Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEWAJIBAN BELAJAR
MENGAJAR

SEMESTER V

MATA KULIAH :
TAFSIR II

DISUSUN OLEH :
TITIK KURNIAWATI

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA


INISNU
KAMPUS KELING
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Banyak orang yang salah mengartikan akan suatu ayat yang terdapat
dalam Al-Quran, sehingga orang bisa saja mengartikan berbagai ayat
dalam Al-Quran dengan tidak melihat berbagai sumber termasuk tafris-
tafsir yang sudah ada. Banyak sekali buku-buku atau tafsir-tafsir yang
seharusnya kita gali untuk mengkaji berbagai ayat.
Salah satunya adalah tafsri al-Maraghi juga tafsir Al-Misbah karya
Quraisy Sihab.
al-Quran bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep
yang dikemukakan al-Quran tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan
dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Ajaran al-Quran tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan
general sehingga untuk dapat memehami ajaran al-Quran tentang
berbagai masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur
tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para ulama.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa tafsiran surat Al-Alaq ayat 1- 5 ?
b. Seperti apakah tafsiran surat al-Ghosiyyah ayat 17-20 ?
c. Ali imran ayat 190-191, seperti apakah tafsirannya ?
d. Bagaimana juga surat at-taubah ayat 122 ?
e. Termasuk surat al-ankabut ayat 19-20, seperti apakah ?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Sebagai salah satu tugas mata kuliah tafsir II
b. Menambah wawasan mengenai berbagai ayat yang mengenai
kewajiban belajar mengajar
c. Menambah pengetahun dari berbagai mufasirin mengenai ayat-ayat
tersebut di atas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. SURAT AL-ALAQ AYAT 1 5


}&t%$# O$$/ y7n/u %!$# t,n=y

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan


kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak
pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar
beliau membaca sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan
sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa
menulisnya.

Kesimpulan : Sungguhnya Zat Yang Menciptakan makhluk mampu


membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak pernah
.belajar membaca
Kemudain Allah menjelaskan proses kejadian makhluk melalui firman-Nya
:
t,n=y{ z`|SM}$# `B @,n=t
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Sesungguhnya Zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi
mahluk-Nya yang paling mulia Ia menciptakan manusianya dari
segumpal darah (alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan
menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuannya bisa mengolah
bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat
manusia.
Oleh sebab itu Zat yang menciptakan manusia, mamapu menjadikan
manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa membaca,
sekalipun belum pernah belajar membaca.
Kesimpulan : Sesungguhnya Zat yang menciptakan manusia dari
segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir,
sehingga bisa menguasai seluruh makhluk bumi mampu pula
menjadikan Muhammad SAW, bisa membaca, sekalipun beliau tidak
pernah belajar membaca dan menulis.

#$}&t%$# y7/uur Pt.F


Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

Iqraa di sana adalah kerjakanlah apa yang aku perintahkan, yaitu


membaca.
Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya.
Baginya amat mudah menganugrahkan kepandaian membaca kepadamu
berkat kemurahan-Nya.
Kemudian Allah menambahkan ketentraman hati nabi saw. Atas bakat
yang baru ia miliki melalui firman-Nya :

/%!$# zO=t On=s)9$$


Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Dialah yang telah mengajarkan manusia dengan perantaraan
pena/tulisan.
Yang menjadikan pena sebagai sarana komunikasi antar sesama manusia,
sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya berikan
pengertian.
Oleh sebab itu Zat yang menciptakan benda bisa menjadi alat
komunikasi sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu
(Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran.
Apalagi engkau adalah manusia yang sempurna.
Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya dengan menyebutkan
nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya :

zO=t z`|SM}$# $tB Os9 Ls>t

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


Sesungguhnya Zat yang memerintahkan rasul-Nya membaca Dia-lah
yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia,
sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya.
Pada mulanya manusia itu bodoh ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu
apakah mengherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan
mengajarimu berbagai ilmu membaca, sedangkau engkau memiliki bakat
untuk menerimanya ?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukan tentang keutamaan membaca,
menulis dan illlmu pengetahun.

