Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

“JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER”

MK. Akhlak Tasawuf

Semester Genap
2022/2023

Dosen Pengampu :

Bapak, Wahidin Saputra

Else Shinta Maharani (0601520031)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA

2022
1. Jelaskan sejarah kelahiran dan perkembangannya tasawuf dari awal kelahirannya
sampai ke Indonesia!

SEJARAH PERKEMBANGAN MUNCULNYA TASAWUF SAMPAI


HADIRNYA DI INDONESIA
Tasawuf adalah ilmu dalam agama Islam yang berfokus menjauhi hal-hal duniawi.
Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa – yatashowwafu - tashowwuf”
mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang sufi atau
menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol.
Melansir dari Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Vol. XII, No. 1 (2015), istilah tasawuf
tidak dikenal pada masa kehidupan Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Istilah itu baru muncul ketika
Abu Hasyim al-Kufy (w. 250 H) meletakkan kata al-Sufi di belakang namannya pada abad ke-
3 Hijriyah.
Ada beberapa versi munculnya ilmu tasawuf. Ada yang percaya bahwa tasawuf sudah
ada sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Ada pula yang meyakini tasawuf muncul
setelah kerasulan Nabi.
• Tasawuf Muncul Sebelum Nabi Muhammad SAW Menjadi Rasul
Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah
berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Ini berasal dari orang-orang dari
daerah Irak dan Iran yang baru masuk Islam (sekitar abad ke-8 M). Meski sudah masuk Islam,
hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
keduniaan.
• Tasawuf Berasal Dari Zaman Nabi Muhammad SAW
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman
Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl
al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham
tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad.
• Tasawuf Muncul Setelah Zaman Nabi Muhammad SAW
Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam pada
zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.
Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus
berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang
bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan
wilayah yang kotor dan busuk.
Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah
duniawi. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad
kedua Hijriyah.Sumber utama ajaran tasawuf adalah dari alquran dan al-Hadis. Alquran adalah
kitab yang di dalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbicara tentang inti ajaran tasawuf.
Ajaran-ajaran tentang khauf, raja’, taubat, zuhud, tawakal, syukur, shabar, ridha, fana, cinta,
rindu, ikhlas, ketenangan dan sebagainya secara jelas diterangkan dalam alquran.
Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalahkehidupan para sahabat Nabi yang
berkaitan dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab
itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan
kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad – abad
sesudahnya.
Setelah periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabiin (sekitar abad ke I dan ke II
H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa sebelumnya. Konflik –
konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa-
masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan
beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syiah, Khawarij, dan
Murjiah.
Kemudian, Tasawuf masuk ke Indonesia dimulai dari Perkembangan tasawuf di
Indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses islaminasi dikawasan ini. Sebab, Sebagian besar
penyebaran islam di nusantara merupaka jasa para sufi. Hal ini menunjukan bahwa pengikut
tasawuf merupakan unsur yg cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu.
Sejak berdirinya kerajaan islam pasai, Kawasan pasai menjadi titik sentral penyiaran
agama islam ke berbagai daerah Sumatra dan pesisir utara pulau jawa. Islam tersebar di tanah
Minangkabau atas upaya syekh Burhanuddin Ulakan. Sampai sekarang, kebesaran nama syekh
dari ulakan tetap diabadikan masyarakat pesisir Minangkabau melalui upacara “basapa” pd
setiap bulan safar. Penyebaran islam ke pulau jawa, juga berasal dari kerajaan pasai, terutama
atas jasa maulana malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan Ibrahim Asmuro.
Perkembangan islam di tanah jawa selanjutnya digerakkan oleh wali songo atau wali
Sembilan. Sebutan ini sudah cukup menunjukan bahwa mereka adalah penghayat tasawuf yg
sudah sampai derajat “wali”. Para wali bukan saja berpean sebagai penyiar islam, melainkan
mereka ikut juga berperan kuat pada pusat kekuasaan kesultanan. Karena posisi itu mereka
mendapat gelar ‘susuhunan” yg biasa disebut sunan. Dari peranan politik itu, mereka dapat
“meminjam” kekuasaan sultan dan kelompok elite keraton dalam menyebarkan dan
memantapkan penghayatan islam sesuai dengan keyakinan sufisme yg mereka anut.
Warna sufisme yang kental juga terlihat dari nilai anutan mereka yang
didominasi sufisme aliran al-Ghazali. Buku-buku karangan al-Ghazali menjadi sumber
bacaan sufisme yang paling digemari dan pada umumnya memuat pokok bahasan tasawuf
akhlak dan tasawuf amali. Pengaruh tasawuf falsafi cukup kuat dan luas penganutnya
dikalangan penganut tarekat. Sedangkan tokohnya yang paling populer pada masa itu adalah
Syekh Siti Jenar. Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh kerabat elite keraton,
secara perlahan-lahan terjadi proses akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi
lokal, yang berakibat bergesernya nilai keislaman sufisme karena tergantikan oleh
model spiritualis nonreligius.
Syekh Yusuf al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal dari Sulawesi.
Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak kecil telah menampakkan bahwa ia cinta akan
pengetahuan keislaman. Dalam tempo relatif singkat, ia tamat mempelajari al-Qur’an 30 juz.
Pada masa Syekh Yusuf, memang hampir setiap orang lebih menggemari ilmu tasawuf.
Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Di Yaman, ia menerima tarekat dari
syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh Abi Abdullah Muhammad Baqi Billah. Semua tarekat
yang telah dipelajari Syekh Yusuf mempunyai silsilah yang bersambung hingga kepada Nabi
Muhammad SAW. Akan tetapi, semua silsilah itu belum ditemukan, kecuali silsilah
Naqsabandiyah yang terdapat pada salah satu tulisan tangannya.
Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa
ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu: aspek lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat). Syariat
dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai satu kesatuan. Syekh Yusuf
menggarisbawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil bentuk kesatuan wujud antara
manusia dengan Tuhan.

