Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KELOMPOK 10

Karakteristik Mad’u dalam Tinjauan Psikologi Dakwah

Dosen Pengampu:
Dinul Fitrah Mubaraq, S.S
Disusun Oleh:
Nahdiah Nurul Falaq 17.3200.013
Muthia Rahmah Samsul 17.3200.046
Muh. Riswan 17.3200.056

HALAMAN SAMPUL
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE
2019
KATA PENGANTAR

‫الر ِحي ِْم‬


َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ِ‫ْــــــــــــــــــم هللا‬
ِ ‫ِبس‬

‫الحمد هلل رب العالمين وبه نستعين على امور الدنيا والدين‬


‫والصالة والسالم على سيد نا محمد وعلى اله واصحابه اجمعين‬

Segala puji bagi Allah swt atas rahmat, taufiq dan hidayahNya, sehingga
makalah dengan judul “Karakteristik Mad’u dalam Tinjauan Psikologi Dakwah”
dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa dihaturkan kepada
Rasulullah Muhammad saw, beserta para keluarga, sahabat dan umat pengikutnya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Dakwah pada Program Studi/Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Parepare, Semester 5 2019. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini sehingga diharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pengampu yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Parepare, 23 November 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….

BAB I PENDAHALUAN ........................................................................ …………

A. Latar Belakang .............................................................................. …………

B. Rumusan Masalah ......................................................................... …………

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... …………

A. Pengertian Dari Strata Mad’u……………………………………………..

B. Rumpun dan Tipologi Mad’u………………………………………...……

C. Sasaran dalam Berdakwah……………………………...…………………

D. Karakteristik Psikologi Mad’u………………………..…………………...

BAB III PENUTUP ................................................................................. …………

A. Kesimpulan ................................................................................... …………

B. Saran ………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. …………

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah adalah bagian penting dalam agama islam, sehingga sering

dikatakan bahwa agama islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah itulah

ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula,

ajaran islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercemin dalam kehidupan

pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah kenapa, di dalam al-Qur’an sendiri

banyak rujukan dalil-dalil yang berbicara dan mengatur tentang apa dan

bagaimana dalam berdakwah.

Proses dakwah sulit berhasil tanpa adanya analisa terhadap sasaran

dakwahnya terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, manusia bukanlah benda mati

yang dapat diatur dan dibentuk tanpa mengadakan respons balik. Tetapi manusia

adalah makhluk hidup dengan segala esensinya, memiliki akal, hati dan perasaan,

juga memiliki kehendak dan cita-cita, selain akal yang dapat menilai mana yang

baik dan harus diikuti dan mana yang tidak baik yang harus dijauhkan. Semua

potensi ini merupakan realitas manusia yang dihadapi oleh da’wah sehingga

da’wah harus mempertimbangkan siapa mad’unya, apa kecenderungan dan

permasalahan yang dialami. Semuanya dikenal dengan analisis sosial.

Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i

tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang diluar kepala,

kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar permasalahan di atas, maka rumusan masalah

yang diketengahkan dalam makalah ini adalah:

A. Apa Pengertian Dari Strata Mad’u?

B. Bagaimana Rumpun dan Tipologi Mad’u?

C. Siapa Sasaran dalam Berdakwah?

D. Bagaimana Karakteristik Psikologi Da’I dan Mad’u?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan penyusunan atau pembahasan makalah ini adalah:

1. Menguraikan Pengertian Dari Strata Mad’u

2. Menguraikan Rumpun dan Tipologi Mad’u

3. Menguraikan Sasaran dalam Berdakwah

4. Menguraikan Karakteristik Psikologi Mad’u


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dari Strata Mad’u

Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran

dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang

beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.

Muhammad Abduh memebagi mad’u mejadi tiga golongan yaitu:


1. Golongan cerdik cemdekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir

secara kritis, cepat menangkap persoalan.

2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir

secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang

tinggi.

3. Golongan yang berbeda dengan golongan diatas adalah mereka yang

senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tak sanggup mendalami

benar.1

Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk yang

bernama manusia. Allah SWT. berfirman :“ Hai manusia, Sesungguhnya kami


menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan

kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang

paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

Mengenal.”

1 Wahyu Ilaihi , M.A., 2010, “ Komunikasi Dakwah”, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


Ayat tersebut menjelaskan bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa dan

warna kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan

seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya menetukan

pola interaksi untu masing-masing kelompok yang berbeda. Mengemal tipologi

manusia adalah salah satu factor penentu suksesnya dakwah, dan merupakan salah

satu fenomena alam yang hanya bias ditangkap oleh orang alim.

B. Mengenal Rumpun Mad’u


Banyak pendapat tentang tata cara dan bagaimana rumpun mad’u itu, akan

tetapi yang sangat mendekati dengan kultur adalah pengelompokan yang

dikemukakan dalam literatur ini didasarkan kepada tipologi dan klasifikasi

masyarakat yaitu berdasarkan tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu :

a) Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memilki keinginan keras pada

setiap fenomena sosial yang bersifat membangun, bersifat agresif dan tergolong

memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.

b) Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima

pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan membawa perubahan

yang positif.
c) Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang

kuran siap dengan resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini

umumnya kelompok kelas dua di dalam masyarakat.

d) Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga

berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan,

sehingga gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk

masuk.
e) Tipe kolot, cirri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum

mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya.

