Anda di halaman 1dari 10

DINASTI MAMALIK

Untuk memenuhi tugas

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Dosen Pengampu :

Al-Ustadz Dedy Irawan, M.A

Oleh :

Ade Yayah Rahmawati

Na’imatussalwa

Cava Billah

FAKULTAS USHULUDDIN

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR 4


UNIVERSITAS DARUSSALAM

PONDOK MODERN DARUSSSALAM GONTOR PUTRI

2020 M/1441 H
BAB I

A. Pendahuluan

Peradaban adalah suatu proses perubahan cara hidup manusia.


Dalam hal ini, kemajuan yang dicapai meliputi aspek bahasa, kesenian,
ilmu pengetahuan, sosial, politik, hukum, dan agama. Dalam prosesnya,
peradaban berjalan secara berangsur –angsur dalam kurun waktu yang
sangat lama.

Salah satunya yaitu peradaban Islam pada Dinasti Mamalik.


Dinasti Mamalik berasal dari golongan hamba atau yang dimiliki oleh para
sultan dan amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dalam
sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari budak ini disebut Mamalik, atau
oleh literatur Barat disebut dengan Mamluk.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Mamalik?
2. Apa strategi dalam pemerintahan Mamluk Bahri?
3. Bagaimana masa pemerintahan Mamluk Burji?
4. Mengapa Dinasti Mamalik mengalami kemunduran dan
keruntuhan?
5. Apa saja sejarah peninggalan Dinasti Mamalik?
C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Mamalik
2. Agar mengetahui strategi dalam pemerintahan Mamluk Bahri
3. Agar mengetahui keadaan dalam pemerintahan Mamluk Burji
4. Agar mengetahui sebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti
Mamalik
5. Agar mengetahui sejarah peninggalan Dinasti Mamalik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Mamalik


Mamalik adalah jamak dari kata Mamluk yang berarti budak.
Dinasti Mamalik memang didirikan oleh para budak yang dimiliki para
sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayyub. Para budak ini berasal
dari Asia kecil, Persia, Turkistan dan Asia Tengah. Mereka terdiri dari
suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi,Syracuse, dan bagian kecil dari
bangsa Eropa.1

Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh


penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan
dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang
terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-
Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan
kekuasaannya. Pada penguasa ini mereka mendapat hak-hak  istimewa,
baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.2

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Dinasti Mamluk dibagi


menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama
disebut dengan Mamluk Bahri. Golongan pertaman ini berasal dari
kawasan kipchak (Rusia Selatan), Mongol dan Kurdil. Mereka
ditempatkan di Pulau Raudhah di pinggiran Sungai Nil. Di sinilah mereka
menjalani latihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan
mereka inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak
laut/air).3

1
Amany Burhanuddin Umar Lubis, Ensiklopedia Tematis, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), hlm. 218.
2
Dedi Supriyadi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.
236.
3
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah,
2017), hlm. 278.
Sementara itu, golongan yang kedua dinamakan Mamluk Burji.
Para budak ini berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Golongan
kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.

B. Pemerintahan Mamluk Bahri

Nama Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang


disediakan oleh Sultan Malik Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para
budak, yang terletak di sebuah pulau di tepi Sungai Nil, yaitu Pulau
Raudhah. Sejak itu, para Mamluk dikenal dengan Al-Mamalik Al-
Bahriyah atau para budak lautan.4 Sultan pertama dinasti Mamluk Bahri
adalah Aybak. Berkuasa selama 7 tahun, kemudian digantikan putranya
Ali yang masih muda. Setelah Ali memundurkan diri digantikan oleh
wakilnya Qutuz. Pada masa kepemimpinannya, Mesir terancam serangan
bangsa Mongol yang sudah menguasai hampir seluruh dunia Islam. Maka
Qutuz dan Baybars, salah satu sultan dari Mamluk bekerjasama untuk
menghancurkan pasukan Mongol. Peperangan di Ain Jalut tanggal 13
September 1260 dimenangkan oleh pasukan Qutuz dan Baybars. Ini adalah
sebuah kemenangan besar, kemenangan pertama kaum muslimin atas
orang-orang Mongolia. Mematahkan mitos bahwa tentara Mongol tidak
pernah terkalahkan.

