Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DARI ABAD I S/D V H

Kelompok 11

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah:

Akhlak Dan Tasawuf

Dosen Pengampu :

Robiyah Nur,M.Pd.I

Disusun Oleh :

Andre Azara 2111080008

Ratyh Ramadona Suryana 2111080162

Ulfha Sari Wn 2111080232

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah
SAW. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Sejarah Perkembangan Tasawuf Dari Abad I Sampai Dengan V H,Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Akhlak dan Tasauf.Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan Untuk para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan kata.Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran Ibu Robiyah Nur,M.Pd.I sebagai sarana
memperbaiki makalah ini.

Bandar Lampung,19 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... I

KATA PENGANTAR......................................................................................................... II

DAFTAR ISI....................................................................................................................... III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah....................................................................................................... 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf................................................................................................. 6
B. Perkembangan Tasawuf Fase Zuhud Abad (I-II H)................................................ 6
C. Perkembangan Tasawuf Fase Formatif Abad ( III-V H)......................................... 8
D. Perkembangan Tasawuf Fase Tasawuf akhlaqi-sunni (abad V H).......................... 9
E. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Tasawuf............................................ 11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dalam kaitan ini pula
peranan pendidikan agama Islam di kalangan umat Islam termasuk kategori manifestasi dari cita-
cita hidup Islam dalam melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi
generasi penerusnya. Moral yang terbimbing dalam naungan Ilahiyah akan melahirkan etika
yang lurus dan terarah. Untuk itu nilai-nilai Islam yang diformulasikan dalam cultural religious
tetap berfungsi dan berkembang di masyarakat dari masa ke masa.1 Untuk itu pendidikan yang
mengarah kepada pembinaan akhlak sangat perlu diberikan dalam pengajaran dan pendidikan
baik yang formal, nonformal maupun informal.

Dalam fenomena kehidupan di masyarakat, setiap warga masyarakat wajar untuk menyesuaikan
tingkah lakunya menurut situasi aktual yang ada di hatinya dan mengadaptasikan dengan situasi
lingkungan tempat ia berada. Peranan yang paling tepat ialah bilamana ia mampu bertindak multi
peranan, peranan silih berganti, ia harus mampu memerankan diri sebagai individu dan juga
sebagai anggota masyarakat. Keberhasilan seseorang dalam mempertemukan titik optimum,
yakni peran individu dan peran sosial, telah sampai pada tingkat “matang” atau “dewasa”.2
Matang atau dewasa dalam arti social tidak diukur dari tingkat usia dan tinggi besar fisik, tetapi
dilihat dari “tingkat berpikir”. Pengalaman menunjukkan bahwa ada saja seseorang yang tingkat
usianya sudah tinggi, tetapi cara berpikirnya sangat kekanak-kanakan. Sebaliknya, ada orang
yang relatif muda, tetapi dalam cara berpikir sudah matang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Tasawuf?

2. Bagaimana Perkembangan Tasawuf Abad I-II H?

3. Bagaimana Perkembangan Tasawuf Abad III-IV H?


4. Bagaimana Perkembangan Tasawuf Abad V H?

C. Tujuan

Tasawuf memiliki tujuan yang sama yaitu taqarrub kepada Khalik (Allah) tetapi dengan jalan
yang berbeda. Oleh karena itu secara histories perkembangan tasawuf mengalami dinamika
dalam perjalanannya, terkadang tasawuf mengalami kemajuan dengan banyaknya yang
menjalankan beberapa tarikat tetapi kadang terjadi kemunduran karena dianggap merusak Islam
sendiri seperti lahirnya konsep manunggaling kawulo gusti atau wahdat alWujud. Sufisme
seringkali dituduh sebagai penyebab ketidakpedulian pemeluk Islam terhadap dinamika
kehidupan duniawi. Namun seperti madzhab syari’ah dalam sufisme juga bisa dikenali berbagai
aliran yang terus berkembang dan berubah. Ajaran sufi mulai berkembang sebagai kritik atas
kekuasaan Islam yang otoritarian dan represif yang didukung ulama syari’ah.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Tasawuf

Tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri
(tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai
dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan
tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang dengannya diketahui hal-ihwal kebaikan dan
keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan
sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan meninggalkan (larangan-
larangan) Allah menuju (perintahperintah) Allah SWT.

