Anda di halaman 1dari 16

MACAM-MACAM TAREKAT

Untuk memenuhi tugas

ILMU TASAWUF

Dosen Pengampu :

Al-Ustadz Umar Said Wijaya, M.pd

Oleh :

Ade Yayah Rahmawati

39.2018.233.0711

FAKULTAS USHULUDDIN

ILMU QUR’AN DAN TAFSIR 2


UNIVERSITAS DARUSSALAM

PONDOK MODERN DARUSSSALAM GONTOR PUTRI

2019 M/1440 H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para ahli berpendapat bahwa islamisasi Indonesia sampai sekarang


masih berlanjut. Ini harus diartikan bahwa islam yang datang ke Indonesia
harus melewati jalan, rentang waktu, serta corak pemikiran yang panjang,
dimulai dari islam datang di pelabuhan-pelabuhan, diperkenalkan,
disebarkan, dikembangkan, dimantapkan dan diperbaharui. Ajaran islam
dibawa oleh Nabi Muhammad yang pada masa awal dilaksanakan secara
murni. Ketika Rasulullah wafat, cara beramal dan beribadah para sahabat
dan tabi’in masih tetap memelihara dan membina ajaran Rasul, disebut
amalan salaf al-shalih.

Sesudah abad ke-2 Hijriyah muncul golongan sufi yang


mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub
kepada Allah. Para sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian
syari’ah, thariqat, haqiqat, dan makrifat. Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13
Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi
sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu
dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada
abad itu. Pelopor adanya tarekat adalah Abd al-Qadir al-Jailani yang juga
merupakan pendiri tarekat Qadiriyah. Sehingga muncullah beberapa
tarekat yang dihubungkan dengan nama pendiri tarekat tersebut,
diantaranya tarekat Naqsyabandiyah, dan Syadziliyah itu merupakan
tarekat muktabarah yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tarekat?
2. Bagaimana sejarah munculnya tarekat?
3. Apa saja macam-macam tarekat?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami maksud dari tarekat
2. Mengetahui sejarah munculnya tarekat
3. Mengetahui macam-macam tarekat
BAB II

PEMBAHASAAN

A. PENGERTIAN TAREKAT

Kata tarekat berasal dari bahasa arab tharaiqah, jamaknya tharaiq,


yang berarti: petunjuk jalan atau cara. Menurut Al-jurjani Ali bin
Muhammad bin Ali (740-816M), Tarekat ialah metode khusus yang
dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju allah ta’ala melalui
tahap-tahap atau maqamat. Dengan demikian tarekat memiliki dua
pengertian:
1. Ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu
dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedeketan diri dengan
tuhan.
2. Tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang
ditandai dengan adanya lembaga formal seperi zawiyah, ribath,
atau khanaqah.1
Sebelum membahas persoalan tarekat lebih lanjut, kami perlu
menjabarkan beberapa definisi atau pengertian mengenai tarekat. Secara
etimologis kata tarekat berarti jalan (tariqah-tariqah), cara (al-kaifiyah),
metode, sistem (al-uslub), mazhab, aliran, haluan (al-mazhab). Menurut
istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat)
menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus
ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin
kepada Tuhan.2

Adapun definisi tarekat lainnya adalah “jalan” yang ditempuh para


sufi, dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab
jalan utama disebut syar’ sedangkan anak jalan disebut tariq. Kata turunan
1
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Uraian tentang Mistik, (Jakarta: Fa H. M
Tawi & Son, 1966), hal. 5.

2
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Bagian Proyek
Pengembangan Sistem dan Standar, 2003), jilid 5, hal. 66.
ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik
merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari ajaran Ilahi, tempat
berpijak setiap muslim.3 Dalam konteks ini syariat mengacu pada aspek
lahiriah dan tarekat pada laku batiniah atau sufisme.4 Dapat diketahui dari
definisi ini tarekat merupakan sebuah jalan yang berbeda atau dapat
dikatakan jalan yang tidak umum ditempuh oleh sebagian umat muslim.

Selanjutnya dijelaskan bahwa tariq atau jalan itu lebih sempit dan
lebih sulit dijalani serta membawa santri disebut salik, atau pengembara
dalam suluk atau pengembaraannya melalui berbagai persinggahan
(maqam), sampai cepat atau lambat akhirnya ia mencapai tujuannya, yaitu
tauhid sempurna; yaitu pengakuan berdasarkan pengalaman bahwa Tuhan
adalah Esa.5 Penjelasan lebih lanjut sebelumnya mengenai tarekat,
sebenarnya sedikit membingungkan dalam membedakan antara tarekat dan
tasawuf itu sendiri.

