Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

PEMUDA,BUDAYA ILMU & KEBANGKITAN ISLAM

Dosen Pengampuh:
Ust. Raden Ageung Suriabagja M.Ag

Disusun oleh:

Muhamad Bilal Alfaridzi

‫معهد العلوم اإلسالمية لتربية الدعاة والمثقفين‬

Ma'had Pendidikan Da'i Qur'an


Pendahuluan

Segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah menciptakan seluruh
makhlukNya dengan tanpa sia-sia. Shalawat dan salam semoga sampai kepada Nabi yang di
dalam dirinyalah seluruh kebaikan yang ada dalam diri manusia. Beliau adalah Muhammad
‫ ﷺ‬. Semoga shalawat dan salam juga sampai kepada keluarganya, para sahabatnya dan para
pengikutnya beliau.

Setelah Islam tersebar dari masa Rasulullah ‫ ﷺ‬hingga seperti saat ini, ternyata banyak
di antara para pejuangnya adalah para pemuda. Seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid,
Mush’ab bin Umair, Al-Barra` bin Azib, Anas bin Malik, Sa’id bin Zaid, Salamah bin Al-
Akwa dan masih banyak sahabat Beliau dari kalangan pemuda. Mereka semua telah
mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk membantu penyebaran Islam bersama Rasulullah
‫ﷺ‬.

Allah telah menganugerahi dua kekuatan pada masa muda, yaitu kekuatan fisik dan
akal. Namun dua kekuatan itu saja tidak akan menghantarkan kebaikan, baik bagi diri mereka
sendiri, keluarga, masyarakat bahkan negara apabila tidak disertai dengan bimbingan Wahyu
dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Mengintegrasikan kedua kekuatan tersebut dengan Wahyu
itulah yang menghantarkan secara pesat pergerakan penyebaran dakwah Islam.

Namun kita melihat para pemuda, khususnya mereka yang beragama Islam, di hari ini
mengalami kelemahan pada kedua kekuatan tersebut; kekuatan fisik dan akal. Bukan karena
Allah sudah tak menganugerahi kedua kekuatan itu kepada mereka, melainkan kerena mereka
- dalam menghadapi kehidupan - mengedepankan perasaan, bukan ilmu. Ditambah lagi
dengan awamnya mereka terhadap ilmu agama ini, yakni agama Islam. Hal ini bukan saja
akan menghambat penyebaran Islam, bahkan mendegradasi eksistensi Islam itu sendiri.

Oleh sebab inilah artikel saya dengan judul “Pemuda, Budaya Ilmu dan Kebangkitan
Islam” ada di hadapan pembaca dengan tujuan untuk mengembalikan mental pemuda
sebagaimana pada zaman Rasulullah ‫ ﷺ‬dulu. Tentunya hal itu tak akan ada pada diri pemuda
dengan serta merta, melainkan harus ada proses pengintegrasian ilmu agama Islam pada diri
mereka yang akan menjadikan kepemimpinan berpikir mereka adalah kepemimpinan berpikir
Islam. Sehingga dengan itu mereka akan mampu memperlakukan berbagai klasifikasi ilmu
lainnya yang mereka miliki dengan semestinya. Dengan demikian mereka akan mampu
membuahkan nilai; baik nilai materi maupun akhlak. Hal itu karena mereka berpijak pada
ilmu Agama yang notabene berasal dari yang Maha Tahu, yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala.
Pada akhirnya mereka selalu sadar akan keterikatan mereka dengan Pencipta mereka yang
dengan hal itu mereka akan senantiasa memperhatikan batasan-batasan Syari’atNya.

