Anda di halaman 1dari 5

Inilah Pentingnya Islamic Worldview bagi Pemuda Muslim

Oleh: Mayang Restu

Islam adalah agama paripurna yang menawarkan sebuah metodologi berpikir yang
komprehensif yang membimbing akal manusia untuk mengenali kebenaran. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya pada QS. Al-Isra ayat 12 “... dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan sejelas-jelasnya”. Namun, ada manusia yang
menyikapinya dengan skeptis. Ada yang memilih jalan kebebasan, dengan menolak “doktrin”
agama dan Tuhan. Bahkan ada pula yang berani mengatakan “Tuhan pun aku tantang!”.

Fenomena skeptisme yang merebak pada mereka yang sekuler dan ateis ini bukan hanya
terjadi di Barat tapi mungkin saja ada di negara kita, di sekitar kita, khususnya menjangkiti
pemikiran pemuda muslim di Indonesia. Namun, perlu cermati kembali, apakah benar mereka
termasuk kalangan liberal? Atau bisa saja mereka hanya terbawa arus informasi, karena
minimnya ilmu yang mereka miliki. Inilah realitas tantangan pemikiran hari ini, medan juang
yang tak mudah, terjal, berkelok-kelok, penuh onak dan duri, dan tak banyak orang yang
bertahan ini jalan ini.

Meski demikian, Allah telah memilih mereka. Mereka-mereka yang istimewa, yang siap,
sigap, dan solutif dalam menghadapi realitas kehidupan. Sosok mereka ini telah disebutkan
dalam kalam Illahi di surah Al-Kahf ayat 13 “Sungguh, mereka adalah para pemuda yang
beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka”. Apakah kita
termasuk golongan para pemuda tersebut? Wahai jiwa-jiwa yang tenang, bacalah tulisan ini
hingga akhir, Insyaa Allah tulisan ini mencoba menjelaskan Islamic worldview sebagai
pengantar bagi kita, para pemuda.

The Worldview of Islam


Makna menjadi seorang muslim bukan hanya perihal mempercayai serta melaksanakan rukun
iman dan islam. Tentu ada konsekuensi-konsekuensi lain yang terkadang masih luput pada
dari kita. Sebagai seorang pemuda muslim, cara pandang kita tentulah harus berlandaskan
wahyu yang telah Allah turunkan. Cara pandang kita terhadap segala sesuatu yang dijumpai
dalam kehidupan disebut dengan worldview. Sering kali kita membicarakan hal yang sama
tapi menyikapinya dengan cara yang berbeda. Nah, worldview atau persepsi dalam melihat
dunia inilah yang mengakibatkan perbedaan tersebut.

Menukil tulisan Akmal Sjafril, Pendiri Sekolah Pemikiran Islam mengatakan:


Jika kata “worldview” dapat kita terjemahkan secara sederhana menjadi
“pandangan hidup”, maka “the worldview of Islam” dapat kita maknai
sebagai “pandangan hidup Islam”. Susunan frase ini menunjukkan adanya
eksklusivitas yang berarti bahwa pandangan hidup ini berasal dari Islam dan
tidak sama dengan selainnya. Konsekuensinya, hanya Islam-lah yang
mengajarkan worldview yang satu ini, dan hanya Muslim-lah yang dapat
menggunakannya dengan benar.

Simpelnya, ketika kita memiliki islamic worldview maka kita hidup dengan pandangan
terhadap realitas sebagaimana yang diajarkan oleh islam. Kita akan mengatakan bahwa apa
yang dijelaskan oleh Islam melalui Qur’an dan Sunnah tentang realita (baik yang dapat
diindera maupun yang ghaib atau yang sifatnya fisik maupun metafisik) adalah yang kita
yakini dan kita terima. Bukan worldview lain, entah itu liberal, sekuler, atheis, nasrani,
yahudi, dll. Namun pertanyaan refleksi bagi diri kita adalah apakah kita mau menerima
(berserah diri terhadapNya atau berislam) atau justru kita memilih untuk mengingkarinya
(musyrik / munafik / fasik / kafir)? Na’udzubillah min dzalik.

