguna, tidak ada yang sia-
sia. Tugas manusia adalah memaksimalkan potensi akalnya untuk mengurai dan
mempelajarinya sehingga menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Serta potensi akal manusia tidak boleh melanggar ketentuanNya dan
tidak sepatutnya terjadi kesombongan intelektual, tetapi justru harus
menunjukkan sikap rendah hati dalam berilmu dan senantiasa memohon kepada
Allah Swt agar dihindarkan dari siksa neraka.

D. Tafsir surat At-Taubah ayat 122


ٌ‫ة‬Eَ‫ ٍة ِم ْن ُه ْم طَائِف‬Eَ‫ ِّل فِ ْرق‬E‫ر ِمنْ ُك‬E َ Eَ‫وال نَف‬Eْ Eَ‫ون لِيَ ْنفِ ُروا َكافَّةً فَل‬َ ُ‫ان ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫{و َما َك‬
َ
( ‫ون‬َ ‫ َذ ُر‬E‫وا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْح‬EE‫و َم ُه ْم إِ َذا َر َج ُع‬E
ْ Eَ‫ ِذ ُروا ق‬E‫ِّين َولِيُ ْن‬
ِ ‫لِيَتَفَقَّ ُهوا فِي الد‬
} )122
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

9
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Dapat pula ditakwilkan bahwa ayat ini merupakan penjelasan dari apa yang
dimaksud oleh Allah Swt. sehubungan dengan keberangkatan semua kabilah, dan
sejumlah kecil dari tiap-tiap kabilah apabila mereka tidak keluar semuanya (boleh
tidak berangkat). Dimaksudkan agar mereka yang berangkat bersama Rasul Saw.
memperdalam agamanya melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Rasul.
Selanjutnya apabila mereka kembali kepada kaumnya memberikan peringatan
kepada kaumnya tentang segala sesuatu yang menyangkut musuh mereka (agar
mereka waspada). Dengan demikian, maka golongan yang tertentu ini memikul
dua tugas sekaligus. Tetapi sesudah masa Nabi Saw., maka tugas mereka yang
berangkat dari kabilah-kabilah itu tiada lain adakalanya untuk belajar agama atau
untuk berjihad, karena sesungguhnya hal tersebut fardu kifayah bagi mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). (At-Taubah: 122) Yakni tidaklah sepatutnya orang-orang
mukmin berangkat semuanya ke medan perang dan meninggalkan Nabi Saw.
sendirian. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang. (At-Taubah: 122) Yaitu suatu golongan.
Makna yang dimaksud ialah sepasukan Sariyyah (pasukan khusus) yang mereka
tidak berangkat kecuali dengan seizin Nabi Saw. Apabila pasukan Sariyyah itu
kembali kepada kaumnya, sedangkan setelah keberangkatan mereka diturunkan
ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dipelajari oleh mereka yang tinggal bersama Nabi
Saw. Maka mereka yang bersama Nabi Saw. akan mengatakan kepada Sariyyah,
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada Nabi kalian
dan telah kami pelajari."
E. Tafsir surat An Akabut ayat 19-20

{‫) قُ ْل سِ يرُوا‬19( ‫ْف ُي ْبدِئُ هَّللا ُ ْال َخ ْل َق ُث َّم ُيعِي ُدهُ إِنَّ َذل َِك َع َلى هَّللا ِ يَسِ ي ٌر‬ َ ‫أَ َو َل ْم َي َر ْوا َكي‬
‫ْف َبدَأَ ْال َخ ْل َق ُث َّم هَّللا ُ ُي ْنشِ ئُ ال َّن ْشأ َ َة اآلخ َِر َة إِنَّ هَّللا َ َع َلى ُك ِّل‬ ُ ‫ض َفا ْن‬
َ ‫ظرُوا َكي‬ ِ ْ‫فِي األر‬
)20( ‫َشيْ ٍء َقدِي ٌر‬

10
Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang al-Khalilullah, bahwa dia mengarahkan
mereka untuk menetapkan hari akhirat yang mereka ingkari dengan bukti yang
mereka saksikan di dalam diri mereka sendiri, dimana Allah menciptakan mereka
setelah sebelumnya mereka sebelumnya tidak ada. Kemudian mereka ada dan
menjadi manusia yang dapat mendengar dan melihat.

Rabb yang memulai penciptaan ini semua Mahakuasa untuk mengembalikannya lagi.
Karena itu amat mudah dan ringan bagi-Nya. Kemudian Dia pun mengarahkan
mereka untuk mengambil pelajaran dengan apa yang ada di ufuk berupa tanda-tanda
yang dapat disaksikan melalui sesuatu yang diciptakan Allah, berbagai lapisan dan
benda-benda yang ada di dalamnya berupa bintang-bintang bercahaya yang kokoh
serta beberapa lapisan bumi dan benda-benda yang terkandung di dalamnya berupa
lembah, gunung-gunung, oase-oase, daratan-daratan, hutan, pohon-pohon, buah-
buahan dan lautan. Semua itu menunjukkan kebaruannya dalam dirinya serta adanya
Pencipta Yang Mahaberbuat secara bebas. Rabb yang berfirman kepada sesuatu:
“Jadilah,” maka iapun jadi.