Inilah yang nantinya akan menjadi pembeda antara para ilmuwan Barat dengan Islam,
yang mana para ilmuwan Barat hanya mempelajari ilmu sains saja tanpa berpijak pada
batasan syari’at, yang menjadi tolok ukur mereka dalam keabsahan pengimplementasian
keilmuan mereka adalah rasionalitas. Tentunya akan menjadi hal yang sangat berbahaya
apabila hal itu (menganggap bahwasanya tolok ukur dalam keabsahan pengimplementasian
keilmuan adalah rasionalitas dan manfaat) dianggap benar. Hal itu akan menjadikan manusia
dalam menentukan manfa’at ataupun kebenaran - atas apa yang dia buat berdasarkan
keilmuannya - bersandar pada apa yang bersifat rasional. Masyarakat Barat juga dalam
memandang sesuatu merupakan hal yang bermanfaat hanya pada apa yang mereka sukai. Ini
merupakan kekeliruan, mengingat apa yang disukai bagi manusia belum tentu merupakan
sebuah hal yang manfaat dan mengandung kebaikan, sebab manusia itu berbeda-beda dalam
hal yang mereka sukai. Oleh karenanya sangat berbahaya jika pengimplementasian keilmuan
disandarkan pada rasionalitas dan manfaat yang berangkat dari akal pikiran manusia, lebih
jelasnya adalah dari nafsu manusia.1

Pemuda yang senantiasa bergerak dengan keilmuan-keilmuan dengan tetap berpijak


pada tuntunan Ilahi, akan menjadi akan menjadi “penerang” umat. kebangkitan Islam pun
pada akhirnya dapat terwujud. Tak ada hal yang lebih penting di zaman ini, kecuali
mengembalikan kehidupan Islam. Dan itu akan terealisasi apabila para pemudanya hidup
dalam keilmuwan dan berpijak pada kepemimpinan berpikir Islam yang menghantarkan
mereka kepada kesadaran hubungan mereka dengan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Berangkat dari hal ini, maka artikel ini akan membahas:

1. Bagaimana Islam memandang pemuda?


2. Apa kaitannya budaya ilmu dengan pemuda?
3. Bagaimana yang seharusnya pemuda lakukan terhadap budaya ilmu tersebut demi
menyongsong kebangkitan umat?

1
Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis. Penulis: Publikasi Hizbut Tahrir. Cetakan ke-1: 2021 M / 1443 H.
Sub-Bab: Akal dan Rasionalitas, hal. 32
Pandangan Islam Terhadap Pemuda

Di dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan “generasi
muda”. Dari segi sisi terminologi, kata pemuda  memiliki pengertian yang beragam. Pemuda
adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan. Sementara,
secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan
sumberdaya manusia pembangunan baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang. PBB
berpendapat tentang pemuda biasanya mencangkupi mereka yang berusia 15-24 tahun
(bertumpang tindih membingungkan dengan anak yang meliputi usia 0-17 tahun), peraturan
perundangan-undangan Indonesia (seperti halnya di beberapa negara Asia, Afrika, dan
Amerika Latin) memperpanjang batas formal pemuda hingga usia yang mengherankan.

Istilah pemuda jika dilihat dari pendekatan pedagogis dan psikologis ditandai oleh
satu sifat yang begitu identik dengan pemberontak, berani tetapi pendek akal, dinamik tetapi
seringkali melanggar norma, dan penuh gairah tetapi seringkali berbuat yang aneh-aneh.
Pendek kata, pemuda dan kepemudaan merupakan suatu yang romantik. Pemuda adalah salah
satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara
sehingga maju mundurnya suatu negara sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran dan
kontribusi aktif dari pemuda di negara tersebut. Begitu juga dalam lingkup kehidupan
bermasyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang potensial dalam tatanan masyarakat
sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsa,
karena pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda
akan menguasai masa depan.

Keberadaan pemuda di Indonesia sesungguhnya dapat menjadi aset yang berharga


bagi masa depan umat Islam ke arah yang lebih baik. Mengingat jumlah pemuda pada Maret
2022 menurut hasil Survei Ekonomi Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat
Statistik (BPS), 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa.

Pemuda merupakan penerus generasi tua yang mempunyai tanggung jawab menjaga,
dan meneruskan tradisi, kebiasaan masyarakat. Pemuda adalah sumber daya manusia yang
begitu penting sehingga mereka dituntut untuk bisa berperan dalam mengembangkan
wawasan serta keberanian untuk menjawab dinamika kehidupan. Hal ini dapat dicapai
dengan berbagai program pembinaan karang taruna, instans sosial, maupun desa harus
berkomitmen terhadap pengembangan generasi muda.
Di dalam penyebaran ajaran Islam pemuda sangat berperan penting dalam penyebaran
ini karena pemuda adalah generasi penerus yang akan meneruskan ajaran-ajaran Islam.
Pemuda yang merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang memiliki berbagai
kelebihan di bandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, di antaranya adalah bahwa
mereka memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi. Masyarakat
memandang bahwa pemuda merupakan motor penggerak bagi kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, pemuda diharapkan mampu beperan dalam memberikan masukan mengenai
berbagai hal baru bagi masyarakatnya termasuk pembinaan ajaran agama Islam bagi
masyarakatnya.

