Anda di halaman 1dari 11

NABI MUHAMMAD SAYYIDUL ANBIYA WAL MURSALIN

NABI AKHIR ZAMAN


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hadist Dakwah
Dosen Pengampu: DR. KH. Fadlolan Musyafa’, Lc., MA

Oleh:
1. Vivi Alhidayah 1701036100
2. Wilda Hanifatusholihah 1901026053
3. Aufaa Alyaa Dhiya Ulhaq 1901026054

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah
Filsafat Dakwah tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist Dakwah, serta
untuk menambah wawasan kita mengenai ”Nabi Muhammad Sayyidul Anbiya wal
Mursalin, Nabi Akhir Zaman”.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pemabaca.
Namun, terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semarang, 30 September 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Nabi Muhammad saw  adalah manusia yang berakhlak sempurna, diutus untuk
umat manusia dengan tujuan – tujuan atau misi tertentu, sehingga menjadi manusia
yang berhasil dalam menjalankan misi yang diembankan tuhan kepada beliau.
Keberhasilan beliau ini tidak serta merta jadi seperti trik – trik yang dilakukan
oleh para pesulap atau penyihir. Namun telah melalui proses yang sangat panjang,
menjadikan kegelapan umat jahiliyah hilang dengan kepiawaian dan etos da’wah yang
dilakukannya, berubah menjadi umat yang mendapat petunjuk, terbebaskan dari
kesesatan.
Untuk melihat latar belakang kesuksesan Nabi Muhammad saw perlu
membaca sejarah beliau, atau yang lebih dikenal dengan siroh nabawiyah, dengan
membaca sejarah kita akan tahu sepak terjang beliau dalam berjuang menegakkan
panji – panji islam dibumi.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian mengenai hadis?
2. Bagaimana hadist tentang Sayyidul Anbiya wal Mursalin?
3. Apa misi Nabi Muhammad diutus di dunia ini?
4. Bagaimana kesinambungan Nabi Muhammad dengan para rasul terdahulu?
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hadist
Hadits berasal dari bahasa Arab ‫ الحديث‬,kemudian ditransliterasikan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan tulisan. Hadis adalah perkataan dan perbuatan
dari Nabi Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam
memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an.
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi
Islam istilah hadits berarti melaporkan/mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku
dari Nabi Nabi Muhammad SAW. Namun pada saat ini kata hadits mengalami
perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala
perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad
SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan
kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
Termasuk dalam kategori hadits adalah atsar, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan juga taqrir, yaitu keadaan Nabi
Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui
apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
Secara etimologis hadis berarti jadîd, baru, lawan dari qadîm, lama; qarîb,
dekat, lawan dari ba’îd, jauh; dan khabar, berita. Khabar diartikan sebagai sesuatu
yang dibicarakan atau dipindahkan dari seseorang (mâ yatahaddatsû bihi wa
yunqalu).1
Dari makna tersebut, terambillah perkataan hadis Rasulullah SAW Hadis yang
bermakna berita ini dihubungkan dengan kata tahdîts, yang berarti periwayatan atau
ikhbar yang berarti mengabarkan.
Sedangkan secara terminologis, ulama hadis mendefinikan hadis dengan:
“Apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa ucapan, perbuatan,
persetujuan dan sifat”
Dalam terminologi muhadditsîn, hadis didefinisikan sebagai perkataan,
perbuatan dan persetujuan, serta sifat yang disandarkan (udhifa) kepada Nabi SAW.
Itu berarti tidak semua apa yang dikategorikan sebagai sebuah hadis adalah benar-