Pentingnya Islamic Worldview bagi Pemuda Muslim


Karena kurangnya ilmu yang kita miliki, terkadang perwujudannya yang sering kali luput,
terlebih kita hidup di era globalisasi. Kajian-kajian yang dilakukan oleh Hamid Fahmy
Zarkasyi menunjukkan betapa arus westernisasi begitu kuat. Westernisasi yang juga
menawarkan konsep dalam bentuk living discourse (wacana hidup asing) yang masuk dalam
pikiran orang islam, khususnya kalangan terpelajar muslim yang belajar di luar negeri
(Barat).

Misalnya, isu yang sempat viral belakangan ini terkait childree. Adian Husaini, Ketua Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia sering ditanyakan mengenai isu ini. Beliau menanggapi dengan
beberapa pertanyaan:
Sebelum sampai pada sikap “tidak mau punya anak, meskipun berpeluang –
maka perlu dicermati dulu apa worldview-nya. Apa pandangannya terhadap
Tuhan (Allah SWT) dan Nabi Muhammad saw? Apakah ia memandang Allah
SWT berhak mengatur hidupnya atau tidak? Apakah dia memandang bahwa
Allah punya ajaran yang mengatur soal anak atau tidak? Apakah ia
memahami bahwa Nabi Muhammad saw itu perlu dijadikan uswah-hasanah
atau tidak? apakah ia juga memandang bahwa ia memiliki kedaulatan penuh
atas tubuhnya? Apakah ia memahami bahwa tubuhnya itu miliknya dan dia
pun berhak menggunakannya semaunya sendiri? Atau, apakah dia memahami
bahwa tubuhnya adalah milik Allah, dan ia hanya menerima amanah untuk
menggunakannya sesuai kebijakan dan tuntunan Allah?”

Saat seseorang sudah memiliki pandangan bahwa Tuhan tidak berhak mencampuri urusan
hidupnya dan merasa bahwa tubuhnya adalah miliknya sendiri, lalu memandang bahwa
memiliki anak dianggap akan merepotkan (padahal Islam memberikan penjelasan bahwa
direpotkan oleh anak merupakan sebuah ibadah dan mendidik anak dengan baik sehingga
menjadi anak sholeh adalah amal jariyah) maka hal ini akan berdampak pada tindakan dan
kelakuannya. Ia melakukan segala sesuatu sesuai hawa nafsunya. Atau bahkan merasa sudah
menjadi Tuhan yang berhak mengatur dirinya dan orang lain.

Fenomena lainnya seperti nikah dengan seseorang yang berbeda agama, bangga dengan
dirinya yang feminis atau mengaku sebagai feminis muslim, melegalkan LGBT, melegalkan
profesi prostitusi, maraknya friend with benefit di kalangan remaja atau jatah mantanlah, dan
isu-isu lainnya (mulai dari yang kecil hingga yang besar) yang dekat sekali dengan kehidupan
kita. Sungguh, fenomena-fenomena ini sangat menyesakkan dada dan merupakan PR besar
bersama.

Syed Muhammad Naquib al-Attas mengatakan masalah umat saat ini adalah the loss of adab,
kaum muslimin telah kehilangan adab, kehilangan identitas sebagai seorang muslim. Zaman
yang semakin jauh meninggalkan Tuhan, pandangan hidup sekuler, matrealistik, hedonis di
berbagai bidang. Kenapa kita masih malu dan ga percaya diri sebagai muslim?

Karena itulah, ketika sesorang memiliki worldview yang benar, maka ia telah memiliki
standar tersendiri mengenai realitas dan nilai-nilai moralitas yang berasaskan Islam, akan
menjaminnya untuk menjadi unsur yang baik dalam menyelamatkan dan membangun ummat,
menjadikan dirinya mulia di mata Allah atau bahkan termasuk hamba yang dicintai Allah.
Sedangkan ketika seseorang memiliki worldview yang keliru, merasa ia lebih hebat dari
Tuhannya dan lebih mulia, maka “selesailah” urusannya. Sebagaimana makhluk Allah yang
diusir dari surga, karena menolak diatur oleh Allah SWT.

Pemuda Muslim Harus Apa?