Dari sini kita mendapati bahwa kekuatan pemuda bisa menghantarkan kondisi dunia
pada satu kondisi di antara dua keadaan: baik dan buruk. Itu semua bergantung pada seberapa
kuatnya mereka memegang prinsip agama ini (Islam). Apabila mereka meninggalkan prinsip
tersebut maka kekuatan mereka akan menghantarkan dunia pada kondisi yang baik dan stabil.
Sementara apabila sebaliknya, maka keburukan akan senantiasa melanda dunia, baik hari ini
ataupun setelahnya.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda dalam potongan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
dari Abu Hurairah RA.. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah”.

ً ‫ أكثر إقداما‬d‫ فيكون صاحب هذا الوصف‬، ‫ عزيمة النفس والقريحة في أمور اآلخرة‬: ‫والمراد بالقوة هنا‬
‫ والنهي‬d‫ وأشد عزيمة في األمر بالمعروف‬، ‫ في طلبه‬dً‫ إليه وذهابا‬dً‫ وأسرع خروجا‬، ‫على العدو في الجهاد‬
‫ وأرغب في الصالة‬، ‫ واحتمال المشاق في ذات هللا تعالى‬، ‫عن المنكر والصبر على األذى في كل ذلك‬
‫ ونحو ذلك‬، ‫ طلبا ً لها ومحافظة عليها‬d‫ العبادات وأنشط‬d‫ واألذكار وسائر‬d‫" والصوم‬

“Yang dimaksud kuat di sini adalah kuatnya kemauan dan yang paling semangat di dalam
urusan akhirat, makanya orang seperti ini lebih berani menghadapi musuh di medan jihad,
paling cepat pergi ke sana dan mencari celah untuk hal tersebut. Kuat kemauan untuk
beramar makruf dan nahi mungkar, dan sabar menghadapi ujian karenanya. Kuat menahan
keletihan di jalan Allah, paling semangat jika mengerjakan sholat, berpuasa, berdzikir dan
dalam mengerjakan ibadah-ibadah lainnya. Dia termasuk orang yang paling semangat
mengerjakan hal tersebut dan akan selalu terus menjaganya.”2

2
Perkataan Imam al-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim (16/215)
Hadits di atas jelas mangabarkan kepada kita bahwa agama ini memaksudkan kata
kuat apabila seseorang dengan segala potensinya dikerahkan hanya untuk meraih keridhoan
Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini dapat diketahui dengan kita memperhatikan hadits beliau
yang lain yang berbunyi:

‫ْس ال َّش ِدي ُد بِالصُّ َر َع ِة ِإنَّ َما ال َّش ِدي ُد‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ال لَي‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
)‫ب (رواه البخاري ومسلم‬ َ ‫ك نَ ْف َسهُ ِع ْن َد ْال َغ‬
ِ ‫ض‬ ُ ِ‫الَّ ِذي يَ ْمل‬

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang kuat
bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai
dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Agar pemuda memiliki sikap sebagaimana makna kata kuat pada hadits di atas, maka
harus ada perhatian khusus kepada pemuda. Berangkat dari orang tua yang selalu mengawasi
pendidikan mereka, membekali mereka dengan ilmu akidah dan mengawasi pergaulan
mereka.