Pusat kekhalifahan dipindah ke Kairo setelah Baghdad hancur


ditangan pasukan Mongol. Setelah kemenangan atas bangsa Mongol,
Baybars menggulingkan kekuasaan Qutuz, dinasti Mamluk bertambah
kuat. Bahkan kekuasaannya mencapai 17 tahun. Beberapa kejayaan yang
diraih adalah memporak-porandakan tentara salib di sepanjang laut tengah
dan pegunungan Syiria, menakulukan daerah Sudan dan sepanjang pantai
laut merah, menghidupkan kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah
Baghad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu
Khan, Baybars meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya untuk
mendapatkan simpati rakyat Mesir. Ia termasuk sultan terbesar dari 47

4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Garavindo
Persada, 2001), hlm. 125.
sultan Dinasti Mamluk, menjadi sultan Mesir pertama yang mengangkat 4
hakim mewakili empat madzhab, mengatur keberangkatan haji secara
sistematis dan permanen. Ia juga seorang sultan yang shalih menjalankan
perintah agama.

Dalam bidang perekonomian dan perdagangan, Baybars membuka


hubungan dagang dengan Italia dan Prancis, membuat Kairo menjadi kota
penting dan strategis, dan memberikan kebebasan kepada petani untuk
memasarkan hasil pertanian. Dalam bidang ilmu pengetahuan, Baybars
berhasil membuat sebagian ahli ilmu pengetahuan berpindah dari Baghdad
ke Mesir, membuat Mesir pusat ilmu pengetahuan, dan lahir dari masanya
nama-nama beberapa pakar ilmu dan penemuan-penemuan baru. Dalam
bidang seni arsitektur, para sultan berlomba dalam membangun
monumental berseni tinggi, bangunan yang indah dan megah. Selain
Baybars, ada Al Manshur Al Qalawun salah satu sultan dari Bani
Bibarisiyah menyumbangkan jasa dalam perkembangan administrasi
pemerintah, perluasan hubungan luar negri, dan perluasan jalur dagang
internasional. Sultan terakhir dinasti ini bernama Al Shalih Hajj Asyraf bin
Sya’ban yang digulingkan sultan Barquq, cikal bakal pemerintahan
Mamluk Burji.

C. Dinasti Mamluk Burji

Sultan pertama adalah Barquq, berhasil menahan Timur Lenk dan


wilayahnya pada tahun 1517.5 Dari segi sistem pemerintahan tidak
ditemukan banyak perbedaan antara Mamluk Bahari dan Mamluk Burji.
Daru banyaknya sultan Mamluk Burji, hampir sebagian besar naik tahta
pada usia muda. Hal ini mengakibatkan mereka selalu disebabkan dengan
gejolak dan pertentangan. Dana kesultanan banyak dikeluarkan untuk
militer disamping pemasukan yang semakin menipis, pendidikan kurang
perhatian, tidak mengutamakan persatuan, banyak meminta bantuan dari
luar, sehingga banyak terjadi pemberontakan.

5
Abdul Syukur Al Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam; Menelusuri Jejak-Jejak
Agung Peradaban Islam di Barat dan Timur, (Yogyakarta: Noktah, 2017), hlm.284.
Pada masa ini, terjadi penyerangan dari Turki Utsmani, para
penguasa Mamluk pun terus dilanda krisis dan perang. Sultan terakhir
adalah Asyraf Tumanbai yang tidak mendapat dukungan dari golongan
Mamluk untuk menghadapi Turki Utsmani. Sampai pada akhirnya
Tumanbai ditangkap dan digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab
Al Zuwailah, pada tahun 923 H oleh Turki Utsmani. Berakhirlah
pemerintahan Dinasti Mamluk.

D. Sebab kemunduran dan keruntuhan Dinasti Mamluk


Sejak peralihan kepemimpinan Mamluk Bahri ke Mamluk Burji
(1382). Dinasti Mamluk terus mengalami kemunduran, karena para sultan
dari Mamluk Burji tidak memiliki keterampilan manajeril dalam
mengendalikan negara, mereka hanya mahir dalam bidang militer. Selain
itu, sebagian sultan Mamluk Burji menjadi pemabuk dan tidak menyukai
ilmu pengetahuan . keadaan diperparah dengan Syaykh al-Balad yang
hanya mampu berbahasa Turki dan tidak mampu berbahasa Arab,
sehingga komunikasi dengan rakyat Mesir terhambat.6