Mengenai tarekat lebih lanjut, secara harfiah sekali lagi berarti


jalan yang mengacu pada suatu sistem latihan meditasi maupun amalan-
amalan (muraqabah, wirid, zikir, dan sebagainya) yang dihubungkan
dengan sederet guru sufi. Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh
seputar metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru sufi
dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberap dari murid ini kelak
akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu
mensistemasikan ajaran dan metode-metode tasawuf.6 Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, maka semakin jelaslah perbedaan antara tasawuf
3
Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),
Cet. II, hal. 123.

4
Mustari Mustafa, Agama dan Bayang-Bayang Etis Syaikh Yusuf Al-Makassari,
(Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, 2011), Cet. I, hal. 53. 

5
Ibid, hal. 55

6
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet.
II, hal. 8. 
dan tarekat itu sendiri. Sebagai gambaran sederhana, tasawuf adalah
konsep yang dianut seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Tuhan,
sedangkan tarekat adalah konsep tasawuf yang melembaga.
B. SEJARAH MUNCULNYA TAREKAT
Jika ditela’ah secara sosiologis dengan lebih mendalam, tampak
ada hubungan antara latar belakang lahirnya tren dan pola hidup sufistik
dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat. Sebagai contoh
adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang dipelopori
oleh Hasan al-Bashri (110 H) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H). Gerakan
ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya),
yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani Umayyah.7Demikian juga
berkembangnya tasawuf filosofis yang dipelopori oleh Abu Mansur Al-
Hallaj (309 H). dan Ibn Arabi (637 H), tampaknya tidak bisa terlepas dari
adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung
tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan
pengaruh berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof peripatetik,
seperti Al-Kindi, Ibn Sina, Al-Farabi, dan lain-lain.8

Demikian juga halnya, munculnya gerakan tasawuf sunni yang


dipelopori oleh al-Qusyairi, al-Ghazali dan lain-lain, juga tidak terlepas
dari dinamika masyarakat Islam pada saat itu. Mereka banyak mengikuti
pola kehidupan sufistik yang menjauhi syari’at, dan tenggelam dalam
keasikan filsafatnya.9 Sehingga sebagai antitesanya, munculah gerakan
kembali ke syari’at dalam ajaran tasawuf, yang dikenal dengan istilah
tasawuf sunni.

7
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),
hal. 64.

8
Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafat al-Islamiyah: Manhaj wa Tathiquhu, diterjemahkan
oleh Yudian Wahyudi Asmin dengan judul; Aliran Teologi dan Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), hal. 101.

9
Ibid, hal. 103.
Adapun tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal),
sebagai bentuk terakhir gerakan tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja
muncul. Kemunculannya tampaknya lebih dari sebagai tuntutan sejarah,
dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara sosiologis, maupun
politis pada waktu itu. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan
lahirnya gerakan tarekat pada masa itu, yaitu faktor kultural dan struktur. 10
Dari segi politik, dunia Islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian
barat dunia Islam, seperti : wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir
menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa, yang terkenal dengan
Perang Salib. Selama lebih kurang dua abad (490-656 H. / 1096-1258 M.)
telah terjadi delapan kali peperangan yang dahsyat.11

C. MACAM-MACAM TAREKAT

a) Tarekat Naqsyabandiyah

Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ialah Muhammad bin


Baha’uddin Al-Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang
lahir di desa Hinduwan, kemudian terkenal dengan Arifan, beberapa
kilometer dari Bukhara. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ini juga
dikenal dengan nama Naqsyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli
dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata
‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan
Uwais Al-Qarni, lalu mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar
abdul khalik al-khujdawani yang juga murid uwais dan menimba ilmu
tasawuf kepada ulama ternama kala itu Muhammad baba al-sammasi
terekat naqsabandiyah mengerjakan zikir-zikir yang sangat sederhana,
namun lebi mengutaman zikir dalam hati dari pada zikir dangan lisan.

Ada enam dasar yang dipakai peganggan untuk mencapai tujuan


dalam tarekat ini, yaitu:

10
Ahmad Tafsir, Tarekat dan Hubungannya dengan Tasawuf, (Tasikmalaya: IAIIM,
1990), hal. 28.

11
K. Ali, A Study of Islamic History, (Delhi: Idarat Adabi, 1990), hal. 273.
1. Tobat.

2. Uzla (mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang


dianggapnya telah mengingakari ajaran-ajaran Allah dan
beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu meperbaikinya).

3. Zuhud (mempaatkan dunia untuk keperlu hidup seperlunya


saja).

4. Taqwa.

5. Qana’ah (menerima dengan senang hati segala sesuatu yang


dianugrahkan oleh Allah SWT).