Berdasarkan data-data rumpun mad’u diatas, dapat dikelompokkan dengan

lima tinjauan, yaitu :

a. Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran islam. Terbagi

dua, yaitu muslim dan non-muslim.

b. Mad’u ditinjau dari segi pengamalan ajaran agamanya, yaitu dzalim


linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhairat.

c. Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengetahuan agamanya, terbagi, ulama

pembelajar dan awam.

d. Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi, pemerintah, masyarakat

maju dan masyarakat terbelakang.

e. Mad’u ditinjau dari prioritas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga,

masyarakat, dst.

C. Sasaran Dakwah

Mengenal mad’u (objek dakwah) merupakan salah satu prinsip utama yang

harus dimiliki oleh seorang da’i karena merupakan tuntutan logis dalam menjalankan
aktifitas da’wah. Dengan mengenal mad’u berdasarkan situasi dan kondisinya,

dakwah pun dapat diaplikasikan secara efektif. Kegiata dakwah dalam prinsip ini

sering diibaratkan dengan kegiatan dokter yang mengobati orang sakit, dimana dokter

harus mengetahui jenis penyakit pasien sebelum dia mengobatinya.

Begitu juga dakwah, proses dakwah sulit berhasil tanpa adanya analisa

terhadap sasaran dakwahnya terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, manusia

bukanlah benda mati yang dapat diatur dan dibentuk tanpa mengadakan respons
balik. Tetapi manusia adalah makhluk hidup dengan segala esensinya, memiliki akal,

hati dan perasaan, juga memiliki kehendak dan cita-cita, selain akal yang dapat

menilai mana yang baik dan harus diikuti dan mana yang tidak baik yang harus

dijauhkan. Semua potensi ini merupakan realitas manusia yang dihadapi oleh da’wah

sehingga da’wah harus mempertimbangkan siapa mad’unya, apa kecenderungan dan

permasalahan yang dialami. Semuanya dikenal dengan analisis sosial.

Lebih mudahnya untuk memahami pentingnya pengetahuan tentang mad’u,


dapat berangkat dari memahami da’i ibarat seseorang yang menawarkan sesuatu

kepada orang lain yang dida’wahkannya. Agar yang ditawarkan dapat diterima oleh

sasaran da’wahnya, da’i harus mengemas da’wahnya sesuai dengan keinginan dan

minat mad’u.

Berdasarkan deskripsi analog diatas, mengenal mad’u berarti melakukan

analisis terhadap kondisi mad’u, yang dikenalnya dengan analisis sosial. Analisis ini

menjadi alat untuk mengetahui reaitas objektif mad’u, baik faktor geografis,

antropologis, psikologis dan agama, karena berbagai faktor tersebut akan

memengaruhi cara pandang, sikap dan tingkah laku seseorang. Kenyataan ini

menunjukkan adanya perbedaan budaya, ideologi dan hubungan sosial antar manusia
atau dengan lainnya.

Berbeda dengan manusia, sebagai alam realitas yang selalu berada dalam

eksistensi perubahan, agama adalah alam ideal yang akan menjadi tuntunan hidup

manusia. Dua kutub alam ini adalah dimensi da’wah dianggap sebagai dua kutub

yang harus diseimbangkan. Karena itu adalah aplikasinya dakwah berhubungan

dengan dua alam tersebut sekaligus dan berperan sebagai penyeimbang ataupun poros

pertemuan antara keduanya. Dengan demikian tanpa da’wah kehidupa manusia akan
timpang. Mungkin manusia hanya akan mengenal kehidupan naturalnya saja, tanpa

mampu memperkaya kualitas dirinya untuk menjadi manusia sempurna.

Berkaitan dengan pandangan ini, aktualisasi praktis da’wah bagi ikhwan al-

Safa, diawali dengan upaya selektivitas dan upaya obserfasi terhadap mad’u. Upaya

selektivitas bertujuan menggali kader-kader da’i, sedangkan upaya observasi terhadap

mad’u bertujuan untuk mencari acuan tindakan dakwah. Da’wah pada pradigma

selektiitas dan observasi dipahami sebagai upaya yang bertujuan mencari strategi
untukmengajak dan membina mad’u agar mampu mengikuti ajaran dan memilki

loyalitas serta semangat dalam melakukan perjuangan dakwah bersama-sama.

Langkah ini menurut ikhwan al-Safa dipahami sebagai prinsip da’wah yang melekat

dengan fungsi da’i.

Alasan lain yang menjadi sebab pentingnya mengenal mad’u, adalah karena

aktifitas da’wah bukanlah aktifitas pemaksaan. Tetapi sebaliknya, da’wah adalah

aktifitas yang harus dilakukan dengan cara bujukan yang memikat atau persuasif.