Kehancuran pemerintahan Mamluk baik Bahri ataupun Burji pada


dasarnya berasal dari internal istana sendiri. Meskipun faktor luar
memberikan pengaruh kehancuran Mamluk sebagai faktor eksternal. Gaya
hidup yang tinggi diperlihatkan oleh sultan an-Nashir Muhammad selama
dia memerintah. Hal itu dilakukan karena dia menjabat sultan sebanyak
tiga kali. Misalnya, ketika an-Nashir Muhammad mengadakan pesta
perkawinan anaknya, ia menyajikan 18.000 irisan roti, menyembeli 20.000
ekor ternak, dan menyalakan 3.000 batang lilin untuk menerangi
istananya. Selain itu, an-Nashir Muhammad senang mengeluarkan uang
untuk kesenangan pribadinya.7 Pada akhirnya, yang menjadi korban adalah
rakyat karena mereka harus membayar pajak yang lebih tinggi. Akibatnya,
hasil produksi rakyat menurut.

6
Ibid, hlm. 286.
7
Dedy Supriyadi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.
246.
Sementara itu, faktor eksternal yang menyebabkan keruntuhan
Dinasti Mamluk adalah karena para penguasa Mamluk Burji sangat tidak
peduli dengan urusan luar negerinya, mereka lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk mengurusi persoalan domestik. Akibatnya, mereka tidak
mampu menghadapi tekanan dan serangan dari musuh-musuh lama
mereka,seperti tentara Mongol yang berkeinginan untuk merebut kembali
kekuasaan Mamluk.

Penyebab langsung runtuhnya Dinasti Mamluk adalah peperangan


dengan tentara Turki Utsmani yang terjadi dua kali. Pertama, pada tahun
1516 M, terjadilah peperangan di Aleppo yang berakhir dengan kekalahan
total tentara Mamluk. Kemudian setelah menang di Aleppo, tentara Turki
melanjutkan perjalanannya untuk masuk ke daerah Mesir yang dalam
perjalanan ini terjadi lagi pertempuran yang sengit antara tentara Turki
Utsmani dengan tentara Mamluk. Dengan demikian, berakhirlah
kekuasaan Dinasti Mamluk di Mesir yang berlangsung cukup lama dan
sebagai akibatnya tampuk pemerintahan kekhalifahan dipindahkan dari
Kairo ke Istanbul. Kairo yang sebelumnya menjadi ibu kota kerajaan,
kemudian menjadi kota provinsi dari Kesultanan Tuski Utsmani.8

E. Bukti sejarah peninggalan Dinasti Mamluk

Salah satu dari peniggalan Dinasti Mamluk yang masih ada hingga
saat ini adalah masjid Sultan Hasan. Masjid paling megah dan besar di
Mesir, paling tinggi bangunannya, paling indah bentuk dan modelnya.
Dibangun atas perintah Sultan Hasan bin Al Nashir Muhammad bin
Qalawun pada 1356 M. Pengerjaannya memakan waktu selama 7 tahun
dari bebatuan yang didatangkan langsung dari kompleks piramida di Giza
Necropolis, Kairo. Mempunyai 2 menara di sisi kiri dan kanan,
mempunyai 4 ruangan besar atau hall dan dipisahkan oleh sebuah halaman
terbuka. Di empat sisi terdapat pintu yang tembus ke salah satu madrasah
fiqh empat madzhab, dengan yang paling besar madrasah Hanafi.
8
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah,
2017), hlm. 287
Ada juga Mausoleum Qalawun yang terindah setelah Taj Mahal di
India. Didalamnya terdapat makan Qalawun dan putranya. Dalam sejarah
selanjutnya, gubernur Turki Utsmani pernah menghancurkan Mausoleum
ini dan menggantinya dengan arsitektur Turki. Maka pada 1908, komisi
perlindungan Arab membangun kubah lain untuk menggantikan arsitektur
Mausoleum Qalawun.

BAB III

PENUTUP
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan
yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat, dan stabilitas negara yang aman
dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti
Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya
budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji
yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antar sesama militer
menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk
Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan
dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan.
Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai
tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Utsmani. Kerajaan inilah yang
mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan
Utsmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M. Sejak
itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Utsmani sebagai salah
satu provinsinya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Azizi Abdul Syukur, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Noktah, 2017).
Lubis Amany Burhanuddin Umar, Ensiklopedia Tematis, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002).
Supriyadi Dedi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2008).

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja
Garavindo Persada, 2001)

Anda mungkin juga menyukai