2. Menurut Junaedi al-Baghdadi cara dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt, melalui Takholly, Tahally dan Tajally, jelaskan dan berikan contohnya!

1. TAHALLI MENURUT ILMU TASAWUF


Takhalli adalah suatu bentuk pengosongan diri dari sikap ketergantungan terhadap
kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai
hawa nafsu . takhalli (membersihkan diri dari sifat tercela) oleh sufi di pandang penting karena
semua sifat-sifat tercela merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi manusia dengan
Tuhannya oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu melepaskan
diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak-akhlak terpuji untuk dapat memperoleh
kebahagiaan yang hakiki.
Takhalli yakni penyucian diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir maupun batin.
Diantaranya ialah hasad (dengki), hiqd (rasa mendongkol), su’uzhan (buruk sangka), riya’
(pamer), bukhl (kikir), dan ghadab (pemarah). Dalam hal ini Allah berfirman : “Berbahagialah
orang yang mensucikan jiwanya dan rugilah orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams [91]:
9-10).
Takhalli juga berarti menghindarkan diri dari ketergantungan terhadap kelezatan hidup
duniawi. Kelompok sufi yang ekstrim berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi benar-benar
sebagai “racun pembunuh” kelangsungan cita-cita sufi. Oleh karena itu, nafsu duniawi harus
dimatikan dari diri manusia agar ia bebas berjalan mencapai kenikmatan yang hakiki. Bagi
mereka, mencapai keridhaan Tuhan lebih uatam daripada kenikmatan-kenikmatan materiil.
Pengingkaran pada ego dengan meresapkan diri pada kemauan Tuhan adalah perbuatan utama.
Dengan demikian nilai moral betul-betul agamis karena setiap tindakan disejajarkan dengan
ibadat yang lahir dari motivasi eskatologis.
2. TAHALLI MENURUT ILMU TASAWUF
Tahalli di sini maksudnya adalah menghiasi/mengisi diri dari sifat dan sikap serta
perbuatan-perbuatan yang baik. Dengan kata lain, sesudah mengosongkan diri dari sifat yang
tercela (takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang
telah di kosongkan tadi).
Al-Ghazali mengklarifikasikan tobat kepada tiga ingkatan, yaitu :
• Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan
dan takut akan siksa Allah.
• Beralih dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.
• Rasa penyesalan yang di lakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan
kepada Allah.
3. TAJALLI MENURUT ILMU TASAWUF
Tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib untuk hati. Dalam hal ini kaum sufi mendasarkan
pendapatnya pada firman Allah: “Allah adalah nur (cahaya) langit dan bumi” (Q.S. An-Nur
[24]: 35). Menurut Mustofa Zahri, tajalli diartika sebagai lenyapnya hijab dari sifat-sifat
kemanusiaan, tersingkapnya nur yang selama itu ghaib, dan lenyapnya segala sesuatu ketika
muncul wajah Allah. Sedangkan menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Munqizh min adh-Dhalal,
tajalli adalah tersingkapnya hal-hal ghaib yang menjadi pengetahuan kita yang hakiki
disebabkan oleh nur yang dipancarkan Allah kedalam hati seseorang. Pengetahuan hakiki
tersebut tidak didapat dengan menyusun dalil dan menata argumentasi, tetapi karena nur yang
dipancarkan Allah kedalam hati, dan Nur ini merupakan kunci untuk sekian banyak
pengetahuan.
Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan didalam diri manusia supaya Ia
dapat disaksiakan. Setiap tajalli melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seorang yang
menerimanya akan tenggelam dalam kebaikan. Jika terjadi perbedaan yang dijumpai dalam
berbagai penyingkapan itu tidak menandakan adanya perselisihan diantara guru sufi. Masing-
masing manusia unik, oleh karena itu masing-masing tajalli juga unik. Sehingga tidak ada dua
orang yang meraskan pengalaman tajalli yang sama. Tajalli melampaui kata-kata. Tajalli
adalah ketakjuban.
Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan, yaitu:
• Tajalli Af`al, yaitu tajalli Allah pada perbuatan seseorang, artinya segala
aktivitasnya itu disertai qudrat-Nya, dan ketika itu dia melihat-Nya.
• Tajalli Asma`, yaitu lenyapanya seseorang dari dirinya dan bebasnya dari
genggaman sifat-sifat kebaruan dan lepasnya dari ikatan tubuh kasarnya. Dalam
tingkatan ini tidak ada yang dilihat kecuali hannya dzat Ash Shirfah (hakikat
gerakan), bukan melihat asma`.
• Tajalli sifat, yaitu menerimanya seorang hamba atas sifat-siafat ketuhanan,
artinya Tuhan mengambil tempat padanya tanpa hullul dzat-Nya.
• Tajalli Zat, yaitu apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas hamba-Nya
yang mem-fana` kan dirinya maka bertempat padanya karunia ketuhanan yang
bisa berupa sifat dan bisa pula berupa zat, disitulah terjadi ketunggalan yang
sempurna. Dengan fana`nya hamba maka yang baqa` hanyalah Allah.