Jika kembali menilik surah Al Kahf ayat 13 Allah menyebutkan kata pemuda dibandingkan
remaja, karena mereka (para pemuda) lebih mudah menerima kebenaran, lebih mudah
mendapat petunjuk jalan (yang lurus) dibandingkan orang tua yang durhaka dan tenggelam
dalam agama kebathilan. Untuk itulah kebanyakan yang menyambut (seruan) Allah dan
Rasul-Nya adalah pemuda. Budi Ashari menuturkan bahwa Rasulullah menggunakan istilah
syabaab yang memiliki makna kekuatan, baru, indah, tumbuh, awal segala sesuatu. Kata
yang positif dan penuh dengan optimisme ini dapat kita jadikan sebagai spirit perjuangan
demi kegemilangan islam.

Dulu umat Islam adalah tonggak dalam peradaban ilmu pengetahuan, dan para alim ulama
saat itu mengembangkan ilmu dengan Qur’an dan Sunnah di dalam hati dan fikiran mereka.
Islamic worldview sudah ada pada mereka. Dan sekarang, PR utama kita adalah
mengembalikan tradisi ilmu dalam kehidupan. Menurut Al-Attas yakni dengan melakukan
islamisasi ilmu pengetahuan. Apa itu? Singkatnya ada dua level maksud dari islamisasi ilmu.
Pertama, ilmu-ilmu yang sudah ada perlu kita masukkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam,
sehingga bersesuaian dengan Islamic worldview. Kedua, dari ajaran-ajaran Islam, lahirkanlah
ilmu-ilmu yang baru untuk merespon tantangan-tantangan umat manusia.

Lalu, bagaimana cara menjawab PR itu? Minimal inilah yang dapat kita lakukan:
Pertama, Sungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Baik untuk kita yang masih dibangku
sekolah maupun universitas dan sejenisnya. Perhatikanlah adab-adab dalam muliakanlah ilmu
dan guru. Catat dan pahamilah setiap ilmu yang didapat, carilah hikmahnya, sabar dalam
mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan ilmu.

Kedua, Mulailah cari komunitas mengaji. Kita tidak bisa berjuang sendirian. Akan lebih
kokoh ketika punya “gandengan”. Bukan sekedar membaca tilawah, tapi pelajarilah ilmu
agama di majelis-majelis ilmu, pelajari Qur’an, hadis, dll. Belajarlah pada para guru, alim
ulama, bacalah karya-karya mereka.
Ketiga, Dekatkan selalu diri pada Allah. Setelah perlahan ilmu-ilmu didapatkan, maka
perbaikilah shalat, mintalah agar selalu diteguhkan dalam kebaikan. Mohonkanlah ampun
atas segala jenis dosa dan khilaf yang pernah dilakukan. Carilah ketenangan dengan dzikir,
ikhtiar, syukur dan sabar.

Keempat, Milikilah Islamic worldview yang benar. Setelah membaca tulisan ini, mulailah
kembali membaca karya-karya SMN Naquib Al-Attas, Wan Mohd Nor Daud, Ugi Suharto,
Syamsuddin Arif, Adian Husaini, Hamid Fahmy Zarkasyi, dan cendekiawan muslim
Indonesia lainnya yang concern di tema bahasan ini. Salah satu diantaranya ikutilah program
SPI (Sekolah Pemikiran Islam) atau sejenisnya yang tersedia di beberapa daerah di Indonesia.

Projek kegemilangan peradaban Islam ini sangat panjang, Belum tentu kita yang
menyaksikan buah dari usaha kita. Salim A Fillah pernah mengatakan untungnya kita tidak
diwajibkan untuk sampai ke ujungnya. Hanya saja di perintahkan untuk mati di atasnya. Kita
harus terus berdoa semoga kelak generasi setelah kita mau dan tergerak hatinya untuk
melanjutkan risalah perjuangan ini. Sekecil apapun kontribusi kita untuk memuliakan agama
ini, senantiasa Allah lihat dan balas dengan kelipatan yang banyak, dan tentu harapannya
dapat menaikan derajat dan memuliakan kita. Dunia memang tempatnya berjuang dan lelah,
tapi kelak di akhirat, semoga kita akan menuai kemenangan dan kebahagiaan yang hakiki.

Anda mungkin juga menyukai