Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PEMBAGIAN HADIS DITINJAU DARI PENISBATAN


HADISNYA

Dosen Pengampu : Dr. Imroatul Azizah, M.Ag

Kelas : D

Disusun Oleh :

Arini Putri Safina (08040420103)

Cetrin Andyah Pramesty (08040420107)

JURUSAN EKONOMI SYARIA’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kami berikan kepada Allah SWT. Berkat rahmatt dan hidayahNya lah kami

dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok dengan judul Ilmu Tafsir, Ta‟wil
dan Terjemah dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam kami hadiahkan kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Yang membawa kita dari zaman kebodohan menuju alam yang berlimpah ilmu pengetahuan.

Adapaun tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas Dosen, dan semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.

Atas terselesainya tugas ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Masdar Hilmy. S.Ag. M.A., Ph.D selaku Rektor UIN Sunan Ampel

Surabaya.

2. Bapak Dr. H. AH. Ali Arifin, M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

3. Bapak Achmad Room Fitrianto, S.E., M.E.I selaku Kepala Program Studi Ekonomi

Syariah.

4. Bapak Drs. Imroatul Azizah , M.Ag selaku Dosen mata kuliah Studi Hadist

UIN Sunan Ampel Surabaya.

5. Orang tua yang selalu mendukung dan memberi semangat serta tak pernah Lelah

memberi doa dan motivasi.

6. Serta teman-teman yang membantu.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat dipahami serta berguna. saya mohon maaf

atas segala kesalahan kata-kata yang mungkin kurang berkenan, dan kembali lagi kami

memohon kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa yang mendatang.

Wassalamu‟alaikum. Wr. Wb.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….

1.1. LATAR BELAKANG………………………………………………..3


1.2. RUMUSAN MASALAH……………………………………………..4
1.3. TUJUAN MASALAH………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..

2.1. HADIST QUDSI, MARFU, MAWQUF, DAN MAQTU…………….

A. DEFINISI DAN CONTOH HADIST QUDSI…………………………5

B. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MARFU………………………..6

C. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MAWQUF……………………...7

D. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MAQTU………………………..8

2.2. PERBEDAAN HADIS QUDSI DAN HADIS NABAWI………………

2.3. HADIST MAU’DHU………………………………………………

A. PENGERTIAN HADIST MAU’DHU………………………………12

B. SEJARAH HADIST MAU’DHU…………………………………....13

C. CIRI-CIRI HADIST MAU’DHU……………………………………14

D. CONTOH HADIST MAU’DHU…………………………………….17

BAB II PENUTUP…………………………………………………………

A. KESIMPULAN………………………………………………………..21
B. SARAN………………………………………………………………..21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...22
BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Bagi kaum Muslimin, hadits diyakini sebagai sumber hukum pokok ke 2 setelah al-
Qur’an. Ia adalah salah satu sumber penting dalam Islam. Pentingnya semakin nyata
melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai penjelas dan penafsir al-Qur’an,
bahkan juga sebagai penetap hukum yang independen sebagaimana al-Qur’an sendiri.
Ini terkait dengan tugas Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam sebagai pembawa
risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung di dalamnya.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan Rasulullah baik dari segi ucapan, perbuatan,
ketetapan dan sifat yang disandarkan kepadanya terus mengalami perkembangan dari
sahabat hingga ke generasi-generasi berikutnya. Hingga saat ini kajian yang
membahas ilmu hadis menjadikannya disiplin ilmu tersendiri, tidak sedikit pula buku-
buku yang membahas seputar kajian hadis. Perkembangan hadis bukan hanya terjadi
di wilayah Rasul dan para sahabatnya saja, akan tetapi kajian ilmu hadis juga tersebar
ke seluruh wilayah Islam. Hal ini disebabkan oleh adanya perkembangan hadis yang
diajarkan dari generasi ke generasi mengalami kemajuan, dimulai dari kajian-kajian
hadis yang dilakukan ulama dengan kelompoknya, hingga diajarkan di perguruan
tinggi atau pendidikan formal.

Untuk mengetahui pemahaman dan pengenalan hadîts nabi beserta istilah-istilah


yang terkait adanya, maka pemakalah akan menjabarkannya di dalam makalah mudah
dipahami bagi pembaca yang berjudul ‘PEMBAGIAN HADIST DITINJAU DARI
PENISBATAN HADISTNYA’.