Rosulullah mencontohkan cara ini melalui akhlak al-karimahnya sehingga orang lain

percaya akan kebenaran yang disampaikan dan merasa tertarik untuk mengikuti

ajarannya.2
Secara garis besar sasaran mad’u dibagi kepada tiga bagian yaitu : diri sendiri

para nabi, keluarga dan masyarakat luas.

1. Untuk sasaran pertama yaitu diri para nabi, maka jelas kita mengatakan

bahwa mereka semua soléh, manusia pilihan dan dijamin kebenaran dan

kejujurannya. Ketika ada yang berani membeda-bedakannya, maka ia bukan orang

beriman dan otomatis menjadi musuh Allah.

2 Ridho Syabibi, S.Ag .2008. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cet 1.
Hal : 120-123
2. Untuk sasaran kedua, Dakwah keluarga merupakan istilah yang belum

banyak dikenal dikalangan masyarakat dibandingkan dengan istilah pendidikan dalam

keluarga.3 Dan keluarga juga merupakan unit terkecil yang ada di masyarakat.

Didalamnya paling tidak ada seorang ibu, ayah dan anak. Dari jumlah yang sedikit

itu, maka pendekatan dakwah yang pas adalah pendekatan dakwah yang bersifat

fardiyah. Artinya da’wah yang dilakukan secara perorangan ciri khas yang melekat

dalam dakwah fardiyah adalah


  Adanya hubungan langsung antara seorang da’i dengan mad’u yang

bersifat face to face. Dari hubungan langsung ini akan menjadi feedback, perilaku

spontan, dan senantiasa dinamis.

  Bisa dilakukan dengan menggunakan perilaku yang bersifat verbal

maupun non verbal, artinya dalam dakwah antar individu boleh dilakukan dengan

isyarat, memberikan contoh, dan membimbing serta konseling.

  Dakwah antar individu dapat dilakukan dengan persuasif.

Dalam literatur memperkenalkan dan menggunakan istilah dakwah keluarga

bertitik tolak dari pemahaman bahwa dalam dakwah itu ada yang namanya proses

pendidikan. Pendidikan merupakan tindak lanjut dari proses kegiatan dakwah. Kita
akan menemukan keberagaman mad’u para nabi; dan secara garis besar terbagi

kepada dua: ada yang beriman dan mendukung dakwah para rasul, dan ada yang tidak

menerima dan otomatis menjadi penghalang. Di bawah ini kita akan melihat bahwa

lingkungan orang terdekat para rasul, seperti ayah, saudara, istri dan anak ada yang

tidak beriman dan menjadi batu sandungan dalam dakwah para rasul. Diantaranya

adalah dari kalangan:

3 Abdul Basit. 2008. Dakwah Antar Individu. Yogyakarta : Grafindo Litera Media. Cet 1. Hal
85
a. Ayah. Al-Qur`an mencatat bahwa rasul yang mempunyai mad’u dan

tidak mau beriman dari kalangan ayahnya adalah Nabi Ibrahim ‘alaihi al-saläm.

b. Saudara. Mad’u dari saudara yang cukup menjadi ujian bagi seorang

Nabi adalah apa yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihi al-saläm.

c. Istri. Dari kalangan istri para rasul, kita menemukan dua orang yang

dicatatkan dalam al-Qur`an tentang pembangkangan mereka. Allah membuat isteri

Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada
di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu

kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu

tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada

keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk

(jahannam)".

d. Anak. Dalam terjemah al-Qur`an disebutkan bahwa nama anak Nabi

Nuh ‘alaihi al-saläm yang kafir itu adalah Qanaan. Di samping itu, Nabi Nuh ‘alaihi

al-saläm mempunyai putra lainnya dan mereka beriman yaitu: Sam, Ham dan Jafits.

3. Kerabat

Pemberian nasihat yang paling penting dan tolong menolong yang paling
wajib. Apabila orang tua atau saudara atau selain keduanya dari penghuni rumah

melakukan sesuatu kemungkaran, wajib saling memberi nasihat, tolongan menolong

dan saling memberi wasiat dengan kebenaran sebatas kemampuan, dengan cara yang

sopan dan mencari waktu yang tepat sehingga hilang kemungkaran.

4. Teman

Dalam berdakwah kepada teman ada beberapa cara yang bisa kita lakukan

diantara :
1. Gunakan kebijaksanaan yang ada untuk menegur pelaku bahawa

perbuatannya itu salah dan melanggar peraturan Islam. Boleh gunakan TV atau Radio

untuk memasang CD atau kased ceramah yang berkaitan dengan pemakaian tudung

atau tutup aurat apabila dia datang ke rumah. Dalam cara tidak langsung, pelaku

tersebut dengar dan dia akan rasa sendiri akan perbuatannya itu. Cara ini tanpa perlu

ditegur, dan tidak memerlukan modal percakapan dan hanya bermodalkan bil elektrik

dan modal CD atau kased ceramah sahaja.