Tasawuf terjadi pada setiap umat dan agama-agama, khususnya Brahmana Hinduisme,
filsafat Iluminasi Yunani, Majusi Persia, dan Nasrani Awal. Lalu pemikiran itu menyelinap ke
dalam pemikiran Islam melalui zindik Majusi. Kemudian menemukan jalannya dalam realitas
umat Islam dan berkembang hingga mencapai tujuan akhirnya, disusun kitab-kitab referensinya,
dan telah diletakkan dasardasar dan kaidah-kaidahnya pada abad ke-empat dan kelima Hijriyah.1

Adapun fase-fase historis perkembangan tasawuf secara mencakup fase zuhud (abad I-II
H), fase formatif (Abad III-IV H), fase tasawuf akhlaqi-sunni (abad V H), fase tasawuf falsafi
(abad VI H), dan fase tarekat (abad VII H sampai dengan sekarang).

B. Perkembangan Tasawuf Fase Zuhud ( Abad I-II H)

Perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Masa ini menyangkut
perkembangan tasawuf pada dekade sahabat yang dipelopori oleh Abu Bakar Shiddiq (w. 13 H.),
Umar bin Khaththab (w. 23 H.), Usman bin ’Affan (w. 35 H.), Ali bin Abi Thalib (w. 40 H.),
Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Huzaidah bin al-Yaman, dan Miqdad
1
Mansur, S. I. (2015). Akhlak Tasawuf.
bin Aswad. Dalam dekade ini juga termasuk pada masa tabi’in; tokoh-tokohnya adalah Hasan
Bashri (22 – 110 H.), Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H.), Sufyan ats-Tsauri (97 – 161 H.), Daud
ath-Thaiy (w. 165 H.), dan Syaqiq al-Bulkhi (w. 194 H.).2

Pada abad I Hijriyah muncul zahid (asketis) besar, yaitu Hasan al-Bashri. Ia adalah zahid
yang memberi nuansa zuhud dengan khauf (takut) dan raja’ (berharap). Pada tahap selanjutnya,
muncul guru-guru kerohanian yang menekan hidup zuhud (asketisme). Pada asketis muslim
(zahid) memilih pakaian wool kasar sebagai tanda kesederhanaan, dan simbol penentangan
terhadap kemubadziran. Terminologi Sufi (pemakai wool) digunakan sebagai penggambaran
para zahid sejak abad II Hijriyah. Pada abad ini tasawuf baru dikenal di Madinah, Kuffah, Mesir
Basrah.

Fase pertama ini merupakan reaksi atas gaya hidup materialistik yang ditunjukkan para
bangsawan, dan adanya konflik-konflik politik. Hal ini bukan berarti zuhud sifatnya hanya
sekedar tanggapan atau respon dari tantangan sosial saja. Zuhud memiliki sumber-sumber ajaran,
dan bahwa suhud menjadi gerakan kerohanian yang diikuti banyak orang memang tidak dapat
lepas dari situasi dan kondisi yang melingkupinya.

Pada abad II Hijriyah muncul banyak zahid besar, di antaranya Rabi’ah Al-‘Adawiyah,
salah seorang sufi dari kaum hawa yang terkenal dengan ajaran mahabbah (percintaan) yang
dilantunkan dalam guratan-guratan syair yang indah. Ibadah yang pada masa Hasan al-Basri
dimotivasi oleh khauf (takut) dan raja’ (harap), oleh Rabi’ah al-“Adawiyah semangatnya diganti
dengan cinta (al-mahabbah). Fase zuhud ini ditandai dengan penekanan hidup kerohanian
sebagai respon atas tabiat para penguasa dan bangsawan era itu yang memiliki gaya hidup
glamour. Fase ini masih kental dengan praktik pendalaman agama yang fokus pada sikap
menjauhkan diri dari hidup bermewah-mewahan dan sikap serba duniawi. Belum ada teori-teori
tasawuf di fase ini. Yang ada adalah model-model perilaku asketis.3

2
Mansur, S. I. (2015). Akhlak Tasawuf.

3
Bakri, S. (2020). Akhlaq Tasawuf: Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam. Sukoharjo:
EFUDEPRESS.
C. Perkembangan Tasawuf Fase formatif (Abad III-IV H)

Perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan ke-empat Hijriyah. Tokoh-tokoh yang
terkenal pada abad ketiga adalah Abu Sulaiman ad-Darani (w. 215 H.), Ahmad bin al-Hawary
ad-Damasyqi (w. 230 H.), Dzun al-Mishri (155 – 245 H.), Abu Yazid al-Butamy (w. 261 H.),
Junaid al-Baghdadi (w. 298 H.), dan Al-Hallaj (lahir 244 H.). Sedangkan pada abad ke-empat
Hijriyah para pengembangnya adalah Musa al-Anshari (w. 320 H.), Abu Hamid bin Muhammad
ar-Rubazy (w. 322 H.), Abu Zaid al-Adami (w. 314 H.), dan Abu Ali Muhammad bin Abdil
Wahhab as-Saqafi (w. 328 H.).4

Pada abad III Hijriyah, tasawuf berkembang dengan baik. Fase perkembangan abad ini
kemudian dikenal dengan periode formatif. Pada fase ini, tasawuf sudah berkembang sampai ke
kota Baghdad (Ibu Kota Kekhalifahan Bani Abbasiyah). Muncul nama-nama sufi besar pada fase
ini, yaitu Ibrahim al-Balkhi (w. 161 H/778 M), Abd al-Wahid Ibn Zayd (w. 150 H/ 767 M),
Fudayl Ibn ‘Iyad (w. 188 H), dan Bishri Ibn al-Harits (w. 152 H). Di pusat pemerintahan Bani
Abbas, kemewahan dan gaya hidup glamour sangat mencolok, sehingga memunculkan reaksi
gerakan kerohanian. Baghdad pun kemudian menjadi tanah paling subur untuk pertumbuhan dan
perkembangan tasawuf.Selanjutnya, pada abad IV H, banguan tasawuf sebagai ilmu dan amal
mulai terformat dengan jelas. Teori-teori sufisme pun mulai berkembang.

Pada era Daulah Bani Abasiyah ini tasawuf berkembang pesat. Dari Baghdad tasawuf
berkembang ke Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Pada periode ini muncul model, teori, dan
praktik spiritual Islam oleh para guru sufi, seperti Dzunnun al-Mishri, Sahl al-Tustari, al-Hallaj,
Abu Yazid al-Bushtami, dan al-Junayd. Pada abad IV Hijriyah ini embrio tasawuf dalam corak
falsafi sudah lahir. Karya-karya besar dalam literatur tasawuf juga mulai berkembang dalam
paruh terakhir abad IV H, dan paruh pertama abad V H. Karya-karya besar dalam literatur
sufisme terlahir di fase ini, seperti karya al-Kalabadzi, al-Saraj, al-Qusyairi, al-Hujwiri, al-
Ghazali, dan para sufi intelektual lainnya.

Pada paruh kedua IV H, muncul teori dan manhaj berfikir terkait jalan mistik yang
disebut thariqah (jalan spiritual) suluk (perjalanan spiritual). Mazhab-mazhab thaoriqah (tarekat)
4
Mansur, S. I. (2015). Akhlak Tasawuf.
mulai berkembang pada fase ini. Jalan mistik (tarekat) adalah jalan spiritual yang ditempuh para
sufi di bawah bimbingan para guru sufi (mursyid). Perjalanan spiritual dilakukan dengan
melewati tahap demi tahap yang disebut al-maqamat (station-station), yang disertai dengan al-
ahwal (kondisi psiko-spiritual).

Al-Maqamat (jamak dari al-maqam) adalah tingkatan seorang penempuh laku tasawuf,
atau stasiun spiritual yang disinggahi para pejalan spiritual (salik), sedangkan ahwal (jamak dari
al-hal) adalah kondisi psikis dan pengalaman spiritual yang dirasakan dalam perjalanan
rohani.Para ulama tasawuf berbeda pendapat tentang jumlah dan urutan al-maqamat. Hal ini
merupakan perbedaan perspektif yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pengalaman rohani di
antara mereka.

