Anda di halaman 1dari 6

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum wr. wb

IFTITAH

Fayaa ‘Ibaadallaah

Hadirin jamaah Jum’at Rahimakumullah

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada para jama’ah sekalian, marilah
kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taqwa
dan janganlah kita mati melainkan dalam keadaan muslim. Mari kita evaluasi seluruh langkah dan
perjalanan hidup kita, sudahkah kita pergunakan harta, jiwa, raga, seluruh panca indra kita,
termasuk mulut dan perkataan kita, sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Hadirin, berbicara tentang perkataan / kata / Istilah, tak bisa kita hindari dan telah menjadi
keniscayaan bahwa perubahan yang terjadi dari zaman ke zaman, masa ke masa, akan selalu
memunculkan kata dan istilah baru yang menjadi trend. Apatah lagi saat ini, dengan begitu
mudahnya orang saling bertukar informasi, maka semakin cepat generasi muda, para pelajar, anak-
anak kita, mendapatkan kosakata baru yang sangat-sangat perlu dipertanyakan kebenarannya.

Mengapa? Dahulu orang untuk bisa menyebarkan pemikirannya, dia perlu melewati tahapan-
tahapan. Yang ingin menyebarkan melalui tulisan, maka ia perlu membuat tulisan dengan kualitas
yang layak untuk tembus ke penerbit dan penerbitnya harus mendapat izin yang telah memiliki
standar yang jelas. Demikian pula public figur yang ingin pendapatnya didengar, dia perlu melewati
audisi, seleksi, sehingga layak dipilih menjadi presenter, penyiar, maupun pembicara. Itupun
setelahnya masih ada lembaga yang akan menyaring kontennya.

Namun saat ini, orang dengan mudahnya menyampaikan pendapat baik dengan menjadi presenter,
vlogger, influencer dan sebagainya, sehingga Hoax dan berbagai opini menyesatkan, semakin mudah
tersebar. Maraknya produksi Hoax dan opini menyesatkan ini diistilahkan sebagai fenomena post-
truth, dimana kebenaran tidak lagi bersandar pada fakta melainkan pada perspektif subjektif. Saat
ini untuk menghasilkan kebenaran, sebuah opini ditransformasikan ke dalam bentuk media untuk
selanjutnya meminta persetujuan secara masal agar menjadi kebenaran universal. Subhanallah,
sungguh suatu zaman yang sangat-sangat mengerikan.
Dampak luar biasanya hadirin, kalau dulu sebelum adanya internet, anak-anak yang belum berminat
membaca, dia mencari guru, mencari mentor, dan terpaksa bertanya kepada orang yang lebih
paham. Namun sekarang, orang-orang lebih memilih untuk membuka youtube dan berbagai media
sosial lainnya untuk mencari jawaban. Bahayanya dari kebiasaan ini hadirin, ingat bahwa media
sosial saat ini telah dilengkapi dengan algoritma yang memuaskan dunia berpikir penggunanya saja.
Sehingga mereka yang tanpa sengaja terpapar dan cenderung pada pola pikir salah, dia akan terus
diberikan dan dicekoki dengan channel-channel yang memuaskan pola pikirnya, sehingga bukannya
kebenaran yang ia dapatkan, malah sebaliknya ia semakin terdampar pada jurang kesesatan,
Na’udzubullahimindzalik.

Hadirin Rahimakumullah, maka bersyukurlah bagi orang-orang yang sejak dini dijaga dan difilter dari
fenomena post truth. Bersyukurlah para santri yang berada di lingkungan Al Umanaa yang
mengawasi akses terhadap internet dan media sosial serta menanamkan pola pikir yang benar
kepada para santrinya. Sebaliknya, untuk Asaatidz dan para orang tua. Kita harus pastikan anak-anak
kita sudah cenderung atau atau bahkan sudah memiliki pola pikir yang benar terlebih dahulu,
sebelum membiarkannya mengakses bebas media sosial.

Lantas bagaimanakah pola pikir yang benar hadirin? Secara eksplisit Allah sampaikan dalam Q.S. Al-
Isra (17) ayat 36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai/mengetahui ilmunya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.