B. SURAT AL-GHOSIAH AYAT 17-20


xsr& tbrYt n<) @/M}$# y#2 Ms)=z
n<)ur !$uK9$# y#2 My n<)ur
A$t6g:$# y#x. Mt6R n<)ur F{$#
y#x. Mys
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia
diciptakan,
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
a. Dalam penafsiran surat di atas terdapat beberapa kata-kata yang sulit,
diantaranya adalah Bentuk tunggalnya Bair. Seperti halnya Nisa dan
Qaum. Adapun makna Al-Ibil adalah unta-unta.
b. Memegang atau meninggikan apa-apa yang ada di atas kita, seperti
matahari, bulan dan bintang.
c. Meratakan dan menghamparkan bumi sehingga bisa di huni dan bisa di
pakai untuk berjalan di atasnya.

Penjelasan
Penggunaan kata ( ) Ila kepada yang di bandang dengan kata ( )
Yanzhurun (melihat atau memerhatikan) untuk mendodorng setiap
melihat sampai batas akhir yang di tunjuk oleh kata Ila itu dalam hal ini
adalah unta.
Sehingga pandangan dan perhatiannya sempurna dan dapat menarik
dirinya sebagai bukti kekuasaan Allah dan kehebatan ciptaannya.
Dalam tafsri Al-muntakhab oleh para fakar Mesir dikomentari antara
lain adalah : Penciptaan unta yang sungguh luar biasa menunjukan
kekuasaan Allah dan merupakan suatu yang perlu kita renungkan.
Perlu kita ketahui bahwa ada juga pakar bahasa yang memahami kata
Al-Ibil pada ayat ini dalam arti awan, yaitu memperumpamakan awan
bagaikan unta. Ayat di atas juga menyebut langit setelah menyebut unta,
lalu setelah langit menyebut gunung dan sesudahnya bumi, maka yang
pertama terlintas dalam benak mereka adalah yang terdekat pada diri
mereka yaitu unta yang mereka tunggangi. Dan setelah itu tidak ada lagi
yang jelas dan nampak keculai langit yang terbentang dan meninggi.
Maka dapat kita simpulkan dari ayat diatas sesungguhnya jika mereka
ingkar dan ragu mau menggunakan akalnya untuk memikirkan seluruh
kejadian itu niscaya mereka akan mengetahui bahwa kesemuanya itu di
ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu hendaknya ketidak
tahuan mereka terhadap hakikat hari kiamat khusunya tidak dijadikan
sebagai aasan untuk mengingkarinya.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaan-Nya secara khusus, sebab
bagi orang berakal tentunya akan memikirkan apa-apa yang ada di
sekitarnya. Seorang akan memperhatikan unta yang dimilikinya maka
pada saat ia mengangkat pandangannya ke atas tak melihat langit. Jika ia
memalingkan pandangannya ke kiri dan kekanan tanpak di sekelilingnya
gunung-gunung.
Oleh sebab itu Allah memrintahkan mereka agar memikirkan seluruh
kejadian benda-benda tersebut.