D.Perkembangan Tasawuf Fase Tasawuf akhlaqi-sunni (abad V H)

Perkembangan tasawuf abad kelima Hijriyah ditandai dengan sosok Imam Ghazali yang
mengkompromikan para ulama Fiqih dengan ajaran tasawuf yang berpaham syi’ah. 5 Tasawuf
sunni adalah tasawuf ahl as-sunnah wa al-jama’ah yang memberikan penekanan pada praktik
spiritual berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah secara rigid. Kejayaan tasawuf sunni beriringan
dengan perkembangan pesat teologi Asy’ariyah yang dikembangkan oleh Imam Abu Hasan al-
Asy’ari dan para murid serta penerusnya, termasuk Hujjatul Islam, al-Ghazali. Tasawuf Sunni
merupakan pemikiran dan praktik sufisme yang secara ketat menambatkan diri dengan dua
sumber pokok Islam, serta menjadikan faham teologi asy’ariyah sebagai landasan praktik
sufismenya.

Fase tasawuf sunni artinya fase dimana tasawuf sunni yang bercorak sunnah mulai
berkembang dengan menekankan pada keseimbangan antara tasawuf dengan tarekat. Tasawuf ini
kemudian juga dikenal dengan tasawuf akhlaqi, untuk membedakan dengan tasawuf falsafi.
Abad V H menjadi sejarah baru perkembangan tasawuf sunni. Pada era ini sufisme telah banyak
menarik pengikut dari berbagai kalangan, baik dari kalangan intelektual maupun kaum awam.

5
Mansur, S. I. (2015). Akhlak Tasawuf.
Pada abad ini juga timbul percaturan wacana antara tasawuf falsafi dengan tasawuf sunni
yang menyebabkan tasawuf falsafi tenggelam dalam wacana pemikiran Islam. Al-Ghazali, al-
Qusyairi, dan al-Harawi adalah para sufi penjaga ortodoksi yang mengembalikan tasawuf, dan
memantapkannya pada referensi fundamental yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Kemenangan
tasawuf ini sangat ditopang oleh aliran teologi Ahlussunnah (Asy’ariyah) yang banyak
menentang ajaran-ajaran mistik Abu Yazid al-Bushtami (al-Ittihad) dan Abu Manshur al-Hallaj
(al-Hulul) karena keduanya dianggap menyeleweng dari prinsip akidah Islam. Adalah al-Ghazali,
tokoh sufi sunni yang paling berperan dalam memberikan kritik terhadap penyimpangan-
penyimpangan tasawuf.Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin menjadi bacaan kaum sunni dalam memahami
tasawuf, serta menjadi argumen kaum sunni dalam menentang penyelewengan akidah.

Bagi faham sunni, teori-teori tasawuf falsafi sebagaimana diungkapkan oleh al-Biusthami
dan al-hallaj pada fase sebelumnya, dianggap membahayakan akidah umat Islam. Al-Ghazali
mampu mengembalikan kepercayaan umat Islam pada masanya tentang arti penting tasawuf
sebagai amalan esoterik. Sebelumnya banyak ulama sunni takut dan waswas terhadap
perkembangan tasawuf yang didominasi pemikiran al-Hallaj dan alBusthomi. Bahkan tidak
sedikit yang mengharamkam tasawuf.

Setelah kritik al-Ghazali terhadap tasawuf al-Hallaj dan al-Busthomi, para ulama mulai
mau menerima tasawuf lagi. Dengan kata lain, al-Ghazali berhasil mematahkan pandangan
tasawuf panteistik Al-hallaj dan Abu Yazid al-Busthami, dan pada saat yang sama menyuguhkan
tasawuf yang bercorak sunni sehingga diterima oleh kalangan ulama dan umat Islam pada
masanya.6

E. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Tasawuf

Dalam perjalanan kesejarahannya, tasawuf berinterakasi dengan kebudayaan masyarakat.


Dari sinilah pengaruh dari luar Islam ikut memperkaya khazanah tasawuf. Walaupun memiliki
sumber orisinil dalam Islam, namun sebagai produk sejarah (historisitas manusia), praktik
tasawuf tidak dapat dilepaskan dari perkembangannya sosial dan budaya yang melingkupinya.
Tidak heran jika kemudian tasawuf mendapat pengaruh dari pemikiran filsafat Yunani, maupun
tradisi agama dan spiritual yang berkembang pada masa perkembangan tasawuf dan masa
6
Bakri, S. (2020). Akhlaq Tasawuf: Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam. Sukoharjo:
EFUDEPRESS.
sebelumnya. Pengaruh-pengaruh dari tradisi budaya dan pemikiran tersebut tidak mengurangi
orisinalitas tasawuf sebagai penghayatan keagamaan dalam Islam.Ada beberapa faktor yang
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tasawuf, yaitu:

1. faktor internal yaitu adanya asketisme (zuhud) gurun pasir yang dilakukan oleh Abu
Dzarr al-Ghifari di Madinah pada masa sahabat, dan asketisme Hasan al-Bashri yang
mengasingkan diri dari hiruk pikuk politik dan keduniawian. Hal yang sama juga
dipraktikkan oleh Rabi’ah al-‘Adawiyah dan beberapa sufi awal lainnya. Asketisme
padang pasir ini merupakan referensi paling mendasar dalam praktik tasawuf, setelah Al-
Qur’an dan Sunnah.

2. faktor eksternal, yaitu pengaruh dari konsep, tradisi dan budaya spiritual yang
berkembang di Persia dan Mesir, seperti Hellenisme Phythagoras dan Gnostisisme
Alexandrian. Dalam Hellenisme Phythagoras dikatakan bahwa ruh manusia memancar
dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Akan tetapi, jika ruh tersebut kotor, maka
harus disucikan dengan pemikiran filsafat. Adapun pandangan kosmologi mistik
Gnostisisme Alexandrian menyatakan bahwa ruh manusia sebelum kembali ke Tuhan
harus bersatu denganNya terlebih dahulu sebelum kematianya. Konsep ini kemudian
disebut gnosis, yang kemudian memengaruhi munculnya konsep ittihad (penyatuan)
dalam tradisi tasawuf falsafi.

Pengaruh Persia paling kuat, menurut Goldziher adalah konsep tentang Nur Muhammad yang
diambil dari konsep Harmus dalam tradisi kepercayaan Zarathustra. Begitu juga tradisi zuhud
yang mirip keyakinan dalam agama lokal Persia, yaitu Manu dan Masdaq.66 Pengaruh tersebut
didasarkan pada hubungan kebudayaan antara Arab dan Persia yang sudah berjalan lama, bahkan
zaman pra-Islam.

Di samping faktor-faktor tersebut diatas, pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut


dari ajaran dan gerakan tasawuf dipicu oleh fenomena sosio historis yang terjadi di dunia Islam.
Tasawuf adalah bentuk protes atas kondisi sosial yang ada, yakni protes atas formalisme (faham
serba formal) yang ditunjukkan oleh kaum fuqaha (ulama hukum Islam) karena dianggap
menjadikan agama menjadi tidak kaku dan tidak menyentuh hati, protes atas intelektualisme
(faham serba intelektual) yang dikedepankan oleh kaum mutakallimun (ulama ilmu kalam) dan
filosof muslim yang dapat menyebabkan kekeringan spiritual, serta protes atas gaya hidup
materialistik (serba duniawi) yang ditujukan oleh kalangan istana dan orang kaya. Protes-protes
itu kemudian ikut andil dalam menumbuh suburkan praktik tasawuf.7

BAB III

PENUTUP

7
Andini, Q. P. Konsep Tasawuf Menurut Syekh Hamzah Fansuri.
A. Kesimpulan

Tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan diri
(tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang meyebabkan lalai
dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan
tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang dengannya diketahui hal-ihwal kebaikan dan
keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan
sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan meninggalkan (larangan-
larangan) Allah menuju (perintahperintah) Allah SWT.

Tasawuf terjadi pada setiap umat dan agama-agama, khususnya Brahmana Hinduisme, filsafat
Iluminasi Yunani, Majusi Persia, dan Nasrani Awal. Lalu pemikiran itu menyelinap ke dalam
pemikiran Islam melalui zindik Majusi. Kemudian menemukan jalannya dalam realitas umat
Islam dan berkembang hingga mencapai tujuan akhirnya, disusun kitab-kitab referensinya, dan
telah diletakkan dasar-dasar dan kaidah-kaidahnya pada abad ke-empat dan kelima Hijriyah.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Bakri, S. (2020). Akhlaq Tasawuf: Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam. Sukoharjo:
EFUDEPRESS.

Andini, Q. P. Konsep Tasawuf Menurut Syekh Hamzah Fansuri.

Mansur, S. I. (2015). Akhlak Tasawuf.

Anda mungkin juga menyukai