Apa ilmu yang dimaksud dalam ayat ini hadirin? Karena Al Quran Yufassiru Ba’dhuhu Ba’dhon (Al
Quran saling menafsirkan satu sama lain) maka kita bisa lihat dalam Q.S. Ar-Rahman (55) ayat 1-2.

Arrahman (Allah), yang telah mengajarkan atau telah memberikan ilmunya, yakni Al Quran. Maka
hadirin, ilmu yang dimaksud adalah Al Quran. Artinya dari kedua ayat ini, Allah ingin agar manusia
memiliki pola pikir, kebenaran sejati hanyalah Al Quran. Apapun informasinya, saya harus cek dan
ricek kepada Al Quran. Jika dia sesuai dan dibenarkan Al Quran, maka informasi tersebut, mungkin
benar. Namun jika suatu informasi bertentangan dengan ajaran-ajaran Al Quran, maka pastilah
salah. Inilah orang-orang yang mindset nya sudah ber mindset Qurani sehingga ia akan selalu
menjadikan Al Quran sebagai penggaris dan alat ukur benar dan salahnya suatu fenomena.

Hadirin Rahimakumullah, marilah kita lihat sedikit kata-kata yang saat ini trend dan banyak dipakai
pemuda. Mulai dari insecure, kata ini begitu populer yang digambarkan sebagai perasaan tidak
aman, cemas, dan ragu terhadap kemampuan diri sendiri. Sebetulnya hadirin, kata ini bukanlah
suatu yang baru, namun sekarang menjadi tren dan menjadi topik yang dibahas dimana-mana,
hingga akhirnya kata yang bermakna negatif ini menjadi common dan tentu berpengaruh terhadap
pola pikir seseorang.

Seharusnya, orang-orang yang memiliki masalah seperti ini, ia diberikan pemahaman mengenai
makna aman dan cara menghilangkan cemas di dalam Al Quran hingga akhirnya tidak ada lagi kata
insecure dalam dirinya, karena tak boleh mu’min merasa insecure di tengah maha Agungnya Islam.
Namun sayangnya hadirin, khotib mendapati bahwa dari istilah insecure ini, para influencer dan
orang-orang yang mengaku ahli, memberikan saran obatnya kepada istilah tren berikutnya yang
perlu dipertanyakan lagi keabsahannya, yakni istilah Self Love atau Love Your Self , apalagi kata ini
semakin tren setelah menjadi lagu salah satu boyband ternama Korea.

Apa yang salah dari sini hadirin? Apakah mencintai diri sendiri itu salah? Tentu saja jawabannya tidak
salah. Namun, teori Self Love yang dikemukakan bukan berdasar Al Quran, malah sebaliknya kita
diarahkan mengapresiasi diri dengan melakukan hal yang kita sukai saja. Hingga akhirnya, begitu
banyak orang berbuat maksiat, hura-hura, wasting time, menonton, membeli barang mewah,
dengan dalih mengobati rasa insecurenya melalui pelaksanaan self love atau juga dengan istilah tren
baru lagi yakni healing (tidak akan dibahas panjang pada kesempatan ini). Padahal, jelas-jelas Al
Quran melarang kita untuk mengikuti Hawaahu /pola pikir/ keinginan kita.

Hadirin Rahimakumullah, kata populer berikutnya adalah inner child yang didefinisikan sebagai sisi
anak-anak dalam diri seseorang yang dia terus ikut meskipun sudah dewasa. Bahkan, inner child ini
dikatakan menjadi faktor yang memengaruhi tindak tanduk seseorang. Namun faktanya hadirin, tim
Center For Public Mental Health (CPMH) UGM telah melakukan systematic literature review
terhadap keabsahan inner child ini dan didapati bahwa dari seluruh jurnal ilmiah di dunia, yang
menggunakan istilah inner child hanya ada 12 artikel, itupun artikel kualitatif. Sedangkan, standarnya
untuk suatu konsep dengan teori kuat, satu kali running pencarian, akan muncul rata-rata 12.000
artikel. Subhanallah, begitu dahsyatnya efek post-truth ini.
Istilah populer selanjutnya hadirin yakni self harm yang didefinisikan sebagai tindakan/dorongan
untuk menyakiti/melukai diri sendiri dengan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke
rasa sakit fisik. Subhanallah, ini adalah tindakan yang sangat-sangat berbahaya dan menjurus kepada
bunuh diri. WHO menemukan fakta mencengangkan bahwa di tahun 2021 bunuh diri adalah
penyebab utama kematian kedua dari para manusia di rentang usia 15 – 29 tahun dan penyebab
kedua kematian wanita usia 15 – 19 tahun. Padahal jelas hadirin, bahwa Allah dan Rasulnya
melarang manusia menyakiti dirinya sendiri dan orang lain. Namun lagi-lagi, karena influencer artis-
artis melakukannya, maka orang-orang yang belum memiliki mindset Qurani, terjebak dengan
tindakan bodoh ini.