6. Taslim (kepatuhan batiniyah akan keyakinan hati hanya pada


Allah).12
b) Tarekat Qadariyah
Qadariyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama
pendirinya, yaitu syeihk ‘abd al-Qadir jailani, yang terkanal dengan
sebutan syaikh al-Qadir jailani al-ghawsts quthb al-awliya’. Tarekat ini
menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spritualitas islam
karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi
juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat didunia islam.
seulama yang jahid, pengikut mazhab hambali. Ia mempunyai
sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian
dibaghdad. Pengembangan dan penyebaran tarekat ini didukung oleh
anak-anaknya antara lain Ibrahim dan abdul salam. Sebagaimana
tarekat yang lain, qadariyah juga memiliki dan mengamalkan zikir dan
wirit tertentu.
Sejak kecil, Syeikh Abdul Qadir telah menunjukkan tanda-
tanda sebagai Waliyullah yang besar. Ia adalah anak yang sangat
berbakti pada orang tua, jujur, gemar belajar dan beramal serta
menyayangi fakir miskin dan selalu menjauhi hal-hal yang bersifat

12
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996),
hal. 23.
maksiat. Ia memang lahir dan dididik dalam keluarga yang taat karena
ibunya yang bernama Fatimah dan kakeknya Abdullah Sum’i adalah
wali Allah SWT.13

c) Tarekat Syadziliyah

Dinisbatkan kepada Nur Ad-Din Ahmad Asy-Syadzili (593-


656 H/ 1196-1258 M). Secara pribadi, Asy-Syadzili tidak
meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, abdul abbas al-
mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa, hizib. Ibnu
Ath-thaillah As-Sukandari adalah orang pertama yang menghimpun
ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa, dan biografi keduanya sehingga
khazanah tarekat syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Ath-thaillah juga
orang yang pertama menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan
tarekat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-
angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Ath-athaillah, tarekat


syadziliyah mulai tersebar sampai ke barat, sebuah negara yang pernah
menolak sang guru. akan tetapi, ia tetap merupakan tradisi
individualistik yang hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai
yang menitikberatkan pengembangan sisi dalam. Syadzili tidak
mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan
atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk ke shalehan
populer yang digalakan. Akan tetapi, murid-muridnya tetap
mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan tarekat
syadziliyah di wilayah-wilayah yang tersebar tanpa mempunyai
hubungan satu dengan yang lain.

Lima sendi yang ada pada tarekat syadziliyah:

13
M. Hilman Ansyahry, Resonansi Spiritual Wali Quthub Syekh Abdul Qadir al-jailani,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hal. 3.


1. Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir batin, yang diwujudkan
dengan jalan bersikap wara’ dan istiqamah dalam
menjalankan perintah Allah swt.
2. Konsisten mengikuti sunnah Rasulullah saw, baik dalam
ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan
selalu bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.

3. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan


maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri
kepada Allah saw.

4. Ridha kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun


kekurangan, yang diwujudkan dengan apa adanya
(qana’ah) dan menyerah.

5. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun


dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan
bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-
Nya dalam keadaan susah.14

d) Tarekat Khalawatiyah

Tarekat khalawatiyah di Indonesia banyak dianut oleh suku


bugis dan makassar di Sulawesi selatan, atau ditempat-tempat lain
dimana suku itu berada seperti di Riau, Malaysia, kalimantan timur,
Ambon, dan Irian barat.

Nama khalawatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan


pejuang Makassar abad ke-17, syaikh yusuf al-makassari al- khalwati
(tabarruk) terhadap Muhammad (nur) al-khawati al-khawa rizmi
(w.751/1350), yang sampai sekarang masih dihormati. Sekarang
terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama.
Keduanya dikenal dengan nama tarekat khalawatiyah yusuf dan

14
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet
II, hal. 15
khalawatiyah samman. Pengikut dua cabang tarekat ini secara
keseluruhan mencakup 5% dari penduduk provinsi yang berumur
diatas 15 tahun.

Khalawatiyah ini didirikan di Khurasan oleh Zahiruddin dan


berhasil berkembang sampai ke Turki. Tidak mengherankan jika
Tarekat Khalawatiyah ini banyak cabangnya antara lain: Tarekat
Dhaifiyah di Mesir dan di Somalia dengan nama Salihiyah.