4. Dalam kajian Ilmu Tasawuf dibahas tentang maqomat dan ahwal, serta Waliyullah
dan karomah. jelaskan dan berikan contohnya!
• Definisi Waliyullah
Definisi waliyullah adalah merupakan orang-orang Islam yang dekat dengan Allah
karena keimanan dan ketakwaannya. Mereka tak pernah bersedih hati atas kesusahan dalam
kehidupan dunia, karena yang menjadi tujuan mereka hanyalah akhirat. Waliyullah selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Wali Allah atau waliyullah artinya orang-orang yang memiliki karomah dan kabar
gembira di dunia serta akhirat. Setiap mukmin yang bertakwa adalah wali Allah. Hanya saja,
tingkatan setiap mukmin yang termasuk waliyullah berbeda, tergantung pada ketakwaan dan
keimanan mereka.
• Tanda-tanda Seorang Waliyullah
Dirangkum dari buku Bekal-Bekal Menjadi Kekasih Allah oleh Syekh Abdul Qadir Al-
Jailani, berikut tanda-tanda seorang waliyullah:
➢ Tidak memikirkan urusan rezeki
Seorang waliyullah tidak pernah pusing memikirkan rezeki. Ia sepenuhnya percaya
bahwa rezeki setiap orang telah diatur oleh Allah SWT.
➢ Tidak mengeluh ketika sakit
Para waliyullah tidak mengeluh dalam kondisi apapun termasuk ketika sedang sakit. Ia
hanya mengingat Allah SWT dan meyakini bahwa penyakit merupakan ujian dari-Nya.
➢ Makan bersama-sama
Seorang waliyullah tak akan membiarkan orang lain kelaparan sementara dirinya dalam
keadaan kenyang.
➢ Tidak dendam
Waliyullah akan selalu memaafkan orang yang pernah menyakiti mereka.
➢ Mudah menangis jika takut
Seorang waliyullah akan menangis ketika merasa takut. Perasaan takut muncul karena
seorang waliyullah khawatir tidak mendapatkan ridho dari Allah SWT.
• Definisi Karomah
Definisi karomah adalah Karomah adalah anugerah dari Allah, yang secara bahasa
berarti kehormatan atau kemuliaan. Selain itu, dikenal pula karomah adalah kejadian luar biasa
di luar logika dan kemampuan manusia biasa, terjadi pada diri seseorang yang berpangkat Wali.
Lain halnya dengan Mukjizat. Sebuah keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT,
supaya umatnya mau percaya dengan kebesaran Tuhan.
Beberapa kisah karomah yang paling terkenang, Ashabul kahfi yang tertidur selama
309 tahun. Serta peristiwa makanan yang diberikan Allah kepada Maryam binti Imran
• Macam-macam Karomah
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Menjelaskan ada dua macam
karomah, yakni karomah hakiki dan karomah tak hakiki. Secara substasial keduanya berbeda.
➢ Karomah hakiki
Karomah hakiki atau al-karamat al-haqiqiyyah contoh mudahnya menebalnya iman,
hidup secara zuhud dan menyukai kehidupan ukhrawi atau mementingkan akhirat. Perbuatan
mulia seseorang. Ia bersungguh-sungguh melakukan amalan-amalan dengan maksud
