Anda di halaman 1dari 6

Tugas Pendidikan Pancasila &

Kewarganegaraan
Anotasi Bibliografi

OLEH
Miranda Amelia Rachmadani
17040018
3G5
Dosen : Iqbal Arpannudin, M.Pd
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2020
Bismillah.

1. Loewen & Pollard (2010) : The Social Justice Prespective, 23(1), 5-18.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://download.atlantis-
press.com/article/25890887.pdf&ved=2ahUKEwjX8qfDr83nAhXYzDgGHWTqBDs
QFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw3NTCZY4Xg3k9ICavd81w_-
Artikel ini memuat tentang sejarah sebuah perjuangan hal yang dianggap penting bagi
para aktivis ialah memperjuangankan orang cacat/disabilitas untuk mendapatkan
sebuah martabat, hak kewarganegaraan. Mereka merasa bahwa ini sangatlah penting,
karena setiap orang memiliki sebuah hak asasi manusia yang sama adilnya serta
kesetaran sosial. Dasar dibalik dengan adanya pergerakan hak untuk disabilitas ini
adanya penawaran untuk mengatur ulang disabilitas agar mendapatkan pembelaan
yang efektif serta pergantian fasilitas sosial dalam pendidikan tingginya. Dalam hal ini
profesional layanan disabilitas memiliki peran penting dan tanggung jawab yang tak
mudah dalam mengadakan pergerakan di kalangan profesi, siswa, dan kampus mereka
menuju peradilan sosial, mendukung kebijaksanaan, menawarkan kesetaraan, dan
mempromosikan demokrasi partisipatif untuk siswa cacat. Banyak yang menanggapi
disabilitas ini, namun umumnya tanggapan mereka, orang yang cacat/disabilitas ini
hanya membutuhkan sumbangan/dana dan lain sebagainya, bukan pada tujuan utama
yang dimaksud yaitu ialah adanya keadilan sosial tak lagi ada diskriminasi bahkan
suatu pengucilan. Di sisi lain, terdapat banayk bangunan yang tidak lagi menyediakan
fasilitas untuk penyandang cacat/disabilitas, seperti seolah – olah mereka tak lagi
dianggap. Oleh karenanya, diharapkan profesional pelayanan cacat harus
meningkatkan usaha untuk mendidik siswa, komunitas kampus, dan kelompok lain.
Dan yang disebarkan bukanlan masalah tentang kesejahteraan sosial orang
cacat/disabilitas semata, namun harus diakui bahwa ada yang jauh lebih dari itu, yaitu
menjaga martabatnya, non-diskriminasi, memberi kesempatan yang sama, dan
pemberdayaan pribadi melalui kemerdekaan.
2. Sampaio, Marta & Leite, Carlinda (2018), Mapping Social Justice Perspective
and Their Relationship with Currricular and School’s Evaluation Practice:
Looking at Scientific Publications,22(1), 21
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.scielo.org.za/p
df/eac/v22n1/02.pdf&ved=2ahUKEwi1xdrY-
NTnAhUKwTgGHbIfCDEQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw2NHqldbVKqLZdewv
oy4tCQ
Artikel ini berisi tentang memperlihatkan bagaimana sebuah konsep keadilan sosial
terutama yang berkaitan dengan praktik kulikuler dan evaluasi yang mana telah
berkembang ilmiah di ranah publik yang sudah cukup bertahun tahun lamanya. Untuk
mewujudkan bahkan mencapai sebuah konsep keadilan sosial ini, sebuah pemetaan
pembelajaran telah dilakukannya pegumpulan publikasi ilmiah dari Web Collection
Colue Core. Dari web tersbut diperolehlah 217 artikel dari 50 jurnal ilmiah, maka dari
berbagai jurnal inilah telah didapatkan suatu hipotesis ataupun kesimpulan bahwa dari
sudut pandang yang luas tentang keadilan sosial, bahwa adanya perkembangan konsep
dari keadilan sosial, sehingga bisa dibilang bahwa demokrasi menjadi pusat utama
dalam lingkungan sekolah. Perkembangan ini dirasakan oleh banyak pihak yang
merasakan perkembanagan ini, termasuk pada yang membuat kebijakan sekolah
sendiri. Perubahan ini salah satunya disebabkan adanya proses akuntabilitas dan
proses efektivitas ini sehingga terimplementasinya keadilan sosial, ini. Keadilan sosial
dianggap cara yang dapat menanggapai multikulturalisme dan keanekaragaman dalam
lingkungan sekolah merupakan hal yang tak lagi asing, oleh karenanya konsep
keadilan sosial dirasa dapat menanganinya. Tak disadari bahwa adanya agenda politik
dari luar perlahan –lahan membentuk aksi yang terkait dengan keadilan sosial.
Bahkan ada sebuah pernyataan kebijakan bahwa seluruh siswa harus dapat mencapai
seluruh potensi mereka dan mendukung konsep keadilan sosial. Bila sekolah benar
benar menerapkan adanya kegiatan kegiatan yang mendukung keadilan sosial, maka
dengannya berkemungkinan akan terwujudnya keadilan sosial yang merupakan sebuah
cita-cita.