Kaitan Budaya Ilmu dengan Pemuda

Kata "ilmu" walaupun berbahasa Indonesia, pada hakikatnya berasal dari bahasa
Arab. Barupa rangkaian tiga huruf, yaitu, 'ain, lam, dan mim. Melihat karakter ketiga
hurufnya saja, para ulama bahasa sudah mengkaji dan meneliti secara filosofis. Huruf
hija'iyah memang beda dengan abjad mana pun yang ada atau pernah ada dalam peradaban
manusia, sebab itulah bahasa Arab menjadi bahasa mukjizat Al-Qur'an. Ditilik dari sudut
bahasa, "al-'ilmu" adalah lawan kata "al-jahl" atau kebodohan, yaitu mengetahui sesuatu
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti. Secara istilah,
"al-'ilmu" adalah "al-ma'rifah" alias pengetahuan. Ulama salaf, seperti Ibnu Taimiyah (wafat
728 H) medefinisikan ilmu sebagai, apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang
bermanfaat adalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW, namun ada ilmu yang tidak berasal
dari Nabi, tapi dalam urusan duniawi sangat bermanfaat seperti, kedokteran, ilmu hitung,
pertanian, dan perdagangan.

Budaya ilmu antara lain berarti terwujudnya satu keadaan yang setiap lapisan
masyarakat terlibat, baik secara langsung maupun tidak, dalam aktifitas keilmuan pada setiap
kesempatan. Budaya ilmu juga merujuk pada situasi terwujudnya sebuah suasana yang segala
tingkah laku manusia baik secara personal, maupun dalam masyarakat, diputuskan dan
dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan baik melalui kajian maupun lewat musyawarah
dan mufakat3.

Seperti apa yang telah disinggung sebelumnya, bahwa para pemuda merupakan sosok
yang akan mewarisi corak kehidupan berikutnya. Apa jadinya apabila mereka tidak
mempunyai ilmu, baik dalam hal-hal duniawi maupun akhirat? Tentu kehidupan akan
diselimuti oleh kegelapan; akan mewarisi kehidupan dengan orang-orang di dalamnya yang
tempramental, condong menggunakan hawa nafsu dalam menghadapi berbagai permasalahan,
dan akan mewarisi hal yang sama dalam kehidupan berikutnya dikarenakan ketiadaan
aktivitas transfer ilmu kepada orang-orang yang akan menjadi cikal bakal generasi mereka,
entah itu keluarga mereka, komunitas ataupun orang-orang yang berada di sekitar mereka.

Sebab itu menjadi penting bagi generasi muda saat ini dan seterusnya agar senantiasa
lekat dengan keilmuan. Ini dapat tercapai apabila ada kesadaran dari dalam diri generasi
muda itu sendiri tentang pentingnya urgensi keilmuan dalam kehidupan. Tentunya tidak
cukup hanya bersandar pada kesadaran mereka tentang hal tersebut, akan tetapi harus ada
pihak eksternal; seperti keluarga, masyarakat bahkan negara, yang mendorong mereka agar
terbentuk pada diri mereka budaya keilmuan yang dimaksud.

Kaitan Peran Pemuda dan Kebudayaan Ilmu Terhadap

Kebangkitan Islam

Adalah hal yang menjadi fitrah bahwa kebangkitan suatu umat tertentu dapat terwujud
tatkala orang-orang di dalam umat tersebut mulai memikirkan tentang alam semesta, manusia
dan kehidupan, dan apa-apa yang ada sebelum itu semua serta apa kaitannya sebelum
kehidupan dan setelah kehidupan. Pemikiran tentang itu semua adalah hal yang akan
menghantarkan kepada kebangkitan pemikiran umat. Namun, tidak semua kebangkitan itu
adalah kebangkitan yang benar. Benar dan salah arah kebangkitan umat didasarkan pada
jawaban mereka terkait 3 pertanyaan berikut: 1. Dari mana dunia ini berasal, 2. Untuk apa
manusia hidup di dunia ini? 3. Akan kemana mereka setelah kehidupan ini berakhir? Apabila
jawaban mereka salah, maka salah pula arah kebangkitan mereka. Apabila jawaban mereka
benar, maka benar pula arah kebangkitan mereka.

3
Wan Daud, 2007: 29
Manusia, apabila telah menjawab ketiga pertanyaan tersebut, akan menjadikan
manusia tadi mempunyai kepemimpinan berpikir. Kepemimpinan berpikir itulah yang akan
mengharuskan ia dalam memandang kehidupan dunia ini sesuai dengan arah tujuan
kehidupannya di dunia ini, baik dalam menyikapi sebuah fakta atau masalah ataupun terkait
pemikiran yang melatarbelakangi adanya suatu fakta tersebut.