2. Gunakan perkataan-perkataan hikmah dan tidak sesekali menggunakan

perkataan yang menguris hati pelaku,, seperti bawa dia berbincang baik-baik di

tempat yang tiada orang, kerana bila melakukan teguran dihadapan orang ramai,

maka secara tidak langsung kita telah menjatuhkan air mukanya dihadapan orang.

3. Gunakan perkataan-perkataan sindiran yang tidak menyinggungnya atau

tidak mengaibkannya, seperti contoh saya berikan cucu Nabi Muhammad saw iaitu

Hasan dan Hussin menegur seorang tua yang mengambil air sembahyang secara

cincai dan sekadar melepaskan kewajipan berwuduk sahaja dengan cara :

“Assalamualaikum pakcik, maaf ganggu, boleh pakcik lihat kami mengambil air

sembahyang, jika salah pak cik tegur kami” (Teks ini digambarkan dari saya sahaja
untuk menyedapkan lagi cerita ).

4. Tegur dengan menggunakan orang tengah yang dekat dengannya,

supaya segala teguran yang disampaikan melalui orang tengah dapat diterimanya

dengan baik dan hati yang terbuka.

5. Tegur dengan menggunakan surat, SMS atau sebagainya. Teks mestilah

didahulukan dengan perkataan maaf,perkataan-perkataan yang lembut dan


menyatakan apa tujuan kita menulis surat atau SMS ini, supaya tidak berlakunya

salah faham antara pelaku dan kita.

5. Masyarakat

Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, bila

dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan

dakwah, berbagai permaslahan yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah

mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut :


1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi

sosiologis.

2. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur

kelembagaan.

3. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial

kultural.

4. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat

usia.

5. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi

okupasionil (profesi atau pekerjaan).


6. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat

hidup social-ekonomis.

7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis

kelamin.

8. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi khusus.

Bila dilihat dari kehidupan psikologis masing-masing golongan masyarakat

tersebut di atas, memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut kepada sistem dan metode
dakwah yang di dasari dengan prinsip-prinsip psikologi yang berbeda-beda, yang

merupakan suatu keharusan jika kita menghendaki efektivitas dan efisiensi dalam

program kegiatan dakwah di kalangan mereka.

D . Karakteristik Psikologi Mad’u

a. Mad’u dan kondisinya

Salah satu unsur dakwah adalah Mad’u yakni manusia yang merupakan

individu atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini
merupakan suatu keniscayaan dalam keberhasilan suatu dakwah.

a. Manusia sebagai individu

“individu” berasal dari kata lain, “individuum” artinya “yang tidak terbagi”.

Individu merupakan sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan

yang paling kecil dan terbatas. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya

memiliki peranan khas dalam lingkungan sosialnya melainkan juga memiliki

kepribadian serta pola tingkah laku yang spesifik.

Secara psikoloogis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai

aspek,antara lain:

1). manusia yang penakut,pemarah, suka bergaul,pemarah,sombong, dan


sebagainya.

2).Intelegensi yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup

kewaspadaan,kemampuan belajar, kecepatan berpikir, kesanggupan untuk mengambil

keputusan yang tepat dan cepat, kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan

atau masalah, dan kemampuan mengambil kesimpulan.

3) Pengetahuan (knowledge)

4) Keterampilan
5) Nilai-nilai (values)

6) Peranan (roles)

b. Manusia sebagai Anggota Masyarakat (Kelompok)

Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah adalah salah satu

unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan

dengan unsur-unsur dakwah yang lain. Masyarakat dalam perkembangannya sangat

dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya:


1). Pengaruh budaya

Secara umum, kebudayaan meliputi segala sesuatu yang dihasilkan dari

cipta,rasa, dan karsa manusia yang bersifat materiil (pakaian, rumah, mobil, dan

sebagainya) maupun bersifat non materiil seperti norma-norma, nilai-nilai,

kepercayaan, pengetahuan, dan lain-lain. Unsur penting kebudayaan berikutnya

adalah kepercayaan atau keyakinaan yang merupakan konsep manusia tentang segala

sesuatu disekelilingnya. Jadi, kepercayaan atau keyakinan itu menyangkut gagasan

manusia tentang individu, orang lain serta semua aspek yang berkaitan dengan

biologis, fisik, sosial, dan dunia supernatural.

Kebudayaan suatu masyarakat dipengaruhi oleh beberapa actor antara lain:


a). Faktor geografis

b). Faktor keturunann

c). Pengaruh dunia dari luar

2. Organisasi Sosial

Setiap masyarakat memiliki hubungan sosial yang berfariasi yang

terkristalisasi dalam kelompok-kelompok sosial, baik kelompok sosial besar atau

kecil, permanen atau temporer, organisasi formal atau non formal. Relasi-relasi dalam
organisasi sosial atau kelompok sosial ini dipengaruhi oleh kepercayaan,norma, dan

sikap kelompok.

Organisasi-organisasi sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan

manusia, sebagai contoh sebuah organisasi keagamaan yang merupakan sumber nilai,

kebiasaan dan kepercayaan. Dalam lingkup yang lebih besar, negara dapat dikatakan

sebagai organisasi sosial, dimana ia merupakan sumber dari norma-norma dan nilai

bagaimana warganya bersikap dan berperilaku.