3. Jecica, N. & Nadia M. (2018), The Realization of Social Justice for the Poor
Citizens According to Legal Philosophy, 12(4), 284-297,
https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v12no4.1383
Artikel ini mengandung isi tentang perwujudan prinsip ideologi Indonesia, yaitu
pancasila yang lebih khususnya lagi ialah salah satu sila dari pancasila yaitu keadilan
sosial untuk seluruh warga Indonesia, artinya warga Indonesia memiliki hak dan
kewajiban yang sama terlebih dihadapan hukum. Dengannya keadilan memiliki 2
unsur konsekuensi yang harus direalisasikan seperti unsur kesetaraan dan juga unsur
kebebasan.Terlebih, keadilan haruslah direalisasikan kepada warga miskin yang
terbengkalai, negara haruslah juga lebih memperhatikannya, seperti mengembangkan
sistem jaminan sosial untuk semua orang yang kurang beruntung/orang miskin,
menyediakan fasilitas perawatan kesehatan dan fasilitas pelayanan publik yang layak
digunakan. Selain itu, keadilan sosial terlihat belum terealisasikan dikarenakan untuk
saat ini, banyak terjadinya kasus ketidakadilan terhadap warga yang kurang
mampu/miskin, banyak dari mereka diputuskan dengan hukuman berat yang tak
sebanding dengan apa yang mereka lakukan, serta tak juga adil bila dibandingkan
dengan para koruptor yang telah menyebabkan kerugian di tengah masyarakat
Indonesia. Jadi telah dirasa bahwa hukum di Indonesia sepert tidak lagi netral. Contoh
pada kasus Minahu berusia 55 tahun dari Banyumas, yang mencuri 3 buah kakao yang
mungkin harganya sekitar Rp. 10.000, lalau dijatuhkan hukuman selama 1,5 tahun
penjara di tahun 2019. Untuk biaya ke pengadilan pun ia harus meminjam uang
sebesar Rp. 30.000 untuk transportasi kepada tetangganya yang terdekat, namun beda
lagi dengan kasus korupsi. Seharusnya hakim tidaklah membuat keputusan hanya
dengan melihat posisi terdakwa, hendaklah hakim menganut prinsip ideologi
pancasila, salah satunya keadilan sosial. Dalam teori keadilan disebut sebagai keadilan
komutatif, yang mana hakim memutuskan dan melihat berdasar atas akan apa
kesalahan mereka, bukan pada jabatan/posisi terdakwa. Adapun jurnal ini ditulis oleh
penulis, diharapkan bahwa adanya perwujudan nyata dari prinsip ideologi pancasila,
yaitu keadilan sosial, terutama bagi warga yang kurang mampu/miskin didalam
filosofi hukum. Selain itu disini penulis menyatakan bahwa semestinya keadilan sosial
dapat dilakukan dengan tanpa pandang bulu didepan hukum, dimana setiap orang
dianggap dan diperlakukan sama terlepas dari posisi atau jabatan mereka, khususnya
di hadapan penegak hukum oleh hakim di pengadilan. Sehingga keadilan sosial tidak
hanya teori dan angan –angan belaka.

