Anda di halaman 1dari 44

Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al-Banna

0 Studi Agama 8:11 PM


Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al-Banna ( Oleh www.seowaps.com )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa kondisi masyarakat Islam, baik dari segi syari
maupun diennya kini atau yang akan datang, adalah yang di kehendaki Allah SWT, ini merupakan
rahasia

umum

bagi

semuanya.

Untuk

mewujudkan

kenyataan

ini,

orang-orang

yang

mempunyai ghirah besar (keinginan) untuk mengembalikan masyarakat pada jalan yang benar
kadang-kadang sampai putus asa, jika melihat musuh-musuh Islam yang amat gigih memerangi Islam,
bahkan melihat kegigihan misionaris-misionarisnya. Kelahiran Islam memang dianggap sebagai
sesuatu yang asing, aneh, ganjil dan berlawanan dengan kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyah di
Mekkah, sekitar abad ke lima masehi. [1]. sekitar abad XIII-XIV di dunia Islam muncul gerakan
Salafiyah,

yaitu

gerakan

(pemikiran)

yang

mengajak

umat

Islam

untuk

kembali

kepada

tradisi salaf (generasi pertama Islam alias para sahabat Nabi SAW) dan berpegang teguh pada Al
Qur'an. Gerakan ini dipelopori atau tepatnya diilhami oleh Ibnu Taimiyah. Gerakan Salafiyah yang
dikenal juga sebagai "gerakan pembaharuan pemahaman Islam (reformisme Islam)" dan "gerakan
pemurnian Islam" itu dipandang orang-orang Barat sebagai "gerakan yang sama" dengan yang terjadi
dalam sejarah Kristen. Dari situlah Barat kemudian memunculkan istilah "fundamentalisme Islam" (al
ushuliyah al Islamiyah). Penamaan atau cap tersebut merupakan "pemerkosaan besar-besaran"
terhadap sejarah. Karena, "gerakan kembali pada al Qur'an atau Islam yang asli" itu mempunyai visi,
cita dan orientasi yang sama sekali berbeda dengan fundamentalisme Kristen. Salah satu perbedaan
itu adalah fundamentalisme Kristen muncul karena adanya ketidak puasan terhadap agama (yang
semakin lemah dan tidak tahan menghadapi arus penemuan dan pengembangan sains modern),
sedangkan "gerakan yang sama" dalam Islam muncul justru karena ketidakpuasan terhadap keadaan
dunia.
Selain itu, "gerakan yang sama" di dunia Islam tidak anti sains modern, tapi justru mendorong
umat Islam agar menguasainya. Perkembangan sains modern bahkan seiring sejalan dengan ajaran al
Qur'an. Gerakan pembaharuan di dunia Islam adalah gerakan yang menyeru umat Islam agar kembali
pada al Qur'an dan as Sunnah, mempertahankan kemurnian Islam dan membersihkannya dari pahampaham "asing" yang mengotorinya, mengamalkan syari'at Islam dalam segala aspek kehidupan,
menghapus

taklid

buta

dalam

beragama,

ketahayulan,

khurafat,

kejumudan

berfikir

dan

menggalakkan ijtihad, serta menentang setiap pemikiran dan budaya "asing" utamanya dari Barat,

yang bertentangan dengan Islam. Gerakan pembaharuan pun menyeru umat Islam agar melawan
makar jahat musuh-musuh agama dan umat Islam.[2]
Ketika terlihat sebagian oreang yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam yang tak ambil peduli
dengan semua yang terjadi, disisi lain, mereka melihat orang-orang yang gigih memerangi dan
menghadapi mereka dengan kekuatan dan usaha yang maksimal untuk mengembalikan mereka dari
kemuliaan yang sirna, dan masa lalu yang cemerlang. [3]
Orang-orang yang menyelidiki dan mengamati merasa terpukul, sedih dan sakit, melihat
kenyataan yang dihadapi kaum muslimin. Namun problema dan kesalahan takkan mungkin berubah
dan terpecahkan hanya dengan kesedihan. Sadar dan bangkit adalah satu-satunya jalan untuk
merombak suatu negeri dari kelemahan dan keterbelakangan. [4]Sebenarnya bencana yang menimpa
umat Islam sekarang ini berpangkal pada kemasabodohan kita terhadap perubahan-perubahan yang
menyeluruh pada masa ini, dan ketidak punyaan kita akan kekuatan-kekuatan baru yang telah
membangkitkan perubahan-perubahan ini. Sebagai contoh bahwa semua gerakan kebangkitan yang
terjadi di seantero dunia Islam, selama seratus tahun yang lampau, tujuannya tidak lain hanyalah
untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Barat dan memperoleh kemerdekaan. Untuk tujuan ini kita
telah mengorbankan waktu, harta serta pengorbanan-pengorbanan lainnya yang tidak terhitung.

[5]Semuanya

takkan membuahkan hasil jika tanpa kerja keras dan di barengi dengan keikhlasan

berkiblat pada khitthah yang ada dan kamil, serta mengambil Itibar dari kehidupan masa lalu sebagai
cermin kehidupan kini dan yang akan datang. Dalam menuju kemaslahatan tidak terkecoh lagi dengan
tipu daya musuh-musuh Islam.[6]
Sejak abad ke 18 hingga ke 20, dunia Islam mengalami periode pergolakan dan pembaharuan
yang berkepanjangan. Kaum muslim berjuang mengatasi kemunduran masyarakatnya. Pada akhir
abad ke 19 dan awal abad ke 20, gerakan modernitas Islam menjawab tantangan intelektual dan
politis

hegemoni

Barat,

terdorong

untuk

menjembatani jurang

antara

warisan

Islam

dan

kemoderenan, antara pemimpin religius tradisional dan sekuler modern, tokoh seperti Jamaluddin Al
Afghani dan Muhammad Abduh di Timur Tengah dan Sayyid Ahmad Khan, serta Muhammad Iqbal di
Asia Selatan, mencoba meremajakan serta mengembalikan kebanggaan, identitas dan kekuatan
komunitas Islam lemah. Mereka menganjurkan proses akulturasi Islam, menekankan keselarasan Islam
dengan akal, sains dan teknologi. Semua menganjurkan pembaruan Islam sebagai kebutuhan untuk
menafsirkan kembali Islam berdasarkan isu dan persoalan baru modern. Dengan menegaskan bahwa
Islam dan kemoderenan, wahyu dan akal itu sesuai, mereka menganjurkan pembaharuan religius,
hukum, pendidikan, dan sosial untuk merevitalisasi umat muslim.
Meskipun mengilhami gerakan pembaruan dan kemerdekaan nasional, modernisme Islam
tetap menarik terutama elit intelektual, modernisme gagal menghasilkan tafsiran ulang secara
sistematis tentang Islam atau mengembangkan organisasi yang efektif dalam melestarikan,
menyebarkan dan mengimplementasikan pesannya. Keterbatasan ini ikut melahirkan organisasi Islam

seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat Islami di Asia Selatan. Pendiri Ikhwanul Muslimin (Hasan
Al Banna) dan pendiri Jamaat Islami (Abu Al Ala Maududi) mengkritik kaum elit sekuler karena hanya
meniru Barat dan juga kaum pembaru modernis Islam karena membaratkan Islam. Khususnya, mereka
mencela kecenderungan sebagian besar negara Muslim yang mengadaptasi begitu saja model
pembangunan Barat dan membaratkan masyarakat Muslim. Mereka memaklumkan kemandirian Islam
sebagai jawaban tehadap tuntunan kehidupan modern. Menurut mereka, Islam menawarkan jalannya
sendiri, jalan selain kapitalisme dan komunisme/ sosialisme; Islam adalah jalan hidup total yang
komprehensif. Sasaran para pembaharu Islam ini adalah membentuk organisasi yang efektif untuk
mengimplementasikan sistem pemerintahan dan hukum Islami melalui tindakan sosial dan politik.

[7]
Kebangkitan Islam pada saat ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon dunia Islam terhadap
pengaruh beberapa perubahan; perkembangan gagasan beberapa perubahan; perkembangan
gagasan tentang pemerintahan yang dipegang oleh wakil-wakil rakyat, bertambahnya kekuasaan
negara dan harapan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan posisi tanggung jawabnya tentang
kesejahteraan ekonomi bagi penduduknya, reaksi dunia Islam terhadap tantangan-tantangan itu pada
gilirannya sangat di pengaruhi oleh dua keadaan: pandang umat Islam terhadap kristen karena
ketiga perubahan iu pertama-tama terjadi pada orang kristen Eropa dan akibat kekacauan politik
yang ditimbulkan oleh perang dunia pertama. Bukan hanya kejadian-kejadian itu sendiri yang penting,
tentang karakter interpretasi-interpretasi sejarah yang telah di terapkan terhadap agama Kristen oleh
umat Islam.[8] Isu kebangkitan Islam erat sekali kaitannya dengan adanya hembusan angin
pembaharuan Islam (tajdid) atau gerakan pemurnian Islam

(purifikasi

didunia Islam. Dapat

dikatakan, gerakan pembaharuan Islam merupakan cikal bakal sekaligus inspirator dan pendorong
kebangkitan Islam kembali. Bahkan beberapa gerakan pembaharuan Islam menyebabkan terciptanya
negara-negara baru seperti Wahabiyah (Arab Saudi), Mahdiyah (Sudan), Sanusiyah (Libya), dan
Fulaniyah (Nigeria).[9]
Pembaharuan Islam, atau tepatnya Pembaharuan Pemahaman Islam untuk menemukan dan
mengamalkan ajaran Islam yang asli, akan memberi landasan spiritual ideologis bagi proses
kebangkitan Islam kembali. Karena kebangkitan Islam hanya akan terjadi jika umat Islam mampu
memahami ajaran Islam secara benar dan menyeluruh(kaffah) yang berdampak pada pengamalan
Islam secara benar dan menyeluruh pula.[10]
Didalam era modern, gerakan Islam harus mampu menghadapi masalah-masalah yang di
inginkan yakni kesanggupannya memenuhi berbagai kebuthan masyarakat modern dan berbagai
tuntutannya, material maupun moral. Kebutuhan dan tuntutan ini beragam dan banyak, yang tak
mungkin bisa di penuhi orang-orang yang hanya memegang tasbih di tangan, orang-orang yang
berkomat-kamit memperhatikan hal-hal yang kecil dan melalaikan masalah yang besar, tidak pula
orang yang terkungkung di penjara masa lampau, tidak tahu perkembangan zaman modern dan

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kebutuhan dan tuntutan ini juga tidak bisa di
penuhi orang-orang yang mengetahui Islam hanya sekedar lewat lafadzh-lafadzh yang di hafalkan,
kata-kata yang di ulang-ulang dan yang berasal dari para ulama terdahulu. Boleh jadi memang mereka
adalah ulama umat, tapi mereka tidak keluar dari batasan ini dan tidak memahami dunia yang lain.
Mereka ini orang-orang yang hanya akan menurunkan pamor fundamentalisme hingga tingkatan yang
paling rendah, setelah itu tidak bisa meranjat ke atas.
Jika gelombang pergerakan ingin memiliki peran yang nyata dalam mengadakan perubahan,
harus bisa meletakkan titik-titik dalam sebuah rangkaian huruf, dalam berbagai masalah yang
menghadang dalam kehidupan manusia. Yang masalah-masalah itu selalu di tanyakan manusia pagi
dan sore, terutama dari kalangan non muslim, dari orang-orang yang tidak memiliki komitmen, dari
gelombang-gelombang lain yang selalu bergesekan dengan Islam.
Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa didalam
akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar ada di dalam fundamentalis,

[11]bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai
kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis. [12]Fundamentalis tidak cukup hanya merobah
golongan-golongannya sendiri, dan membiarkan semburan dan gigitan sekularisme serta filsafat
positifistik

tetap

menawan akal mereka serta

menguasai

perasaan

mereka.

Disamping

itu

fundamentalisme tidak cukup mempengaruhi sekelompok orang dan membiarkan orang-orang


menyusup khurafat dan menambah-nambahi agama mempermainkan akal dan perasaan mereka.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah
pembukaan abad ke sembilan belas yang dalam sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode
modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti
rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan
baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan baru itu. [13]
Interaksi, penetrasi dan akhirnya penjajahan barat atas hampir seluruh wilayah muslim dalam
masa modern tidak hanya nmengakibatkan disintegrasi politik Muslim, tetapi juga menimbulkan
pergumulan yang sangat intens di kalangan kaum Muslim sendiri. Superioritas Barat dalam berbagai
lapangan kehidupan merangsang munculnya usaha-usaha pembaharuan (modernisme) di kalangan
pemikir

muslim.

Sementara

wilayah-wilayah

tertentu

di

dunia

muslim

dilanda

gelombang

fundamentalisme Islam; Turki usmani sejak 1730-an melancarkan pembaharuan-pembaharuan militer


dan birokrasi secara kontinyu yang pada akhirnya berpuncak pada westernisasi dan sekulerisasi.
Gelombang pembaharuan ini tidak saja terjadi di Turki Usmani, tetapi juga di wilayah-wilayah Muslim
lain, khususnya di Timur Tengah.[14]
Setelah berakhir pemerintahan Islam al khilafah al utsmaniyah pada tahun 1924 M, akibat
perang dunia I ulah tentara-tentara salib dunia yang bersekutu dalam memerangi dan memusuhi Islam
di beberapa tempat negara Islam ketika itu dalam keadaan kosong ideologi serta politik dan

kedudukannya terbagi-bagi menjadi beberapa bagian dibawah pengaturan tentara-tentara salib yang
hasud itu, baik di Mesir maupun di negeri Syam yaitu negeri khilafah Islam. [15]Semua keadaan ini
memberikan momentum bagi kebangkitan gerakan al Ikhwan al Muslimun (disingkat IM), yang
didirikan di Mesir pada tahun 1928, sejarah awal gerakan ini dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang
bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.[16]yang dalam perkembangan lebih lanjut sering menjadi
prototype (pola dasar) gerakan-gerakan fundamentalis kontemporer di banyak bagian dunia Islam,
sampai terjadinya revolusi palestina, Ikhwanul Muslimin tidak lebih dari sebuah organisasi gurem
dan pendirinya Hasan Al Banna tidak lebih dari seorang mubaligh yang sibuk dengan masalah-masalah
moral ketimbang politik. Revolusi Palestina memberikan kesempatan emas bagi Ikhwanul Muslimin
untuk tampil ke pentas politik Arab. Ikhwanul Muslimin mengorganisasi demonstrasi besar-besaran
memprotes Inggris dan perwakilan-perwakilannya di Timur Tengah. Pemogokan umum bangsa Arab
pada tahun 1936-1939 mentransformasikan Ikhwanul Muslimin dari sekedar organisasi pemuda
menjadi organisasi politik.[17] Tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah mengubah persepsi umum
umat terhadap Islam secara pemahaman, akhlak, dan pergerakan. Dan perubahan ini tidak akan
tampak jelas, melainkan dengan tersebarnya pemikiran yang Islami. Begitu pula tidak tampak jelas
jalan-jalan pemikiran ini, melainkan pemikiran tersebut mempunyai ciri-ciri yang nyata dan jelas. [18]
Didalam masyarakat kita dewasa ini banyak gelombang pemikiran, gerakan dan aliran filsafat
maupun politik. Berbagai aliran tersebut disatu sisi terdapat kesamaan, disisi lain terdapat pula
pertentangan. Masing-masing pemikiran tersebut mempunyai karakter khusus selaras dengan tujuan
yang dicita-citakannya dan sesuai dengan manhaj (metode) yang diterapkannya.[19]Suatu pemikiran
tanpa pergerakan bagaikan ruh tanpa jasad. Pergerakan merupakan realisasi dan pembuktian
eksistensi serta hidupnya suatu pemikiran. Pergerakan merupakan bukti efektifitas, pengaruh dan
akibat suatu pemikiran.
Untuk itulah penulis akan menyusun skripsi ini dengan judul Konsep Pemikiran Gerakan Islam
Imam Syahid Hasan Al Banna, selaku pendiri IM, penulis mengamati bahwa Hasan Al Banna adalah
kulminasi dari (neo) salafisme. Dalam batas-batas tertentu asumsi teoritisnya tidak begitu berbeda
dengan gagasan Abduh/ Ridho, karena itu, Al Banna pada dasarnya anti modernis, ceramah-ceramah,
pamflet dan sikap politiknya secara konsisten menunjukkan upayanya untuk merekonsiliasi Islam
dengan dunia modern. Tidak aneh kalau konsep-konsep semacam nasionalisme, patriotisme, negarabangsa (nation-state), konstitusinasionalisme atau sosialisme menjadi bagian integral diskursus IM di
masa Al Banna. Lebih jauh, Al Banna agaknya merupakan tokoh pertama yang menekankan perlunya
perumusan program aksi yang komprehensif.
Dapat di ungkapkan dengan kalimat lain bahwa pada waktu itu masyarakat pada umumnya
telah melupakan Islam sebagai way of life-nya. Bahkan mereka telah menggantikan pegangan itu
dengan tatanan dan aturan yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan kepentingan Islam,
mereka lupa bahwa Islam adalah sumber segala tingkah laku politik, sosial dan ketatanegaraan. Dan

didalam program yang dicanangkan partai politik dan para penguasa, tidak terdapat satupun yang
merencanakan reformasi yang bersumberkan dari tatanan Islam. Bahkan mereka sudah tidak lagi mau
menghormati dan mengakui kebenaran Islam.[20]
Dengan membaca kenyataan dan sejarah dapat di tetapkan bahwa ruh umat ini adalah Islam,
umat ini tidak bisa hidup kecuali dengan Islam, tidak bisa beranjak kecuali dari Islam, tidak bisa
mengorbankan jiwa dan harta kecuali untuk Islam, tidak bisa terhimpun kalimatnya kecuali di atas
Islam. Islam adalah satu-satunya kunci, yang dengannya bisa membuka segala gembok yang sulit di
buka, yang dengan selain kunci ini, gembok tersebut tidak akan bisa di buka.
Karena itu kemenangan tidak akan pernah terwujud sepanjang sejarah umat ini, yang dekat
maupun yang jauh, tidak pula zaman sekarang dan masa depan nanti, kecuali berlindung di bawah
benderanya. Berapa banyak umat ini mencoba berbagai macam propaganda dan mendengarkan
berbagai macam seruan, yang menghendaki agar umat ini di tuntun selain Islam atau untuk selain
Islam. Ternyata sama sekali tidak membawa hasil selain dari kekalahan, kehancuran dan kekecewaan.

[21]Umat

ini hanya akan bergerak dan menciptakan keajaiban-keajaiban jika di bacaan Al Quran, di

tuntun iman, di angkat bendera islam di hadapannya, di ingatkan imam dan pemimpinnya,
Muhammad saw.
Hasan Al Banna mengawali idenya berdasarkan prinsip dakwah melalui Ikhwanul Muslimin (IM),
guna merealisasikan suatu metode pembaharuan yang sempat dilihatnya ketika Al Banna masih duduk
di bangku kuliah. Cita-cita ini di rumuskan dan di ekspos dilingkungan kampusnya sebagai sekedar
penyaluran. Dan akhirnya, setelah Al Banna lepas dari kuliahnya, berkat inayah Allah swt. Hasan Al
Banna berhasil mewujudkan dan memperjuangkan gagasan-gagasannya hingga berhasil.
Jalan dakwah sebagaimana yang dikatakan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah jalan yang
satu. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya. Dengan taufiqAllah swt. Kita
telah menempuh jalan itu dengan iman dan amal, mahabbah kecintaan dan ikha persaudaraan.