C. SURAT ALI IMRAN AYAT 190-191


c) ,=yz NuqyJ9$# F{$#ur #n=Fz$#ur
@9$# $pk]9$#ur ;MtUy <'rT[{ =t69F{$#
t%!$# tbr.t !$# $VJu% #Yq%ur
4n?tur Ng/qZ_ tbr6xtGtur ,=yz
NuquK9$# F{$#ur $uZ/u $tB |M)n=yz #xyd
Wxt/ y7oYys6 $oY)s z>#xt $Z9$#
Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.
Dari ayat 190 bahwasannya dalam peraturan langit dan bumi dan
keindahan pembuatannya, di dalam perlainan malam dan siang dan terus-
menerus beriring-iringan melalui aturan yang paling baik nyata bekasnya
pada tubuh dan akal kita, panas dan dingin, demikian pula pada bianatang
dan tumbuh-tumbuhan, pada semuanya itu terdapat tanda-tanda dan
dalil-dalil yang menunjuk kepada keesaan Allah, kesempurnaan ilmu-Nya
dan kudrat-Nya, bagi sebaga orang yang berakal kuat.
Yaitu segala mereka yang menyebut nama Allah sambil berdiri dan sambil
duduk dan sambil berbaring
Adapun orang-orang yang berakal kuat itu adalah orang-orang yang
memperhatikan langit dan bumi serta isinya, lalu mengingat dalam segala
keadaannya, berdiri, duduk, berbaring akan Allah, akan nikmat-Nya, akan
keutamaan-Nya atas alam semesta.
dan memikir kejadian langit dan bumi seraya berkata :
Dan mereka yang memikiri tentang keindahan perbuatan Allah, rahasia-
rahasia kejadian dan segala yang dikandung oleh alam ini, manfaat hikmat
dan rahasia yang menunjuk kepada kesempurnaan kudrat dan
ketunggalan (ke Esaan) Allah yang sempurna ; baik mengenai zat, maupun
mengenai sifat dan perbuatan.
Dalam ayat ini dapat kita mengambil kesimpulan, bahwa kemenangan dan
keberuntungan hanyalah dengan mengingat kebesaran Allah serta
memikiri segala makhluk-Nya yang menunjuk kepada ada khalik yang Esa
yang mempunyai ilmu dan kudrat yang diiringi oleh iman akan Rasul dan
akan kitab. Disini diterangkan, bahwa yang kita pikiri itu adalah makhluk
Allah. Kita tidak dibenarkan memikiri tentang zat tuhan yang menciptakan,
karena kita tidak akan sampai kepada hakikat zat dan hakikat sifat.
Wahai Tuhan kami, tiadalah engkau jadikan ini, barang yang sia-sia,. Kami
mengakui akan kesucian engkau.
Yakni mereka yang menyebut nama Alalh dan memikiri keadaan
mengucapkan dengan lidah, sedang hati mereka berada antara takut dan
harap : Wahai tuhan kami tiadalah engkau jadikan dengan percuma apa
yang kami persaksikan dari membuat sesuatu dengan percuma. Hanya
segala apa yang enkau jadikan, mempunyai tujuan, mengandung hikmah
dan mashlahat, masing-masing mengambil pembalasannya kelak, baik
ataupun buruk.
Manusia, tidak engkau jadikan mereka dengan percuma. Jika ia lenyap
atau bercerai suku-suku tubuhnya sesudah ruh pergi dari badan, maka
yang binasa itu, hanyalah tubuhnya.
Kemudian ia kembali dengan kudrat engkau dalam kejadian yang lain.
Maka jika ia mentaati engkau masukanlah ia kedalam syurga dengan
amalan-amalan dan jika ia mendurhakai engkau, masukanlah ia kedalam
neraka.Maka perihalarah kami dari api neraka.
Yakni taufikanlah kami dengan inayat engkau kepada amalan-amalan
yang shalih, supaya menjadilah ia pemelihara kami dari azab neraka.
Kata As-Sayuti dalam Al-Ikill : ayat-ayat ini mengandung pengertian,
bahwa kita disukai membaca : Subhanaka, bila kita melihat ke langit. Dan
mengandung pengertian, bahwa apabila kita hendak berdoa hendaklah kita
memuji Allah lebih dahulu.

D. SURAT AT-TAUBAH AYAT 122


tBur c%x. tbqZBsJ9$# (#rYu9 Zp!$2 4$
wqn=s txtR `B e@. 7ps% Nk]iB px!$s
(#qg)xtGuj9 `e$!$# (#rY9ur OgtBqs%
#s) (#qy_u Nks9) Og=ys9 crxts
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Penjelasan
Ada dua versi yang kami temukan yaitu pada tafsri Al-Misbah karya M.
Quraish Shihab dan tafsir Al-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi.
Yang pertama mari kita lihat penjelasan yang kami dapatklan dari tfsir Al-
Misbah.
Ayat itu menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan
menegaskan bahwa Tidak sepatutnya bagi orang-orang mumin yang
selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua
ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas
yang lain. Jika memang ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum
maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar
diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-
sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka
dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan orang lain dan juga
untuk memberi peringatan kepada kaum merka yang menjadi anggota
yang di tugaskan oleh Rasulullah SAW.
Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang
memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan
adalah mereka yang tinggal bersama Rasulullah SAW. Ini adalah
pendapat mayoritas ulama.
Ayat ini mengggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/
memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar sedang
motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh.
Yang kedau kita lihat menurut tafsir Al-Maraghi.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya
bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan
rukun terpenting dlam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-
sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri
tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dawah
tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari
orang-orang kair dan munafik.

