Anda di halaman 1dari 6

1

PENDAHULUAN

Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup
popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau
kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan
angka pertumbuhan yang cukup signifikan terutama di daerah perkotaan. Tampaknya
gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini
dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini
bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang belum juga terpenuhi oleh
ibadah rutin.

Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat,


mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara
psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih
bermartabat dan manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian
persoalan hidup terutama dalam bidang moralitas.

Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya
yang dalam hal ini disebut Murid, dengan masuknya seorang murid pada tarekat
beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka
disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu
terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah dampak yang positif akan
berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang murid.

Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak


al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana
dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur’an yang dalam penyebutannya tidak
sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa
dzikir adalah sebuah cara untuk memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa
inilah yang menjadi tujuan inti orang bertarekat.
2

PEMBAHASAN

MUNCULNYA TAREKAT DAN SULUK

Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi dilanjutkan
mulai ada formalisasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf
terus berkembang dan meluas serta mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh
luar adalah filsafat, baik filsafat Yunani, India maupun Persia. Muncullah sesudah
abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan
kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah.

Para sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian syariat, thariqat dan


makrifat. Menurut mereka syariat itu untuk memperbaiki amalan-amalan lahir,
thariqat untuk memperbaiki amalan-amalan batin, haqiqat untuk mengamalkan segala
rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat
Allah baik zat, sifat maupun perbuatanNya1.

Orang yang telah sampai kepada tingkat makrifat dinamakan wali. Kemampuan
luar biasa yang dimilikinya dinamakan sebagai karamah atau supernatural, sehingga
dapat terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal, baik di
masa hidup maupun sesudah meninggal dunia. Syaikh Abdul Qadir Jaelani menurut
pandangan sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al-auliya (wali quthub).

Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul thariqat sebagai
kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya2. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah
tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir
pada abad itu. Setiap tarekat mempunyai, kaifiyah zikir dan upacara-upacara ritual
masing-masing. Biasanya syaikh atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama
latihan rohani yang dinamakan rumah suluk atau ribath.

Menurut Ajid Thohir, secara historis pengajaran thariqat kepada orang lain telah
dimulai sejak zaman Abu Manshur Al-Hallaj, langkahnya itu diikuti oleh sufi-sufi

1Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015),
6
2 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami…, 7
3

besar lainnya3. Mereka merintis pengembangan ajaran yang berisi tingkatan-tingkatan


(maqamat) berikut metode-metode pencapaian spiritualnya sebagai upaya untuk
menemukan hakikat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebagian mereka
menyebar ke beberapa negara Islam.

Di antara tarekat yang mula-mula muncul dengan pimpinan para tokoh besar
adalah tarekat Qadiriyah di Baghdad yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani,
tarekat Rifa’iyah di Asia Barat yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Rifa’I, tarekat
Syadziliyah di Maroko yang didirikan oleh Syaikh Nuruddin Ahmad bin Abdullah al-
Syadzili, tarekat Badawiyah di Mesir yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Badawi dan
tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tengah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad
Baha’uddin al-Naqsyabandi4.

Dengan demikian, bisa jadi benar apa yang dikatakan oleh Sa’id Muhammad
Aqil, bahwa tarekat baru muncul sebagai sebuah ajaran yang melembaga dan sebagai
sebuah organisasi pada abad ke-6 dan ke-7 H, dengan indikasi terdapat bukti historis
bahwa pada masa itu telah banyak bermunculan tarekat-tarekat seperti yang telah
disebutkan di atas5. Ditambah dua bukti lagi, yaitu dengan munculnya tarekat
Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Yasafi dan tarekat Khawajaqawiyah yang
dinisbatkan kepada pendirinya Abdul Khaliq al-Ghaznawi.

Perkembangan selanjutnya sekitar abad ke-15 sampai 18 M, bermunculan jenis-


jenis tarekat lain seperti Bektasyiah (Turki), Khalwatiyah (persia) dan Tijaniyah
(Afrika Utara). setelah itu, pada perkembangan terakhir abad ke-19, muncul sebuah
tarekat yang dimodifikasi dari tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah oleh Syaikh
Khatib Al-Sambasi dengan nama tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah6.

PERIODE PERKEMBANGAN TAREKAT

3 Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan Seribu Jalan, (Yogjakarta: Grup Relasi Inti Media, 2013), 8

4 Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan…, 8


5 Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan…, 9
6 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat

Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulan Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 89


4

M. Amin Syukur membagi sejarah perkembangan tarekat menjadi tiga periode,


periode Khanqah, thariqah dan tha’ifah. Pertama, periode khanqah (pusat
pertemuan). ini terjadi pada abad ke-3 H atau 10 M. pada tahap ini, seorang guru
(mursyid) telah mempunyai murid yang harus mengikuti aturan-aturan yang ketat. Ia
(mursyid) menjadi seorang yang harus ditaati, hidup bersama mereka dalam sebuah
tempat mengajarkan suatu ilmu kerohanian (ilmu batin).

Kedua, periode Thariqah yang terjadi sekitar abad ke-5 H. tarekat pada tahap ini
sudah berbentuk ajaran, peraturan dan metode tasawuf. Pada periode ini muncul
pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf dengan silsilah masing-masing.

Ketiga, periode Thaifah, yaitu sekitar abad ke-7 H. pada masa ini terjadi trasmisi
(silsilah) ajaran dan peraturan. Pada masa ini pula muncul organisasi tasawuf tertentu,
seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadzilyah yang mempunyai cabang-cabang
di berbagai tempat. Lama kelamaan, tarekat pun lantas berubah menjadi sebuah
organisasi tasawuf7.

7M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), 10
5

KESIMPULAN

Definisi tentang tarekat, banyak para ahli mendefinisikan tarekat, diantaranya


adalah Syaikh Amin al-Kurdi, Harun Nasution hingga Zamakhsyarie Dhofier,
masing-masing mempunyai definisi yang berbeda namun jika ditarik inti dari tarekat
maka ada kesamaan dari beberapa definisi-definisi tersebut, yaitu: Melakukan
pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam
beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang
menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub
ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan
ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat,
tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang
menyambung hingga pada masa kini.
6

DAFTAR PUSTAKA

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2015)

Abdul Wadud Kasyful Humam, Satu Tuhan Seribu Jalan, (Yogjakarta: Grup Relasi Inti Media, 2013)

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme
Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulan Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002)

M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003)

Anda mungkin juga menyukai