Tarekat khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh


tingkatan:

1. Manusia yang berada dalam nafsu ammarah.


Mereka yang jahil, kikir, angkuh, sombong, pemarah,
gemar kepada kejahatan, dipengaruhi syahwat dan sifat-sifat
tercela lainnya. Mereka ini bisa membebaskan diri dari semua
sifat-sifat tidak terpuji tersebut dengan jalan memperbanyak
zikir kepada allah SWT dan mengurangi makan-minum.
Maqam mereka adalah aqhyar, artinya kegelap-gulitaan.
2. Manusia yang berada dalam nafsu lawwamah.
Mereka yang gemar dalam mujahaddah (meninggalkan
perbuatan buruk) dan berbuat saleh, namun masih suka
bermegah-megahan dan suka pamer. Cara untuk melenyapkan
sifat-sifat buruk tersebut adalah mengurangi makan-minum,
mengurangi tidur, mengurangi bicara, sering menyendiri dan
memperbanyak zikir serta berpikir yang baik-baik. Maqam
mereka adalah anwar, artinya cahaya yang bersinar.
3. Manusia yang berada dalam nafsu mulhanah.
Mereka yang kuat mujahaddah dan tajrid, karena ia
telah menemui isyarat-isyarat tauhid, namun belum mampu
melepaskan diri dari hukuman-hukuman manusia. Cara untuk
melepas kekurangannya adalah dengan jalan menyibukkan
batinnya dalam hakikat iman dan menyibukkan diri dalam
syri’at Islam. Maqam mereka adalah kamal, kesempurnaan.
4. Manusia yang berada dalam hafsu muthma’innah.
Mereka yang sedikit pun meninggalkan ajaran islam,
mereka merasa nyaman jika berakhlak seperti yang
dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan merasa belum
tentram hatinya jika belum mengikuti petujuk dan sabda beliau.
Manusia seperti ini sangat menyenangkan siapa pun melihatnya
dan mengajaknya berbicara.
5. Manusi yang berda dalam nafsu radhiyah.
Mereka yang sudah tidak menggantungkan diri kepada
sesama manusia. Melainkan kepada allah SWT. Maka
umumnya sudah melepaskan sifat-sifat manusia biasa. Maqam
mereka adalah wisal, artinya sampai dan berhubungan.
6. Manusia yang berada dalam nafsu mardhiyah.
Mereka yang berhasil meleburkan dirinya kedalam
kecintaan khalik dan khalak, tidak ada penyelewengan dalam
syuhudnya, ia menepati segala janji Tuhan dan meletakkan
segala sesuatu pada tempatnya. Maqam mereka adalah tajalli
af’al, artinya kelihatan tuhan.
7. Manusia yang berada dalam nafsu kamillah.
Mereka yang dalam beribadah menyertakan badannya,
lidahnya, hatinya, dan anggota-anggota tubuh yang lain.
Mereka ini banyak beristighfar, banyak bertawadhu (rendah
hati atau tidak suka menyombongkan diri). Kesenangan dan
kegemarannya adalah dalam tawajjuh khalak.15

15
Yulita Mansur , Tarekat Kholwatiyah Yusuf dan Tarekat Kholwatiyah Samman di Desa
Kassa Maros, Ujung Pandang, (Jakarta: Skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1995), hal.
20.
BAB III

PENUTUP

Menurut Al-jurjain Ali bin Muhammad bin Ali (740-816 M). Tarekat
adalah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju allah
Ta’ala melalui tahapan-tahapan atau maqamat.

Dan juga macam-macam tarekat yang terdapat didalam sebuah makalah ini
yang saling berhubungan diantaranya yaitu: Tarekat naqsyabandiyah, Tarekat
qadariyah, Tarekat syadziliyah, Tarekat khalawatiyah.
semua macam-macam tarekat ini tujuan hanyalah semata-mata
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan yang berbeda hanya cara-cara
pelaksanaannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena berbedanya
pendapat para pendirinya.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Uraian tentang Mistik, (Jakarta: Fa H.
M Tawi & Son, 1966).

Ahmad Tafsir, Tarekat dan Hubungannya dengan Tasawuf, (Tasikmalaya: IAIIM,


1990).

Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,


2000), Cet. II.

Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Bagian Proyek


Pengembangan Sistem dan Standar, 2003), jilid 5.
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah, (Jakarta: Al-Husna Zikra,
1996).

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973).

Ibrahim Madkour, Fi al-Falsafat al-Islamiyah: Manhaj wa Tathiquhu,


diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmin dengan judul; Aliran Teologi
dan Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).

K. Ali, A Study of Islamic History, (Delhi: Idarat Adabi, 1990).

M. Hilman Ansyahry, Resonansi Spiritual Wali Quthub Syekh Abdul Qadir al-
jailani, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004).

Mustari Mustafa, Agama dan Bayang-Bayang Etis Syaikh Yusuf Al-Makassari,


(Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, 2011), Cet. I.

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005),


Cet II.

Yulita Mansur , Tarekat Kholwatiyah Yusuf dan Tarekat Kholwatiyah Samman di


Desa Kassa Maros, Ujung Pandang, (Jakarta: Skripsi Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, 1995).

Anda mungkin juga menyukai