3
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berikut masalah-masalah yang akan dijabarkan dalam makalah ini.

1. Apa pengertiah Hadist Qudsi, Marfu, Qudsi, Nabawi, dan Maudu ?


2. Apa contoh Hadist Qudsi, Marfu, Qudsi, Nabawi, dan Maudu ?
3. Apa berbedaan antara Hadist Qudsi dan Nabawi ?
4. Apa sejarah dan ciri-ciri Hadist Mau’dhu ?

1.3. Tujuan Masalah


Berikut tujuan dari makalah ini dibuat.

1. Untuk mengetahui pengertian dari hadist Qudsi, Marfu, Qudsi, Nabawi, dan
Mau’dhu.
2. Untuk mengetahui contoh dari Hadist Qudsi, Marfu, Qudsi, Nabawi, dan
Mau’dhu.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara Hadist Qudsi dan Nabawi.
4. Untuk mengetahui sejarah dan ciri-ciri Hadist Mau’dhu.

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1. HADIST QUDSI, MARFU, MAWQUF, DAN MAQTU

A. DEFINISI DAN CONTOH HADIST QUDSI

Qusi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang artinya suci.Yaitu sebuah
penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan, atau
penyandaran kepada Dzat Allah yang maha suci. Sedangkan menurut istilah Hadis
Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi
meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul menjadi perawi kalam
Allah ini dari lafal Nabi sendiri. Hadis Qudsi memang jumlahnya tidak sebanyak
hadis Nabi pada umumnya.
Hadits qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah
SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja
Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya,
perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi
dari diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia
meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah, dengan
mengatakan:
Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`,
atau ia mengatakan :
Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah
Ta`ala.`

Contoh hadits qudsi antara lain:


-Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW yang meriwayatkan dari Allah azza
wajalla: Tangan Allah penuh, tidak dikurangi lantaran memberi nafkah, baik di
waktu siang maupun malam.
-Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`ala berfirman:
Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-
Ku.bila menyebut-KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-
Ku. Dan bila ia menyebut-KU di kalangan orang banyak, maka Aku pun
menyebutnya di dalam kalangan orang banyak lebih dari itu.
5
B. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MARFU
Marfu menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata rafa’a (mengangkat),
dan ia sendiri berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu karena disandarkannya
ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam.

Hadits Marfu menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan,


atau taqrir (penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum (disebut marfu
hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik
sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).

Contoh hadits marfu adalah :

َ‫اصةً ِم ْن قَوْ ٍل اَوْ فِع ٍْل اَوْ تَ ْق ِري ٍْر اَوْ َوصْ ف‬ ُ ‫ْث ْال َمرْ فُو‬
ِ ُ‫ع هُ َو َما ا‬
َ ‫ض ْيفَ اِلَي النَّبِي‬
َ َ‫صلَى اهللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ ْم خ‬ ُ ‫ْل َح ِدي‬

“Hadits marfu’ adalah ucapan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW secara khusus” 1 .

Hadist marfu dibagi 2 yaitu:

1) Tasrihan atau Haqiqatan: dengan terang, yakni isinya terang-terangan


menunjukkan marfu’. Contohnya (- seperti perkataan seorang shahabat yang
menyebutkan sifat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagaimana
dalam hadits Ali radliyallaahu ‘anhu,”Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam itu
tidak tinggi dan tidak pula pendek”; atau “Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam berkulit cerah, peramah, dan lemah lembut”.)

2) Hukman atau hukmi pada hukum yakni isinya tidak terang menunjukkan
kepada marfu’ tetapi dihukumkan marfu’ karena bersandar pada beberapa
tanda2. Yang termasuk dalam marfu’ Hukmi (- Perbuatan sahabat yaitu
perbuatan itu bukan merupakan ijtihad mereka dan perbuatan itu tidak
mungkin dikerjakan oleh sahabat, kalau tidak mendapatkan tuntutan dari
Rasulullah SAW. - Apabila seorang sahabat memberitahukan bahwa ia
pernah berbuat sesuatu di masa Rasulullah, dan kita menganggap bahwa
perbuatan itu dilihat oleh Rasulullah SAW. tetapi beliau membiarkan saja.3)
1
Nurudin ltr, Ulum al-Hadits terj. Mujiya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), 99
2
Abdul Qadir Hasan, Ilmu Musthlah Hadist, (Bandung: Diponegoro 1994),285
3
Moh. Anwar, Ilmu Musthalah Hadits, (Surabaya: al-Ikhlas, 1981), 123
6

C. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MAWQUF

Hadits Mauquf adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada


Sahabat, baik sanadnya bersambung maupun tidak.

