PENDAHULUAN
Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup
popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau
kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan
angka pertumbuhan yang cukup signifikan terutama di daerah perkotaan. Tampaknya
gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini
dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini
bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang belum juga terpenuhi oleh
ibadah rutin.
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya
yang dalam hal ini disebut Murid, dengan masuknya seorang murid pada tarekat
beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka
disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu
terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah dampak yang positif akan
berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang murid.
PEMBAHASAN
Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi dilanjutkan
mulai ada formalisasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf
terus berkembang dan meluas serta mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh
luar adalah filsafat, baik filsafat Yunani, India maupun Persia. Muncullah sesudah
abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan
kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah.
Orang yang telah sampai kepada tingkat makrifat dinamakan wali. Kemampuan
luar biasa yang dimilikinya dinamakan sebagai karamah atau supernatural, sehingga
dapat terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal, baik di
masa hidup maupun sesudah meninggal dunia. Syaikh Abdul Qadir Jaelani menurut
pandangan sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al-auliya (wali quthub).
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul thariqat sebagai
kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya2. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah
tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir
pada abad itu. Setiap tarekat mempunyai, kaifiyah zikir dan upacara-upacara ritual
masing-masing. Biasanya syaikh atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama
latihan rohani yang dinamakan rumah suluk atau ribath.
Menurut Ajid Thohir, secara historis pengajaran thariqat kepada orang lain telah
dimulai sejak zaman Abu Manshur Al-Hallaj, langkahnya itu diikuti oleh sufi-sufi
1Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015),
6
2 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami…, 7
3
Di antara tarekat yang mula-mula muncul dengan pimpinan para tokoh besar
adalah tarekat Qadiriyah di Baghdad yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani,
tarekat Rifa’iyah di Asia Barat yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Rifa’I, tarekat
Syadziliyah di Maroko yang didirikan oleh Syaikh Nuruddin Ahmad bin Abdullah al-
Syadzili, tarekat Badawiyah di Mesir yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Badawi dan
tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad
Baha’uddin al-Naqsyabandi4.
Dengan demikian, bisa jadi benar apa yang dikatakan oleh Sa’id Muhammad
Aqil, bahwa tarekat baru muncul sebagai sebuah ajaran yang melembaga dan sebagai
sebuah organisasi pada abad ke-6 dan ke-7 H, dengan indikasi terdapat bukti historis
bahwa pada masa itu telah banyak bermunculan tarekat-tarekat seperti yang telah
disebutkan di atas5. Ditambah dua bukti lagi, yaitu dengan munculnya tarekat
Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Yasafi dan tarekat Khawajaqawiyah yang
dinisbatkan kepada pendirinya Abdul Khaliq al-Ghaznawi.
3 Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan Seribu Jalan, (Yogjakarta: Grup Relasi Inti Media, 2013), 8
Kedua, periode Thariqah yang terjadi sekitar abad ke-5 H. tarekat pada tahap ini
sudah berbentuk ajaran, peraturan dan metode tasawuf. Pada periode ini muncul
pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilah masing-masing.
Ketiga, periode Thaifah, yaitu sekitar abad ke-7 H. pada masa ini terjadi trasmisi
(silsilah) ajaran dan peraturan. Pada masa ini pula muncul organisasi tasawuf tertentu,
seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadzilyah yang mempunyai cabang-cabang
di berbagai tempat. Lama kelamaan, tarekat pun lantas berubah menjadi sebuah
organisasi tasawuf7.
7M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), 10
5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2015)
Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan Seribu Jalan, (Yogjakarta: Grup Relasi Inti Media, 2013)
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme
Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulan Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002)
M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003)