4. Ryan, James. Promoting Social Justice in Schools :Principals Political Strategies


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.oise.utoronto.ca/is
p/UserFiles/File/PromotingSocialJusticeInSchools.pdf&ved=2ahUKEwjo_M_o-
dTnAhXPzjgGHdIvBuMQFjAJegQIAhAB&usg=AOvVaw2arMs9bL2_TjvSIffK0aEX
Artikel ini berisi tentang bagaimana cara kepala sekolah dalam menanamkan upaya
untuk mempertajam politik para siswa mereka untuk mempromosikan tentang prinsip
keadilan sosial di lingkungan sekolahnya. Adapun ini telah mendapati 28 kepala
sekolah diwawancarai untuk mengetahaui upaya mereka dalam mengenalkan siswanya
bahkan berupaya menanamkan rasa kedailan sosial para siswanya, dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah masih harus untuk mengikut sertakan diri
dalam aktivitas politik, sehingga menjadi contoh untuk kedepannya. Tak hanya itu,
para siswa juga harus menggabungkan antara kecerdasan dan juga strategi di
lingkungannnya, seperti keberanian dan kepedulian terhadap sesamanya. Memang
rupanya tak selalu mudah, layaknya membalik telapak tangan untuk mempromosikan
keadilan sosial, terkadang administator seperti guru, orangtua tanpa disadari dalam
menjalankan pekerjaanya memberi dukungan atas adanya bentuk rasisme, classism,
and hompohia. Namun, tak lagi ada cara lain selain memberi pengetahuan akannya
dan melakukan tindakan yang mencontohkan prinsip tersebut. Tak selalu melulu
bahwa mewujudkan cita – cita , yaitu dengan menerapakan keadilan sosial ditengah
masyarakat dengan mepertukarkan film kisah-kisah menarik dan juga membeli buku
buku yang berkaitan dengan keadilan sosial. Kepala sekolah bisa membuat suatu
banyak pilihan, seperti membuat permainan yang dapat mengasah keterampilan dalam
berpolitik, membuat organisasi layaknya membuat organisasi sukarela untuk
membantu orang orang diluar yang sedang membutuhkan atau kurang beruntung dan
lain sebagainya. Kegagalan dalam melaksanakan program tersebut bisa menjadi
pertanda masa yang akan datang bahwa keadilan sosial tidaklah terlaksanakan dengan
baik.

5. Huffman, Tim (2014). Imagining Social Justice within a Communicative


Framework
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://transformativestudies.org
/wp-content/uploads/Imagining-Social-Justice-within-a-Communicative-
Framework.pdf&ved=2ahUKEwjhvduE-
9TnAhXFyzgGHaAyA0QQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw0SAVS2j8WN3Udpx2Cg4Z1C
Artikel ini berisi tentang bagaimana penulis mencoba untuk mendefinisikan apa itu
keadilan sosial? Ya, memang tidak mudah dalam mendefiniskannya, dikarenakan
pengertian ini dapat ditemukan dalam berbagai bidang seperti pada bidang ekonom,
filsuf, pekerja sosial, sosiolog, ilmuwan kesehatan masyarakat, dan semua bidang
lainnya. Semua bidang memiliki definisi keadilan sosial yang beragam serta berharga,
tidak ada kesalahan. Mesikupun begitu, definisi ini sering dikatakan memiliki
beberapa tema umum, termasuk kekayaan, hak, keadilan terhadap orang lain bahkan
struktur sosial. Tidak lebih penting dari sekedar mendefiniskan keadilan sosial, penulis
membuat proyek yang mana ialah lebih dari sekedar mendefinisikannya, yaitu dengan
membuat serangkaiana narasi, membayangkan/memvisualisasikan masyarakat yang
lebih adil. Seperti adanya perwujudan dengan mengambil tindakan dalam kehidupan
sehari harinya dalam pandangan komunikasi, seperti contoh nyatanya dengan lebih
merangkai kerangka komunikasi, menjadikanya lebih jelas dan lebih
tertata/terorganisir. Selain daripada itu diadakannya juga kegiatan-kegiatan yang dapat
membantu untuk mewujudkannya keadilan sosial, layaknya disediakan donasi untuk
beramal, advokasi yang mana merupakan bagian dari memvisualisasikan keadilan
sosial. Adapun komunikasi ini sangat memungkinkan bisa tercapainya keadilan sosial
yang telah dinyatakan oleh Frey, Pearce, Pollack, Artz dan Murphy (1996). Adanya
praktik komunikasi ini bisa menjadi alat yang sangat diperlukan oleh para aktivis yang
mengikuti kegiatan amal, advokasi dan lain sebagainya. Maka dari itulah,
mendefiniskan dan mengetahuinya saja tidaklah cukup, harus adanya tindak nyata
dalam perbuatan sehari harinya.

Anda mungkin juga menyukai