Hadirin rahimakumullah, sebenarnya masih banyak lagi istilah-istilah nge-tren yang perlu diluruskan
melalui kaca mata Al Quran seperti cuan, over thinking, work life balance, Quarter life Crisis,
Financial Freedom, dsb. Namun setidaknya, dari yang sudah khotib bahas, semua istilah-istilah
tersebut, merujuk kepada penyakit hati (penyakit Qolbu) yang tentu saja ini adalah penyakit yang
paling berbahaya ("Alaa wa inna fil jasadi mudzghotan idzaa sholahat sholahal jasadu kulluhu, wa
idzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wahiyal  qolbu ”) "Ketahuilah bahwa didalam tubuh
terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Dan jika ia rusak maka rusaklah
seluruh tubuh. Maka ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati ” . (HR Bukhori dan Muslim)

Dan tentu saja, obat dari penyakit Qolbu adalah Al Quran. Maka agar pemuda dan kita semua
terhindar dari jebakan-jebakan sesat ini, maka kita harus memperdalam pemahaman Al Quran.
Berguru dan belajar kepada orang atau lembaga yang memahamkan Al Quran.

Lihatlah pemuda-pemuda muslim yang menyandarkan dirinya pada teori Quran saja, 16 tahun Al
Arqom bin Abil Arqom menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasulullah dan dia sudah
dikenal sebagai pengusaha yang berpengaruh dari suku Makhzum. 18 tahun, usia Usamah bin Zaid
saat ditunjuk menjadi panglima perang memimpin pasukan-pasukan senior dan terkemuka. 19
tahun, usia Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed bin Murad) resmi menjadi sultan ke-7 Turki hingga
akhirnya pada usia 21 tahun, beliau mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kekuasaan
adidaya pada saat itu.

Bagaimana mungkin pemuda muslim saat ini bisa mengejar kualitas tersebut apabila berkutat pada
kegalauan dan hal-hal yang tidak produktif?

Maka marilah hadirin kita pahami rahasia hidup bahagian dan Thoyyib yang ternyata bukan dengan
dengan Self Love, membeli yang kita suka, melakukan yang kita suka, atau healing namun Allah
jawab dalam Q.S. An Nahl (16) ayat 97
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik

Jadi hadirin, obat bahagia adalah dengan beriman dan melakukan amal sholeh. Bekerja, bertindak,
dan beraktivitas yang sholeh, yang sesuai dengan Al Quran, bermanfaat bagi orang banyak,
memberikan kebahagiaan kepada orang banyak.

Terakhir hadirin, marilah kita ber mindset Qurani. Jangan menyandarkan suatu masalah kepada
persetujuan universal (atau pendapat umum), tapi hadapilah masalah dengan Al Quran, bertanya
kepada orang yang mampu memberikan solusi berdasarkan Al Quran.

Fa’tabiruu yaa ulil abshoor, la’allakum turhamuun


Rabbanaa laa tuzikhquluu banaa ba’da................

Rabbanaa hablanaa.......

Rabbanaa laa tuakhidznaa...., Rabbanaa walaa tahmil ‘alainaa ishron....., Rabbanaa walaa
tuhammilnaa maa laa thooqo......

Rabaanaa Aatinaa fiddunyaa....

‘Ibadallaaah.....

Anda mungkin juga menyukai