Majelis hakim yang arif nan bijaksana, hadirin sekalian pecinta syarhil qur’an yang
kami banggakan.
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan
agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan sosial. Dari berbagai
kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media
sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai
“sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”.
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum
dan dunia virtual lainnya yang mampu terhubung dengan teman-teman untuk berbagi
informasi dan berkomunikasi. Namun sayang hadirin, Perkembangan teknologi informasi
membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola
perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etika dan norma yang ada,
memudarnya kebudayaan timur dan lunturnya norma-norma kesantunan dalam segala hal.
Hal ini memberikan pengaruh buruk bagi masyarakat, khususnya kaum pelajar. Sehingga
menyebabkan rendahnya etika dan moral masyarakat, bukan kesantunan berbahasa melainkan
kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Jagat media sosial jadi liar, tak ramah, dan
mengabaikan kelaziman berkomunikasi, termasuk perilaku membully siapa pun atau
menjadikan pihak lain sebagai sasaran kemarahan, tak sedikit remaja yang mendapatkan
komentar negatif tentang dirinya di Media sosial, tidak sedikit mayoritas remaja pernah
menjadi korban Cyberbullying sehingga remaja yang menjadi korban cyberbullying
cenderung mengalami depresi, kecemasan dan bahkan memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
Oleh sebab itu hadirin pada kesempatan yang mulia ini, pada musabaqah Syarhil
Qur’an tergugah hati kami bertiga untuk mengangkat Tema dengan judul..
“ETIKA KOMUNIKASI DI MEDIA SOSIAL”
Sebagai landasarn awal Al-qur'an surah Al-Mujadilah ayat 9 yang akan dilantunkan oleh
Qori’ah kami berikut ini;
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَناَج ْيُتْم َفاَل َتَتَناَج ْو ا ِباِاْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن َو َم ْع ِص َيِت الَّر ُسْو ِل
)٩( َو َتَناَج ْو ا ِباْلِبِّر َو الَّتْقٰو ۗى َو اَّتُقوا َهّٰللا اَّلِذ ْٓي ِاَلْيِه ُتْح َش ُرْو َن
“wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia,
janganlah kamu membicarakan perbuatan dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul,
tetapi bicaralah tentang perbuatan kebajikan dan takwa, dan bertaqwalah kepada Allah
yang kepadanya kamu akan dikumpulkan kembali.”
Mumhammad Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan ayat di atas
menyebut tiga ragam kedurhakaan, al-itsm (dosa), al-udwan (permusuhan), dan Ma’siyat Al-
Rasul (kedurhakaan kepada Rasul). Permusuhan adalah aktivitas yang dampak buruknya
merugikan diri sendiri dan juga orang lain, yang termasuk dalam hal ini adalah hak-hak
manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan kedurhakaan kepada Rasul adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan tidak mematuhi perintah atau larangan dari Rasulullah.
Hadirin, ayat tersebut memberi tuntunan kepada orang-orang beriman agar tidak
membicarakan pembicaraan rahasia, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya. Yaitu merencanakan atau melakukan
perbuatan yang dapat berakibat buruk dan dapat menciptakan permusuhan serta kedurhakaan
kepada Rasul. Jika seseorang memang harus melakukan pembicaraan rahasia dan tidak dapat
menghindarinya, maka hendaknya hal yang dibicarakan secara rahasia merupakan perbuatan
kebajikan yang dapat mendatangkan ketakwaan. Dengan begitu, manusia akan terhindar dari
siksa Allah swt., baik berupa siksa duniawi maupun ukhrawi.
Majelis hakim yang kami muliakan, hadirin yang kami banggakan.
Sedangkan dampak negatif dari media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang
sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, membuat
orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, menimbulkan konflik, masalah privasi,
rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Al-Qur'an menjabarkan tentang etika tersebut
dalam beberapa surah. Dalam surah Al-Mujadilah ayat 9 dijelaskan pula etika komunikasi
yang lainnya, serta menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi manusia harus menghindari
pembicaraan rahasia, apalagi pembicaraan yang mengandung dosa, permusuhan, dan
kedurhakaan terhadap Rasul. Karena hal yang demikian akan membuat manusia merasakan
siksaan Allah swt. Islam pun memberikan perhatian yang besar terhadap etika penggunaan
media sosial. Hal ini dibuktikan dengan diaturnya etika penggunaan media sosial dalam Al-
Qur'an surah Al-Ahzab ayat 70.
ٰۤي ـَاُّيَها اَّلِذ ۡي َن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو ُقۡو ُلۡو ا َقۡو اًل َسِد ۡي ًد ا
“hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang
benar”
Kata sadiddan terdiri dari huruf سdan دyang menurut pakar bahasa arab dan
sastrawan Ibnu Faris, menunjuk kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian
memperbaikinya. Ia juga bermakna istiqamah/Konsisten. Kata ini juga digunakan untuk
menunjuk kepada seseorang yang menyampaikan sesuatu atau ucapan yang benar dan
mengena tepat pada sasarannya. Dengan demikian, kata sadiddan dalam ayat di atas tidak
sekedar berarti benar sebagaimana terjemahannya, tetapi ia juga harus berarti tepat pada
sasaran. Dari kata tersebut diperoleh pula petunjuk bahwa kritik yang disampaikan
hendaknya merupakan kritik yang membangun atau dalam arti informasi yang disampaikan
haruslah baik, benar, dan mendidik.