Ulama berbeda pendapat tentang apakah hadits mauquf dapat dijadikan hujjah
atau tidak. dalam hal ini ada beberapa perbedaan pendapat, antara lain ;

• Imam syafi’i berpendapat bahwa hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah, hal
senada juga dikatakan oleh Imam Maliki.

• Ulama selain dua imam diatas membolehkan hadits mauquf sebagai hujjah,
karena hadits mauquf lebih didahulukan daripada qiyas.

Contoh nya :

1. Mauquf Qauli (perkataan) : seperti perkataan seorang perawi : Telah berkata


Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu,”Berbicaralah kepada manusia dengan
apa yang mereka ketahui, apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah
dan Rasul-Nya ?”.

2. Mauquf Fi’li (perbuatan) : seperti perkataan Imam Bukhari,”Ibnu ‘Abbas


menjadi imam sedangkan dia (hanya) bertayamum”.

3. Mauquf Taqriry : seperti perkataan seorang tabi’in : “Aku telah melakukan


demikian di depan seorang shahabat dan dia tidak mengingkari atasku”.

Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, atau dla’if. Hukum asal pada
hadits mauquf adalah tidak boleh dipakai berhujjah dalam agama.
7

D. DEFINISI DAN CONTOH HADIST MAQTU

Maqthu secara lughah adalah isimma'ful dari kata kerja qatha'a lawan dari
kata washala (menghubungkan) sehingga maqthu artinya yang diputuskan atau
yang terputus, yang dipotong atau yang terpotong. Hadits Maqthu adalah
perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di-mauquf-kan
(berhenti sanadnya) kepadanya, baik sanadnya bersambung atau tidak. Hadits
Maqthu' tidak dapat dijadiakan sebagai hujjah atau dalil untuk menetapkan suatu
hukum, karena status dari perkataan Tabi'in sama dengan perkataan Ulama
lainnya, walaupun benar penisbatannya kepada orang (Tabi`in) yang
mengatakan. Sebab hanya merupakan perkataan atau perbuatan seorang muslim.
Bukan merupakan perkataan Allah SWT ataupun Rasulullah SAW. Namun jika
terdapat tanda yang menunjukan kemarfu`an hadits tersebut. maka yang
demikian bisa dihukumi hadits marfu` mursal. Demikian juga jika ada tanda-
tanda kemauqufannya. Maka bisa dihukumi dengan hukum mauquf.

Adapun tempat-yempat yang diduga terdapat Hadits al-Maqtu dapat


ditemukan dalam :

✓ Mushannaf Ibnu AbiSyaibah

✓ Mushannaf Abdurrazzaq

✓ Kitab-kitab tafsir : Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibn al-Mundzir.

Contoh nya :

‫ صل وعليه بد عته‬: }‫قول احلسن البصري يف الصالة خلف املبتدع‬

Perkataan Hasan Bashri mengenai shalat di belakang ahli bid'ah, "Shalatlah


dan dia akan menanggung dosa atas perbuatan bid'ahnya".

8
2.2. PERBEDAAN HADIS QUDSI DAN HADIS NABAWI

Hadis Qudsi terdiri dari dua kata yakni, hadis dan Qudsi. “Hadis”
dimaknai segala sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya tidak ada,
peristiwa, berita, ceritera, menyampaikan sesuatu risalah, peristiwa kenabian
yang datang dari Allah (Ibnu Manzur:131). Kemudian kata “Qudsi” dimaknai
suci. bersih, sifat kesucian Allah. Namun jika kata “Qudsi” dirangkai dengan
kata lain, maka akan mempunyai makna lain. Seperti, kata “H}ad}īratul
Qudsi” atau Jannatul Qudsi” diartikan “surga”, dan “Ruh al-Qudus” diartikan
Malaikat Jibril (Ibid: 168).