meningkatkan iman. Lalu memantapkan hidup dengan zuhud dan memburu manfaat ukhrawi.
Karomah hakiki ialah kemampuan luar biasa yang bersifat ruhani atau ukhrawi, seperti
kemampuan beribadah yang di atas rata-rata orang lain.
➢ Karomah tak hakiki
Karomah tak hakiki atau al-karamat ash-shuriyyah, contoh mudahnya, jalan cepat
seolah dapat melipat bumi. Serta mendapatkan berita gaib dari langit. Seraya mengetahui suatu
peristiwa sebelum terjadi. Maka orang tersebut telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji.
Karena ini berarti orang tersebut mengejar hal duniawi dalam ibadah kepada Allah SWT.
karomah tak hakiki adalah karomah yang hanya kelihatannya saja dan bersifat duniawi.
• Hubungan Wali dan Karomah
Syekh Muhammad Sholeh bin Umar Assamarani (Mbah Sholeh Darat) membahas
dasar tentang pemahaman wali dan karomah, dikutip dari sumber Syarh nadzam Jauhar al-
Tauhid Syekh Ibrahim Allaqani. Menurutnya, wali termasuk seorang 'arif billah (mengetahui
Allah). Sekedar derajat dengan menjalankan secara sungguh-sungguh taat kepada Allah dan
menjauhi maksiat. Maksudnya, para wali menjauhi segala macam kemaksiatan bersamaan
dengan selalu bertaubat kepada Allah. Karena wali itu belum kategori ma'shumin atau terjaga
seperti Nabi. Maka wali belum bisa meninggalkan maksiat secara penuh. Karenanya mereka
disebut waliyullah atau Wali Allah.
• Alasan Para Wali Dikaruniai Karomah
Munculnya karomah di tangan ulama besar dan para wali, seperti kisah Syekh Abdul
Qadir Jaelani. Ia mengangkat kepercayaan umat supaya lebih tebal imannya terhadap Allah.
Kala itu, ia yang dikisahkan oleh Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dalam Secercah
Tinta (2012).
Syekh Abdul Qadir memiliki karomah bisa menghidupkan orang yang sudah
meninggal. Demikian pula Imam Yahya bin Hasan yang juga keturunan Syekh Abdul Qadir
Jailani yang disebut Bin Yahya. Diriwayatkan Habib Luthfi, suatu ketika rombongan berjalan
dari Tarim, Hadhramaut, Yaman. Mereka hendak ziarah ke Baitullah al-Haram Makkah,
kemudian ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Di tengah perjalanan, salah seorang ada
yang meninggal. Kemudian melapor kepada Imam Yahya. Beliau datang dan memegang
telinga orang tersebut. Sembari berkata: "Hai kamu, mau saya ajak ziarah ke jaddana (kakekku)
al-Musthafa SAW. Nanti setelah berziarah ke jaddana al-Musthafa SAW, mau mati, matilah.
Ayo qum biidznillah, hiduplah kembali dengan izin Allah." Akhirnya orang tersebut hidup
kembali. Namun sesampainya di Tarim dan menyelesaikan ziarah di makam Rasulullah SAW,
orang itu meninggal. Salah satu kisah karomah wali Allah ini, menjadi bukti bahwa yang
tertuang dalam AlQuran mengenai Mukjizat para Nabi benar adanya.