[22]Rasulullah

saw. menyeru sahabatnya dengan iman dan amal. Kemudian hati mereka diastukan

atas dasarmahbbah dan ikha. Sehingga hati mereka disarukan atas dasar jamaah ideal yang dapat
memastikan kemenangan konsep dan dakwahnya, kendati banyak orang yang menentangnya.
Imam Hasan Al Banna mampu menyebar luaskan ajarannya dengan merekrut banyak
pendukung. Di dalam mengemban risalah dakwah ini diperlukan sekali tindakan persiapan dan
keamanan, sebagaimana di ajarkan Allah bahwa umat islam ini tidak di perkenankan mencari musuh
dan permusuhan.[23] Sudah barang tentu tindakan ini di lakukan dalam batas-batas tertentu selama
keselamatan dakwah masih tetap terjaga secara utuh serta kelancarannya tidak terganggu di dalam
menyampaikan risalah islamiyah secara aman.
Al Banna menegakkan bangunan dengan amal dan amanat yang di embannya, menyampaikan
dakwah, sampai kepada jihad untuk mencapai tujuan yang di perjuangkannya. Bagaimana dapat

mengungguli segala usaha penghancuran yang keji, menangkis semua manuver dan tipu muslihat
para penguasa kerdil, menjalani berbagai tribulasi, bangunan itupun tetap kokoh dan menjulang. [24]
Yang di butuhkan Islam dewasa ini adalah perubahan yang mendasar ketika Islam muncul di
zaman Rasulullah saw, misalnya adalah pembebasan perbudakan dan pemberdayaan kaum tertindas.
Membebaskan mereka yang terbelenggu, yang terpasung hak-haknya dan mereka yang teraniaya.
Islamlah yang mencita-citakan pemusnahan eksploitasi antar sesama manusia. Mereka yang tertindas
adalah kaum awal yang di sapa oleh Rasulullah saw, lalu rasulullah sendiri menginjakkan dasar
dakwah ini justru dari napak golongan ini, sebaliknya mereka yang punya pangkat dan kekayaan justru
yang mula-mula menentang misi dakwahnya. Misi demikian tetap berjalan, walaupun Rasulullah saw
telah mencapai kemenangan.[25]
B. Perumusan Masalah
Dengan berpijak dari pemaparan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, kiranya ada
beberapa poin penting yang perlu di rumuskan antara lain:
1.

Bagaimana sosok pribadi Hasan Al Banna?

2.

Bagaimana metode gerakan Islam Hasan Al Banna?

3.

Apa yang menjadi sasaran Hasan Al Banna di dalam melakukan gerakan Islamiyah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini antara lain:
untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang sosok pribadi Hasan Al Banna.
Mendiskripsikan pandangan Hasan Al Banna tetnang proyek kebangkitan umat secara integral dan
komprehensif.
Memaparkan materi ilmiah untuk para peneliti dan pengamat, mengenai proyek kebangkitan Hasan Al
Banna.
Memperdalam pemahaman tentang budaya proyek kebangkitan bagi kaum Muslimin.
Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan konstribusi pemikiran pada segenap kalangan Muslimin
dengan berkaca pada pemikiran fundamental dan kronologis-historis dari Hasan Al Banna.
Penelitian ini juga di harapkan menjadi bahan sumbangan pemikiran khususnya pada kalangan
mahasiswa Fakultas Ushuluddin dalam hal konsep pemikiran gerakan Islam dan bagi kaum Muslimin
dalam menyiarkan dakwah Islamiyah di tengah-tengah umat.
D. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data-data yang tepat dan terarah, penulis akan menjelaskan tentang arah
penelitian yang akan di tulis. Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan / studi literatur, maka di
dalam memperoleh dan mengolah data menggunakan bahan-bahan tertulis seperti: surat kabar,
majalah, jurnal, manuskrip, buku dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan konsep pemikiran
gerakan Hasan Al Banna, serta menjadikan buku-buku yang di tulis oleh Hasan Al Banna sebagai
referensi primer dan yang berbicara tentang hal tersebut sebagai referensi skunder. Didalam
menyusun penelitian skripsi ini penulis menggunakan tipe deskriptif analisis, deskriptif analisis
merupakan penggambaran konsep atau pemikiran gerakan Islam Hasan Al Banna yang kemudian di

refleksikan sebagai aktualisasi pemikirannya menjadi problem solving terhadap permasalahan


pergerakan Islam.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sosiologis-historis, yakni bahwa dorongan,
gagasan dan lembaga agama juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial organisasi dan
stratifikasi sosial dengan menganut pandangan bahwa suatu fenomena religius bisa dipahami dengan
mencoba menganalisis perkembangan melalui pendekatan historis yakni dengan menganalisa
tindakan-tindakan tertentu dari kehidupan tokoh ini. Dengan memperhatikan perkembangan prinsipprinsip umum dari tingkah laku religius dan menghubungkan dengan kejadian-kejadian khusus dan
tertentu, sehingga muncullah pola-pola kejadian yang menghasilkan prinsip-prinsip umum dari
keberagamaan tadi. Penulis juga menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan normatif.
Pendekatakan tokoh di maksudkan untuk menelusuri dan memetakan pikiran dan konsep-konsep
pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna. Pendekatan normatif di maksudkan untuk menawarkan
konsep-konsep dan pemikiran Hasan Al Banna terhadap permasalahan yang terjadi secara
prediksiomis. Untuk menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis yaitu dari data-data
yang di peroleh kemudian di analisis secara mendalam untuk mendapatkan kejelasan pemahaman
terhadap permasalahan.
E. Telaah Pustaka
Sejauh studi pendahuluan yang penulis lakukan, bahwa Hasan Al Banna berkeyakinan bahwa
Al Quran adalah undang-undang dan Islam sebagai suatu sistem. Gerakan Islam sulit digambarkan
akan berhasil dan mampu membangkitkan umat jika tidak terkait dengan fondasi-fondasi Islam, dalam
sisi pemahaman, iman maupun tingkah laku, dengan kaitan yang jelas yang mendapat pengakuan
syariat dan dukungan umat. Hal ini tidak akan terwujud kecuali mengacu kepada hukum-hukum yang
pasti dalam Al Quran dan As Sunnah, pengetahuan-pengetahuan agama yang urgen dan ijma umat
yang di yakini dari berbagai generasi, dalam mengungkapkan masalah ini, khususnya yang terjadi
pada diri Hasan Al Banna.
Di dalam Majmu'ah Rasail (Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin) yang merupakan karya
Imam Syahid Hasan Al Banna, yang berisi tentang kumpulan surat, makalah, dan manuskrip pidato
yang pernah disampaikan oleh Hasan Al Banna sepanjang hayatnya di medan dakwah dan jihad.
Keistimewaan risalah ini terletak pada keistimewaan penulisnya dan gerakan dakwah yang dirintisnya,
yakni Ikhwanul Muslimin. Kehadiran Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan jawaban terhadap krisis
yang tengah melanda umat Islam di abad ini. Hasan Al Banna sebagai peletak dasar gerakan ini benarbenar memahami karakter krisis tersebut. Kemudian ia berupaya menyusun jawaban yang memadai
untuk menanggulanginya. Krisis yang tengah melanda umat Islam ini tidak lagi terkonsentrasi pada
aspek-aspek tertentu karena sudah dipengaruhi beberapa perkembang dan perubahan zaman. Hampir
dalam semua segi kaum Muslimin mengalami kemunduran. Yang dibutuhkan oleh umat semacam ini
adalah sebuah gerakan dakwah yang terpadu dan menyodorkan solusi sistemik bagi permasalahan
umat yang sudah demikian parah dan berlarut-larut. Dan peran inilah yang coba dimainkan oleh
Jamaah Ikhwanul Muslimin. Dengan segenap sumber daya dan perangkat yang dimiliki-tampil dengan
melontarkan isu sentral:kembali kepada keutuhan Islam yakni kembali pada pemahaman terhadap
Islam secara integral dan komprehensif, bukan Islam yang parsial dan tambal sulam. Islam sebagai
suatu sistem nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam segala aspeknya, dan bukan
Islam yang dipahami sebatas simbol dan ritual perabadatan semata.

Hasan Al Banna dalam kapasitasnya sebagai peletak dasar teori-teori tentang amal Islami
(gerakan Islam) modern, maka dalam pembahasan ini juga akan memuat sasaran gerakan Imam
Syahid Hasan Al Banna dalam dakwahnya.
"Pergilah ke Jalan Islam karya. Husni Adham Jarror, mengungkapkan bahwa setiap dakwah
yang melibatkan fikrah dan aqidah pasti memerlukan pemahaman, prinsip-prinsip, dan sasaran yang
ingin dicapainya. Dakwah model ini perlu juga dilandasi falsafah yang berkaitan dengan pemahaman
dan prinsip-prinsip dasar serta sasaran-sasaran yang telah menghujam dalam jiwa pengembannya,
yang tidak lain merupakan suatu jamaah yang komit terhadap prinsip-prinsip pemahaman dan juga
berusaha untuk merealisasikan sasaran-sasaran yang digariskannya. Ia juga mengungkapkan, pada
dakwah Islam yang telah ditegakkan diatas bangunan dan prinsip perdamaian ini maka didalamnya
akan kita peroleh apa-apa yang dapat mengishlahkan umat di dalam berbagai persoalan. Dakwah
gerakan Islam adalah dakwah menuju ridho Allah yang menuntut adanya suatu konsekwensi,
komitmen sepenuhnya, dan selalu bersandarkan pada nilai Islam yang murni. Oleh sebab itu sasaran
yang dicapai haruslah slamis, begitu juga prinsip-prinsip dan pemahamannya harus benar-benar
Islami. Alhasil kita dituntut senantiasa berjalan diatas rel Islam.
Dari beberapa karya (buku) yang penyusun kemukakan sebagian besar berbicara tentang
gerakan Islam secara umum, sejauh pengamatan penulis belum ada tulisan yang membahas tentang
gerakan Islam menurut Hasan al Banna. Fokus dalam pembahasan ini yakni; gerakan islam adalah
aktivitas yang saling terkait pada berbagai tingkat, aktivitas pemikiran dan pencerahan yang
mencerahkan akal yakni pengetahuan dakwah yang merangsang yang menggerakkan cita rasa, serta
upaya-upaya pembentukan dan pembinaan yang mencetak kepribadian muslim yang terdiri dari
prinsip, metode dan sasaran menurut Hasan al Banna.
Beberapa karya dalam bentuk skripsi mengenai tokoh ini adalah; skripsi Saudara Lalu Rizqon
Putra Jaya, Mahasiswa fakultas Syari'ah, Jurusan perbandingan Mazhab dan Hukum yang membahas
tentang Masyarakat Muslim Dalam Konteks Politik Islam kontemporer (studi pemikiran fazlurrahman
dan Hasan al Banna), yang merupakan studi perbandingan tentang masyarakat dan politik Islam dari
kedua tokoh. Menurutnya masyarakat Islam harus tegak berdasarkan apa yang telah menjadi cita-cita
umat sebelumnya yakni kembali kepada Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya. Kemudian skripsi
Saudara Wahdani Mahasiswa Fakultas Dakwah, yang membahas tentang Pesan Moral Dalam Buku
Hadits Tsulasa, Ceramah-ceramah Hasan al Banna, yang menguraikan tentang bunga rampai ceramah
rutin hari selasa Hasan al Banna di markas Ikhwanul Muslimin yang ditujukan untuk masyarakat
muslim Mesir.
Dari dua skripsi ini, belum ada yang membahas tentang pemikiran Hasan al Banna dari segi
konsep gerakan Islam yang terhimpun dalam prinsip, metode dan sasaran yang ingin dicapai.

F.

Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan arah yang jelas terhadap penyusunan penelitian ini, maka sistematikanya
dapat disusun sebagai berikut:
Bab Pertama berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, telaah pustaka serta sistematika pembahasan.
Pada Bab Kedua, berisikan pembahasan tentang biografi, riwayat hidup, sosok, kondisi sosial
politik pada zamannya dan karya-karya Hasan Al Banna

Bab Ketiga berisikan tentang konsep gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna yang terdiri
dari: Prinsip-Prinsip Gerakan Islam Hasan Al Banna, Metode Pergerakan, dan Sasaran Gerakan Hasan Al
Banna, yang juga termuat proses dalam melakukan tahapan dakwah.
Bab keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
BIOGRAFI IMAM SYAHID HASAN AL BANNA
1.

RIWAYAT HIDUP
Imam Syahid Hasan Al Banna dilahirkan di Distrik Mahmudiah, Mesir, pada tanggal 17 Oktober
1906 M. Bertepatan dengan tahun 1332 H[26]. Nama kepanjangannya yakni Hasan Ahmad
Abdurrahman Muhammad Al Banna, takdir menggariskannya menjadi seorang mujahid, memperbaiki
umat ini dan mengikatkan mereka kembali dengan diin dan rab-Nya.[27]
Hasan Al Banna dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muslim yang taat, sehingga ia sering
berucap: "Islam adalah ayahku satu-satunya", ayah kandungnya sendiri tak kurang alim daripadanya,
baik dari kedalaman ilmunya maupun dari ketaatannya. Ayahnya seorang pengusaha arloji dan
mampu memberikan kesejahteraan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Ia beklerja sepanjang malam.
Pada siang hari ia bertindak sebagai Imam di masjid setempat dan disana ia berkhotbah dan mengajar
Agama. Waktu luangnya dihabiskan diperpustakaan pribadinya. Fiqh Islam merupakan bidang
spesialisasi yang dikuasainya. Kitab Muwatta' dari dari malik dan Kitab Musnad dari Shafai termasuk
bacaan yang paling digemarinya. Ia pun pernah menulis komentar tentang Musnad yang ditulis oleh
Ahmad Ibnu Hanbal. Ayah Hasan Al Banna itupun adalah guru yang telah berhasil mendidik anaknya
menghafal seluruh isi Al qur'an. Ketika sang anak mulai agak besar, ia diperkenalkan kepada
perpustakaan pribadinya Ayahnya dan didorong untuk membaca buku apapun yang ada disana.
Dengan demikian Hasan Al Banna menerima pendidikan Islam yang murni langsung dari Ayahnya,
kemampuan berbahasa Arab sebagai Ibunya sungguh mengagumkan; bahasa-bahasa lain yang tak
pernah ia pelajari.[28]
Ayahnya bernama Ahmad Abdurrahaman Al Banna, salah seorang ulama terkenal dengan
ilmunya sunnahnya. Diantaranya tentang dalam salahsatu kitab karangannya yang berjudul Al Fath Al
Rabbani Litartib musnad Al Imam Ahmad Bin Hanbal Asy-Syaibani. [29] Hasan Al Banna menempuh
jenjang pendidikan dasarnya di Madrasah Al-I'dadiyah Rasyad Al Diniyah yang kemudian melanjutkan
di Madrasah Al I'dadiyahdi Mahmudiyah.
Di Madrasah Diniyah "Al Rasyad" merupakan tempat menempa ilmu maupun penggemblengan
pibadi. Boleh dikata sebagai madrasah yang istimewa dalam bidang materi yang diajarkan maupun
metodologi yang diterapkan. Materi-materi pelajaran yang ada, disamping materi-materi populer yang
diajarkan di berbagai Madrasah yang semisalnya, juga ditambah dengan hadits-hadits Nabi dengan
target menghafal dan memahaminya. Semua murid diharuskan mengkaji hadits baru yang
sebelumnya telah disampaikan syarahnya kepada mereka sampai mereka mampu memahaminya. Hal
ini dilakukan setiap pekan sekali pada akhir jam pelajaran, yakni pada hari kamis. Mereka harus
mengulang-ulangnya sampai hafal, disamping harus hafal juga hadits-hadits yang telah mereka
pelajari sebelumnya. Sehingga ketika mereka telah menempuh pendidikan satu tahun saja, mereka
telah memperoleh perbendaharaan hadits yang cakap. Sebagian besar dari hadits-hadits yang
dihafalkan itu benar-benar melekat dalam otak sejak saat itu.
Madrasah

ini

juga

mengajarkan Insya'(mengarang), Qowa'id (tata

bahasa)

dan Tathbiq (praktek)nya. Selain itu juga diajarkan tentang Adab (tata krama) yang dituangkan dalam
pelajaran Muthola'ah (wacana) atau Imla' (dikte) serta Mahfudhot(hafalan) yang ditulis dalam bentuk

puisi atau prosa yang indah, materi-materi semacam ini tidak popular dimadrasah-madrasah lain yang
semisal dengannya.
Ustadz Muhammad Zahran (pemilik Madrasah Diniyah Ar Rosyad) menguasai teknik mengajar
dan mendidik yang efektif dan membawa hasil, meskipun ia tidak pernah belajar ilmu-ilmu pendidikan
dan tidak pernah mendapatkan kaidah-kaidah ilmu psikologi. Beliau lebih banyak bersandar pada
kebersamaan hati nurani antara dirinya dengan murid-muridnya. Beliau sangat berhati-hati dalam
menghadapi mereka dan memberikan penghargaan atas tindakan baik mereka atau memberikan
hukuman yang mendidik atas tindakan buruk mereka, yang hal itu akan menimbulkan keridhoan dan
kegembiraan didalam jiwa. Seringnya, hal itu dilakukan dengan melontarkan anekdot yang hayat, baitbait syair atau ajakan yang baik.
Pindah Ke Madrasah I'dadiyah
Ketika Hasan Al Banna belum juga selesai menghafal Al qur'an dan belum dapat mewujudkan
keinginan ayahnya yang menggebu-gebu; ingin melihat putranya menjadi seorang hafidz (penghafal)
Al qur'an, ia belum juga selesai menghafal surat Al Isra'; setelah menghafal surat-surat yang dimulai
dari Al Baqarah (yang berarti kurang lebih separoh Al qur'an). Ketika itu pula tiba-tiba sang ayah
menyampaikan suaru rencana yang mengejutkan; ia harus pindah dari sekolah ini ke Madrasah
I'dadiyah karena tidak kuat, ketika itu jenis pendidikan ini setingkat dengan Madrasah Ibtidaiyah,
hanya tanpa pelajaran bahasa Asing, namun ada tambahan beberapa pelajaran tentang undangundang pertanahan dan perpajakan, serta sedikit tentang agrikultura, disamping mendalami secara
lias tentang ilmu bahasa nasional (Bahasa Arab) dan ilmu agama.
Sang ayah yang bersemangat itu tetap menginginkan agar putranya senantiasa menghafal Al
Qur'an. Akhirnya diambil jalan keluar, hafalan Al Quran-nya diselesaikan dirumah saja. Belum sepekan
berselang, si anakpun sudah menjadi siswa di Madrasah I'dadiyah. Dengan demikian ia harus
membagi waktunya untuk pelajaran sekolah di siang hari dan aktifitas lain yang ia lakukan seusai
pulang sekolah hingga tiba waktu sholat isya'. Kemudian ia pun harus mengulang pelajaran sekolah
(belajar malam) hingga waktu tidur. Ia mengambil waktu untuk menghafal Al qur'an setelah sholat
shubuh hingga menjelang berangkat sekolah.[30]
Hasan Al Banna kaya dengan hafalan matan dalam berbagai ilmu dan tsaqofah. Diantara
matan-matan yang ia hafal adalah: Milhatu Al I'rab karya Hriri, Al Afiyyah karya Ibnu Malik, Al
Yaqutiyyah dalam ilmu Mustholah Hadits, Al Jauharah dalam ilmu Tauhid, Al Rahbiyyahdalam ilmu
Waris, sebagian kitab Al Sulam dalam ilmu Manthiq, sebagian besar Matan Al Qoduri(buku fiqih Mazhab
Imam Abu Hanifah),Matan Al Ghayyah wa al Raqrib(buku fiqh Mazhab Imam Syafi'i) karya Abu Suja',
sebagian Mandhumah Ibnu 'Asyir (Mazhab Imam Malik). "Saya juga tidak pernah melupakan nasehat
ayah untuk menghafal ma'tsurat".[31]
Di usia dua belas tahun, Hasan kecil telah menghafal separoh isi Al qur'an; sang ayah Syaikh
Ahmad Al Banna yang ulama fiqih dan hadits, terus menerus memotivasinya agar melengkapi
hafalannya, sejak itu ia mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat tahap; siang hari digunakan untuk
belajar di sekolah, kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam bersama orang tuanya hingga
sore hari, sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah, sementara
membaca dan mengulang hafalan Al qur'an ia lakukan selesai sholat subuh. Maka tak mengherankan
bila Al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia empat belas tahun
Hasan Al Banna telah menghafal seluruh isi Al Qur'an. [32]
Kemudian setelah tamat dari sekolah menengah umum dengan peringkat nilai kelima untuk
seluruh Mesir, Al Banna melanjutkan studinya ke universitas Dar Al Ulum, di Dar Al Ulum ia merupakan

Mahasiswa yang paling berprestasi, dan pada saat ujian akhir dia telah hafal 17.000 bait syair dan
kata-kata hikmah. Hasan Al Banna lulus dari Darul Ulum tahun 1927 pada usia 21 tahun, dengan
yudisium terbaik pertama tingkat universitas Darul Ulum. Kemudian mengajar di kota Ismailiyah.
Sebagai guru yang mengajar setiap hari di sekolah anak-anak, Al Banna aktif pada malam hari
mengajar para orang tua dan orang-orang lanjut usia dari Isma'iliyah, khususnya pekerja, pedagang
kecil dan pegawai negeri, diluar sekolah dan masjid. Al Banna membentuk kelompok diskusi di warungwarung kopi dan tempat-tempat pertemuan rakyat lainnya. Dia juga aktif melobi para pialang
kekuasaan di komunitasnya yang baru yaitu ulama, para syaikh tarekat, keluarga-keluarga
terpandang, serta organisasi-organisasi sosial dan tempat pertemuan sosial keagamaan.
Al Banna merasa sangat terganggu dengan kehadiran orang asing di Isma'iliyah. Sentimen
nasionalnya menyatu dengan anti kolonialisme, ketika dia berpidato menentang kependudukan
Inggris, perusahaan Terusan Suez, kendali asing atas kebutuhan umum, dan ketimpangan antara gaya
hidup mewah para pemilik serta manajer asing dan kondisi menyedihkan karyawan serta pelajar Mesir.
Akan tetapi di ibukotalah pelayanan Al Banna untuk pesan Islam diperlukan, dan disini dia
mungkin mendapat kesempatan paling besar untuk berhasil. Pada tahun 1927, dia mendukung
pembentukan Ikatan Pemuda Muslim di Kairo.[33]
Perjuangan Hasan Al Banna Bersama Al Ikhwan al Muslimun
Darisanalah ia mulai berkhidmah dalam dakwah secara sistematis (manhaji). Dirancanglah
program dakwah dengan keliling kampung, masuk keluar masjid, dan mendakwahi orang-orang yang
biasa duduk-duduk santai di kedai kopi, mereka semua ditarbiyah (dididik) dengan Islam secara serius
hingga menghasilkan jiwa yang dinamis.
Pada bulan Dzulqo'idah tahun 1347 H. bertepatan dengan bulan Maret tahun 1928,
terbentuklah sel awal jamaah Ikhwanul Muslimin yang beranggotakan enam orang. [34]Sejak hari
pertamanya, jamaah ini terkenal dengan prinsip kembali kepada sumber asasi Islam: kitabullah dan
sunnah Rasul-Nya, serta kehidupan salafussaleh. Imam Syahid sejak semula telah memberikan
perhatiannya kepada pemahaman Syumuliah al Islam (Universalisme Islam) dalam jiwa anggotanya
bahwa Islam meliputi aqidah, syari'ah, dan manhaj al hayah (system kehidupan) yang lengkap dan
sempurna.
Adapun prinsip-prinsip organisasi Ikhwanul Muslimin:
1.

Bersih aqidah dan bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah SWT, sesuai dengan Al Qur'an dan As
Sunnah.

2.

Cinta karena Allah dan berpegang teguh pada persatuan Islam.

3.

Melaksanakan adab-adab Islam yang lurus.

4.

Mendidik pribadi agar mengenal Allah dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia.

5.

Memegang teguh prinsip dan memegang janji dengan tetap meyakini bahwa prinsip yang paling
sakral adalah agama.

6.

Bersungguh-sungguh dalam menyebarkan dakwah Islam ditengah-tengah lapisan masyarakat demi


menggapai ridha Allah.

7.

Cinta kepada kebenaran dan kebaikan melebihi kecintaan kepada segala sesuatu yang ada didunia.

[35]
Empat tahun pertama organisasi itu digunakan untuk mengukuhkan dukungan didalam dan
disekitar Isma'iliyah. Al Banna dan anggota lainnya berkeliling kedaerah-daerah menceramahkan
pesan Islam di masjid-masjid, rumah-rumah, tempat kerja, tempat pertemuan di warung kopi,

kemudian didirikan cabang Ikhwan di Port Said dan kota Suez, serta dibuat penghubung-penghubung
lain di Kairo dan bagian Delta sungai nil. Sebuah kantor al Ikhwan pusat didirikan, dan sekolah-sekolah
terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan dibangun. Disamping itu dibangun pula masjid, gedung
pertemuan, dan industri kecil rumahan.[36]
Pada tahun 1933 Imam Syahid pindah ke Kairo, dengan demikian berpindah pula kantor pusat
Ikhwan disana. Ia menulis dengan program tarbiyah untuk para pemuda dengan tarbiyah Islam yang
kokoh, serta persiapan nantinya memikul beban-beban dakwah yang berat. Di kota Kairo ini pula
beliau mendirikan harian Ikhwanul Muslimin sebagai "mimbar" bagi tulisan-tulisan beliau, disamping
mimbar-mimbar ceramahnya.[37] Hanya dalam beberapa tahun saja suara dan misi Ikhwanul
Muslimin sudah memenuhi angkasa dan setiap pelosok Mesir. Lalu bergabunglah sejumlah kalangan
tertentu dari masyarakat Mesir kedalam organisasi, dan bergabung pula banyak kelompok Islam
1.
2.
3.

lainnya. Menurt Dr. Yusuf Qordhowi makna Islam serta gambarannya dihati Ikhwanul Muslimin adalah:
Kami percaya bahwa seluruh hukum dan ajaran Islam itu universal. Ajaran itu mengorganisir seluruh
urusan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dan orang-orang yang mengira bahwa ajaran-ajaran
ini hanya mencakup segi ibadah atau rohaniah saja adalah perkiraan yang salah.
Disamping itu, Ikhwan berkeyakinan bahwa dasar dan sumber ajaran-ajaran Islam adalah kitab Allah
SWT. Dan Sunnah RasulNya SAW. Yang jika umat berpegang teguh pada dua pusaka itu, pastilah tidak
akan sesat selama-lamanya.
Al Ikhwanul Muslimin juga berkeyakinan bahwa Islam sebagai agama yang umum yang mengatur
seluruh segi kehidupan setiap bangsa pada setiap masa. Islam tampil lebih sempurna dan lebih unggul
dalam menggambarkan segi-segi kehidupan ini. Islam juga meletakkan dasar-dasar yang menyeluruh
dalam segala aspek kehidupan dan memberi petunjuk kepada umat manusia tentang mempraktikkan
kehidupan yang sesuai dengan manusia dan tidak keluar dari rel-rel agama. [38]
Sebagai hasil pemahaman yang umum dan universal terhadap Islam. Fikrah al Ikhwan
mencakup segala segi reformasi pada umat dan mencerminkan seluruh ide reformasi yang lain. Dan
setiap reformer yang ikhlas akan menemukan harapannya. Oleh karena itu gerakan Ikhwanul Muslimin
adalah:

1.

Dakwah Salaf. Karena mereka mengajak umat untuk mengembalikan Islam kepada sumbernya yang
jernih yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya SAW.

2.

Metode Sunni. Karena mereka membebani diri untuk mengamalkan sunnah yang suci dalam segala
bidang, khususnya dalam bidang aqidah dan ibadah.

3.

Hakikat Tasawuf. Karena mereka mengetahui bahwa dasar kebaikan adalah kesucian jiwa, kebersihan
hati, istiqomah dalam beramal, berpaling dari makhluk, cinta kepada Allah dan terkait dengan
kebaikan.

4.

Gerakan Politik. Karena mereka menuntut perbaikan hukum didalam negeri, merobah pandangan
dalam masalah hubungan umat pada kemenangan, kehormatan, cinta pada nasionalismenya.

5.

Klub Olahraga. Karena mereka memperhatikan fisiknya serta mengetahui bahwa orang mukmin yang
kuat itu lebih baik daripada orang mukmin yang lemah. Dan bahwa seluruh perintah Islam tidak
mungkin dilaksanakan dengan sempurna dan benar tanpa fisik yang kuat. Sholat, zakat, puasa, haji
dapat dilakukan oleh fisik yang sudah kenal lelahnya usaha dan berjuang dalam mencari rezki.

6.

Ikatan Ilmiah dan Pendidikan. Karena Islam menjadikan belajar atau menuntut ilmu itu merupakan
kewajiban muslim dan muslimah. Dan pada kenyataannya perkumpulan Ikhwan merupakan lembaga
untuk pengajaran dan pendidikan dan sebagai tempat pembinaan jasmani, rohani dan aqil.

7.

Syarikat Perekonomian. Karena Islam memperhatikan pengaturan harta benda. Islam menyuruh
umatnya untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuannya.

8.

Ide Sosialisme. Karena mereka memperhatikan penyakit yang ada dalam masyarakat Islam dan
berusaha memberikan metode terapi penyembuhan umat.[39]
Pada tahun 1947 Al Banna mengutus regu-regu tentara sukarelanya ke Palestina dalam
peperangan melawan Israel. Sejarah telah menjadi saksi betapa tegar dan bersemangatnya pasukan
sukarelawan itu. Mereka bahkan telah berhasil menyerang jantung pertahanan Israel sampai ke
ambang pintu Tel Aviv. Akan tetapi sebuah tragedi yang lebih besar dan memilukan terjadi saat itu.
Raja Faruq menandatangani perjanjian damai dengan Israel serta menangkapi seluruh pemimpin dan
pasukan Ikhwanul Muslimin. Pemerintah kemudian melakukan penawanan terhadap para aktivis
Ikhwanul Muslimin, sehingga penjara dipenuhi oleh para Ikhwan. Akan tetapi, Al Banna dibiarkan diluar
penjara, itupun dengan maksud agar memudahkan usaha pembunuhan terhadap dirinya. Maka,
Mahmud Abdul Majid mengutus lima orang dari staf intelijennya untuk membunuh Al Banna.
Pembunuhan ini dilaksanakan sesuai dengan program dan rencana jahat yang disusun oleh
pemerintah kafir Inggris dalam rangka menumpas gerakan Islam yang dianggap menggoncangkan
cengkeraman kuku penjajahannya.[40]Lalu merekapun menembakkan peluru kearah Al Banna
disebuah alun-alun terbesar di kota Kairo, didepan kantor pusat pemuda Ikhwanul Muslimin (Dar AsySyubban Al Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M/ 1368 H. Al Banna terluka parah, kemudian
dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan, tetapi pihak pemerintah mengeluarkan perintah
yang sangat keras agar pihak rumah sakit membiarkan Al Banna mengeluarkan darah sampai mati.
Imam Syahid Hasan Al Banna di bunuh hanya karena ia membangkitkan kesadaran dan kenyataan
kebenaran di tengah umat yang diperbudak; karena berdakwah untuk membebaskan manusia dari
belenggu penghambaan para thaghut dan penjajah menuju kemuliaan Islam dan penghambaan hanya
kepada Allah Yang Maha Satu Lagi Maha Perkasa. Namun ganjaran yang diterimanya adalah beberapa
peluru yang menembus dadanya disiang hari bolong.
Imam Syahid Hasan Al Banna telah menghabiskan waktunya untuk menekuni dakwah dan
tarbiyah. Ia membangun jamaahnya dengan bertumpu pada proses tarbiyah untuk mencetak kader
dakwah serta membangun kesadaran umat yang selama ini tertidur pulas dan beku.

2.

SOSOK HASAN AL BANNA


Imam Syahid Hasan Al Banna dipandang sebagai tokoh pembaharu Islam yang layak
disejajarkan dengan tokoh-tokoh pembaharu yang muncul pada masa-masa sebelumnya. Dengan
karakter yang melekat pada dirinya, kiranya dia layak menjadi representatif dari tokoh kebangkitan
Islam abad kedua puluh.
Pribadi Hasan Al Banna telah mengejutkan masyarakat Mesir, dunia Arab, dan dunia Islam
dengan gegap gempita dakwah, kaderisasi, serta jihad dengan kekuatannya yang ajaib. Didalam
pribadinya ada perpaduan antara potensi dan bakat, yang sepintas tampak saling bertentangan di
mata para psikolog, sejarawan dan pengamat social. Didalamnya terdapat pemikiran yang briliyan,
daya nalar yang terang menyala, perasaan yang bergelora, hati yang penuh limpahan berkah, jiwa
yang dinamis nan cemerlang, dan lidah yang tajam lagi berkesan. Disitulah ada kejuhudan dan
kesahajaan, kesungguhan dan ketinggian cita dalam menyebarkan pemikiran dan dakwah, jiwa
dinamis yang sarat dengan cita-cita, dan semangat yang senantiasa membara. Disitu ada juga
pandangan yang jauh kedepan, kecintaan yang sempurna pada dakwah, ketegaran, kerendahatian
yang jauh menuruti ambisi pribadi.

Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Abul Hasan Ali An Nadwi di dalam Risalah
Pergerakan Ikhwanul Muslimin karya Imam Syahid Hasan Al Banna yang di terjemahkan oleh Anis
Matta yang menuturkan tentang pribadi Imam Syahid Hasan Al Banna.
Ada dua sisi kejeniusan pribadi beliau, yang tampak lebih kuat dibanding segi-segi lain dari
kejeniusannya. Pada sisi lain, hanya sedikit diantara para da'i, pendidik, dan pelopor perubahan yang
menyamainya.
Pertama,kecintaan yang tulus, keimanan dan keyakinan yang kuat terhadap kebenaran dari apa yang
beliau dakwahkan. Untuk dakwahnya, beliau telah menyerahkan segenap bakat dan potensi
pribadinya, serta meleburkan diri dengan segala yang dimilikinya. Sesungguhnya, itulah syarat
mendasar yang seharusnya dimiliki oleh para pemimpin umat, yang kelak ditangan merekalah Allah
berkenan mengalirkan sungai kebaikan yang deras.
Kedua,pengaruhnya yang amat dalam pada jiwa dan perilaku para pengikutnya, serta kesuksesannya
yang gemilang dalam membina dan mengkader mereka. Sungguh, beliau adalah pembangun generasi,
pendidik bangsa, penggagas pemikiran, dan penggalang moral. [41]
Hal tersebut juga tergambar dalam penjelasan sebagai berikut:
Hasan Al Banna adalah Imam dengan segala makna, ia adalah panutan agung dalam segala
hal; dalam ilmu, keimanan, keikhlasan, keaktifan, kecerdasan dan ketajaman analisa, pada hatinya
yang besar, dan ruhnya yang suci.
Hasan Al Banna adalah hujjah Allah bagi diriku bahwa Islam selalu sanggup menciptakan lelaki
besar, yang mampu menjelmakan idealisme menjadi kenyataan, merasukkan cahaya nan cemerlang
kedalam darah dan daging, dialah akal yang brilian dan ruh yang terpaut dengan yang Maha Tinggi;
rasa lelah sedikitpun tak pernah sanggup menghentikan dzikirnya; dialah puncak ketinggian dan
keteguhan yang menyimpan gunung berapi, lelaki agung yang selalu tepat menentukan arah. Dialah
lelaki cemerlang yang memenuhi hati kami dengan kecintaan kepada Allah, menyalakan dada kami
dengan kecintaan kepada Islam, kemudian memadukan kami dalam lingkaran suci yang hampirhampir tanpa noda.
Hasan Al Banna telah dibunuh pada suatu hari yang hitam kelam dari hari-hari sejarah.
Kepergiannya memiliki arti bahwa kemanusiaan telah kehilangan seseorang, yang "zaman tak selalu
bermurah hati melahirkan orang sepertinya!" Hasan Al Banna telah dibunuh setelah melewatkan
duapuluh tahun dari umurnya dalam jihad yang pahit, yang begitu melelahkan dan yang tak pernah
memisahkan malam dari siangnya.[42]

Hasan Al Banna melewati taman dunia dengan tenang, tak ada keserakahan, tidak juga
kekikiran. Ia memetik dari taman itu seperlunya dan tak pernah melampaui batas kebutuhan yang
wajar. Makanan yang tersedia, itulah yang ia santap. Pakaian yang ada, itulah yang ia pakai. Rumah
yang didiami pun sederhana. Ia hidup seadanya dan bersahaja. Kadang-kadang ia pun harus
meninggalkan anak dan istrinya tanpa bekal.
Hasan Al Banna berjuang dengan melalui sebuah jamaah yang didirikannya sekaligus
dipimpimnya pada masa-masa awal. Jamaah itu adalah Ikhwanul Muslimin. Ia merupakan gerakan
dakwah abad ke empat belas Hijriyah, yang mempunyai pengaruh yang sangat luas diseluruh penjuru
dunia.[43] Ia adalah revolusioner dan da'i reformis yang mempunyai catatan yang cemerlang dan
terhormat, yang semakin memperindah sejarah Islam dan dakwah. Dunia sejak berabad-abad
sebelumnya-belum pernah mengenal adanya kepemimpinan yang lebih kuat, berpengaruh dan lebih
besar pruduknya melebihi kepemimpinan ini.[44]
Ia juga saling menopang dalam membentuk harakah Islam, yang didunia Arab khususnya jarang
ditemukan satu harakah yang lebih luas jangkauannya, lebih besar peranannya, lebih dalam
pengaruhnya, lebih dalam responnya kedalam masyarakat, dan lebih dalam merasuknya pada jiwa,
melebihi harakah ini. Hasan Al Banna adalah orang yang kuat optimismenya akan kemenangan dan

penuh harap akan masa depan walaupun ia sendiri mengetahui dan merasakan rintangan-rintangan
yang menghalangi jalannya.[45]
Hasan Al Banna mempunyai kelebihan berupa akhlak Islami yang sangat tinggi dan madzhar
(penampilan) Islami yang menakjubkan. Diantaranya yang mulia adalah:
-

Jujur dan benar adalah akhlak Hasan al Banna yng menonjol. Beliau tidak pernah mengutarakan
pendapat, melainkan ia konsekwen terhadap diri, orang lain dan Rabb-Nya.

Sopan dan Tawadhu'. Ia menganggap semua ulama adalah gurunya, padahal justru beliaulah guru
mereka. Ia berbicara dengan orang tua dan muda dengan sopan santun yang tinggi, lemah lembut dan
tawadhu'. Sehingga pendengarnya merasa memperoleh ilmu darinya. Tidak pernah memojokkan orang
alim atau menyalahkannya.

Semangat Dakwah Yang Tinggi. Dakwah adalah jalan hidupnya, bahkan itulah hidupnya. Tidak pernah
sibuk dengan selain masalah dakwah walau hanya sehari, dakwah telah memenuhi pikiran dan
hatinya, sehingga tidak ada tempat untuk memikirkan yang lain.

Zuhud dan Sederhana. Zuhud dan sederhana adalah sifat lain yang menonjol dalam kehidupan Hasan
Al Banna. Zuhud tidak membuatnya tersiksa dalam menjalani kehidupan.
Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan kesinambungan sejarah dari gaung kebangkitan
Islam yang telah menggema bersama para pembaharu dan pembangkit sebelumnya; Muhammad
Abdul Wahab, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Muhammad Iqbal dan lain-lain.

[46]Kejeniusan sang da'i ini tampak jelas pada dua aspek spesifik, yang keduanya jarang dimiliki oleh
manusia lain kecuali hanya beberapa orang saja, diantara para da'i, murobbi, pemimpin dan
pembaharu yang ada.
Pertama, antusiasme untuk berdakwah yang luar biasa, yakin dan puas dengan berdakwah, dan
memberikan dedikasi yang tinggi dalam berdakwah dengan segala kemampuan dan instrument yang
dimilikinya.
Kedua, pengaruhnya yang sangat dalam terhadap para sahabat dan muridnya, serta kesuksesannya
yang spektakuler dalam tarbiyah dan kaderisasi. Beliau adalah pembangun generasi, pengurus
tarbiyah (murobbi) bangsa, serta pemangku madrasah yang sarat dengan nuansa ilmiyah, fikriyah,
dan khuluqiyah.
3.

HASAN AL BANNA DAN KONDISI SOSIAL POLITIK PADA ZAMANNYA


Pada tahun 1927 dan sebelumnya, atau setelah disyahkannya keputusan 28 Februari, Mesir
menjadi arena pertarungan dan persaingan partai-partai politik dalam negeri. Situasi ini dicipta oleh
para petualang politik yang menjalin hubungan mesra dengan kelihaian dan kelicikan kaum kolonial.
Hal ini membuat para politisi dan gembong-gembong partai mengadakan persaingan dan perebutan
pengaruh yang saling menjatuhkan. Dengan demikian, rasa nasionalisme menjadi menyimpang dari
tujuan kebangsaan yang luhur yang mengarah pada terciptanya kepentingan-kepentingan yang tak
berharga. Kenyataan ini mengakibatkan gerakan nasionalisme dengan gejala kemampuan dan
potensinya termasuk didalamnya masalah jihad yang dahulu merupakan senjata ampuh untuk
melawan penjajah kini menjadi berbalik. Yang ada adalah senjata makan tuan lantaran berkecamuknya
perang saudara. Persatuan menjadi pudar dan pembangunan masyarakat macet terhenti. Sebagai
dampak akibat pertarungan dan persaingan tajam antar partai politik ini adalah lemahnya bangsa.
Ganjalan ini merambat ke seluruh Negara yang diwarnai dengan pertentangan dan perpecahan antar
keluarga dan antar suku/ keturunan. Kekuatan umat dan pertahanannya menjadi pudar, fitnah sempat

menghiasi kehidupan, dan degradasi nilai akhlak semakin tampak. Begitu pula persaingan tidak wajar
untuk memenangkan pemilihan umum terjadi disetiap tempat. Dan ironisnya, mereka tak segan
mengangkat senjata untuk melakukan kekerasan demi kemenangan partainya. [47]
Salah satu persolaan yang mendapat perhatian al Banna adanya penjajahan Inggris terhadap
Mesir saat itu. Rekaman penjajahan itu begitu kuat melekat dalam ingatannya. Al Banna menyatakan
dalam memoarnya kenangannya mengenai revolusi Mesir pada tahun 1919. Saat itu usianya baru tiga
belas tahun yang menimbulkan pemogokan masal di Mesir:
Masih tergambar dibenak, peristiwa ketika beberapa tahun tentara Inggris menduduki kota dan
mendirikan kamp-kamp di berbagai tempat. Sebagian mereka mulai berinteraksi dengan sebagian
penduduk setempat. Bahkan mulai melakukan tindakan kasar dan penakalan terhadap penduduk
dengan menggunakan sabuk kulitnya. Akibatnya orang-orang yang masih memiliki rasa nasionalisme
pun menjauh dari orang-orang Inggris itu, mereka harus menanggung akibatnya. Saya juga masih
ingat bagaimana penduduk melakukan siskamling, mereka melakukan jaga malam secara bergantian
selama beberapa hari agar tentara-tentara Inggris itu tidak menyatroni rumah-rumah penduduk dan
merampas kehormatan penghuninya.[48]
Situasi yang demikian mencekam pada saat itu terlihat masih membekas dalam ingatan Hasan
Al Banna hingga bertahun-tahun kedepan. Masalahnya penjajahan Inggris, seperti penjajahan bangsa
manapun juga, telah membangun sebuah persepsi didalam diri bangsa terjajah tentang kehinaan dan
perendahan martabat kemanusiaan mereka. Dan hal tersebut sangat terlihat dalam beberapa tulisan
Hasan Al Banna. Ahmad Isya 'Asyur mengungkapkan hal ini di dalam karyanya tentang CeramahCeramah Hasan Al Banna:
Hasan Al Banna menggambarkan dan mengartikan penjajahan yang dialaminya dengan
penggambaran seperti yang tertera didalam kitab suci (Q.S An Naml:34) "Sesungguhnya raja-raja itu
apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya
yang mulia itu menjadi hina. Dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat." [49]
Makna penjajahan baginya meliputi kerusakan yang bersifat ilmiah, kerusakan ekonomi,
kerusakan kesehatan, kerusakan moral dan seterusnya, diantara indikasinya adalah kehinaan, serba
kekurangan dan kemiskinan lalu, 'menjadikan penduduknya yang mulia itu menjadi hina', keadaan ini
sekaligus yang menunjukkan hilangnya indikasi kehidupan (eksistensi) bangsa terjajah itu. Sementara
bagi penjajah akan muncul kezaliman dan arogansi.
Untuk masa modern Hasan Al Banna menyatakan akan terjadi perubahan negatif (destruktif)
setiap kali penjajahan memasuki sebuah negeri. Perubahan negatif tersebut terjadi pada aspek
akhlaknya yang rusak, jiwanya yang melemah, muncul berbagai kezaliman, ilmu pengetahuan
mengalami berbagai kematian dan kejahilan (kebodohan) pun merajalela. [50]
Dalam situasi sosial politik yang demikianlah Hasan Al Banna dibesarkan, dimana kelemahan
seperti yang disebutkan diatas sangat terasa sebagai implikasi lanjutan dari penjajahan, disamping
berbagai kelemahan yang memang sudah ada didalam tubuh masyarakat terjajah sebelum masuknya
kolonialisme. Penjajahan pada saat itu mengakibatkan berbagai kehancuran pada bangsa Mesir saat
itu, namun pada sisi lain penjajahan juga merupakan akibat dari lemah dan rapuhnya kekuatan bangsa
tersebut.
Argumentasi tersebut terlihat dari kondisi keterbelakangan dan kelemahan umat Islam, Mesir
saat itu khusunya. Sejak sebelum runtuhnya khilafah Islamiyah dan terus berlangsung sampai setelah
khilafah tersingkir dan penjajahan berlangsung. Peristiwa ini mempunyai pengaruh terhadap situasi
banyak negara Islam dan non Islam. Peristiwa ini mempengaruhi situasi politik, pemikiran, keagamaan
dan sosial. Akan tetapi kondisi keagamaan adalah yang mendapat pengaruh terbesar [51]. Semua itu

berpengaruh sangat besar bagi masyarakat Mesir dan pribadi Hasan Al Banna. Peristiwa runtuhnya
khilafah ini melahirkan gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas.
Pada dekade yang saya lalui di Kairo kala itu, semakin merajalela arus kekuasaan. Kebejatan
berpendapat dan berfikir dianggap sebagai kebenaran rasio. Kerusakan moral dan akhlak dianggap
sebagai kebebasan individu. Gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas melanda sangat deras
tanpa ada penghalangnya, didukung oleh berbagai kasus dan situasi yang mengarah kesana. [52]
Dengan demikian terdapat dua persoalan sosial-politik yang melingkupi Hasan al Banna ketika
ia berupaya melakukan pembaharuan dan perbaikan umat Islam saat itu. Hal tersebut akan terasa
secara dalam apabila kita membaca teks perkataannya berikut ini:
Saya sepenuhnya yakin bahwa bangsa saya ini, berdasar hukum perubahan politik yang melingkupi
mereka, serta dengan munculnya revolusi sosial yang mereka terjuni, westernisasi yang semakin
meluas, filsafat materialisme dan sikap membebek pada bangsa Asing akan semakin menjauhkan
mereka dari cita-cita agama, tujuan kitab suci, melupakan peninggalan para pendahulu mereka, untuk
kemudian mengenakan jubah kezaliman dan kebodohan pada agama mereka yang benar, dan makin
tertutup lah hakekat kebenaran dan ajarannya yang lurus oleh tabir-tabir prasangka, sehingga orang
awam terjerumus dalam lembah kebodohan yang gelap gulita. Pemuda dan pelajar melata-lata di
padang kebingungan dan kebimbangan, aqidah menjadi rusak dan agama bergantian dengan
kekafiran.[53]
Persoalan berikut yang tidak kalah penting dibahas mengenai kondisi Mesir pada saat itu
adalah dari sisi elite politik dan elite agama (para ulama). Untuk para ulama mereka dapat
dikatagorikan atas tiga kelompok: kelompok yang pertama memperoleh legitimasi dari penjajahan
Inggris, dan kelompok kedua memperolehnya dari korporasi-korporasi asing yang pada saat itu banyak
terdapat disekitar Kanal Suez. Mereka hilir mudik memberikan khutbah-khutbah dan nasehat-nasehat
yang menurut seorang aktivitas al Ikhwan hanya berisi dongeng-dongeng dan khurafat-khurafat.
Dongeng-dongeng seperti itu tak mungkin rasanya bila diucapkan oleh seorang ulama. [54]Sebagai
dampaknya, mereka jauh dari kehidupan keagamaan dan cita rasanya, persis seperti ajaran yang
mereka terima dari Barat. Bahkan mereka melangkah lebih jauh dengan sikap oposisi terhadap orangorang Islam yang berdakwah dan mengajak kearah kebenaran Islam. Menurut mereka, kaum yang
memegang agama Islam sebagai panutan dianggapnya kolot dan picik serta tidak selaras dengan arus
modernisasi. Mereka justru menganut paham sekularis yang menganggap agama sebagai dimensi
rohani yang sama sekali terpisah dengan masalah sosial politik. [55]Disamping dua kelompok ulama
jahat ini terdapat pula ulama lain yang betul-betul berusaha memerangi bid'ah dan khurafat itu.
Malangnya mereka ini tidak berpengalaman dan tidak memiliki pengetahuan tentang metode dakwah
dan tragisnya ulama Islam yang benar ini meringkuk dalam penjara.
Sehingga dapat dikatakan elite agama yang terdiri atas para ulama pada saat itu telah
terkouptasi oleh penjajah. Praktek-praktek keagamaan yang menyimpang dan dipenuhi oleh khurafat
dan syirik menjadi bertambah subur pada saat itu. Hal inilah yang sangat merisaukan Hasan al Banna.
Persoalan penyimpangan ini dianggap sepele. Oleh karena itu, al Banna merasa perlu memasukkan
persoalan-persoalan bid'ah dan khurafat kedalam dua puluh prinsip yang wajib diamalkan dalam
aktivitas harian maupun dalam aktivitas dakwah mereka. [56]Sedangkan untuk persoalan para ulama
Hasan Al Banna memberikan pandangan agar para Ikhwan tidak perlu terlibat kedalam polemik
keagamaan yang tidak penting diantara mereka. Mereka dianjurkan mengambil pendapat dari
sumbernya langsung yakni Al Qur'an dan As Sunnah.
Selain kelompok-kelompok ini disana terdapat kelompok jenis lain: kelompok-kelompok politik
yang disebut partai-partai. Partai-partai ini diwarnai secara umum oleh paham nasionalisme sekuler.
Paham

nasionalisme

yang

acuan

dasarnya

pada

kesamaan

geografis(wathaniyah)mendahului

munculnya nasionalisme yang acuan dasarnya pada bangsa (qaumiyah) khususnya di Mesir, meskipun
partai-partai ini tidak bersifat ideologis dalam pengertian yang pada umumnya dipakai selain itu di
negeri Arab lain selain Mesir. [57] Selain itu konflik elite politik pada saat itu disebabkan oleh
perbedaan kepentingan dan pandangan. Pada saat itu, pergantian kekuasaan seringkali terjadi. Partaipartai yang berkuasa tidak jarang membuat kebijakan-kebijakan politik yang merugikan lawan
politiknya yang dianggap potensial menjatuhkan posisinya. Dan hal tersebut yang dirasakan oleh
organisasi al Ikhwan. Terutama pada masa kepemimpinan An Naqrasyi Pasha yang membuat peraturan
yang ketat yang mengekang al Ikhwan. [58]Pembunuhan terhadap lawan-lawan politik yang kerap
terjadi. Hal tersebut dialami oleh PM Ahmad Mahir Pasha setelah ia mengumumkan perang terhadap
Negara-negara yang berperang melawan sekutu. Dan pembunuhan politik harus juga diterima Hasan
al Banna sebagai lawan politik PM an Naqrasyi, tidak lama setelah an Naqrasyi terbunuh. [59]Persoalan
elite politik, dan juga elite agama, merupakan salah satu agenda yang tidak kalah pentingnya dari
persoalan penjajahan dan keterbelakangan umat Islam pada saat itu. Persoalan tersebut merupakan
realitas sosial politik yang harus dihadapi oleh Hasan Al Banna sebagai sebuah sosialisasi politik yang
harus diterima dan sekaligus dihadapi oleh Hasan Al Banna sendiri.
4.

KARYA-KARYA HASAN AL BANNA


Hasan al Banna mengembangkan gagasan-gagasannya sebagian besar berdasarkan pada
peristiwa yang berkenaan dengan keadaan yang tengah berlangsung. Kebanyakan tulisannya terdiri
atas artikel dan essay, bukan dalam bentuk sebuah buku. Ciri dari setiap pembicaraan dan tulisan
Hasan Al Banna adalah ia selalu memasukkan ajaran tasawuf yang berwawasan syari'at.
Sebagai contoh, ia selalu memerintahkan kepada para anggota al Ikhwan untuk selalu berdzikir dan
berdo'a disamping menjalankan tugas pokoknya sebagai seorang muslim yaitu amar ma'ruf nahi
munkar.
Kesederhanaan intelektualnya merupakan suatu kelebihan yang membuat masyarakat tertarik,
didukung dengan para anggota dan pendukung al Ikhwan kebanyakan terdiri atas golongan kelas
menengah yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan sangat komitmen terhadap ajaran Islam.

[60] Berbeda dengan Rasyid Ridho dan Muhammad Abduh. Mereka merumuskan landasan intelektual
dengan metode-metode yang sulit untuk diterima kalangan masyarakat umum. Sekalipun metodenya
sama dengan system ceramah serta walaupun mereka mempunyai kemampuan berbicara lebih bagus
dibanding dengan tulisan-tulisan Hasan Al Banna, dalam menarik khalayak untuk menerima gagasan
mereka.[61]
Hasan Al Banna aktif dalam menulis artikel-artikel diberbagai majalah-majalah. Seperti
beberapa

nomor

edisi

pada

majalah as-Syihabyang

dipimpinnya

sendiri.

Hasan

al

Banna

menulis aqidah uluhiyah, tentang tafsir yang dimulai surat al fatihah, tentang ilmu haditsyang diawali
dari riwayat dan isnad, tentang dasar-dasar Islam sebagai system masyarakat yang diawali dengan
bahasan perdamaian dalam Islam, serta sejarah. Hampir seluruh bidang pengetahuannya dikuasainya.

[62]
Hasan Al Banna dalam membuat karya, tidak pernah putus harapan, meskipun dalam masamasa yang sulit sekalipun. Dalam setiap tulisannya, dalam beberapa risalah, ia selalu membangkitan
harapan dan gairah kepada pembaca dan berulang-ulang menekankan dalam risalahnya. 'hari ini
adalah hakekat penampilan mimpi-mimpi hari kemarin dan mimpi-mimpi hari ini adalah perwujudan
hari esok'.[63]

Sekalipun peninggalan Hasan Al Banna belum dipublikasikan dalam bentuk himpunan karya
yang lengkap seperti halnya karya Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rifa'at Tahtawi dan
lainnya.
Diantara karya-karya Hasan Al Banna yaitu: Mudzakirah ad Da'wah wa al Da'iyah, berupa
catatan harian dakwah dan sang da'i danmajmu'ah al rasail, yaitu kumpula surat-surat dan risalah
yang ia tulis, diantaranya:
1)

Risalah Aqidatuna, risalah ini ditulis oleh Imam Hasan Al Banna pada tahun 1350/ 1931 M. risalah ini
menetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah serta menegaskan kembali target dari gerakan al
Ikhwan al Muslimun adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan ukhrawi.

2)

Risalah Da'watuna, ditulis pada tahun 1936, mengenai program dan tujuan jamaah al Ikhwan al
Muslimun, risalah ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip dakwahnya, dimana salah satu bahasannya
menjelaskan ajaran jihad yang menjadi tujuannya dan Ikhwan.

3)

Risalah Ila as-Syabbab, ditulis pada tahun 1936, risalah ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan judul "pemuda militan" risalah ini berisi tentang anjuran para pemuda sebagai
penerus bangsa untuk mengajarkan Islam dan anjuran senantiasa berjihad dijalan Allah SWT. Risalah
ini juga merupakan bentuk perhatian Al Banna kepada para pemuda.

4)

Risalah yang ditujukan kepada konferensi pelajar. Risalah ini merupakan teks pidato yang
disampaikan Imam Hasan Al Banna pada bulan muharram 1357 H/ maret 1938 dihadapan pelajar al
Ikhwan al Muslimun. Hasan Al Banna banyak mengungkapkan permasalahan Islam dan politik dalam
risalah ini.

5)

Risalah al Ta'lim, ditulis tahun 1359 H/ 1940 M. risalah ini banyak membicarakan tentang system dan
program serta konsep-komsep pendidikan Hasan Al Banna dalam organisasinya.

6)

Risalah Jihad. Risalah ini menjelaskan tentang jihad. Jihad merupakan suatu kewajiban atas setiap
muslim , tentang hukum jihad serta kendala-kendala dan cobaan-cobaan yang dialami al Ikhwan.
Risalah ini senantiasa menganjurkan jihad.

7)

Risalah Muskilatuna. Ditulis tahun 1947. risalah ini mengungkapkan tentang pentingnya melaksakan
amanah dan memenuhi tugas dakwah. Didalamnya terdapat orientasi pemikiran al Ikhwan dalam
melakukan reformasi dan menghadapi persoalan di Mesir serta diberbagai Negara Islam lainnya, yang
kondisinya serupa dengan kondisi Mesir.

8)

Risalah menuju Cahaya. Risalah yang berbentuk surat yang ditulis tahun 1936 dan ditujukan kepada
raja faruq, kepada kepala pemerintahan saat itu, Mustafa an Nahas Pasya dan kepada seluruh raja,
amir dan penguasa di semua Negara Islam. Serta ditujukan kepada sejumlah besar pemimpin dan
tokoh pembaharuan yang tidak resmi di Negara-negara mereka. Dalam risalah tersebut, Hasan Al
Banna menekankan pentingnya membebaskan umat Islam dari segala bentuk ikatan politik yang
membelenggunya, dengan menggunakan cara yang legal. Mereka yang menerima surat itu dituntut
untuk membangun kembali umat Islam agar mereka menempuh jalan yang benar dalam mengarungi
kehidupan ini.

9)

Risalah al Ma'tsurat. Yaitu berisi kumpulan wadhifah Hasan Al Banna berdasarkan ayat-ayat al- Qur'an
dan as-Sunnah yang harus diamalkan.[64]
Adapun surat khabar dan majalah, maka Hasan Al Banna berusaha keras menerbitkan dan
menyebarkannya. Sebagai buktinya: "Imam Syahid Hasan al Banna selalu berhubungan Sayyid Rasyid
Ridho. Pemimpin redaksi Al Manar. Hasan Al Banna selalu bermusyawarah dengan beliau dalam
banyak hal. Beliau juga menjalin hubungan dengan Sayyid Muhibbudin al Khatib, pemimpin redaksi
majalah al Fath. Sebagaimana Hasan Al Banna mempunyai hubungan dan sekaligus menjadi anggota
"Jam'iyah Syubbanu al Muslimin".[65]

Hasan al Banna banyak menulis di majalah al Fath dan asy Syubbanu al Muslimin pada saat al
Ikhwan al Muslimun belum memiliki majalah sendiri. Kemudian atas kehendak Allah SWT. Hasan Al
Banna bertanggung jawab atas penerbitan majalah al Manar setelah Syeikh Rasyid Ridho wafat.
Setelah itu al Ikhwan al muslimun menerbitkan berbagai majalah yang banyak memuat tulisan-tulisan
Hasan

al

Banna.

Al

Ikhwan

al

Muslimin

menerbitkan

majalah "Jaridah

al

Ikhwan

al

Muslimin". Majalah "an Naddzir" dan "as Syihab".[66]


Berikut ringkasan beberapa karya tulis Imam Syahid Hasan Al Banna yakni:
1.

Ahaditsul Jum'ah (Pesan Setiap Jum'at).

2.

Mudzakiratu Al Dakwah Wa Al Da'iyah (Pesan-pesan Buat dakwah dan Da'i).

3.

Al Ma'tsurat (Wasiat-wasiat).

4.

Jihad Ikhwanul Muslimin


Karya-karyanya dalam bentuk pesan (Majmu'ah Al Rasail), tahun 1399 H adalah:
1.

Da'watuna (Misi Kita)

2.

Nahwa Al Nur (Menuju Kecerahan)

3.

Ila Al Syabab (Kepada Para Pemuda)

4.

Baina Al Amsi wal Al Yaum (Antara Kemarin dan Hari Ini)

5.

Risalatu Al Jihad (Pesan-pesan jihad)

6.

Risalatu Al Ta'lim (Pesan-pesan pendidikan)

7.

Al Mukatamar Al Khamis (Konferensi Kelima)

8.

Al 'Aqoid (Prinsip-prinsip)

9.

Nizhamu Al Hukmu (Sistem Pemerintahan)

10. Al Ikhwan Tahta Rayati Al Qur'an (Ikhwan Dibawah Bendera Al Quran)


11. Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Misi Kita Dalam Masa Baru)
12. Ila Ayyi Syai'in Nad'u Al Nas (Kearah Mana kita Menyeru Manusia)
13. Al Nizham Al Iqtishodi (Sistem Perekonomian)
BAB III
KONSEP GERAKAN ISLAM IMAM SYAHID HASAN AL BANNA

1.
1)

Prinsip-prinsip Gerakan Islam Hasan Al Banna

Prinsip Keterbukaan
Metode Al Banna tidaklah terkurung dalam bingkai atau kerangka sebuah wadah organisasi,
walaupun keberadaan organisasi tersebut urgens dalam pergerakan. Akan tetapi keberadaan kerangka
tersebut tidaklah menjadi penghambat untuk bersikap terbuka terhadap pihak-pihak yang berada di
luar, atau menjadi penghalang untuk bekerja sama dengan pihak lain dimana sikap seperti ini sesuai
dengan prinsip cemerlang Hasan Al Banna ke-8 yang berbunyi: "Kita saling membantu dan bekerja
sama dalam masalah-masalah yang kita sepakati, namun kita saling berlapang dada dalam masalahmasalah yang tidak sepaham"[67]

Imam Hasan Al Banna tidak pernah mengekang anggota-anggota organisasi, dan dia juga tidak
melarang mereka untuk masuk kedalam lingkungan pemerintahan dengan segenap lembaganya,
bahkan sebaliknya dia mempersiapkan mereka untuk menjadi ruh yang mampu menyusup dan
menyebar kesegala elemen umat agar dapat menghidupkan ruh Islam ke dalam diri mereka.
Pergerakan Al Banna semenjak munculnya telah mengenal banyak divisi yang memperhatikan
permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan, hubungan dengan luar organisasi, hubungan
dengan dunia Islam, baik terhadap pemerintahnya maupun terhadap bangsa-bangsa Muslim.
Apabila Islam adalah sebuah ajaran dan jalan hidup yang bersifat universal dan internasional,
maka para pembawa misi yang berjuang untuknya baik individu, kelompok, lembaga maupun
organisasi-organisasi pergerakan harus mempunyai sifat keterbukaan yang lebih besar terhadap
dunianya, sebagaimana firman Allah:

(107: )
"Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al
Anbiya': 107).
Tentu saja makna yang terkandung dalam risalah akan terbengkalai jika dasar-dasar dan
pemikiran-pemikirannya tidak disebarkan kepada orang lain. Atau pemahaman terhadap perintahperintah dan larangan-larangan Allah tidak di pahami manusia. Allah telah mempersaksikan
Muhammad SAW sebagai utusan Allah, firmannya:

(29 : )
"Muhammad adalah utusan Allah" (Q.S. Al Fath: 29)
Demikian juga Allah menjadikan beliau sebagai Rasul, lantaran Dia telah mengutusnya sebagai
pemberi khabar gembira dan mengancam bagi seluruh manusia, tanpa kecuali.
Apabila kita perhatikan, perpindahan dakwah secara tertutup menuju tahap dakwah secara
terbuka, terdapat sebuah pelajaran yang sangat berharga. Apabila misi para pejuang Islam adalah
untuk memberikan terapi bagi penyakit dan masalah kemanusiaan, serta memberikan solusi, maka hal
yang demikian memerlukan sikap terbuka, bukannya tertutup. [68]
Apabila berkelana, mengembara atau berjalan-jalan merupakan salah satu bentuk ibadah, dan
salah satu metode belajar mengajar, hendaknya hal itu juga menjadikan kita sebagai umat yang
sangat terbuka.(QS Ali Imran: 137-138). Oleh karena yang menjadi tugas ulama yang membawa misi
Islam adalah berdakwah, menyampaikan risalah, menyuruh pada yang ma'ruf, mencegah dari yang
mungkar, saling menasihati untuk selalu dalam kebenaran serta kesabaran dalam mengemban syari'at
Allah.(Ali Imran 104). Maka syarat terealisasinya semua hal tersebut adalah adanya keterbukaan.
Oleh karena itu, gerakan Islam harus melakukan dakwahnya secara terbuka, termasuk dalam
hal memberitahukan system organisasi dan para penggerak (pemimpinnya). Ia harus melakukan

dakwah dalam semua lapangan kehidupan, seperti mendirikan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,
membangun

balai-balai

pengobatan

dan

rumah

sakit.

Juga

mendirikan

lembaga-lembaga

perekonomian dan sosial kemasyarakatan dan lain-lain.[69]

2)

Eksklusifitas dan Inklusifitas


Ajaran Al Banna bersifat universal dan variatif sehingga menyentuh semua lapisan anggota
masyarakat. Dalam usaha perbaikan dakwah Ikhwanul Muslimin tidak membatasi diri pada segi-segi
sosial saja tanpa memperhitungkan segi-segi lainnya, bahkan mereka menyeru kepada perbaikan
aqidah sebagaimana mereka menyeru kepada perbaikan akhlak. Ia juga berusaha untuk mengadakan
perbaikan diri aktivisnya sebagaimana usaha perbaikannya terhadap para ahli ilmu, ia juga
mengadakan aktivis atas kemampuannya sendiri guna menghadapi kerusakan politik dan pemerintah
sebagaimana ia menghadapi kerusakan keluarga dan sekolah. Ia juga memperhatikan secara seksama
terhadap kepentingan industri sebagaimana persatuannya terhadap masjid. Ia juga secara sungguhsungguh memperhatikan perkampungan sebagaimana perhatiannya pada kota-kota. [70]
Salah satu prinsip dasar Imam Hasan Al Banna Yakni "Islam adalah suatu ajaran universal dan
lengkap" meliputi semua aspek kehidupan. Islam adalah Negara dan tanah air atau pemerintahan dan
masyarakat, etik, moral dan kekuasaan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan perundanganundangan, ilmu pengetahuan dan hukum, kekayaan materi atau kerja dan harta, jihad sekaligus
dakwah, kekuatan senjata dan konsep. Islam adalah aqidah yang benar, sebagaimana halnya Islam
juga ibadah yang shalih. Satu sama lain saling melengkapi dan sama derajat. [71]
Adapun kriteria ajaran Hasan Al Banna bersifat ekslusif, hanya tertuju pada individu-individu
istimewa dan yang sangat istimewa. Dia membebani mereka dengan urusan-urusan atau tanggung
jawab besar dalam memimpin pergerakan dan membangun kebangkitan Islam. Dalam Mudzakirahnya
Hasan Al Banna berkata:
Hari ini datang si Fulan ke Islamiliyah. Ia mengajak kepada ajaran tarekat. Ia mempunyai pemikiranpemikiran yang khas yang bertentang dengan cita-cita keislamanku. Sedangkan saya sendiri telah
mewakafkan diri untuk dakwah yang kuanggap jalan terbaik untuk mengadakan reformasi Islami.
Orang-orang semacam mereka mengubah dan membentuk dakwah yang ada dengan format dakwah
mereka. Itu yang saya tidak mau. Sudah waktunya saya menampakkan kepercayaan diri dihadapan
berbagai dakwah yang penuh syubhat ini. Saya jelaskan tentang tujuan reformasi Islami yang
tersimpul dalam gerakan "kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya", membersihkan akal dari
khurafat dan wahn, serta mengembalikan manusia kepada jalan yang lurus. [72]
Namun demikian, ajaran Hasan Al Banna juga menyapa segenap ummat agar mereka bangkit,
dan berusaha menyelesaikan masalah-masalah social kemasyarakatan. Ajarannya juga bersifat politis,
karena berusaha menasihati dan menegur para pemimpin dan aparat Negara serta semua pihak
pengambil keputusan.

Imam Hasan Al Banna selalu berhubungan dengan segala lapisan masyarakat, Dia hidup
ditengah-tengah

masyarakat,

saling

berdiskusi,

berbicara

dengan

mereka

juga

merekapun

mendengarnya. Kadangkala dia berbicara dengan jamaah sholat di masjid-masjid, kadangkala dia
berbicara di kantor pusat Ikhwanul Muslimin untuk mencari jalan keluar permasalahan umat yang
biasanya diadakan pada diskusi rutin setiap hari Selasa, kadangkala ia mengunjungi lembaga-lembaga
kemasyarakatan untuk menjembatani antar organisasi Islam, kadangkala ia berbicara di kedai-kedai
minuman untuk membangkitkan potensi-potensi yang ada guna berjuang menegakkan kalimat Allah
dimuka bumi.[73]Lebih daripada itu, ia tidak pula menyampingkan pembicaraan dan dialog dengan
pihak non Islam guna mencari titik kesepakatan yang dapat dijadikan sebagai alat atau bahan kerja
sama.
3)

Menghormati Ulama
Ia menganggap semua ulama adalah gurunya, padahal justru beliaulah guru mereka. Ia
berbicara dengan orang tua dan muda dengan sopan santun yang tinggi, lemah lembut dan tawadhu'.
Sehingga pendengarnya merasa memperoleh ilmu darinya. Tidak pernah memojokkan orang alim atau
menyalahkannya.[74]
Diantara ciri khas metode pergerakan Imam Al Banna adalah menjaga hubungan dengan para
ulama dan meletakkan mereka pada hubungan yang mulia. Dan mereka - para ulama itu - adalah
pewaris nabi-nabi dan lebih faqih dalam memahami Agama Allah swt. Mereka lebih mampu
menyampaikan dakwah Islam, lebih bijak dalam mengambil keputusan atas pelbagai permasalahan
berdasarkan syara'. Lebih dari itu, mereka adalah para imam sholat di masjid-masjid dan juga ahli
pidato pada setiap podium. Merekalah para pengisi cara berpikir masyarakat, pembentuk opini umum,
dan juga pelaku mobilisasi masa.
Didalam prinsip-prinsip Hasan Al Banna ia mengatakan:
Cinta kepada orang-orang yang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena
perilaku baiknya adalah bagian dari taqarrub kepada Allah swt. Sedangkan para wali adalah mereka
yang disebut dalam firmannya: "yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa". Karamah
pada mereka itu benar-benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syairnya. Itu semua dengan suatu
keyakinan bahwa mereka -semoga Allah meridloi mereka- tidak memiliki mudhorot dan manfaat bagi
dirinya baik ketika masih hidup maupun setelah mati apalagi bagi orang lain. [75]

Para ulama memasukkan prinsip ini kedalam bagian kenabian. Tidak diragukan lagi bahwa
hubungannya dengan bagian tersebut sangat kuat dan mendasar. Hal itu karena kesalehan dan
kewalian lahir dari mengikuti para rasul dan konsisten dengan ajaran yang mereka bawa dari Allah swt.
Disamping itu, karamah juga merupakan cabang dan perpanjangan dari mukjizat, karena konsisten
para wali pada manhaj para nabi dan komitmen mereka dengan iman dan taqwa. [76]Orang-orang
saleh yang paling utama adalah para Nabi, kemudian para Shiddiqin, para Syuhada, dan orang-orang
saleh dari kalangan kaum beriman sesuai urutan mereka dalam surat An Nisa': 69.

" Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Yaitu para Nabi, Shiddiqin, para Syuhada, dan orangorang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Karena kedudukan, derajat posisi dan komitmen orang-orang saleh yang demikian itu, maka
orang-orang mukmin yang menyandang sifat kesalehan pantas mendapat hal yang dikatakan Imam
Syahid. "mencintai, menghormati, dan memuji mereka karena kebaikan amal yang kita ketahui
merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah swt.[77]
Keterbukaan Al Banna terhadap kaum ulama tersebut telah menyebabkan banyak ulama ikut
serta dalam berbagai lembaga dan divisi pergerakan. Bahkan sebagia besar ulama mujtahid dan
mujahid yang bersifat kreatif, aktif dan terbuka telah terpengaruh dan bekerja untuk amal pergerakan
Ikhwanul Muslimin dan bahkan pendirinya sendiri, Imam Hasan Al Banna. [78]
Martabat ulama demikian terhormat dimata masyarakat karena ketaqwaannya kepada Allah
SWT, suluh yang terang benderang dalam negeri dan penuntun umat ke jalan surga. Allah SWT
memuja mereka dalam Al Qur'an: "yang sungguh takut kepada Allah diantara para hambanya adalah
para ulama" (Q.S. Fathir: 28). Dan Nabi Muhammad SAW sendiri mempercayai mereka sebagai pewaris
para nabi, dalam sabda beliau "para ulama itu adalah pewaris para nabi".
Begitulah ulama yang sejati itu, tinggi dalam pandangan masyarakatnya dan mulia disisi
Tuhannya. Ulama yang demikian sungguh berwibawa kepada masyarakat dan disegani serta di
hormati oleh para penguasa. Bahkan mereka lebih tinggi kedudukannya dari penguasa itu sendiri,
tersebab mereka adalah tergolong ke dalam katagori "orang-orang suci" yang memiliki integritas
menyeluruh selaku pewaris para Nabi dan Rasul Allah.
Mereka mempunyai kharisma yang penuh otoritas dengan kepribadiannya yang kuat,
memukau dan memikat setiap orang yang pernah berkenalan dengan mereka. Dengan watak
kepribadian yang agung itu, mereka menjadi tokoh masyarakat yang dihormati dan disegani segala
pihak. Demikian halnya sifat-sifat yang dimiliki oleh para ulama sahabat Rasulullah dan ulama tabi'in
seperti halnya dengan Sufyan Tsauri, Imam Malik, Hanafi dan semua tokoh-tokoh ulama yang empat
madzhab itu, berwibawa dan kharismatik.[79]

4)

Metode Tahapan
Metode pergerakan Imam Hassan Al Banna selalu berdasarkan pada metode tadarrujdengan
program-program tahapan, didalam rukun bai'atnya Hasan Al Banna berkata:
Yang saya maksud dengan tadarruj (totalitas) adalah bahwa engkau harus membersihkan pola pikir
dari prinsip nilai dan pengaruh individu yang lain, karena ia adalah seringgi-setinggi dan selengkapselengkap fikrah. Manusia dalam pandanganakh yang tulus, adalah salah satu dari enam golongan,
yakni: muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau mu'ahid
(orang-orang kafir yang terikat dengan perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang di lindungi) atau

muharib (orang-orang kafir yang memerangi), masing-masing dari mereka memiliki hukum sendiri
dalam timbangan Islam. Dalam batas inilah individu atau lembaga di timbang, berhakkah ia
mendapatkan loyalitas atau sebaliknya "permusuhan"

[80]

Metode Imam Al Banna juga tidak hanya cukup dengan cara memakai nasihat dan pengarahan
saja tanpa ada pemikiran untuk dapat mencapai pemerintahan atau posisi-posisi pengambil keputusan
untuk memulai kehidupan Islami dan menerapkan syari'at Islam yang mulia.
Berdasarkan prinsip ini, Imam Al Banna sangat menekankan pematangan program dan
langkah-langkah yang akan dilaksanakan, tidak lekas bereaksi, tidak merusak metode tahapan dengan
alasan untuk menguasai pusat kekuasaaan, dan menjadi pihak pengambil keputusan Negara. Al Banna
percaya bahwa siapapun yang ingin memetik buah sebelum datang waktunya yang tepat, maka dia
akan berakibat kegagalan, dan percaya bahwa kekuasaan adalah alat untuk mendirikan syariat Allah
swt. Al Banna percaya bahwa pencapaian kekuasaan sebelum adanya kemampuan riil dan
komprehensif atau kemampuan untuk menyelesaikan pelbagai permasalahanya akan menyebabkan
rongrongan atau kegagalan terhadap program-program Islami pergerakan dan memburukkan citra dan
gambaran Islam itu sendiri.

5)

Memprioritas Kualitas Kader dan Tokoh


Walaupun Imam Al Banna adalah pendiri gerakan Iklhwanul Muslimin, peletak Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, dan pembangun berbagai lembaganya, untuk kebesaran
organisasi dalam rangka mencapai suatu maslahat yang mesti dilaksanakan atau untuk menghindari
suatu bahaya yang diduga kuat akan terjadi.
Dalam membangun sebuah pabrik kader Al Banna menyatakan: "Persiapkanlah jiwa-jiwa kalian,
tempalah ia dengan tarbiyah shahihah, seleksilah dengan ketat, ujilah dengan amal, amal yang berat
dan dibencinya, sapihlah ia dari arahan syahwat, kebiasaan, dan kesenang-senangannya.
Untuk menegaskan maksud ini ia selanjutnya menyatakan: "Ikhwanul Muslimin
mengemban misi utama tarbiyah jiwa, pembaharuan ruhani, pengukuhan akhlak, dan penumbuhan
sikap ksatria yang lurus dijiwai umat, mereka meyakini bahwa inilah pondasi pertama dimana
kebangkitan umat tegak diatasnya.
Tarbiyah bagi seseorang atau jamaah ibarat ruh didalam jasad, Imam Hasan Al Banna
menegaskan, individu muslim yang multazim dengan sifat-sifat muslim adalah unsur asasi di dalam
harakah dan bina, serta di dalamnya mewujudkan sasaran, jika unsur asasi ini tegak dan kokoh, maka
bangunan dengan segala tahapannya akan tegak dan kokoh pula. [81]

Imam Al Banna hanya mengangkat seseorang yang dia lihat layak mengemban suatu tugas
untuk aktivis pergerakan di negaranya yaitu orang-orang yang telah teruji kualifikasi mereka selama
berdomisili atau belajar di Mesir, tanpa ada ikatan kaku dengan mekanisme organisasi.
Sebagai contoh, Al Banna mengangkat Hasan Al Hudhaibi sebagai pemimpin umum (Al Mursyid
Al-'Am) organisasi Ikhwanul Muslimin setelahnya dalam keadaan yang serba sulit dengan tidak
memperhatikan jenjang tingkat keanggotaan atau keakuan mekanisme struktur organisasi.

2.

Metode Pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna

Didalam Mudzakirahnya Hasan Al Banna Berkata: "Dakwah tidak harus atas nama Jamaah Ikhwanul
Muslimin. Tujuan kami tidak lain hanyalah perbaikan jiwa dan pendidikan rohani. Boleh saja dakwah
dilaksanakan disekolah-sekolah Anshar, ma'had-ma'had Hira', forum-forum ta'aruf, kemudian setelah
itu akan terbentuk jamah-jamah."[82]
Imam Syahid Hasan Al Banna mengkombinasikan secara mendalam dan rinci antara dua
metode gerakan perubahan, yaitu metode Syaikh Jamaluddin Al Afghani dan Metode Muhammad
Abduh. Disertai dengan studi pendalaman dan ketajaman intelektual, serta bimbingan Allah yang
sangat jarang sekali tandingannya, kecuali hanya bagi orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt.
Titik metode pembaharuan Imam Hasan Al Banna adalah mengenali hukum-hukum alam atau
sunnatullah terhadap makhluk-Nya, yaitu hukum-hukum yang dibuat oleh Allah untuk setiap makhlukNya, bahwa syarat pertama dari perubahan problematika yang terjadi pada suatu umat adalah dengan
jalan mengubah apa yang terjadi pada diri mereka sendiri, sehingga Allah SWT, akan memperbaiki
masalah yang terdapat pada diri mereka.
Misalnya, suatu kelompok masyarakat yang hidup dalam kehidupan sosial yang mempunyai
aturan baik kondisi positif maupun negatif harus mematuhi hukum kausal alami. Ketika kehidupan
mereka tersebut bertentangan dengan hukum-hukum atau sunnatullah, maka tidak dapat tidak
akan membawa kepada kehancuran dan kegagalan di dalam mengubah keadaan menuju apa yang di
harapkan.
Pada konferensi Ikhwanul Muslimin ke-5 Imam Hasan Al Banna menyatakan: "janganlah
melawan hukum-hukum alam, karena ia akan tetap menang, akan tetapi tundukkan, eksploitasi dan
arahkan arusnya, dan gunakanlah sebagiannya untuk kepentingan yang lain" [83]hal ini dimaksudkan
bahwa cara berinteraksi dengan hukum-hukum alam-dari segi pengenalan, penyelesaian dan
penggunaannya-harus dipandang sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri, dan segala proses
perubahan dan perkembangan social harus berdasarkan pada hal-hal tersebut.

Fondasi pandangan tentang hukum-hukum alam Hasan Al Banna adalah aqidah dan keimanan.
Maka, berangkat dari fondasi inilah Al Banna menekankan pemikirannya tentang urgensitas peran
agama didalam proses perubahan dan penentuan bidang serta sarana-sarana perubahan yang pokok.
Al Banna memulai langkahnya dengan pembinaan (tarbiyah) karena hal itu merupakan kunci
dari perubahan. Pembinaan jiwa adalah wajib dilakukan dengan 'ubudiyah terhadap Allah swt. Sesuai
dengan firmannya:

(11 : )
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka

mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (Al- Ra'du: 11)
Apa yang terkandung dalam ayat diatas merupakan sunnatullah yang tidak mungkin
berubah. Sehingga kalau kita mencanangkan suatu perubahan, untuk dapat berhasil dengan sempurna
harus ada upaya yang nyata untuk itu semua. Dalam hal ini kita hendak mengokohkan exsistensi
dienullah di muka bumi, maka para aktivis yang terjun di ladang dakwah hendaknya memperhatikan
bidang-bidang yang berpengaruh didalam mengadakan perubahan tadi, diantaranya bidang dakwah
dan tarbiyah. Termasuk didalamnya bidang penerangan dengan sarana yang bermacam-macam. [84]
Tarbiyah (pembinaan) dalam sebuah jamaah adalah permasalahan mendasar untuk meluluskan
individu muslim dalam marhalah takwin (fase pembentukan) dan mempersiapkan unsur asasi dalam
perubahan. Yaitu individu muslim teladan yang dengan keberadaannya akan membuahkan keluarga
muslim, dan akhirnya masyarakat Islam. Dialah figur teladan dalam hal akhlak tata karma Islami serta
dalam pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangannya. Berbagai peristiwa dari waktu ke waktu
telah membuktikan bahwa sejauhmana kita memberikan perhatian terhadap tarbiyah, maka sejauh itu
pula akan terealisir kemurnian, keberlanjutan dan kemajuan harakah dakwah. Juga akan mengarah
kepada bergabungnya individu, persatuan shaff, ta'awun, produktifitas yang penuh berkah dari setiap
potensi yang dicurahkan. Harta yang diinfakkan dan waktu yang dihabiskan. Sebaliknya apabila terjadi
pengabaian atau perhatian yang tidak proporsional terhadap tarbiyah, maka yang akan muncul adalah
kelemahan dan kegoncangan dalam shaff, berkembangnya khilaf dan firqoh, melemahnya kwalitas
ta'awun dan mengecilnya produktifitas.[85]
Pembinaan ini dimulai dengan kajian dan pengenalan terhadap hukum-hukum alam
kausalitas - dan ketentuan hukum sunnatullah pada seluruh makhluknya. Serta penelitian terhadap
semua sejarah dunia dan menjadikannya sebagai petunjuk untuk digunakan di dalam proses
perubahan.

Adapun strategi perubahan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah:

1.

Prinsip dasar dari pemikiran Al Banna adalah kekuatan iman dan kedalaman pemahaman.
Yang menjadi sebab dan latar belakangnya suatu prinsip atau ajakan bisa diterima oleh umat

sebenarnya tidak hanya terletak pada missinya saja. Begitu pula bukan lantaran momentum yang
tepat atau pelaksanaannya yang terkoordinir baik. Tetapi ada satu faktor utama yang terpenting untuk
menunjang keberhasilan tersebut, yaitu iman. Karena iman adalah merupakan penggerak yang dapat
membangun prinsip-prinsip yang dibawa menjadi hidup. Disini iman akan dapat menciptakan waktu
secara tepat, dan iman akan menelorkan suatu keistimewaan yang menakjubkan. Seandainya iman itu
tidak ada, maka prinsip yang baik itu menjadi beku tak bergerak. Dan seseorang yang tidak
mempunyai iman, maka namanya akan tenggelam. Ringkasnya tanpa adanya iman, jenis peraturan
apapun takkan dapat berjalan, bahkan akan tumbang. [86]
Kemanusiaan yang berada dalam kebingungan, yang tersiksa, yang dalam kesesatan, tidak
akan mendapat obat dan petunjuk hanyalah dibawah naungan aqidah iman kepada Allah. Agama itu
terutama "iman kepada Allah". Maka bilakah kiranya fajar akan menyising membawa sinar "keimanan
kepada Allah". Kapankah kiranya matahari akan memancarkan "pengenalan terhadap Allah". Dengan
kehangatan dan panasnya yang suam-suam kuku, serta sinarnya yang terang benderang, untuk
menyinari hati yang berada dalam kebingungan, yang diliputi kegelapan, yang lelah tersiksa itu. [87]
Didalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin di nyatakan:
Bekal kami adalah yang juga dimiliki para pendahulu kami. Dia adalah senjata yang pernah dipakai
untuk memerang dunia oleh pemimpin teladan kami; Muhammad SAW dan para Sahabatnya. Dengan
kelangkaan bilangan dan sedikitnya bekal namun ditopang oleh kesungguhan yang agung. Itu pula
senjata yang akan kami pergunakan untuk memerangi dunia ini kembali.
Mereka telah beriman dengan sedalam-dalamnya, sekuat-kuatnya, sesuci-sucinya dan seabadiabadinya iman.[88]
Didalam prinsip Hasan Al Banna yang ke sepuluh dunyatakan:
Makrifat kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (dzat) Nya adalah seting-tingi tingkatan
aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta
berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya. Kita cukup mengimaninya
sebagaimana adanya tanpa ta'wil dan ta'thil, tidak juga memperuncing perbedaan yang terjadi
diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah
SAW, dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata, "kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami"(Ali
Imron: 7)

2.

Langkah-langkahnya adalah melalui pembinaan (tarbiyah)


Keyakinan yang kuat yang harus tertanam dalam jiwa dan kebangkitan ruh -yang kita mengajak

manusia kepadanya- harus mempunyai pengaruh yang nyata dalam kehidupan Muslimin, untuk

menuju kesana harus didahului dengan kebangkitan amal yang melibatkan pribadi, keluarga dan
masyarakat/ lingkungan Muslim.,[89]yang pada gilirannya akan melahirkan pemerintahan Islam. Yang
didalamnya mengutamakan Islam dan aqidah, membawa risalah Islam didalam kehidupan dan
berusaha menyesuaikan dengan aturan, dan menyeru umat Islam agar selalu komitmen dengan
akhlak

Islam

dengan

adab-adabnya,

menuju

pensucian

jiwa

yang

meninggikan

sifat

ke-

rabbaniyahannya.[90]
Tarbiyah bagi seorang atau jamaah ibarat ruh didalam jasad. Imam Hasan Al Banna
menegaskan, individu muslim yang multazim dengan sifat-sifat mukmin adalah unsur asasi didalam
harakah dan bina, serta didalam mewujudkan sasaran. Dialah yang akan menegakkan Baitul Muslim
Mujtama'ul Muslim, Hukumah Islamiyah, dan Daulah Islamiyah. Jika unsur asasi ini tegak dan kokoh,
maka bangunan dengan segala segala tahapannya akan tegak dan kokoh pula. [91]Memperhatikan
tarbiyah akan membantu meningkatkan Ikhwan ke peringkat mas'ul. Mereka akan turut serta menjadi
orang yang turut memikul berbagai tanggung jawab yang semakin bertambah di lapangan. Mereka
akan berta'awun dan bertafahumdengan baik. Sebaliknya tidak adanya perhatian terhadap tarbiyah
akan melahirkan unsur-unsur yang tidak punya kelayakan naik ke peringkat mas'ul. Selain terancam
berbagai perpecahan, perselisihan, dan persoalan yang menghambat jalannya 'amal dan lahirnya
produktifitas.[92]

3.

Meluruskan konsep-konsep keliru yang dianut oleh masyarakat secara terus menerus.
Pada tatanan rumah tangga Mesir, adanya kehidupan yang mendua dan paradoks. Banyak

masyarakat Mesir yang masih kokoh dalam memelihara warisan pengajaran dan adab islami. Pada
saat yang bersamaan tidak sedikit keluarga-keluarga itu yang telah melepaskan diri dari agama Islam,
keluar dari adab-adabnya, dan lebih memenangkan taqlid ke Barat dalam segala hal. Bahkan, banyak
diantara kita yang sudah keterlaluan dalam masalah ini, sehingga menjadi "lebih Barat" daripada
orang-orang Barat sendiri.[93]
Islam datanng untuk membebaskan umat manusia dari segala praktek kejahiliyahan,
membebaskan akal pikiran mereka dari polusi pandangan jahiliyah, khurafat, dan khayalan-khayalan
yang menyempitkan wawasan pemikiran. Ia datang untuk mengikat mereka kepada sang khaliq. Islam
datang

untuk

membebaskan

bangunanubudiyah hanya

kepada

hati

dan

Allah

menyucikannya

SWT.

Serta

serta

segenap

menanamkan

bangunan

didalamnya

maknanya,

dengan

kesempurnaan cinta dan orientasi serta ketundukan dihadapan-Nya. Dari itu, hati orang beriman segar
dan akalnya bercahaya hingga seseorang merasa memiliki harga diri dan kemuliaan. [94] Untuk
tujuan suci itulah Islam datang dengan tegas memerangi segala bentuk kejahiliyahan, dalam bentuk
jimat dan mantra-mantra selain Al Qur'an, praktek perdukunan, dan ramalan-ramalan. Akan tetapi
dengan berlalunya masa, setan kembali mempengaruhi manusia, hingga banyak diantaranya yang

terjerumus dalam jurang jahiliyah semisal itu. Maka Allah SWT, mengutus kepada mereka orang yang
memperbaharui kembali urusan agamanya. Salah satu dari pembaharu itu adalah Imam Syahid Hasan
Al Banna.
Sesungguhnya yang termasuk cirri-ciri umat Islam yang membedakannya dengan yang lain
adalah dalam hal aqidah yang murni dan bersih dari noda syirik. Kesempurnaan aqidah itu meliputi
segala yang nampak dalam kehidupan keseharian, kemudian tegak diatas manhaj rabbaniyah yang
jelas ke maha sempurnaannya, bersih dari kekurangan apapun, didukung oleh keadaanya sebagai
umat yang adil dan menjadi saksi atas semua manusia. Kemurnian aqidah dari noda syirik dan
pernyataannya terhadap sebagai zat satu-satunya baik dalam uluhiyah, rububiyah maupun dalam
asma dan sifat-Nya Allah SWT.[95]
Imam Syahid Hasan Al Banna menyatakan bahwa salah satu cirri khas dakwah pergerakan kita
adalah adanya proses tahapan dalam melangkah. Dia membagi tahapan tersebut pada tiga periode.

[96]
1)

Periode Pengenalan (marhalah al ta'rif), propaganda, promosi, memberikan kabar gembira dan
keutamaan konsep, dan menyampaikan semua itu pada segenap lapisan masyarakat.
Dakwah dalam ta'rif ini adalah dengan menyebarkan ide (fikrah) umum kepada segenap umat
manusia. System dakwah dalam tahapan ini adalah berbentuk sistem jamaah, yang tugas utamanya
adalah menyampaikan kebajikan-kebajikan kepada umum. Adapun wasilah yang digunakannya adalah
membangkitkan kesadaran dengan bimbingan dan keteladanan, memberikan institusi-institusi yang
memberikan kemanfaatan, dan wasilah-wasilah lain yang bersifat ilmiah. Dakwah dalam tahapan ini
lebih bersifat umum.[97]

2)

Periode Pembentukan Kader (marhalah al takwin), memilih para pendukung, mempersiapkan para
prajurit yang siap terjun ke lapangan, memobilisasi barisan yang terdiri dari orang-orang yeng sudah
memenuhi panggilan.
Sistem dakwah dalam tahapan ini lebih bersifat sufi total dari segi ruhaniah dan berwatak
ketentaraan dari segi amaliyah. Slogan dari kedua segi ini adalah "perintah dan taat", dengan tanpa
keraguan tanpa banyak bertanya ataupun merasa sempit dada. Dakwah dalam tahapan ini adalah
khusus. Orang-orang yang mendukung tahapan ini adalah mereka yang telah mempunyai
kesanggupan yang sungguh-sungguh untuk memikul tanggung jawab jihad secara kontinyu dan penuh
dengan berbagai kesulitan. Tanda-tanda awal dari kesanggupan untuk melakukan ini adalah ketaatan
secara total.[98]
Yang menjadi sasaran terbesar dari petunjuk ajaran ini adalah seperti yang termaktub dalam
firman Allah:

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata"(Q.S Al
Jumuah: 2)
Ayat tersebut menerangkan bahwa yang termasuk sasaran penting petunjuk ajaran Islam adalah
"merubah cara berpikir tradisionil kepada cara berpikir ilmiah, hikmah dan makrifah" merubah kaum
yang buta huruf menjadi kaum yang melek huruf, merubah ruh dan cara hidup mereka dari kesesatan
dan kebejatan moral menuju kesucian dan pembersihan jiwa. Ini tidak akan terwujud, kecuali
mengikuti metode pendidikan dan pengajaran yang mengarah kepada takwin (sistim pembentukan
kader).[99]

3)

Periode Pelaksanaan (marhalah al tanfidz) realisasi, amal dan produksi.


Dalam tahap ini, para pendukung dakwah harus selalu aktif bergerak dalam rangka
meralisasikan garis-garis perjuangan mereka dan merealisasikan sasaran-sasaran yang ingin mereka
capai, hal ini hanya dapat dilakukan melalui jihad dan amal-amal yang terus menerus yang mana
setiap usahanya diarahkan untuk tercapainya tujuan dakwah walau penuh dengan ujian dan cobaan.
Menghadapi hal ini mereka tidak akan bersabar kecuali jika mereka itu tergolong orang yang benarbenar jujur (ash Shiddiqun). Disamping Hasan Al Banna memperhatikan jihad dengan perhatian
selayaknya, juga memperhatikan dakwah Ikhwanul Muslimn dengan perhatiannya sepantasnya
dengan mengukuhkan bahwa jihad itu merupakan jalan yang diserukan Ikhwanul Muslimin [100]:"Allah
Tujuan kita, Rasulullah SAW adalah pemimpin kita, Al Qur'an konstitusi kita, Jihad jalan kita. Dan mati
di jalan Allah cita-cita tertinggi bagi kita.
Kadang-kadang ketiga fase ini berjalan bersamaan, karena melihat pentingnya kesatuan
dakwah dan saling keterkaitan antara ketiga fase tersebut. Sering kita jumpai seorang da'i berdakwah,
pada saat yang sama dia juga seorang murabbi yang menyeleksi para aktivis yang ada dibawahnya,
dan pada saat yang bersamaan dia melakukan amal dan tanfidz sekaligus. [101]

3.

Sasaran Pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna


Dakwah Islam bersifat longgar atau toleran dalam arti bergerak dari sebagian menuju

penerapan hak-hak insani. Gerakan ini dengan sengaja menampilkan aqidah tauhid, dan dalam
berbagai segi menyatakan keabsahan risalah Islam. Disisi lain gerakan Islam mendorong manusia agar
menjadikan kejujuran sebagai sendi ajaran Islam. Karena kejujuran dipandang sebagai jalan satusatunya yang benar dan bisa mengantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat, serta
mempermulus proses pekerjaan sesama manusia.
Untuk itu dakwah Islam tidak mungkin mengenal kemandekan dalam kondisi apapun, bahkan
gerakan ini senantiasa harus agresif terhadap yang lain. Ia juga selalu memberikan celah-celah

kelonggaran kepada pihak lain, baik dalam pemikiran maupun kekuatan militer atau secara individual
maupun kolektif.[102]
Pada prinsipnya gerakan Islam mengambil garis batas dari semua aqidah atau agama yang
menyimpang dari Islam. Maka Islam tidak menerima percampuradukan atau toleransi aqidah dalam
masalah ini. Pernah orang-orang musyrik datang menemui Raasulullah SAW. Dalam upaya mencari
toleransi aqidah, antara Islam dan agama mereka. Mereka menawarkan kepada beliau bahwa mereka
bermaksud menyembah Tuhan Muhammad sehari, dan Muhammad pun hendaklah menyembah Tuhan
mereka sehari.
Kemudian Allah menurunkan wahyu, surat Al Kafirun, berfungsi sebagai garis batas secara
tegas antara Islam dan non Islam serta penolakan terhadap permintaan kaum musyrik tersebut. Dan
Rasulullah menjadikan surat tersebut sebagai perisai terhadap kekafiran bagi orang Islam yang
membacanya setiap pagi dan sore. Disamping itu Islam memberikan kebebasan untuk bekerja sama
dengan orang lain dalam masalah duniawi, tanpa melibatkan masalah aqidah, tipu daya maupun
permusuhan terhadap Islam.[103]
Setiap aktivis dakwah mempunyai sasaran yang ingin dicapai yang selalu iusahakan untuk
terealisasi. Pejuang gerakan Islam masa kini juga tegak dengan seperangkat sasaran yang telah
ditentukan, sebagaimana yang telah difardlukan oleh islam dan diwajibkan atas setiap muslim untuk
bekerja keras dalam mencapai sasaran dakwah tersebut.
Sasaran Islam itu banyak dan bermacam-macam, diantaranya ada yang termasuk sasaran
utama, ada sasaran cabang, dan ada pula sasaran fase demi fase (marhaliyah). Sasaran utama dalam
gerakan Islam adalah mendapatkan ridlo Allah SWT, dengan memenuhi segala persyaratannya. Ridlo
Allah tidak akan terwujud kecuali dengan merealisasikan dengan apa-apa yang diserukan oleh Islam.
Dan untuk mencapai sasaran itu menuntut lebih dahulu tercapainya sasaran yang lebih kecil, yaitu
sasaran cabang dan sasaran fase demi fase.[104]
Ada beberapa macam sasaran antara yakni:
1.

Merealisasikan apa-apa yang diserukan oleh Islam secara menyeluruh. Islam mewajibkan untuk
menegakkan pemerintahan Islam hakiki, yang dikendalikan oleh kaum muslimin hakiki, yang bekerja
dengan dan untuk Islam, dan itulah sasaran awal dari seluruh sasaran yang dicanangkan.

2.

Mendirikan masyarakat Islam yang tidak bersandar selain kepada Islam, dan tidak berhukum selain
dengan Al Qur'an.

3.

Meninggikan kalimat Allah, yakni menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan Allah.

4.

Melaksanakan hukum-hukum Al Qur'an seperti yang dinyatakan Allah dalam firmannya: "Dan
barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu kafir.
(Q.S. Al Maidah: 44)

5.

Memperbaiki pribadi, keluarga dan masyarakat, menghilangkan pemahaman yang sesat tentang
hakekat, dan masyarakat aqidah tauhid diatas reruntuhan aqidah yang sesat tersebut. [105]
Gerakan Islam telah menentukan batas-batas sasaran yang jelas untuk dakwah. Dan untuk
merealisasikan sasaran tersebut gerakan menempuhnya dengan mengikuti jalan sistem pendidikan
(peraturan ilmiah) dan garis-garis tahapan serta kerja berkesinambungan yang sudah ditentukan.
Hasan Al Banna menjelaskan sasaran dari setiap harapan untuk mencapai sasaran pokok,
"kami menghendaki individu muslim, keluarga muslim dan ummat muslim." [106]

1.

Pendidikan Pribadi Muslim Ideal


Dimulai dari individu yang berkewajiban mereformasi diri agar menjadi sehat secara aqidah,
benar ibadahnya, kokoh kepribadiannya, tercerahkan secara intelektual, berbadan kuat, mampu

bekerja mencari nafkah, berjihad melawan hawa nafsunya sendiri, cermat memanfaatkan waktu,
disiplin mengenai urusannya, bermanfaat bagi yang lain. Yang demikian adalah kewajiban bagi setiap
orang saudara Muslim.[107]
Titik acu sasaran Al Banna adalah individu. Karena individu adalah inti utama dalam
pembentukan masyarakat. Dialah yang bakal menentukan terhadap perbaikan kehidupan rumah
tangga, dan kemudian meningkat menjadi penentu perbaikan masyarakat atau umat. Perlu diketahui
langkah pertama dakwah Nabi Muhammad SAW masa lalu adalah memulainya dengan mendidik
sejumlah pribadi, untuk dijadikan tauladan atau dijadikan insan kamil. Sasaran pertama ditekankan
pada pembentukan karakter seseorang dengan usahanya sendiri, sehingga lahirlah manusia-manusia
yang konsisten, yang berbuat tidak atas dasar dorongan dunia semata
Mereka itu yakin dengan Rabb mereka, mengimani akan pertolonganNya, tidak takut akan
menghadapi berbagai peristiwa atau kasus, karena pada dasarnya mereka memang telah siap
menghadapi itu semua mereka telah terdidik oleh ruh Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW dan
menyadari bahwa tugasnya adalah menjaga untuk selalu berjalan diatas kedua sumber nilai itu
sehingga tidak sesat.
Rasulullah SAW. Bersabda : "Aku telah tinggalkan untuk kalian dua perkara, jika kalian
berpegang teguh kepada dua perkara itu, maka kalian tidak akan sesat selama-lamanya, dua perkara
itu adalah kitabullah dan sunnahku".
Maka setiap muslim yang kokoh akan selalu mampu menjadikan Islam sebagai sumber
motivasi, selalu mampu memelihara hidupnya dan eksistensinya, selalu berusaha meningkatkan
sasaran ke arah pembinaan pribadi muslim ideal yang diharapkan (yang bekerja untuk kepenting
dienullah), tidak berbelok arah sedikitpun, tidak dihinggapi jiwa kepalsuan dan penuh penipuan, tidak
gelap mata dalam memandang harta, dan tidak pula kecut hati melihat kilatan pedang. [108]
Tahap ini merupakan pelajaran penting, merupakan tahap yang harus dilalui pejuang gerakan
Islam, karena ia sebagai soko guru yang akan membangun tahapan-tahapan berikutnya. Darinya pula
akan memancarkan jiwa kemusliman, hidup bersama Islam secara terus menerus, sehingga baginya
mudah mengikuti pemimpinnya, dan mudah melaksanakan sasaran dan melaksanakan tugas-tugasnya
yang telah digariskan oleh Islam.
Berkata Hasan al Banna: "Wajib bagi setiap muslim untuk memulai dengan memperbaiki
dirinya,

menyempurnakannya

dengan

berbagai

sarana,

guna

meningkatkan

derajatnya

dan

kemampuannya dalam mengembang berbagai tugas Islam".


Individu muslim yang kita inginkan adalah individu yang memiliki fisik yang kuat, mulia
akhlaknya, berwawasan luas, giat berusaha, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang sejati
menjaga waktunya, tertib urusannya, bermanfaat bagi orang lain, mampu membimbing keluarga
untuk menghormati fikrahnya, menjaga tata krama Islam dalam segenap kehidupan rumah tangganya,
pandai memilih isteri, pandai menjelaskan hak dan kewajiban isteri, serta pandai mendidik anak-anak
dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya dengan ajaran Islam. [109]
Selain itu juga individu yang mau membimbing masyarakatnya dengan menyiarkan dakwah
dan seruan kebaikan, yang siap memerang segala bentuk keburukan dan kemungkaran, mensponsori
kebaikan dan amar ma'ruf nahi mungkar, bersegera melakukan amalan yang baik, berusaha
membangun opini umum yang mendukung Islam, berjuang membebaskan negeri Islam dari
cengkeraman pihak asing yang bukan Islam; baik dalam politik, ekonomi maupun spiritual, berusaha
menjadikan pemerintahan Islam yang sebenar-benarnya, berusaha mewujudkan kembali kesatuan

umat Islam dengan memerdekakan negara mereka, membangun kembali kejayaannya, mendekatkan
peradabannya, dan menghimpun kalimatnya.[110]
2.

Membangun dan Membina Rumah Tangga Muslim


Dengan membawa keluarga untuk menghormati pikirannya, menjaga adab sopan santun Islam
dalam semua aspek rumah tangga, memiliki pasangan yang baik untuk membangun rumah tangga,
dengan mendapatkan hak dan kewajiban masing-masing, mendidik anak dengan baik, dan membina
mereka dengan pendidikan Islam. Ini kewajiban saudara Muslim juga. [111]Keluarga muslim adalah
merupakan unsur pokok dalam pembentukan masyarakat muslim, oleh karena itu menjadi penting
untuk berbicara tentang keluarga muslim ini. Karena bila masing-masing keluarga dalam keadaan
"beres" dan berdiri kokoh, maka akan beres dan kokoh pula masyarakat yang dibentuknya.
Sehubungan dengan itu Allah mensyari'atkan adanya pernikahan, agar dapat dilestariokan dengan
jalan itu berbagai ragam manusia, dan dapat terpelihara manusia dari berbagai penyakit dan dosadosa, penghormatan manusia akan hak-hak anak terhadap orang tuanya, kebahagiaan suami isteri,
dan lainnya, sebagaimana yang di firmankan Allah SWT. "Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan kamu dari isteri-isteri itu, anak-anak dan cucu-cucu" (An Nahl: 72)
keluarga adalah kunci dan penentu. Jika ia baik maka akan baik pula masyarakat yang dibentuknya.
Dalam tingkat rumah tangga muslim Imam Syahid Hasan al Banna mengatakan:
Pembentukan keluarga muslim yaitu dengan mengkondisikan anggota keluarganya agar menghormati
fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, memilih isteri yang
baik dan menjelaskan kepadanya hak dan kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya
dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam, juga merupakan
kewajiban masing-masing akh secara pribadi.[112]
Pribadi-pribadi yang telah terbina akan membekas dalam kehidupan dan pendidikan keluarga
yang didalamnya di topang oleh tiga unsur pokok, yaitu suami, isteri dan anak-anak. Jika suami dan
isteri baik, sedangkan keduanya berfungsi sebagai cermin rumah tangganya, maka kehidupan rumah
tangga itu akan menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam menetapkan kaidah yang ditetapkan oleh
Islam. Dan hal ini akan sangat memungkinkan lahirnya sistem pendidikan anak-anak yang selaras
dengan apa-apa yang digariskan oleh misi Islam. Islam telah meletakkan kaidah berumah tangga.
Islam juga menerangkan dengan sebaik-baiknya jalan untuk mengikat hubungan antara suami dan
isteri, dan menentukan diantara mereka batas-batas hak dan kewajibannya. Wajib bagi mereka untuk
berlindung dibawah pimpinan rumah tangga Islam sehingga keluarga yang demikian akan
membuahkan kehidupan rumah tangga yang mantap dan matang tanpa main-main atau terlantar,
mampu menerobos hal-hal yang menghalangi kehidupan suami isteri, dan mampu menyelesaikan
berbagai kesulitan[113]
Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum
muslimin umumnya dan dalam manhaj amal Islami khususnya. Ini semua disebabkan karena peran
besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan pilar
penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi Negara. Masyarakat didalam setiap Negara
merupakan kumpulan keluarga. Maka keselamatan dan kemurnian keluarga adalah faktor penentu
bagi keselamatan dan kemurnian mujtama', serta sebagai penentu kekuatan, kekokohan dan
keselamatan bangunan daulah. Apabila keluarga itu hancur, maka sebagai konsekwensi logisnya,
mujtama' kemudian daulah juga akan turut hancur. [114]

Parameter keselamatan dan kemurnian keluarga tidaklah ditentukan oleh sisi-sisi materi
duniawi saja seperti kesehatan fisik, tempat tinggal, makanan, pakaian, strata sosial ekonomi dan
sebagainya. Sebab kekuatan dan kemurnian keluarga muslim yang pertama kali adalah ditentukan
oleh keterikatan anggota tersebut terhadap Islam, baik aqidah, ibadah, akhlak adab maupun
muamalah, sehingga Islam betul-betul mewarnai suasana rumah tangga. Kita akan bisa melihat Islam
di setiap sisi kehidupan keluarga, dalam setiap aspek kehidupan baik yang penting maupun yang
biasa, di luar dan di dalam. Dalam makanan dan minuman, peralatan dan pakaian, dalam suasana
suka dan duka, dalam tradisi dan adat kebiasaan serta dalam hal hubungan antara anggota keluarga.

[115]
Dalam ceramah rutin hari selasa Hasan al Banna mengatakan:
Kita melihat bahwa keluarga merupakan bentuk fitrah yang sangat dibutuhkan manusia. Adalah suatu
keanehan bila ada sebagian orang mengatakan: "saya tidak punya dorongan untuk berkeluarga."
Namun dibalik itu, ia menghendaki hidup secara bebas dan semaunya tanpa aturan. Sebagian lagi
berpendapat bahwa kehidupan keluarga adalah merupakan kehidupan yang harus didasarkan pada
asas kemaslahatan saja. Akan tetapi Islam telah menjelaskan bahwa keluarga merupakan asas
kemasyarakatan yang berdiri diatas dasar tolong menolong(ta'awun)yang bersifat ruhaniah dan
amaliah, menyukai dan mendorong terbentuknya keluarga, serta menjadikan pernikahan dalam
kondisi tertentu sebagai suatu kewajiban, yaitu jika di khawatirkan terperosok kedalam jurang
perzinaan. Islam mendorong terbentuknya keluarga dengan dorongan yang bersifat sentimental,
sehingga menjadikan sebagai bagian dari ayat-ayat Allah dan salah satu dari rahmat Allah. "Di antara
ayat-ayat-Nya ialah bahwa Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya
kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia juga menjadikan adanya kasih dan sayang
diantara kalian". (Ar Rum: 21).[116]
Rumah tangga muslim harus beranggotakan orang-orang yang berpegang teguh kepada
penampilan Islami, sekurang-kurangnya dalam kehidupan duniawinya. Dalam hal wanita hendaknya
berpakaian yang tidak menampakkan auratnya, dan anak-anak hendaknya dididik untuk itu dalam hal
ini, ibulah pelopornya. Rumah tangga muslim tidak dimasuki hal-hal yang haram. Dinding-dindingnya
tidak digantungi hiasan berbau maksiat. Perabot-perabotnya tidak begita saja terbuka dan mudah
dilihat orang luar. Rumah tangga muslim adalah rumah tangga yang yang mempersiapkan anakanaknya yang belum lagi baligh dengan bimbingan Islam menuju ke jalan yang benar, sebagai
persiapan bila mereka dewasa kelak. Rumah tangga muslim jauh dari pamer kekayaan, kemewahan ,
dan segala nikmat dunia yang fana, jauh dari segala perilaku yang tidak Islami. [117]
3.

Perbaikan Masyarakat Sehingga Menjadi Islamis.


Terbentuknya individu-individu yang mengkristal dalam masyarakat Islam pertama (gerakan
Islam) adalah hasil dari salah satu pendidikan yang dikenakan pada individu muslim. Jadi mereka tidak
begitu saja terkumpul dan mengadakan gerakan-gerakan untuk mendidik masyarakat ke jalan Islam
dan membekalinya dengan keimanan tanpa suatu dasar apapun. [118]
Kumpulan mereka itu ditegakkan atas dasar Islam. Setiap persoalan yang muncul didalam masyarakat
sasaran diselesaikan secara bersama dengan memperhatikan adat kebiasaan yang ada. Untuk itulah
maka sesungguhnya jamaah Islam yang kreatif dalam masyarakat kita masa kini, yang selalu
mengacu kepada tumbuh suburnya Islam, bersegera kepada mereka untuk memelihara mereka
dengan naungannya. Dan yang perlu diingat, tidak cukup para da'i kini berada dalam himpunan
masyarakat kecil namun membiarkan manusia lainnya dalam keadaan melawan kehendak/perintah
Allah yang tegas: "Dan hendaklah ada segolongan diantara kamu segolongan ummat yang menyeru
kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orangorang yang beruntung" (Ali Imran: 104)

jadi, menjadi keharusan bagi gerakan Islam menanganinya secara sungguh-sungguh dan sebaikbaiknya untuk mengadakan perbaikan masyarakat yang hidup didalamnya.
Masyarakat muslim yang dikehendaki adalah masyarakat yang menyerahkan dirinya kepada
Allah, merespon seruan kebaikan, memerangi kemungkaran, tersemat kepadanya sifat-sifat utama,
karakteristik Islam dan akhlak rabbani, mewarnai seluruh hidupnya dengan identitas Islam; baik lahir
maupun bathin, seluruh pemikiran konsep dan sikapnya bersifat Islami, bebas dari segala macam yang
bertentangan dengan Islam, melakukan hubungan dengan orang lain atas dasar Islam, sehingga
hubungan kemanusiaannya, baik sesama muslim, maupun dengan orang yang bukan Islam, atau
hubungannya dalam dunia Islam dan dunia lainnya berdasarkan komitmen penuh kepada Islam. Tidak
ada tingkah lakunya yang keluar dari kaidah-kaidah keadilan, rahmat, prinsip-prinsip kebenaran dan
ihsan.[119]Dengan menyebarkan dakwah untuk melakukan kebajikan ditengah-tengah mereka,
membangun opini umum dengan nuansa Islam, dengan mewarnai kehidupan umum dengan warna
Islam. Ini merupakan kewajiban individu dan sekaligus kewajiban kelompok sebagai masyarakat
umum.[120]
Pada sasaran tingkat masyarakat Hasan al Banna mengatakan:
Membimbing masyarakat dengan menyebarkan dakwah, memerangi sifat-sifat tercela dan
kemungkaran, mendorong sifat-sifat utama, amar ma'ruf, bersegera mengerjakan kebaikan,
menggiring opini umum kepada fikrah Islamiyah, dan selalu mewarnai praktek kehidupan dengannya,
adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap individu sebagai pribadi, disamping merupakan
kewajiban jamaah sebagai lembaga yang aktif.
Tinjauan tentang kewajiban tersebut akan menguatkan bahwa setiap butirnya merupakan
landasan dalam membangun masyarakat yang baik dan mampu memberikan rasa aman dan tenteram
kepada manusia. Menurut Ali Abdul Halim Mahmud di dalam karyanya Ikhwanul Muslimin Konsep
Gerakan Terpadu, ia mengungkapkan tentang tujuan tingkat masyarakat lokal.
Yang pasti kewajiban individu terhadap masyarakat bertumpu pada dua hal pokok; mendukung
terlaksananya berbagai keutamaan dan memerangi berbagai keburukan. Pokok pertama menuntut
adanya seruan untuk kebaikan masyarakat serta terwujudnya amar ma'ruf nahi mungkar dan
bersegera untuk melakukan kebaikan, mengarahkan opini publik pada pemikiran Islami, serta bekerja
keras untuk mewarnai kehidupan masyarakat dengan warna Islami. Pokok kedua menuntut munculnya
upaya bijaksana dan Islami untuk melenyapkan serta memerangi keburukan dan kejahatan, baik
melalui argumentasi, nasihat, maupun cara-cara Islami lainnya. [121]

Imam Syahid Hasan Al Banna bangkit dengan sasaran dakwah secara global pada berbagai
tempat, dan menjelaskan sasaran-sasaran yang diwajibkan atas setiap muslim untuk bekerja menuju
sasaran itu. Pejuang gerakan Islam telah memperoleh petunjuk (kerangka) kerja Islamis dari Imam
Hasan Al Banna dengan gambaran sempurna dari sasaran pergerakannya.
Jalannya yang diletakkan dasar-dasarnya oleh Imam Hasan Al Banna setelah melalui beberapa
pertimbangan pemikiran dan penelitian mendalam adalah wajib menjauhkan diri dari sifat ceroboh,
semangat membara yang tiada terkendali, dan mengajarkan kepada mereka bahwa karakteristik
dakwah itu adalah sebagai berikut: "Garis perjuangannya berfase-fase.., memakan waktu lama..,
tiada tergesa-gesa memperoleh hasil.., dan setiap persoalan telah ada ketentuan (dari-Nya)". [122]
Beliau juga menjelaskan pengaplikasian metodenya dalam amal Islam
sebagai berikut:
Sesungguhnya pengalaman masa lampau, dan peristiwa-peristiwa yang tidak mengikat yang pernah
dialami oleh seseorang sangat sulit dihilangkan dari ingatannya. Misalnya kebohongan yang pernah
dideritanya, uangkapan-ungkapan dan tafsir dari kitab suci, pernyataan banyak orang (opini publik).
Oleh karena itu kerja kita harus penuh kehati-kehatian, berkesinambungan, penuh kesabaran serta
kesungguhan.[123]

Pejuang gerakan Islam harus menyadari bahwa penegakan (pembangunan) masyarakat Islam
bukanlah perkara yang sepele dan mudah, yang cukup diselesaikan dengan khotbah-khotbah dan
seruan-seruan, atau slogan-slogan dengan menghimpun kitab-kitab. Bukan hanya itu, tetapi haruslah
dari penjelasan secara tuntas perihal tabi'at dakwah yang harus dihadapi oleh partisipan umat,
sehingga dapat di cerna dan di pahami oleh segenap umat manusia, dan menjadikan mereka
berhimpun di sekitar bangunan masyarakat Islam, dan harus berembrio dari pengetahuan/ pendapat/
pemikiran para ulama, yang kemudian mengarahkan pemikiran para da'i yang melibatkan diri dalam
kancah dan penelitian dakwah serta amal-amala Islam itu.

BAB IV
PENUTUP

1.

Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.

Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan seorang sosok manusia yang dipandang sebagai tokoh
pembaharu Islam yang layak disejajarkan dengan tokoh-tokoh pembaharu yang muncul pada masamasa sebelumnya. Dengan karakter yang melekat pada dirinya. Hasan Al Banna mempunyai kelebihan
berupa akhlak Islami yang sangat tinggi dan madzhar (penampilan) Islami yang menakjubkan.
Diantaranya; Jujur dan Benar, Sopan dan Tawadhu', Semangat Dakwah yang Tinggi, serta Zuhud dan
Sederhana.

2.

Metode gerakan Islam yang dilakukan oleh Hasan Al Banna dalam melakukan strategi perubahan
sebagai yakni: prinsip dasar dari pemikiran Hasan Al Banna adalah kekuatan iman dan kedalaman
pemahaman, langkah-langkahnya melalui pembinaan (tarbiyah), serta meluruskan konsep-konsep
keliru yang dianut oleh masyarakat secara umum

3.

Hasan Al Banna menjelaskan sasaran dari setiap harapan untuk mencapai sasaran pokok, yakni:
pendidikan pribadi muslim ideal, membangun dan membina rumah tangga muslim, dan perbaikan
masyarakat sehingga menjadi Islamis.

2.

Saran-saran
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap metode gerakan Islam Hasan Al Banna, maka

penulis mencoba menyumbangkan saran-saran sebagai berikut:


1.

Inti kandungan gerakan Islam Hasan Al Banna ini mengharuskan pada pergerakan akal umat agar
menjadi paham, pergerakan hati mereka agar beriman, pergerakan semangat mereka agar
mempunyai

tekad,

pergerakan

tangan

mereka

agar

bekerja,

meskipun

penghimpunan

dan

pemersatuan umat adalah salah satu tujuan Al Ikhwan.


2.

Para da'i Muslim dalam setiap saat harus mengetahui hakikat keislamannya secara sempurna dan
jelas, mereka harus memahami karakter aqidah yang diembannya. Mereka harus mengetahui
gambaran khas aqidah dan strukturnya yang tak tertandingi aliran pemikiran yang lain. Dakwah Islam
berdiri sendiri, lepas sama sekali dari berbagai ikatan dakwah non Islam.

3.

Untuk lebih meningkatkan lagi dakwah Islam khususnya kepada kaum muslimin, untuk mewaspadai
pengaruh yang dapat merasuki jiwa penganutnya, seiring dengan perkembangan zaman.

4.

Sepenuhnya menyadari bahwa gerakan Islam adalah kegiatan massa yang berdasarkan pada
kesadaran diri, dan keswadayaan imaniah semata mengharap ridho Allah, bukan mencari pamrih dari
manusia.

5.

Dalam

melakukan dakwah, selalu melangkah dengan berpihak rasa cinta pada agamanya,

komitmennya pada Allah dan Rasulnya, dan ummatnya yang mengalami banyak kekurangan.

3.

Penutup
Segala puji syukur kehadirat ilahi robbi, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

serta inayah-Nya yang maha pengasih tidak pilih kasih dan maha penyayang tidak pandang sayang,
sehingga penulisan skripsi ini yang berjudul "Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al
Banna" dapat terselesaikan dengan berbagai halangan dan rintangan serta cobaan yang dilalui
khususnya dari segi pemikiran, yang pada akhirnya dapat terselesaikan juga.
Ucapan terima kasih dan kemampuan telah penulis gunakan untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini, yang disana masih terdapat banyak kekurangan walaupun ada juga kelebihannya. Penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang mendapatkan hidayah Allah SWT. Sebagai
upaya pengembangan bagi khasanah motivasi gerakan agama khususnya agama Islam.
Dengan demikian penulis cukupkan penulisan skripsi ini dengan harapan semoga Allah SWT,
memberikan petunjuk untuk menegakkan harakah Islamiyah ditengah-tengah umat seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin pesat. Dan semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan pembaca yang budiman.

[1]Ernest

Gellner. Menolak

Post

Modernisme:

Antara

fundamentalisme

Rasional

dan

Fundamentalisme Religius. (Bandung: Mizan, 1994), hlm.1.

[2] Asep syamsul M.Romli, Isu-isu Dunia Islam (Yogyakarta: Dinamika, 1996), hlm.88.
[3]Hasan Bin Falah Al Qohthoni. Pedoman Harakah Islamiyah, terj. Ummu Udhma Azmina.
(Solo: CV Pustaka Mantiq, 1994), hlm.15.

[4] Ibid.hlm.16
[5]Wahiduddin Khan. Revolusi Pemikiran Islam. (Jakarta: Media Dawah, 1985), hlm.71.
[6]hal ini sejalan dengan firman Allah Surat Al radu ayat 11: Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.

[7]John L. Esposito (ed). Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Jilid 2. (Bandung: Mizan,
2001), hlm. 352-353

[8] RM Burel. Fundamentalisme Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) hlm 13-14
[9]Asep Syamsul M. Romli. Isu-isu Dunia Islam, (Yogyakarta: Dinamika, 1996) hlm 41
[10] Ibid, hlm 42
[11] Istilah fundamentalis ini digunakan untuk menggeneralisasi berbagai gerakan Islam
yang muncul dalam gelombang yang sering disebut sebagai "Kebangkitan Islam", memang dalam
beberapa dasa warsa terakhir terlihat gejala kebangkitan Islam yang muncul dalam berbagai bentuk
intensifikasi penghayatan dan pengamalan Islam, yang diikuti dengan pencarian dan penegasan
kembali nilai-nilai Islam dalam bebagai aspek kehidupan.. (Dr. Azyumardi Azra. Pergolakan Politik Islam
DariFundamentalisme, Modernisme Hingga post modernisme. (Jakarta: Paramadina,, 1996), hlm.107.

[12] Dr. Yusuf Qordhawi. Masa Depan Fundamentalisme Islam. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,
1997), hlm. 74.

[13]Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,. (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hlm.11.

[14] Dr. Azyumardi Azra. Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga
Post modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm.114-115.

[15]Hasan Al Banna dan Musthofa Masyhur. Jihad Ikhwanul Muslimin, terj. Amin S (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1994), hlm.46.

[16]Berdnard Lewis. Kebangkitan Islam Dimata Seorang Sarjana Barat, terj. Hamid Luthfi
(Bandung: Mizan, 1983), hlm.17.

[17]Azyumardi Azra. Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post
modernisme. hlm. 116

[18]Abbas As-Sisiy. Ikhwanul Muslimin Dalam Kenangan, terj. M. Ilyas, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), hlm.15.

[19]Muhammad Said Al-Maulawy. Karakter Gerakan Islam, terj. Rohmat Basuki, (Solo: Pustaka
Mantiq, 1992), hlm.11.

[20]Anas Al Hajaji. Otobiografi Hasan Al Banna: Tokoh Pejuang Islam, terj. Bahrun Abu Bakar,
(Bandung: Risalah,1983), hlm.31-32.

[21]Yusuf Qordhawi. Masa Depan Fundamentalisme Islam. hlm.81-82.


[22]Syaikh Mushthafa Masyhur. Qadhaya Asasiyah ala Thariq Ad-Dawah, terj. Abu Ridho,
(Jakarta: Al-Itishom Cahaya Umat, 2002), hlm.1.

[23] Anas Al Hajaji. Otobiografi Hasan Al Banna, hlm.37.


[24]Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan Al Banna, terj. Abu Zaid (Solo: Citra
Islami Press, 1995), hlm. 9.

[25]Hasan Shoub. Islam dan Revolusi Pemikiran. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hlm.9.
[26] Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, (Jakarta: Harakah, 2003), hlm.3.
[27] Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan Al Bann,. (Solo: Citra Islami Press,
1995), hlm.46.

[28]Maryam Jamilah. Para Mujahid Agung,(Bandung: Mizan, 1993), hlm.125.


[29]Muhammad Abdul Halim Hamid. Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam: Ibnu Taimiyah
Dan Hasan Al Banna, terj. Wahid Ahmadi, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm.19.

[30] Ibid, hlm.29.


[31] Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan Al Banna, hlm.53.

[32] Khazanah Orang Besar Islam Dari Penakluk Yerussalem Hingga Angka Nol. (Katalog
Dalam Terbitan), (Jakarta: Republika, 2003), hlm.181.

[33] John L. Esposito (e.d). Ensiklopedi Oxford. Dunia Islam Modern. Jilid II (Bandung: Mizan,
2001), hlm. 271-272.

[34]Muhammad Abdul Halim Hamid. Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam, hlm.21.
[35]Hasan Al Banna. Memoar Hasan Al Banna, Untuk Para Da'I dan Da'iyah, hlm. 234-235.
[36] John L. Esposito (e.d). Ensiklopedi Oxford. Dunia Islam Modern, hlm.272.
[37] Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. terj. Anis Matta, Lc dkk. (Solo:
Era Intermedia, 2002), hlm.18.

[38] Yusuf Qordhowi. Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam. (Jakarta; Gema Insani Press,
1993), hlm.156-160.

[39] Ibid, hlm.162-165.


[40] Fathi Yakan. Perjalanan Aktivitas Gerakan Islam, terj. Aunur Rafiq Saleh. (Jakarta: Gema
Insani Press. 1995), hlm.60.

[41]Penuturan Abul Hasan Ali An Nadwi dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin,Hasan
Al Banna, hlm. 22.

[42]Penuturan Syaikh Ramadhan dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al


Banna, hlm. 24.

[43] Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, hlm.5.


[44] Hasan Al Banna, Memoar Hasan Al Banna. Untuk Para Da'i dan Para Da'inya, hlm.11-13
[45] Yusuf Qordhowi. Berita Kemenangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm.108.
[46] Abdul Hamid Al Ghazali. Meretas Jalan Kebangkitan Islam. (Solo: Era Intermedia, 2001),
hlm. 7.

[47]Anas Al Hajaji. Otobiografi Hasan Al Banna, Tokoh Pejuang Islam, terj. Bahrun Abu Bakar,
(Bandung: Risalah, 1983), hlm. 20.

[48] Hasan Al Banna.Memoar Hasan al Banna Untuk Dakwah dan Para Da'inya, hlm. 53.
[49] Ahmad Isa 'Asyur. Hadits Tsulasa' Ceramah-Ceramah Hasan Al Banna, terj. Salafuddin
dan hawin Murtadho. (Solo: Era Intermedia, 2000) hlm. 763-764.

[50]Ibid, hlm. 764.


[51] Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan al Banna. hlm. 62
[52] Ibid, hlm. 62
[53] Abdul Muta'al Al Jabari. Pembunuhan Hasan al Banna. (Bandung: Pustaka, 1999), hlm.
10.

[54] Ibid, hlm. 11


[55] Anas Al Hajaji. Otobiografi Hasan al Banna. Tokoh Pejuang Islam, hlm. 24.
[56] Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul muslimin. (Solo: Era Intermedia, 1998),
hlm. 183.

[57] Yusuf Al Qaradhawi. 70 Tahun Al Ikhwan Al muslimun, terj. Mustolah Maufur dan
Abdurrahman Husain. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999), hlm. 142.

[58]Muhammad Abdul Halim Hamid, Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam, hlm. 37.
[59] Ibid, hlm. 10.
[60] M. Riza Sihbudi. Islam Dunia Arab, Iran Bara Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 1991), hlm.
102.

[61] David commins. Hasan Al Banna (1906-1949) dalam Ali Rahmena (e.d). Para Perintis
Zaman baru Islam. (Bandung: Mizan, 1990) hlm. 151

[62] Yusuf Qordhowi .Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam. hlm. 45.
[63] Yusuf Qordhowi. Berita Kemenangan Islam, hlm. 14.
[64] Ali Abdul Halim Mahmud. Ikhwanul Muslimin, Konsep Gerakan Terpadu. (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997), hlm. 365-397.

[65] Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan Al Banna, hlm.116.


[66] Ibid, hlm.116.
[67]Abdullah Bin Qosim Al Wasyli. Syarah Ushul 'Isyrin, Menyelami Samudera 20 Prinsip
hasan Al Banna, terj. Kamal fauzi dkk. (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm.320.

[68]Muhammad Sa'id Al Maulawy. Karakter Gerakan Islam, terj. Rohmat Basuki. (Solo:
Pustaka Mantiq, 1993), hlm .28-29.

[69] Husni Adham Jarror. Pergilah Ke Jalan Islam. (Jakarta: Gema Insani Press, 1990),
hlm.144.

[70] Ibid, hlm. 31.


[71]Abdullah Bin

Qasyim

Al

Wasyli. Menyelami

Samudra

20

Prinsip

Hasan

Al

Banna, hlm.33.

[72] Hasan Al Banna. Memoar Hasan al Banna. (Solo: Era Intermedia, 1999) hlm 227
[73] Badr Aburrrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasal Al Banna, terj. Abu Zaid, (Solo: Citra
Islami Press, 1995), hlm.69.

[74] Ibid, hlm. 75.


[75]Abdullah Bin Qosyim al Wasyli. Syarah Ushul 'Isyrin, Menyelami Samudera 20 Prinsip
Hasan al Banna, hlm. 343.

[76] Ibid, hlm. 344.


[77] Ibid, hlm. 350.
[78] Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, (Jakarta: Harakah, 2003), hlm. 135.
[79]Firdaus AN. Panji-panji Dakwah. (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hlm. 102-103
[80] Rukun Bai'at ke 8 dalam Membina Angkatan Mujahid,hlm. 174-175.
[81]Syaikh Musthafa Masyhur. Qadhya Asasiyah Dalam Dakwah, terj. Abu Ridho. (Al-'I'tishom
Cahaya umat: Jakarta, 2001), hlm. 58.

[82] Hasan AL Banna, Memoar Hasan al Banna, hlm. 227.


[83] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, terj. Anis Matta, dkk, (Solo: Era
Intermedia, 1999), hlm.217.

[84] Al Ustadz Muthafa Masyhur. Qudwah Dijalan Da'wah. terj. Miqdad Haqqany. (Solo: Citra
Islami Press, 1996),hlm. 122.

[85] Ibid, hlm.192.


[86] Anas Al Hajaji. Otobiografi Hasan Al Banna, Tokoh Pejuang Islam., (Bandung: Risalah,
1983), hlm. 83.

[87] Hasan Al Banna. Allah Fil Aqidatil Islamiyah, terj. Mukhtar Yahya, (Solo: Ramadhani tth),
hlm. 36-37.

[88] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, hlm. 148.


[89] Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, terj. Anis Matta dkk. (Solo: Era
Intermedia, 2002), hlm. 175.

[90] Husni Adham Jaror. Pergilah Ke Jalan Islam, hlm. 54.


[91]Syaikh Musthafa Masyhur. Qadhaya Asasiyah Dalam Dakwah, hlm. 58.
[92] Ibid, hlm. 60.
[93] Ibid, hlm. 181.

[94] Abdul Halim Hamid. Di Medan Dakwah Bersama Dua Imam; Ibnu Taimiyah Dan Hasan Al
Banna. (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 105.

[95]Husein Bin Muhsin Bin Ali Jabir. Membentuk Jama'atul Muslimin. (Jakarta: Gema Insani
Press, 1993), hlm. 47.

[96] Hasan Al Banna, Risalah Muktamar ke-5

dalam

Risalah

Pergerakan

Ikhwanul

Muslimin, hlm. 232.

[97] Husni Adham Jarror. Pergilah Ke Jalan Islam. hlm. 96.


[98] Ibid, hlm. 98.
[99]Husein Bin Muhsin Bin Ali Jabir. Membentuk Jama'atul Muslimin, hlm. 155-156.
[100]Muhammad Ali Gharishah. LimaDasar Gerakan Al Ikhwan, (Jakarta: Gema Insani Press,
1994), hlm. 104.

[101] Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, hlm. 233.


[102]Muhammad Sa'id Al Maulawy. Karakter Gerakan Islam, hlm. 57-58.
[103] Ibid, hlm. 62.
[104]Husni Adham Jarror. Pergilah Ke Jalan Islam, hlm. 58.
[105]Ibid, hlm. 59.
[106] Badr Abdurrazaq Al Mash. Manhaj Dakwah Hasan Al Banna, hlm. 81.
[107]Yusuf Al Qaradhawi. 70 Tahun Al Ikhwan Al Muslimun, terj. Mustholah Mufur dan
Abdurrahman Husain. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999), hlm. 90.

[108] Husni Adham Jarror, Pergilah Ke Jalan Islam, hlm. 71.


[109]Sa'id Hawwa. Membina Angkatan Mujahd, terj. Abu Ridho dan Wahid Ahmadi, (Solo: Era
Intermedia, 2002), hlm. 55.

[110] Ibid, hlm. 56.


[111]Yusuf Al Qaradhawy, 70 Tahun Al Ikhwan Al Muslimun, hlm. 90.
[112]Abdul Halim Hamid. Meretas Jalan Kebangkitan Islam, terj. Wahid Ahmadi dan Jasiman.
(Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 104.

[113]Husni Adham Jarror. Pergilah Ke Jalan Islam, hlm. 80.


[114] Al Ustadz Musthafa Masyhur. Qudwah Di Jalan Dakwah, hlm. 71.
[115] Ibid, hlm. 72.
[116]Ahmad Isa 'Asyur. Hadits Tsulasa. Ceramah-ceramah Hasan Al Banna, terj. Salafuddin
dan Hawin Murtadho, (Solo: Era Intermedia, 2000), hlm. 613.

[117]Sa'id Hawwa. Membina Angakan Mujahid, terj. Abu Ridho, (Solo: Era Intermedia, 2002),
hlm. 56.

[118]Husni Adham Jarror. Pergilah ke Jalan Islam, hlm. 81.


[119] Ibid, hlm. 58.
[120] Yusuf Al Qaradhawy. 70 Tahun Al Ikhwan Al Muslimun, hlm. 90.
[121]Ali Abdul Halim Mahmud. Ikhwanul Muslimin. Konsep Gerakan Terpadu, terj. Masykur
Hakim dan Ubaidillah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 20.

[122]Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, hlm. 29.


[123] ibid, hlm.35.
Terimakasih Sobat Membaca Artikel tentang Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan AlBanna. Jika Ingin Copy dan Paste Artikel Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan AlBanna ini Diharapkan Sobat mencantumkan

linkhttp://www.seotehnik.com/2014/03/konsep-gerakan-islam-imam-syahidhasan.html. Terimakasih atas perhatiannya.

Anda mungkin juga menyukai