Menurut Fatwa Syaih Muhammad bin Salih al-‘Asimin (1929 - 2001)


yang menyatakan bahwa para ulama telah berbeda pendapatnya dalam
memberikan pengertian hadis Qudsi. Apakah hadis Qudsi itu kalam Allah
atau apakah Allah Ta’ala mewahyukan kepada Rasul-Nya dengan secara
makna, sedangkan lafalnya dari Rasulullah saw sendiri?. Dalam hal ini ada
dua pendapat:

lafal orang yang mengucapkan, bukan pada pemindahannya. Lebih-lebih


orang yang mengucapkan adalah seorang Rasul yang sebaik-baik manusia, baik
dari segi tingkat kepercayaannya maupun segi keadilannya.

Kedua, bahwa hadis Qudsi merupakan hadis yang maknanya dari Allah
SWT, tetapi lafalnya dari Nabi SAW. Ibnu al-‘Asimin dalam fatwanya
mengatakan, jika perbedaan pendapat yang pertama tidak lagi dibahasnya
dalam persoalan ini, karena dikhawatirkan dikatakan sebagai pendapat yang
ekstrim dan membinasakan, maka cukup berpendapat bahwa hadis Qudsi
adalah hadis yang diriwayatkan Nabi dari Tuhannya. Demikian cukup aman,
jelas dan singkat (Al-‘Asimi, 2001: 69).

Sementara dari dua pendapat yang berbeda dalam maslah ini, yang banyak
diterima oleh kalangan orang-orang yang berpengetahuan mengatakan,
bahwa hadis Qudsi adalah hadis yang lafal dan maknanya diwahyukan oleh
Allah SWT.
9

Adapun yang dimaksud dengan hadis nabawi adalah hadis Nabi yang
disandarkan secara keseluruhan kepada Nabi baik makna maupun lafalnya
dengan bentuk ucapan, perbuatan, taqrir dan sifat-sifatnya. Ada dua sifat
yang terkandung dalam hadis Nabawi yaitu:

Pertama, Tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW


dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian
ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan
lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada
yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak
lain.

Kedua, Taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut


pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau
menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang
bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan
didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam
Allah secara pasti.

Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan
taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Dan inilah
makna dari firman Allah tentang Rasul Muhammad saw.

‫ق َع ِن ْالهَ َو ٰى‬
ُ ‫َو َما يَ ْن ِط‬

َ ‫إِ ْن هُ َو إِاَّل َوحْ ٌي ي‬


‫ُوح ٰى‬

Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” (An-Najm : 3-4)

Perbedaan antara Hadis Qudsi dan Nabawi terletak pada sumber berita dan proses
pemberitaannya. Hadis Qudsi maknanya dari Allah SWT yang disampaikan melalui
suatu wahyu sedangkan redaksinya dari Nabi yang disandarkan kepada Allah SWT.
Sedangkan Hadis Nabawi pemberitaan makna dan redaksinya berdasarkan ijtihad
Nabi sendiri.
10

Dalam Hadis Qudsi Rasul menjelaskan kandungan atau yang tersirat pada wahyu
sebagaimana yang diterima dari Allah SWT dengan ungkapan beliau sendiri.
Pembagian ini sekalipun kandungannya dari Allah SWT, tetapi ungkapan itu
disandarkan kepada Nabi sendiri karena tentunya ungkapan kata itu disandarkan
kepada yang mengatakannya sekalipun maknanya diterima dari yang lain. Oleh
karena itu selalu disandarkan kepada Allah SWT. Pemberitaan yang seperti ini disebut
Tawfiqi. Pada Hadis Nabawi kajian Rasul melalui ijtihad yang dipahami dari al-
Qur’an karena beliau bertugas sebagai penjelas terhadap Alquran. Kajian ini
didiamkan wahyu jika benar dan dibetulkan dengan wahyu jika salah. Kajian seperti
ini disebut Tawqifi.

Secara umum dari beberapa uraian di atas dapat dikembangkan menjadi beberapa
perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi di antaranya sebagai berikut :

1. Pada Hadis Nabawi, Rasulullah SAW menjadi sandaran sumber pemberitaan,


sedangkan pada Hadis Qudsi beliau menyandarkannya kepada Allah SWT. Pada
Hadis Qudsi, Nabi memberitakan apa yang disandarkan kepada Allah SWT dengan
menggunakan redaksinya sendiri.
2. Pada Hadis Qudsi, Nabi hanya memberitakan perkataan atau qawli sedangkan pada
Hadis Nabawi pemberitaannya meliputi perkataan/qawli, perbuatan/fi`li, dan
persetujuan/taqriri.
3. Hadis Nabawi merupakan penjelasan dari kandungan wahyu baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Maksud wahyu yang tidak secara langsung, Nabi berijtihad
terlebih dahulu dalam menjawab suatu masalah. Jawaban itu ada kalanya sesuai
dengan wahyu dan adakalanya tidak sesuai dengan wahyu. Jika tidak sesuai dengan
wahyu, maka datanglah wahyu untuk meluruskannya. Hadis Qudsi wahyu langsung
dari Allah SWT.
4. Hadis Nabawi lafadz dan maknanya dari Nabi menurut sebagian pendapat, sedangkan
Hadis Qudsi maknanya dari Allah redaksinya disusun oleh Nabi.
5. Hadis Qudsi selalu menggunakan ungkapan orang pertama (dhamir mutakallim) : Aku
(Allah)…Hai hamba-Ku…sedangkan Hadis Nabawi tidak menggunakan ungkapan
ini.
11

2.3. HADIST MAU’DHU

Pengertian Hadis Maudhu’


Secara etimologi al-Maudhu’ (‫ )الموضوع‬merupakan bentuk isim maf’ul dari
kata‫ وضع‬ -  ‫ يض}}}ع‬. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan,
meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat
disimpulkan yaitu hadits yang diada-adakan atau dibuat-buat.
Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian,
diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah:

ً ‫ َويَحْ ُر ُم ِر َوايَتُهُ َم َع ْال ِع ْل ِم بِ ِه فِ ْي أَيِّ َم ْعنًى َكانَ إِالَّ ُمبَيَّنا‬،‫ْف‬ ُ ْ‫ق ْال َمصْ نُو‬
َّ ‫ع َو َشرُّ ال‬
ِ ‫ض ِعي‬ ُ َ‫هُ َو ْال ُم ْختَل‬

“Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-


buat, dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram
ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai
dengan penjelasan.”

Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah :

ْ ‫مانُسب الى ال ّرسول صلى هللا عليه وسلّم اختال قًا وكذبًا م ّما لم‬
‫يقله أو يفعله أو يقرّه‬

“Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi


wasallam secara mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau
kerjakan ataupun taqrirkan.”

Sedangkan menurut sebagian ‘Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’


adalah:

‫هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم زورًا وبهتا نًا سوا ٌء كان ذالك عمدًا‬
ً ‫أم خطأ‬
12
”Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang
ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam
secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.”

Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama


yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, baik itu
disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak
memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya.

Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat diterima tanpa
terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan hadis, tindakan demikian adalah merupakan
pendustaan terhadap Nabi Muhammad saw. yang pelakunya diancam dengan neraka.
dan hadis ini haram untuk disampaikan pada masyarakat umum kecuali hanya sebatas
memberikan penjelasan dan contoh bahwa hadist tersebut adalah maudhu’ (palsu).

Sejarah Munculnya Hadis Maudhu’

Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang


merupakan bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak
langsung menjadi factor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak
bisa diingkari bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar
murni tertarik dan percaya kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad,
tetapi ada juga segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena
terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal
dengan kaum munafik dan Zindiq.
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya
benih-benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini
belum begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan
mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini
mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada ancaman yang keras dikeluarkan
oleh Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist.
13
Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada akhir pemerintahan Khalifah Bani
Umayyah pemalsuaan hadis mulai marak , baik yang dibuat oleh ummat Islam
sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam. Menurut penyaksian Hammad
bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul Karim al Auja mengaku telah
membuat 4.000 Hadis maudhu.
Terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa golongan politik dam keagamaan
menjadi pemicu munculnya hadis maudhu. Masing-masing pengikut kelompok ada
yang berusaha memperkuat kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an
dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti
sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan
yang demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas
diri Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah
(secara berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab (Ajaj al Khatib : 416)
Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu
ketika terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk
Hijaz dan Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria
dan Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan
Jumhur. Karena itu menurut Subhi Shaleh, bahwa tmbulnya Firqah-firqah dan mazhab
merupakan sebab yang paling penting bagi timbulnya usaha mengada –ada habar dan
hadis.(Subhi Shalih : 266-267).

Ciri-ciri Hadis Maudhu’


Para ulama Hadis telah menentukan kaidah-kaidah untuk mengenali Hadis-
Hadis Maudhu’ sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri-ciri untuk
mengetahui sesuatu Hadis itu Shahih, Hasan atau Dha’if. Ciri-ciri kepalsuan sesuatu
Hadis dapat dilihat pada sanadnya dan juga pada matan-nya.

14
a. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad:
1. Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang
periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu. Misalnya, Ketika saad ibn
Dharif mendapati anaknya pulang sekolah sedang menangis dan
mengatakan bahwa dia dipukul gurunya, maka Saad ibn Dharif berkata :
Bahwa Nabi saw bersabda:
‫معلموا صبيانكم شراركم اقلهم رمحة ليتيم واغلظهم على املسكني‬

Artinya: "Guru anak kecil itu adalah yang paling jahat diantara kamu,
merekka paling sedikit kasih sayangnya kepada anak yatim dan paling kasar
terhadap orang miskin."

Al Hafdz Ibnu Hibban mengatakan bakwa Saad ibn Dharif


adalah seorang pendusta/ pemalsu hadits. ( Mustahafa Zahri, Kunci
memahami Musthalahul Hadits : 101)

2. Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut. Maisarah ibn


Abdirrabih al Farisi mengaku bahwa dia telah membuat hadis maudhu
tentang keutamaan Al qur’an.., dan ia juga mengaku membuat hadis
maudhu tentang keutamman Ali ibn Abi Tahalib sebanyak 70 buah
hadis. (Musthafa Zahri, : 100).
3. Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang
memalsukan hadist, seperti seorang periwayat yang mengaku
meriwayatkan hadist dari seorang guru yang tidak pernah bertemu
dengannya. Karena menurut kenyataan sejarah guru tersebut
dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir. Misanlnya, Ma’mun ibn
Ahmad al Harawi mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar.
Al hafiz ibn Hibban menanyakan kapan Ma’mun datang ke Syam?
Ma’mun menjawab: tahun 250. Maka ibnu Hibban mengatakan banwa
Hisyam ibn Ammar wafat tahun 254. Ma’mun menjawab bahwa itu
Hisyam ibn Ammar yang lain.( Musthafa Zahri, : 100).

15
b. Ciri-ciri yang berkaitan dengan Matan
1. Maknanya rusak dan tidak dapat diterima akal sehat bahwa Hadis
tersebut berasal dari Nabi SAW, seperti Hadis: 

‫من اتخذ ديكا أبيض لم يقر به شيطا ن وال سحر‬ 

“Siapa yang mengambil ayam jantan putih, dia tidak akan didekati
(dikenai) oleh setan dan sihir”

‫}وح ط}}افت ب}}ا ل}}بيت س}}بعًا وص}}لت بالمق}}ام‬ ّ


ٍ }‫إن س}}فينة ن‬
‫ركعتين‬ 

“Sesungguhnya sampan (kapal) Nabi Nuh telah tawaf di Baitullah


sebanyak tujuh kali, dan shalat di makam Ibrahim dua rakaat.”

‫البا ذنجان شفا ء من ك}}ل‬


‫دا ٍء‬ 

“Terong adalah obat untuk segala penyakit.”

2. Hadisnya bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an yang pasti, misalnya: 

‫ولد الزنا ال يد خل الجنة إلى سبعة أبنا ٍء‬ 

“Anak zina tidak akan masuk ke dalam surga sampai tujuh


keturunan.”

Hadis ini bertentangan dengan nashsh Al-Qur’an QS Al-Na’am: 164


yang menyatakan: 

(. ‫از َرةٌ ِّو ْز َر أُ ْخ}}}} َرى‬ ِ ‫َوالَ ت‬


ِ ‫َ}}}}ز ُر َو‬
‫(اآلنعام‬ 
16
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-
Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan". (An-‘am:164)

3. Hadis yang menerangkan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan


kecil dan hyang sederhana, atau sebaliknya siksaan yang sangat hebat
terhadap tindakan salah yang kecil. Biasanya Hadis-Hadis ini terdapat
pada kisah atau cerita-cerita, seperti berikut: 

29[‫لسان سبعون ألف لغ ٍة يستغفرون له‬


ٍ ‫من قال ال إله إال هللا خلق هللا طا ئ ًرا له سبعون ألف‬

“Siapa yang mengucapkan “la ilaha illa Allah”, Allah akan


menciptakan seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah,
dan masing-masing lidah menguasai tujuh puluh ribu bahasa, yang
akan memohonkan ampunan baginya.”
4. Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya. Hadisnya menyalahi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti ketentuan akal, tidak
dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris dan fakta sejarah.
Misalnya perkataan yang berbunyi:

‫اذا عطشس الرجل عند احلديث فهودليل صدقه‬

Artinya “Jika seseorang bersin ketika membacakan suatu hadis, maka


itu menandakan bahwa pembicaraanya benar”

Contoh – Contoh Hadits Maudhu’


Hadits Maudhu yang tersebar dikalangan umat Islam sangat banyak sekali.
Hadits-hadits tersebut juga mengenai pembahasan-pembahasan yang berbeda. Orang-
orang zindiq saja mereka sangat banyak memalsukan hadits. Diriwayatkan dari
Hammad bin Zaid bahwa beliau berkata : “Orang-orang zindiq memalsukan hadits
atas nama Rasulullah sebanyak 14.000 hadits”.

17
Berikut adalah tujuh contoh hadits maudhu yang diambil dari penjelasan
Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah :
1) Hadits :

‫من صام صبيحة يوم الفطر فكأنما صام الدهر كله‬

“Barangsiapa berpuasa di waktu pagi pada hari ‘Idul Fithri, dia bagaikan
puasa sepanjang waktu”

Ini adalah hadits palsu yang dibuat oleh Ibnu al-Bailami. Ibnu Hibban
rahimahullah berkata: “Dia meriwayatkan hadits dari ayahnya sebanyak
kurang lebih 200 hadits, semuanya palsu dan tidak boleh berhujjah dengan dia
dan juga tidak boleh disebut namanya kecuali hanya untuk menjelaskan
keheranan terhadapnya.”

2) Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah :

‫رجب شهر هللا وشعبان شهري و رمضان شهر أمتي‬

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan bulan umatku”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jahdzom, dia adalah seorang


pemalsu hadits.

3) Hadits :

‫من صام يوما من رجب و صلى أربع ركعات يقرأ في أول ركعة مائة مرة (أية الكرسي) وفي الثانية مائة مرة (ق}}ل ه}}و هللا‬
‫أحد) لم يمت حتى يرى مقعده من الجنة‬

“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan melakukan sholat empat
rakaat, pada rakaat pertama ia membaca ayat kursi 100 kali dan pada rakaat
kedua dia membaca “Qul Huwallahu Ahad”, dia tidak akan mati sebelum
melihat tempatnya di surga”

Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi (2/132)

18
4) Hadits :

‫من صام يوم عاشوراء كتب هللا له عبادة ستين سنة‬

“Barangsiapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura, Allah akan menulis baginya
ibadah selama enampuluh tahun”

Hadits ini palsu diriwayatkan oleh Hubaib bin Abi Hubaib, dia
termasuk orang yang memalsukan hadits.

5) Hadits bahwa Rasulullah :

‫أمر األغنياء باتخاذ الغنم و أمر الفقراء باتخاذ الدجاج‬

“Beliau memerintahkan para orang kaya untuk memelihara kambing dan


memerintahkan para orang miskin untuk memelihara ayam”

Hadits ini palsu yang diriwayatkan oleh Ali bin Urwah ad-Dimasyqi.
Ibnu Hibban berkata tentangnya : “Dia pernah memalsukan hadits”

6) Hadits :

‫من رفع يديه في الركوع فال صالة له‬

“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya ketika ruku’, maka tidak


ada shalat baginya”

Hadits dipalsukan oleh Muhammad bin Ukasyah al-Kirmani.