Saya di sini tidak mau membahas bagaimana jawaban-jawaban mereka yang salah.
Tapi jelasnya kebenaran jawaban tersebut ada pada tiga pertimbangan: 1. Apakah sesuai
dengan akal? 2. Apakah sesuai dengan fitrah manusia? 3. Apakah menentramkan hati
manusia itu sendiri ketika mampu menjawabnya? Tidak ada yang mampu menjawab ketiga
pertanyaan tersebut dengan memenuhi ketiga indikasi benarnya jawaban tersebut kecuali
Islam.

Islam adalah agama yang mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk menuntun
kepada jawaban yang benar, yang memenuhi ketiga indikasi jawaban tersebut benar. Dengan
berbagai pemecahannya yang disandarkan pada dalil ‘aqliy (bukti yang dapat dinalar oleh
akal fikiran) seperti bukti keberadaan Allah, kebenaran al-Quran sebagai perkataan Allah dan
bukti kebenaran Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah utusanNya. Jawaban yang diberikan Islam
terhadap bukti-bukti tadi mampu memuaskan akal manusia, sesuai dengan fitrahnya dan
menentramkan hatinya.

Saya tidak ingin memberikan bagaimana jawaban Islam ketiga pertanyaan tadi. Yang
saya inginkan adalah memberikan stimulus terkait kebangkitan Islam. Apabila kebangkitan
Islam ingin dapat diwujudkan, maka pemikiran-pemikiran umat Islam, khususnya pemuda
sekarang ini harus mempunyai kepemimpinan berpikir Islam yang dihasilkan dari proses
berpikir terkait ketiga pertanyaan tadi dengan memperhatikan ketiga objek berpikir; yaitu
alam semesta, manusia dan kehidupan dalil-dalil yang memenuhi ketiga indikasi jawaban
tersebut benar.

Ketika kepemimpinan berpikir Islam ada dalam setiap diri pemuda hari ini, maka
keilmuan lainnya yang mereka miliki akan berpijak kepada kepemimpinan berpikir tersebut.
Hal ini akan membuat mereka dalam memperlakukan kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat bahkan cara dia memandang sistem kenegaraan yang sedang terterap di tengah-
tengah mereka, agar sesuai dengan ajaran Islam.

Pada hakikatnya semua keilmuan duniawi tidak serta merta mampu membangkitkan
umat Islam. Hanya dengan berpijak pada kepemimpinan berpikir Islam, keilmuan yang
mereka miliki akan menghantarkan kepada kebangkitan yang hakiki, yaitu kebangkitan Islam
yang akan membuat banyak orang berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam. Hal
itu karena keberkahan dari langit dan bumi turun kepada mereka, oleh sebab Allah telah
meridhai mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ض َولـ ِك ۡن َك َّذب ُۡوا‬ ‫اۡل‬ ٍ ‫َولَ ۡو اَ َّن اَ ۡه َل ۡالقُ ٰ ٓرى ٰا َمنُ ۡوا َواتَّقَ ۡوا لَـفَت َۡحنَا َعلَ ۡي ِهمۡ بَ َر ٰك‬
ِ ‫ت ِّمنَ ال َّس َمٓا ِء َوا َ ۡر‬
َ‫فَاَخَ ۡذ ٰنهُمۡ بِ َما َكانُ ۡوا يَ ۡك ِسب ُۡون‬
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” TQS. al-
A’raf : 96

Kebangkitan Islam akan pesat jika para pemuda Muslim hari ini mempunyai
kepemimpinan berpikir Islam. Sudah saatnya mengerahkan segala kekuatan generasi muda
saat ini untuk disalurkan demi kebangkitan Islam hingga Khilafah Islamiyah yang dulu
pernah Rasulullah ‫ ﷺ‬tunjukkan pada dunia. []

Referensi
Kritik terhadap pemikiran barat kapitalis. (2021). Pustaka Fikrul Islam.
Syarh shahih muslim (16/125). (t.thn.).
Wan Daud. (2007 : 29).

Anda mungkin juga menyukai