5. Jelaskan Thoriqot Qodiriyah, Thoriqot Naqsabandiyah, Thoriqot Syadziliyah serta


Thoriqot Qodiriyah wa naqsabandiyah berikut tokoh pendirinya dan ajaran
pokoknya masing-masing !

➢ Tareqat Qadariyah Menurut Ilmu Tasawuf


Pengikut Tarekat Qadiriyah memiliki empat ajaran pokok yang diyakini efektif dan
efisien sebagai metode mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keempatnya, antara lain,
kesempurnaan suluk, adab (etika), zikir, serta tentang muraqabah (kontemplasi). Semua ajaran
tersebut berlandaskan pada Alquran, hadis, dan perkataan para ulama arifin dari kalangan
salafus shalihin.
Ajaran pertama yakni kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian untuk
mendekatkan diri kepada Allah), bertalian dengan tiga dimensi dasar; iman, Islam, dan ihsan.
Ketiganya dikemas dalam satu metode yang populer terdiri dari syariat, thareqat, dan haqiqat.
Syariat dipahami sebagai kaidah perundang-undangan Islam.
Ini merupakan ketetapan Allah SWT sebagai syar'i melalui RasulNya, yang
menyangkut perintah maupun larangan. Pengamalan terhadap syariat pun masuk domain
thariqat. Unsur utamanya terletak pada iman dan kebenaran syariat. Sementara dimensi haqiqat
pada fase selanjutnya menggariskan penghayatan atas pengamalan syariat demi merasakan
manisnya ma'rifat (iman). Dalam tarekat ini, ajaran kedua yakni adab memiliki posisi khusus,
bahkan bisa dikatakan sangat prinsip.
Menurut pengikutnya, tanpa adab tidaklah mungkin seorang salik (pelaku disiplin
spiritual) mampu mencapai tujuan suluk-nya. Terdapat empat penekanan, pertama, adab
kepada Allah dan RasulNya, kedua, adab kepada Syekh (mursyid atau guru), ketiga, adab
kepada saudara seiman (ikhwan), serta keempat, adab kepada diri sendiri. Adab kepada Allah
dilakukan dengan senantiasa mensyukuri segala nikmat dan karunia-Nya.
Selain itu, perlu menjaga kesadaran untuk selalu bersyukur. Keduanya harus dijiwai
oleh setiap murid agar tidak melupakan-Nya. Yang juga dijunjung tinggi adalah adab murid
kepada mursyid-nya. Inilah syarat riyadhoh dan suluk seorang murid.
Maka itu, ada etika yang terbangun sedemikian rupa di lingkungan terekat ini, sehingga
menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi SAW. Antara murid dan mursyid dalam
mu'asyarah (interaksi) bertujuan melestarikan sunah (tradisi) pada masa Nabi. Murid
menempati peran sahabat, dan mursyid menggantikan peran Nabi dalam hal irsyad (pemberian
petunjuk) dan ta'lim (pengajaran).
➢ Tareqat Naqsabandiyah Menurut Ilmu Tasawuf
Tariqat Naqshabandiyah atau Naqsyabandiyah atau Naqsabandiyah adalah salah satu
sekte yang paling populer, biasanya di Asia, Bosnia dan Herzegovina, dan wilayah Dagestan,
Rusia. Aliran ini lebih menyukai pemahaman realitas dan tasawuf mengandung unsur
pemahaman spiritual tertentu, seperti rasa atau dzauq. Menurut pemahaman deskriptif sifat
Ilahi dan isbat sifat ma'nawiyah yang diabadikan dalam jiwa anak Adam serta pengakuan dalam
fanabillah dan abadi dalam baqabillah tentang dzikir buah hati ( hudurun jantung/presentasi
jantung). Dimulai di Bukhara pada akhir abad ke-1, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke
sekitar dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Ekspansinya mendapat dorongan baru dengan
munculnya cabang Mujaddadiyah yang diprakarsai oleh Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-
i Tsani (Pembaru Milenium Kedua). Pada akhir abad ke-18, nama itu hampir identik dengan
Tariqat di seluruh Asia Selatan, wilayah Ottoman, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri-ciri