7) Hadits :

‫لكل شيء معدن و ومعدن التقوى قلوب العاقلين‬

“Setiap sesuatu punya sumber dan sumbernya ketaqwaan adalah hatinya


orang-orang yang pintar berakal”

19
Ibnu al-Qoyyim juga menjelaskan bahwa hadits-hadits yang membahas
tentang akal semuanya adalah dusta. Wallahu Ta’ala A’lam (Abu
Maryam Abdusshomad, dinukil dari kitab Al-Manar al-Munif fii Asshohih wa
Addho’if karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah).

20
BAB II PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hadits menurut definisi para ulama adalah sebagai perkataan, perbuatan, ketetapan
dan sifat-sifat Nabi SAW, manakala Nabi SAW telah meninggal para sahabat yang
dihadapkan dengan berbagai problematika kehidupan, selalu merujuk dan menjadikan
Hadits sebagai sumber kedua setelah tidak ditemui jawabannya di dalam al-Qur’an.
Ketika al-Qur’an belum seutuhnya dibukukan, maka para sahabat utama menghindari
banyaknya periwayatan hadits yang berasal dari sahabat. Pada periode Abu Bakar as-
Shiddiq dan Umar bin khattab memimpin kekhalifahan setelah Nabi tiada, sangat
berhati-hati dalam menerima Haditst, beliau berdua selalu meminta agar
mendatangkan saksi lain apabila ada sahabat yang menyampaikan informasi hadits.
Sedangkan saidina Ali bin Abi Thalib ra selalu meminta sumpah kepada yang hendak
meriwayatkan hadits. Seiring dengan perkembangan kehidupan sahabat dan luasnya
wilayah kekuasaan Islam, maka hajat dan kebutuhan terhadap hadits tidak dapat
dibendung lagi oleh sahabat-sahabat utama, apalagi terjadinya problematika di
internal Islam.

B. SARAN
Dalam mengikuti ajaran sesuai hadis, kita harus paham dan dapat membedakan mana
hadis yang benar adanya dan mana hadis palsu. Semua itu dilakukan agar kita
mengikuti ajaran yang sesuai dengan perintah Allah, perilaku Rasulullah, dan ayat Al-
Qur’an.
21

DAFTAR PUSTAKA

https://islamnyamuslim.com/perbedaan-hadis-qudsi-dan-hadis-nabawi/ diakses pada tanggal


14 Maret 2021 pukul 12.30
https://www.bacaanmadani.com/2019/09/perbedaan-hadis-qudsi-dan-hadis-nabawi.html
diakses pada tanggal 14 Maret 2021 pukul 12.30
Maghfiro, Neneng. 2018. Perbedaan Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi.
https://bincangsyariah.com/khazanah/perbedaan-hadis-qudsi-dengan-hadis-nabawi/
Idris, Abdul Fatah. 2016. Memahami Kembali Pemaknaan Hadis Qudsi. International Journal
Ihya’ ‘ulum Al-din Vol 18 No 2
Mustar. 2020. Pengertian dan Cara Mengetahui Hadits Maudhu.
https://gomuslim.co.id/read/belajar_islam/2020/12/05/22611/-p-pengertian-dan-cara-
mengetahui-hadits-maudhu-p-.html
Al Mudassa, Mahlil. 2019. Pengertian Hadis Maudhu' Dan Sejarah Perkembangan Hadis
Maudhu'. https://www.mahlil.com/2016/03/pengertian-hadis-maudhu-dan-sejarah.html
https://alsofwa.com/188-hadits-contoh-contoh-hadits-maudhu/ diakses pada tanggal 14 Maret
2021 pukul 20.26
Syahputra, Ray. 2021. Kebijakan Moneter Dalam Prespektif Ekonomi Islam.
https://osf.io/u5nk6/
Afzalurrahman. 2011. Bank Sentral Dalam Ekonomi Islam.
https://sopyan23.wordpress.com/2011/06/20/bank-sentral-dalam-ekonomi-islam/
Suseno, Gijianto Purbo. 2019. Co-Management. Vol. I, No. 2

22

Anda mungkin juga menyukai