Untuk itu Dia berfirman: a wa lam yarau kaifa yubdi-ullaaHul khalqa tsumma
yu’iiduHuu inna dzaalika ‘alallaaHi yasiir (“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bagaimana Allah menciptakan [manusia] dari permulaannya,
kemudian mengulanginya [kembali]. sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.”

Kemudian Allah berfirman: qul siiruu fil ardli fandhuruu kaifa bada-al khalqa
tsummallaaHu yunsyi-un nasy-atal aakhirata (“Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka
bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan dari permulaannya,
kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.’” Masalah ini sama dengan firman Allah:
innallaaHa ‘alaa kulli syai-in qadiir (“Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.”

11
Firman Allah: sanuriiHim aayaatinaa fil afaaqi wa fii anfusiHim hattaa yatabayyana
laHum annaHul haqqu (“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
[kekuasaan] Kami di segenap ufuk dan pada diri merek sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa al-Qur’an itu benar.”) (Fushshilat: 53) dan firman Allah: Yu’adzdzibu
may yasyaa-u wa yarhamu may yasyaa-u (“Allah mengadzab siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberikan rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”)
yaitu Dia lah al-Hakim yang mengatur, berbuat apa saja sesuai yang dikehendaki-Nya
serta memutuskan apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada yang menentang hukum-Nya.
Dia tidak ditanya tentang apa yang dilakukan-Nya dan merekalah yang akan ditanya.
Dia memiliki hak penciptaan dan perintah, apa pun yang Dia lakukan, maka Dia pasti
adil. Karena Dia adalah Pemilik yang tidak berbuat dhalim seberat biji sawi pun.

F. METODE PEMBELAJARAN
  ‫سؤَّا ُل أَاَل‬ ُ ‫ اَ ْل ِع ْل ُم َخزَ ئِنُ َو َمفَتِ ُح َها اَل‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬ : ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫عَنْ اِبْنُ َعلِ ٍّي َر‬
) ‫ستَ ِم ُع َوا ْل ُم ِح ُّب لَ ُه ْم ( َر َواهُ اَبُ ْوا نُ َع ْي ِم‬ َّ ‫ اَل‬: ٌ‫سئَلُ ْوا َفإِنَّهُ يُؤَ َّج ُر فِ ْي ِه اَ ْربَ َعة‬
ْ ‫سائِ ُل َوا ْل َعالِ ُم َوا ْل ُم‬ ْ َ‫ف‬
• Dari Ibnu Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Ilmu itu laksana
lemari (yang tertutup rapat), dan sebagai anak kunci pembukanya adalah
pertanyaan. Oleh karena itu, bertanyalah kalian, karena sesungguhnya dalam
tanya jawab akan diberi pahala empat macam, yaitu penanya, orang yang
berilmu, pendengar dan orang yang mencintai mereka.” (Diriwayatkan oleh
Abu Mu’aim)
• َ ‫ إِنَّ َما ِشفَا ُء ْال ِع ِّي ال ُّسئَال‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ْ‫(ر َواهُ اَبُو‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬
َ َ‫ ق‬ : ‫ال‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ ِ ‫ع َْن َجابِ ٍر َر‬
) ْ‫دَا ُو ْد َو ْالتِّرْ ِم ِذي‬
• Dari Jabir R.A, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya obat
kebodohan itu tak lain adalah bertanya.” (HR. Abu Daud)
• َ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ ْم َكانُوْ ا يُ ْقت َِرئُوْ نَ ِم ْن َرسُوْ ِل هللا‬
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫ب النَّبِ ِّي‬ ِ ‫َح َدثَنَا َم ْن َكانَ يُ ْق ِرئُنَا ِم ْن اَصْ َحا‬
َ ‫ت فَاَل يَ ْئ ُخ ُذوْ نَ فِ ْي ْال َع ْش ِر اأْل َ َخ ِرى َحتَّى يَ ْعلَ ُموْ ا َما فِ ْي هَ ِذ ِه ِمنَ ْال ِع ْل ِم َو ْال َع َم ِل‬
ُ‫(ر َواه‬ ٍ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ْش َر اَيَا‬
) ‫اَحْ َم ْد‬

12
• “Telah menceritakan kepada kami orang yang biasa mengajari kami, yakni
dari kalangan sahabat Nabi SAW, bercerita kepada kami bahwa sesungguhnya
mereka (para sahabat) pernah mempelajari sepuluh ayat (Al-Qur’an) dari
Rasulullah SAW. Mereka tidak mempelajari sepuluh ayat yang lain sebelum
mereka dapat mengetahui setiap ilmu yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut
dan mengamalkannya.” (HR. Ahmad)

13

Anda mungkin juga menyukai