utama Tarekat Naqsybandiyah adalah ketaatan yang ketat terhadap Syariah, keseriusan dalam
beribadah, dan keutamaan yang lebih besar dalam hati dzikir.
Kata Naqsyabandiyah / Naqsybandi / Naqsybandi berasal dari bahasa Arab, yaitu
Murakab Bina-i, dua frasa Naqsh dan Band yang berarti prasasti, baik dari bahasa Persia, atau
dari nama pendirinya, yaitu Baha-ud-Din Naqsyband Bukhari. Beberapa orang menerjemahkan
kata ini sebagai "pembuat gambar", "pembuat dekorasi". Yang lain menerjemahkannya sebagai
"Jalan Rantai" atau "Rantai Emas". Perlu juga dicatat bahwa dalam Tarekat Naqsybandiyah,
silsilah spiritual Nabi Muhammad SAW melewati Khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar
Radhiyallahu 'Anhu, sedangkan sebagian besar Tarekat lainnya melewati Khalifah Hadhrat
Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.
➢ Tarekat Syadziliyah Menurut Ilmu Tasawuf
Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf,
begitu juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf,
doa, dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh Ahmad ibnu
Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari]] (658 - 709 H )/ (1260 - 1309 M) [3] adalah orang
yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga
khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Atha'illah juga orang yang pertama kali
menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-
prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar
sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan
tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik
beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-
muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk
kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan
ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar
tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau
al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian
mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-
Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi anda
ilmu. Sementara Kitab Qut al-Qulub, karya Abu Talib alMakki, mewarisi anda cahaya." Selain
kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif
wa alMukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-
Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.
➢ Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Menurut Ilmu Tasawuf
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah tarekat yang didirikan pada abad ke-19 M
oleh seorang sufi besar asal Indonesia, Syekh Achmad Khotib Al-Syambasi. Hal ini
menunjukkan bahwa dinamisme intelektual umat Islam Indonesia saat itu memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia.
Kemunculan tarekat ini dalam sejarah sosial-ilmu pengetahuan umat Islam Indonesia dapat
dilihat sebagai respon atas keprihatinan masyarakat terhadap penyebaran ajaran wihdah al-
dunia yang cenderung panteistik dan tidak menghormati hukum Islam. Jawaban ini tepat sekali,
karena selain bersifat syariah-centric, juga sesuai dengan kecenderungan mistik dan sufistik
masyarakat Muslim Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat ini jelas tidak terlepas dari
corak dan pandangan masyarakat. Contoh pelibatan masyarakat, termasuk dalam urusan politik
yang diperankan oleh taipan tarekat, memberikan sinyal bahwa tarekat tidak anti duniawi (pasif
dan monopolistik). Oleh karena itu, kesan bahwa tarekat adalah simbol kebodohan dan
peradaban tidak dibenarkan

Anda mungkin juga menyukai