benar dipastikan bersumber dari Nabi Muhammad SAW, sebab semuanya bersifat
penyandaran. Apalagi periwayatannya lebih banyak bersifat ma’nawi daripada lafzhi.
1
Tasbih, “Analisis Historis sebagai Instrumen Kritik Matan Hadis” Jurnal Al-Ulum. Vol.11 No. 1, Juni 2011, hal
153-154.
Akibatnya, hadis rentan dengan distorsi, manipulasi dan pemalsuan. Itulah sebabnya,
dalam terminologi hadis, ada istilah hadis palsu (hadîts al-maudhu’i), hadis lemah
(hadîts al-dha’îf) dan hadis munkar (hadîts al-munkar).
2. Sayyidul Anbiya wal Mursalin
Nabi muhammad dikenal sebagai nabi terbaik dan pilihan dari semua nabi-
nabi dan rasul-rasul yang ada (sayyidul anbiya wal mursalin). kepemimpinan yang
Nabi Muhammad canangkan adalah konsep kesadaran pribadi sebagai seorang
pemimpin. Seorang pemimpin harus sadar dan tahu diri kalau dia adalah seorang
pemimpin, karena selama ini banyak orang yang tidak sadar kalau dia adalah seorang
leader yang mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada hal yang dipimpinnya.
Hadist Nabi Muhammad merupakan
‫اع فِي أَ ْهلِ ِه َوهُ َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٍ ‫اع َوه َُو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل َر‬ ٍ ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَاإْل ِ َما ُم َر‬
ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬
ٍ ‫ال َسيِّ ِد ِه َوهُ َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل َر‬
‫اع فِي‬ ِ ‫اع فِي َم‬ ٍ ‫ت زَ وْ ِجهَا َو ِه َي َم ْسئُولَةٌ ع َْن َر ِعيَّتِهَا َو ْالخَا ِد ُم َر‬ ِ ‫اعيَةٌ فِي بَ ْي‬ ِ ‫َو ْال َمرْ أَةُ َر‬
ٍ ‫َما ِل أَبِ ْي ِه َوه َُو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬
Artinya: “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Seorang imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan ditanyai
tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya
dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap perempuan adalah pemimpin di
rumah suaminya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap asisten rumah
tangga adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan ditanyai tentang
kepemimpinannya. Setiap laki-laki juga pemimpin pada harta orangtuanya dan akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa kesadaran akan kepemimpinan diri
menjadi modal utama kesuksesan seseorang dalam bidang yang dia pimpin.
3. Misi Nabi Muhammad Diutus di Dunia ini
Islam sebagai agama yang membawa kedamaian, keselamatan, dan
kebahagiaan hidup bagi manusia di dunia dan akhirat. Dalam penyebarannya Islam
dapat tumbuh dan dianut oleh masyarakat luas tidak dilakukan dengan paksaan dan
caracara kekerasan, melainkan dengan jalan yang damai, bijaksana, santun, dan
mengedepankan pendekatakan dialogis. Penyebaran Islam yang dipenuhi dengan
nilai-nilai cinta damai dan kasih sayang ini sejalan seiring dengan misi risalah Nabi
Muhammad.
Misi risalah atau tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini tidak
lain hanyalah untuk memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam
semesta. Misi risalah yang dibawa Nabi secara tegas disebutkan Allah SWT dalam
AlQur’an yaitu “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. alAnbiya’: 107).
Ayat tersebut di atas, menjelaskan tujuan diutusnya Nabi Muhammad ke muka
bumi ini secara eksplisit dan tegas, agar Nabi Muhammad dapat menebar dan
menyampaikan rahmat atau kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta. Rahmat
dan kasih sayang mencerminkan Islam yang ramah, santun, toleran, dan penuh dengan
cinta damai. Islam tidak menebarkan kebencian dan permusuhan. Kehadiran risalah
kenabian tidak hanya ditujukan bagi mereka yang muslim saja, tetapi juga bagi
mereka yang non muslim.
Ala’uddin Ali dalam tafsirnya Tafsir Al-Khozin menyebutkan, dikatakan
bahwa ayat ini turun pada saat masyarakat kafir jahiliyyah dalam kesesatan, dan ahli
kitab menghadapi kebingungan dalam persoalan agamanya, karena jeda waktu
turunnya wahyu yang lama dan terjadi perselisihan dan perbedaan dalam di dalam
kitab suci mereka. Sehingga Allah mengutus Nabi Muhammad dalam kondisi dimana
para pencari Tuhan tidak lagi menemukan jalan kebahagiaan dan pahala, maka Nabi
Muhammad mengajak mereka kepada jalan Allah, menjelaskan kebenaran, dan
menerapakan syariat. Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut berpendapat bahwa
rahmat yang dimaksud dalam ayat tersebut bersifat umum, meliputi haknya mereka
yang beriman dan juga mereka yang tidak beriman. Untuk mereka yang beriman
rahmat itu berupa kebahagiaan baik di dunia dan di akhirat. Sedangkan bagi mereka
yang tidak beriman rahmat itu hanya di dunia saja, yaitu dengan ditundanya siksaan
dari mereka di kehidupan dunia. Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat bahwa Allah
SWT menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam, yakni
bahwa Rasulullah diutus untuk menyampaikan rahmat kepada seluruh manusia.
Barang siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, maka akan bahagia di
dunia akhirat. Barang siapa yang menolak rahmat dan mengingkarinya, maka merugi
dunia dan akhirat.
Imam Fahkruddin ar-Razi dalam menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah
pembawa rahmat baik di dalam agama maupun di dalam dunia. Dalam agama rahmat
diutusnya Nabi Muhammad kepada manusia pada saat mereka berada pada masa
jahiliyyah, pada jalan yang sesat, dan kebingungan dalam mencari kebenaran tentang
agama mereka, yaitu untuk membawa mereka pada jalan kebenaran yang dapat
menghantarkan mereka pada kebahagiaan dan keberuntungan, juga untuk menerapkan
syariat kepada mereka. Sedangkan rahmat bagi manusia untuk kehidupan dunianya
yaitu, menyelamatakan manusia dari pelecehan, pertikaian, pembunuhan, dan
peperangan sehingga mereka dapat tertolong.2
Misi kenabian yang bawa oleh Rasulullah selama kurang lebih 23 tahun baik
di Makkah dan Madinah dijalankan dengan sukses dan mendapatkan ridla Allah
SWT. Sebagaimana hal ini dijelaskan Allah SWT pada ayat yang menjadi penutup
wahyuNya kepada Nabi Muhammad, Allah berfirman; “Pada hari ini aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah
aku ridlai Islam sebagai agamamu.” (QS. al- Maidah: 3). Tujuan diutusnya Nabi
Muhammad SAW, sekali lagi tidak bertujuan untuk meng-islamkan seluruh penduduk
dunia, sebagaimana pandangan kelompok radikal, yang selalu berlindung dan
berkedok menggunakan topeng agama untuk melancarkan segala tindak kekerasan
dalam seruan dakwahnya.
Tujuan diutusnya Nabi Muhammad tidak lain adalah untuk menebar kasih
sayang dan perdamaian kepada alam semesta. Sehingga misi risalah sebagai subtansi
dari misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin bersifat universal. Rahmat dan kasih sayang
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang bersifat universal tentunya berlaku
bagi siapapun tanpa memandang suku, warna kulit, bangsa, dan agama seseorang.
Universalitas rahmat ini dapat dilihat pada poin-poin penting yang terdapat dalam
Piagam Madinah,3 sebagai berikut:
“Bahwa barang siapa dari kaum Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia
berhak mendapat pertolongan dan persamaan, tidak menganiaya atau
melawan mereka”
“Bahwa Masyarakat Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang
mukmin, umat Yahudi hendaklah berpegangan pada agama mereka, dan
kaum muslimin pun hendaklah berpegang pada agama mereka pula,
termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali

2
Siti Malaiha Dewi, “Kontekstualisasi Misi Risalah Kenabian dalam Menangkal Radikalisme”. Fikroh: Jurnal
Aqidah dan Studi Keagamaan. Vol. 3 No. 2 (hlm. 355-358), Desember 2015, hal. 357.

3
Siti Malaiha Dewi, op.cit., hlm. 158.
orang yang melakukan perbuatan zalim dan durhaka. Orang semacam
ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri”
“Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan
diperlakukan dengan perbuatan jahat”
Peneguhan misi risalah kenabian menjadi sangat penting untuk menegaskan kembali
bahwa Islam adalah agama yang cinta damai, ramah, toleran, dan menghargai
perbedaan, dan keragamaan; dan sebaliknya, Islam bukanlah agama yang mendukung
kekerasan, kebencian dan terorisme. Misi risalah kenabian menjunjung tinggi dan
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, menghargai hak-hak dasar manusia dalam aspek
keniscayaan (dharuriyyat) yang meliputi;
a. Pemeliharaan terhadap agama (hifzh al-din), termasuk di dalamnya hak
beragama.
b. Pemeliharaan terhadap jiwa (hifzh al-nafs), termasuk hak untuk hidup dan
memperoleh jaminan keamanan.
c. Pemeliharaan terhadap akal (hifzh al-‘aql), termasuk hak memperoleh
pendidikan.
d. Pemeliharaan terhadap harta (hifzh al-maal), termasuk hak untuk bekerja,
memiliki harta kekayaan, dan hidup dengan layak.
e. Pemeliharaan terhadap keturunan (hifzh al-nasl), termasuk hak untuk
mendapatkan keturunan, dan meneruskan generasi
f. Pemeliharaan terhadap kehormatan (hifzh al-‘irdh), termasuk hak untuk
dilindungi harga diri dan martabatnya.
4. Kesinambungan Nabi Muhammad dengan Para Rasul terdahulu
Insan kamil kepada siapa Kitab Al-Quran diwahyukan tidak terbatas
kemampuan kasyafnya, dan tidak juga mempunyai kekurangan dalam belas kasihnya.
Baik dari sudut pandang saatnya mau pun tempat, jiwa beliau selalu penuh dengan
belas kasih. Karena itulah beliau dikaruniai dengan manifestasi alamiah dan beliau
dijadikan sebagai Khãtamin Nabiyyin. Pengertian Khãtamul Anbiyã/Khatamin
nabiyyin bukannya berarti bahwa tidak ada lagi yang menerima rahmat kerohanian
dari beliau, melainkan penegasan bahwa beliau memiliki meterai (tanda) kenabian
dimana tanpa kesaksian dari meterai tersebut tidak akan ada rahmat yang bisa
mencapai seseorang. Pengertian Khatamin nabiyyin juga mensiratkan bahwa pintu
untuk bercakap-cakap dengan Tuhan tidak akan pernah ditutup. Di samping beliau
tidak ada lagi Nabi lain yang memiliki meterai kenabian demikian. Melalui kesaksian
dari meterai tersebut itulah maka kenabian bisa dikaruniakan kepada manusia dengan
syarat bahwa yang bersangkutan adalah pengikut taat dari Yang Mulia Rasulullah saw
.”
“Kadar keberanian dan rasa belas kasih beliau yang luhur tidak ingin
meninggalkan umatnya dalam kondisi berkekurangan dan tidak bisa menerimakan
bahwa pintu wahyu yang menjadi akar dari semua pemahaman telah tertutup. Namun
untuk memastikan bahwa tanda Kenabian walau telah ditutup, beliau menginginkan
bahwa rahmat wahyu tetap bisa diberikan melalui kepatuhan kepada beliau dan bahwa
pintu ini tertutup sudah bagi yang bukan menjadi pengikut beliau. Allah swt
menunjuk beliau sebagai Khãtamin nabiyyin dalam pengertian seperti ini. Dengan
demikian telah ditetapkan bahwa sampai dengan Hari Penghisaban nanti barangsiapa
yang terbukti tidak menjadi pengikut beliau yang setia dan tidak mengabdikan
keseluruhan dirinya pada ketaatan kepada beliau maka ia tidak akan pernah bisa
menjadi penerima wahyu yang sempurna. Kenabian yang bersifat langsung telah
berakhir dalam wujud Yang Mulia Rasulullah saw namun Kenabian yang merupakan
refleksi atau pantulan dari rahmat Yang Mulia Nabi Muhammad saw akan terus
berlanjut sampai dengan Hari Penghisaban. Dengan demikian pintu untuk
penyempurnaan umat manusia tidak akan pernah ditutup dan tanda ini tidak akan
pupus dari muka bumi karena maksud luhur dari Yang Mulia Rasulullah saw
menginginkan bahwa pintu untuk berhubungan dan bercakap-cakap dengan Tuhan
harus tetap terbuka sampai dengan Hari Penghisaban, serta pemahaman Ilahiah yang
menjadi dasar dari keselamatan rohani tidak akan pernah sirna.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Missi Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan agama dan


menjadi pembimbing umat manusia kembali kejalan yang benar dan
mendapatkan ridha Allah SWT.

2. Kesinambungan risalah para utusan Allah terlihat dari risalah yang dibawa,


yaitu sama mengajarkan tauhid (mengesakan Allah).

3. Hakikat Sayyid al-Anbiya` wa al-Mursalin adalah Nabi Muhammad sebagai


penghulu, menjadi pemimpin atau imam para nabi dan rasul. Nabi Muhammad
mengajarkan kita akhlak yang mulia, salah satunya berupa kerendahan hati.

4. Kemudian makna Khatamin-Nabiyyin dapat diuraikan bahwa Nabi


Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah SWT
untuk menyempurnakan risalah para nabi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar.
Dewi, Siti Malaiha. 2015. “Kontekstualisasi Misi Risalah Kenabian dalam Menangkal
Radikalisme” dalam Fikroh: Jurnal Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3 No 2 (hlm.
355-358). Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus.
Haqiqatul Wahyi, Qadian. 1907; Rohani Khazain Volume 22 (hlm 29-30). London
1984: Magazine Press.

Anda mungkin juga menyukai