Dalam konteks yang lebih umum, ketika melakukan aktifitas dakwah seorang

da’i dituntut memerhatikan budaya masyarakat serta organisasi-organisasi sosial yang

melingkupi sehingga tidak terjadi benturan antara dakwah dan kultur masyarakat atau

aturan-aturan negara atau pemerintah.4

 Karakter Mad’u Sepanjang Rentang Kehidupan

Para ahli psikkologi perkembangan mengkategorikan rentang kehidupan

manusia dalam beberapa periode atau masa, yang masing-masing memiliki

karakternya sendiri-sendiri. Dari karakter biologis, psikis dan psikososial masing-

masing itulah dakwah islam dapat diterapakan sesuai dengan karakternya.

a. Karakter Mad’u Masa Prannatal


Pada dasarnya kehidupan manusia dimulai sejak masih dalam kandungan

ibunya, yaitu sejak ditiupkan ruh ke dalam janin. Perkembangan janin pada usia lima

bulan sampai dengan enam bulan, organ pisik dan psikis sudah mulai berfungsi.

Catatan hasil panel para pakar (dokter dan psikolog) berkesimpulan bahwa :

 Janin telah bisa mendengar secara jelas pada usia 6 bulan dalam kandungan

sehingga dapat menggerakkan tubuhnya sesuai dengan irama dan nada suara ibunya,

4 Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta:2006, Kencana,hal.70-82


 Janin mampu belajar musik pada usia 4-5 bulan dengan memberikan reaksi

terhadap bunyi dan melodi.

 Janin sudah memiliki perasaan, kesadaran dan daya ingat yang baik.

 Janin yang diberi rangsangan suara secara teratur (waktunya) dan Continue akan

mampu memacu kecerdasan bayi setelah lahir.

Berdasarkan pada temuan para ahli tersebut maka karakter manusia masa

prenatal sudah tampak jelas. Secar biologis, organ pendengaran sudah berfungsi
sehingga dapat merespon irama dan nada suara ibunya serta bunyi-bunyian dan

melodi. Aspek emosi dan kognisi janin juga sudah mulai tumbuh. Bahkan Martin

Gardiner (ahli otak anak) menjelaskan bahwa ada hubungan antara perkembangan

kepribadian, fisik dan psikis seseorang dengan music yang diterima ketika masih

dalam kandungan terutama untuk meningkatkan IQ dan EQ. Bagian penting dari

musik yang mempengaruhi perkembangan kepribadian itu adalah “beat,ritme dan

harmoni” dari irama, nada dan melodi musik itu sendiri.

b. Karakter Mad’u Masa Neonatal.

Teori preformasionisme memandang anak yang baru lahir (neonatal) adalah

makhluk manusia yang sudah terbentuk secara utuh atau sebagai miniature orang
dewasa. John Locke menyatakan bahwa anak bukanlah baik atau buruk secara

bawaan, tetapi anak sma sekali tidak memiliki pembawaan apapun. Jiwa anak

merupakan “tabularasa” , seperti kertas kosong sehingga apapun pikiran yang

muncul dari anaak hampir sepenuhnya dari pembelajaran dan pengalaman mereka.

Lingkunganlah yang membentuk jiwa anak melalui proses asosiasi,imitasi,reward dan

punishment.
Karakter mad’u masa neonatal ini yang penting dicatat untuk kepentingan

dakwah islam adalah bahwa anak sudah mendengar, sudah memiliki perasaan,

kesadaran dan daya ingat yang baik sebagai perkembangan masa prenatal. Disinilah

pintu masuk dakwah kepada manusia masa neonatal dimulai dan da’inya adalah

orang yang berada disekitarnya, termasuk pengasuhnya.5

c. Karakter Mad’u Masa Bayi

Masa bayi dimulai sejak periode neonate, selesainya pemotongan tali pusar
sampai berumur 1 tahun. Periode ini merupakan awal individu manusia terpisah,

mandiri dan bukan parasite melainkan periode penyesuaian diri dengan lingkungan.

Karakter mad’u ini yang paling menonjol adalah:

 Penglihatan mulai berfungsi

 Pendengaran sudah mampu menangkap sesuatu yang dikenal

 Suara yang menunjukkann ucapan tanpa arti yang berubah menjadi ocehan dan

berkembang menjadi bicara.

Manusia pada masa ini, fungsi biologis yang paling dominan adalah

pendengaran dan penglihatan, sedangkan fungsi psikologis berupa kemampuan daya

ingat dan kesadaran (aspek kognitif) serta perasaan (aspek afeksi) berkembang
sejalan dengan perkembangan usia dan kesehatan fisik biologisnya. hubunganya

dengan proses dakwah maka pintu masuknya masih dominan lewat pendengaran dan

penglihatan.

d. Karakter Mad’u Masa Anak Usia 1-2 tahun

Ciri penting masa anak-anak usia 1-2 tahun ini adalah:

 Pola perilaku, skap dan ekspresi emosi anak mulai terbentuk.

5 Achmad Amrurllah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Prima Duta,2002,
hal.67-69
 Pertumbuhan fisik, psikis dan kemampuan intelektual anak sejajar dan sesuai

dengan usia

 Anak mulai tumbuh kreativitas, pengembangan bakat, minat dan penyesuaian diri

dengan pola-pola orang lain.

Karakter mad’u pada masa ini tidak berbeda dengan orang dewasa meskipun

masih sangat terbatas. Artinya kemampuan intelektual, sikap dan emosi anak sudah

memungkinkan untuk menerima stimuli ringan seperti pesan dakwah dalam bentuk
egosentris dan dongeng daan anak memberikan respon dalam bentuk perilaku

e. Karakter Mad’u Masa Anak Usia 3-5 Tahun

Pada masa anak usia ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental

muncul, egosentrisme mulai kuat, keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk,

tetapi belum mampu berfikir secara operasional. Perangkat tindakan terinternalisasi

yang memungkinkan anak melakukan secara mental

Apa yang telah dilakukan secara fisik sebelumnya sejalan dengan perkembangan

pemikiran anak usia 3- 5 tahun, minat pada agama mad’u ini dimulai dengan minat

ingin tahu tentang ibadah, kelahiran, kematian dan keingintahuan pada konsep

kehidupan. Anak terdorong untuk menanyakan sesuatu dan ingin memperoleh


jawaban yang jelas untuk membangun pengertisn. Konsep anak mngenai agama

adalah realistic dalam arti menafsirkan apa yang di dengar dan dilihat. Minat pada

agama lebih bersifat egosentris (Seperti. Doa) dan tahap dongeng

Supaya anak menjadi patuh, maka harus dibentuk agar memiliki kedisiplinan

yang konsisteen, suatu cara mengajarkan perilaku moral yang diterima kelompok.
Itulah cara dakwah terhadap mad’u usia baliita yang da’inya bisa dari keluarga dan

orang dekatnya maupun guru pra sekolah atau pendidikan anak usia dini.6

f. Karakter Mad’u Akhir Masa Kanak-Kanak

Mad’u pada akhir masa kanak-kanak (usia 6-11). Sering dilabeli sebagai “usia yang

menyulitkan” karena mad’u pada usia ini tidak mau lagi menuruti perintah orang tua,

tetapi lebih menurut dengan teman sebayanya. Biasanya anak laki-laki lebih banyak

membandel dibandingkan dengan anak wanita. Di sisi lainanak usia ini dilabeli
dengan “usia sekolah dasar”, periode kritis dalam mendorong prestasi diri karena

anak usia ini berusaha membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses atau sangat

sukses. Anak juga sering dilabeli sebagai “usia berkelompok” karena perhatian utama

anak usia ini tertuju pada keinginan berkelompok teman sebaya.ini ada Keinginan

berkelompok anak usia ini adalah dalam rangka penyesuaian diri dengan lingkungan,

terutama dengan teman sebaya sehingga anak usia ini sering disebut “usia

penyesuaian diri”

Karakter emosi pada masa anak usia ini memiliki pola yang berbeda dengan

pada awal masa kanak-kanak (amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati.

Gembira,sedih dan kasih sayang). Perbedaan itu ada dalam dua hal yaitu jenis situasi
yang membangkitkn emosi dan bentuk ungkapkan emosinya. Emosi yang tidak

tersalurkan sering dicoba meredakannya dengan sibuk bermain, tertawa terbhak-

bahak atau menangis. Menangis merupakan pelampiasan tenaga emosi yang tertahan

tetapi mempunyai akibat sampingan berupa sedih.7

6 Arifin Samsul Bambang, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia,2008, hal.89-91


7 Rakhmad Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaaja Karya, 1999, hal.56-57
Dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku moral, konsep anak mengenai

keadilan , benar dan salah adalah relative. Relativisme moral ini telah menggantikan

moral yang kaku, seperti berbohong itu tidak selalu buruk. Kohlbergl menanamkan

tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-kanak sebgai tingkat

moralitas atau moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional (Tahap

pertama adalah moralitas anaak baik dimana anak mengikuti aturan untuk mengambil

hati orang lain dan mempertahankan hubungan baik ). Kode moral anak sangat
dipengaruhi oleh kelompok diamana anak mengidentifikasikan diri. Ini berarti jika

anak harus memilih anak akan memilih standar gengnya selama ia bersama dengan

geng sebagai sarana mempertahankan statusnya dalam geng tersebut. Perkembangan

kode moral akhir masa kanak-kanak berangsur mendekati kode moral orang dewasa.

Peranan disiplin bagi perkembangan moral anak menjadi sangat penting. Hal

pokok dari disiplin yang efektif bagi perkembangan moral anak adalah:

 Bantuan dalam membesarkan Kode Moral

Benar dan salah diberikan alasan mengapa pola perilku tertentu diterima dan

pola lain tidak diterima sehingga menolong anak untuk memperluas konsep dan lebih

abstrak.
 Ganjaran (reward)

Pujian atau penghargaan mempunyai nilai pendidikan yang kuat dan baik,

yang menunjukkan bahwa perilakunya benar. Hal ini harus disesuaikan dengan usia

dan tingkat perkembangan anak.

 Hukuman (punishment)
Hukuman yang diberikan kepada anak dalam rangka perkembangan moralnya

harus disesuaikan dengan perkembangan dan bersifat adil sehingga anak harus

menyesuaikan diri dengan harapan sosial mendataang.

 Konsistensi

Disiplin yang baik harus konsisten. Apa yang benar dan yang salah tidak

harus mendapatkan imbalan dan tidak terpengaruh oleh waktu

Suara hati merupakan polisi yang diinternalisasikan, yang mendorong anak


untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah. Rasa bersalah dan rasa

malu adalah suara hati yang menggambarkan penilaian dari suara hati jika

perilakunya bertentangan dengan nilai moral tertentu yang wajib diikuti.

Meluasnya cakrawala sosial di sekolah menyebabkan faktor baru mulai

mempengaruhi perkembangan kepribadian sehingga anak harus sering memperbaiki

konsep dirinya. Perubahan tidak hanya pada konsep diri saja, tetapi juga pada sifat-

sifat orang lain yang dinilai dan dikagumi sertiman a sifat-sifat pada diri sendiri.Diri

yang ideal bagi anak adalah diri yang diidolakan.

g. Karakter Mad’u Masa Remaja

Remaja atau adolescence berari tumbuh menjadi dewasa yang ditandai dengan
kemampuan reproduksi. Dalam arti yang luas, remaja menurut Piaget adalah masa

dimana individu mencapai kematangan mental,emosional,sosial dan fisik

Dengan bertambahnya usia, berkembangnya pertumbuhan fisik dan

perkembangan psikologis yang mendekati kematangan,remaja menjadi gelisah karena

mereka mulai memusatkan perhatiannya pada perilaku orang dewasa yang dicitrakan.

Karakter yng perlu dicatat dalam hubungannya dengan kepentingan dakwah sebagai
proses pengendalian dan pengubahan perilaku adalah perkembangan kognisi, emosi,

dan perilakunya yang cenderung sedang mencari identitas diri.

h. Karakter Mad’u Masa Dewasa Awal.

Kemampuan kognitif selama masa dewasa awal lebih menunjukkan adaptasi

dengan aspek pragmatis dalam khidupan. Namun orang dewasa awal lebih maju

penggunaan intelektualitasnya dari pada remaja. Fase perkembangannya menurut K.

Warner Schai adalah:


a. Achieving stage (fase mencapai prestasi), fase dimana orang dewasa awal

melibatkan penerapan intelektualitasnya pada situasi yang memiliki konsekwensi

besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karier.

b. The Responsibility Stage (fase tanggung jawaab), fase dimana orang

dewasa awal membentuk keluarga dan perhatian diberikan pada keperluan-keperluan

pasangan dan keturunan.

c. The Executive Stage (fase eksekutif), fase dimana orang dewasa awal

bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial dan individu

membangun pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dalam berbagai

hubungan yang kompleks


d. The Reintegrative Stage (fase reintegratif), fase dimana orang dewasa yang

lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang

bermakna bagi mereka.

Siklus kehidupan sosio emosional masa dewasa awaal pada umumnya baru

sampai pada siklus kedua atau ketiga, tergantung padaa budaya yang mengitarinya.

Ini karena masa dewasa awal era modern memiliki delema pilihan antara pekerjaan

dan karier yang berarti harus menunda pernikahan, atau mendahulukan pernikahan
dan mengasuh anak-anak, atau mengkombinasikan antar karier, pernikahan dan

melahirkan anak serta mengasuh anak.

Problem ini lebih berat pada wanita daripada pria dan jika kaum wanita lebih

mementingkan pekerjaan dan karier, kecenderungan perceraian menjadi meningkat.8

i. Karakter Mad’u Masa Dewasa Madya 40-60

Pada masa dewasa madya, perkembangan kognitif mengalami kemunduran

daya piker walaupun ada strategi untuk mengurangi kemunduran tersebut.


Kemunduran yang besar terjadi dalam memori jangka panjang (long term) daripada

dalam memori jangka pendek (sort term). Proses seperti organisasi dan pembayangan

dapat digunakan untuk mengurangi kemunduran daya ingat.9

Mad’u pada usia ini butuh menikmati waktu luang. Paruh kehidupan ini waktu

khusus adalah penting karena perubahan fisik yang terjadi dank arena persiapan untuk

suatu pengunduran diri dari suatu aktivitas. Sebagai orang dewasa madya, seseorang

tidak hanya harus belajar bekerja dengan baik tetapi juga perlu belajar bagaimana

bersenang-senang dan menikmati waktu luang yang bermanfaat. Bersantai dan

melibatkan diri dalam aktivitas olahraga, sosial dan keagamaan di waktu luang akan

menghilangkan kebosanan hidup sehingga justru memperpanjang harapan hidup


seseorang. Antara psikolog

j. Karakter Mad’u Masa usia lanjut

Lansia merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan yang dimulai

sejak usia 60 tahun sampai akhir hidup. Masa lansia ini pengkategoriannya berbeda-

beda antara psikolog yang satu dengan lainnya. Baltes, Smith membagi lansia dalm

8 Achamd Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, Prima Duta, 2000,
hal-34-36
9 Bahri Muhammad Gazali, Dakwah Komunikasi,Jakarta, CV. Pedoman Ilmu,1997,hal26-29
tiga kategori yaitu: orang tua muda atau (young old) yaitu lansia berusia 65-74 tahun,

orang tua-tua yaitu lansia yang berusia 75-84 tahun, dan orang tua yang sangat tua

yaitu lansia yang berusia 85 keatas . Rentang kehidupan manusia yang paling akhir

dan panjang ini ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Perubahan-

peruubahan tersebut dikategorikan dalam dua hal yaitu:

a. Perubahan yang bersifat fisik:

1. Kekuatan fisik dan motoric yang sangat kurang, terkadang ada sebagian
fungsi orgab tubuhnya tidak dapat dipertahankan lagi.

2. Kesehatan sangat menurun sehingga sering sakit-sakitan

b. Perubahan yang bersifat psikis:

1. Munculnya rasa kesepian, yang mungkin disebabkan karena putra atau

putrinya sudah besar dan berkeluarga, sehingga tidak tinggal serumah lagi.

2. Berkurangnya kontak sosial dan tugas-tugas sosial akibat kondisi fisik

yang menurun.10

10 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang:2002,hal37


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran

dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang

beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.

Muhammad Abduh memebagi mad’u mejadi tiga golongan yaitu:


1. Golongan cerdik cemdekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir

secara kritis, cepat menangkap persoalan.

2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir

secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang

tinggi.

3. Golongan yang berbeda dengan golongan diatas adalah mereka yang senang

membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tak sanggup mendalami benar.

Banyak pendapat tentang tata cara dan bagaimana rumpun mad’u itu, akan

tetapi yang sangat mendekati dengan kultur adalah pengelompokan yang

dikemukakan dalam literatur ini didasarkan kepada tipologi dan klasifikasi


masyarakat yaitu berdasarkan tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu :

a) Tipe innovator

b) Tipe pelopor

c) Tipe pengikut dini

d) Tipe pengikut akhir

e) Tipe kolot
Berdasarkan data-data rumpun mad’u diatas, dapat dikelompokkan dengan

lima tinjauan, yaitu :

a. Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran islam

b. Mad’u ditinjau dari segi pengamalan ajaran agamanya

c. Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengetahuan agamanya

d. Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya

e. Mad’u ditinjau dari prioritas dakwah


Secara garis besar sasaran mad’u dibagi kepada tiga bagian yaitu : diri sendiri

para nabi, keluarga dan masyarakat luas.

1. Untuk sasaran pertama yaitu diri para nabi

2. Untuk sasaran kedua, Dakwah keluarga

3. Kerabat

4. Teman

5. Masyarakat

Bila dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan

program kegiatan dakwah, berbagai permaslahan yang menyangkut sasaran

bimbingan atau dakwah mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal
sebagai berikut :

1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi

sosiologis.

2. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur

kelembagaan.

3. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial

kultural.
4. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat

usia.

5. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi

okupasionil (profesi atau pekerjaan).

6. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat

hidup social-ekonomis.

7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis


kelamin.

8. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi khusus.

Secara psikoloogis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai

aspek,antara lain:

1). manusia yang penakut,pemarah, suka bergaul,pemarah,sombong, dan

sebagainya.

2).Intelegensi yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup

kewaspadaan,kemampuan belajar, kecepatan berpikir, kesanggupan untuk mengambil

keputusan yang tepat dan cepat, kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan

atau masalah, dan kemampuan mengambil kesimpulan.


3) Pengetahuan (knowledge)

4) Keterampilan

5) Nilai-nilai (values)

6) Peranan (roles)

B. SARAN

Adapun kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis

mengucapkan permohonan maaf. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak
sempurna dan penuh akan kekurangan. Saran dan kritikan dari pembaca sangat

diperlukan yang bersifat membangun.


DAFTAR PUSTAKA

Amrurllah. Achmad.2002.Dakwah Islam dan Perubahan Sosial.Yogyakarta.Prima

Duta.

Basit Abdul . 2008. Dakwah Antar Individu. Yogyakarta : Grafindo Litera Media.

Cet 1.

Darajat.Zakiyah. 2002. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Bulan Bintang.

Gazali.Bahri Muhammad.1997. Dakwah Komunikasi. Jakarta.CV. Pedoman Ilmu.


Ilaihi Wahyu, M.A., 2010, “Komunikasi Dakwah”, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Jalaludin.Rakhmad.Psikologi Komunikasi. 1999.Bandung.Remaaja Karya.

Mubarak. Achmad. 2006.Psikologi Dakwah. Jakarta. Kencana.

Syabibi Ridho, S.Ag .2008. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Cet 1.

Anda mungkin juga menyukai