E. SURAT AL-ANKABUT AYAT 19-20


Ns9urr& (#rtt y#2 7 !$# t,=y9$# OO
n 4 b) 9s n?t !$# o @%
(#r F{$# (#rR$$s y#2 r&yt/
t,=y9$# 4 OO !$# Y nor'Y9$# notzFy$#
4 b) !$# 4n?t e@2 &x s%
Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi[1147]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Pada ayat 19 cenderung di pahami sebagai komentar Allah SWT,
karena redaksinya menggunakan bentuk personal ketiga. Ini
mengesankan kejauhan mereka dari hadirat Illahi dan bahwa mereka
tidak wajar memperoleh kehormatan diajak berdialog dengan Allah.
Kemudian ayat 20 sudah banyak penjelasan yang dikemukakan melalui
ayat-ayat lalu guna membuktikan kekuasaan Allah dan keniscayaan hari
kiamat. Kaum musyrikin belum juga menyambut baik penjelasan itu,
karena itu, ayat diatas memerintahkan nabi Muhammad SAW bahwa :
Katakanlah kepada mereka : kalau kamu belum juga mempercayai
keterangan di atas antara lain yang disampaikan oleh leluhur kamu dan
bapak para nabi yakni Ibrahim as. Maka berjalanlah di muka bumi kemana
saja kaki kamu melangkah, perhatikanlah bagaimana Allah memulai
penciptaan makhluk yang beraneka ragam, manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan dan sebagainya. Kemudian Allah menjadikannya dikali lai
setelah penciptaan pertama itu, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayat-ayat di atas menjadi acuan kita yang berhubungan dengan
kewajiban belajar dan mengajar. Terdapat beberapa sumber yang
tentunya harus kita kaji lebih dalam lagi, karena dari sekian kitab-kitab
tafsir yang sudah ada ternyata berbeda dalam penafsirannya.
Pada pokoknya, ayat-ayat di atas mengingatkan kita akan pentingnya
mencari ilmu pun juga mengamalkan ilmu karena ayat-ayat tersebut
semuanya berkenaan dengan kewajiban kita atau manusia dalam belajar
dan mengajar.
Allah telah membuktikan kekuasaannya kepada manusia, tentunya
manusia harus bisa mensyukuri dan mentafakuri akan nikmat dan ke
Maha Besaran Allah SWT.

B. Saran
Banyak sekali apa yang belum tertuliskan mengenai penafsiran ayat-ayat
tersebut. Untuk itu penyusun mengharapkan kepada siapa saja yang
membaca untuk lebih lagi secara mendalam mencari sumber-sumber atau
kitab-kitab tafsir selain yang penyusun cantumkan. Mungkin akan
berbeda antara kitab tafsir yang satu dengan yang lainnya.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 30 hal.


346-349. CV. Toha Putra : Semarang.
_______________________. 1981. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol hal.. CV.
Toha Putra : Semarang.
_______________________. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Vol 5 hal. 83. CV.
Toha Putra : Semarang.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1969. Tafsir Al-Quran Juz IV hal. 157-159. Bulan
Bintang. Jakarta.
Prof.H. Mahmud Junus. Tarjamah Al-Quran Al-Karim. Bandung. PT. al-Maarif.
1997. Cet 12. hlm.360.
Shihab, M. Quaisy. 2003. Tafsir al-Misbah hlm. 794. Lentera Hati : Jakarta.
_______________. 2003. Tafsir al-Misbah. Lentera Hati : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai