Anda di halaman 1dari 13

PERDAGANGAN ORANG

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tindak Pidana Khusus

Disusun oleh:

Kelompok 1

Abi Zaky Azizi 1173050001

Amanda Ramadhan 1173050009

Diana Nuraisah 1173050028

Kelas/Semester: A/5

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

CIBIRU BANDUNG

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
bimbingannya penulis mampu menyusun makalah human trafficking. Makalah yang
penulis susun ini merupakan kutipan dari beberapa sumber buku ataupun di internet
yang dirangkum menjadi sebuah bentuk tulisan yang sistematis, semoga pembaca dapat
memahami bahwa perlunya kita untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum tentang
perdagangan manusia yang merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri sebagai
bagian kelam bangsa Indonesia. Namun demikian, persoalan human trafficking belum
mendapat perhatian yang serius untuk diatasi.
Akhir kata penulis berharap makalah ini menjadi inspirasi baru untuk karya-
karya selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi
mengenai politik hukum yang dilakukan penguasa dalam mengatasi masalah
perdagangan manusia seperti lemahnya penegakan hukum, peraturan perundang-
undangan yang ada, peran pemerintah dalam penaganan maupun minimnya informasi
tentang human trafficking.
Mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan, baik
materi maupun teknis, penulis dengan tangan terbuka menerima masukkan dan
koreksian dari para pembaca untuk menjadi lebih baik.

Bandung, 25 September 2019

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang... .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah... ........................................................................ 1
C. Tujuan Penelitian.. ........................................................................... 2
BAB II Tinjauan Teoritis
A. Pengertian human trafficking........................................................... 3
B. Bentuk Perdagangan Orang.... ......................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN
A. Undang-undang, tahun di undang-undangkan dalam lembaran negra
dan berita negara dan waktu berlaku efektif......……………....... 4
B. Tujuan udang-undang…..………………………………............. 4
C. Ruang Lingkup........... …………………………………………. 5
D. Penyimpangan dalam hukum materil, berupa penyimpangan dalam
bentuk asas hukum dan susbtansi norma………………………. 6
E. Penyimpangan dalam hukum materil, berupa penyimpangan dalam
bentuk asas hukum dan susbtansi norma..................................... 7
F. Kasus dalam bentuk putusan........................................................ 8
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan................................................................................... 9
Daftar pustaka ……………………………………………………….... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan orang (human trafficking) menurut definisi dari Pasal 3
Protokol PBB berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau
penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau
bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima
pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan
dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau
bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaanatau
pengambilan organ tubuh.1
Definisi perdagangan orang (humantrafficking) menurut Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, yaitu: Pasal 1 (ayat 1); Tindakan perekrutan, pengangkutan,
atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atasorang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk
tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Kasus perdagangan orang pada kenyataannyayang banyak menjadi
korban adalah perempuan dan anak karena merekalah yang sering menjadi
sasaran dan dianggap paling rentan. Korban perdagangan orang biasanya ditipu,
diberlakukan secara tidak manusiawi, dan dieksploitasi. Bentuk-bentuk
eksploitasi itu sendiri di antaranya dengan cara memperlakukan korban untuk
bekerja yang mengarah pada praktik-praktik eksploitasi seksual, perbudakan,
sampai penjualan bayi yang dimaksudkan untuk tujuan dan kepentingan
mendapatkan keuntungan besar bagi para pelaku perdagangan orang, khususnya
perdagangan anak.2
B. Rumusan Masalah

1. Apa nama Undang-undang yang dipresentasikan, tahun diundang-undangkan


dalam Lembaran Negara dan Berita Negara, dan kapankah waktu berlaku
efektif undang-undang itu?
2. Apa maksud dan tujuan undang-undang tersebut?
3. Bagaimana ruang lingkup pengaturan undang-undang tersebut?
4. Apa yang menjadi penyimpangan dalam hukum materiil, bagaimana
penyimpangannya dalam bentuk asas hukum dan subtansi norma?
5. Apa yang menjadi penyimpangan dalam hukum formil, bagaimana
penyimpangannya dalam bentuk asas hukum dan subtansi norma?
6. Bagaimana contoh kasus dalam bentuk putusan kasus tersebut?
1
NurKusuma Wardani, Jurnal Ilmiah Trafficking Perempuan dan anak, hlm. 2
2
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 5

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui nama undang-undang, tahun di undang-undangkan dalam


Lembaran Negara dan Berita Negara, dan waktu berlaku efektif undang-
undang tersebut.
2. Untuk mengetahui maksud dan tujuan undang-undang tersebut.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup pengaturan undang-undang tersebut.
4. Untuk mengetahui penyimpangan dalam hukum materil, berupa
penyimpangan dalam bentuk asas hukum dan subtansi norma.
5. Untuk mengetahui pentimpangan dalam hukum formil, berupa
penyimpangan dalam bentuk asas hukum dan subtansi norma.
6. Untuk mengetahui contoh kasus dalam putusan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Trafficking
Pengertian trafficking dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak
Pidana Per-dagangan Orang (UU No. 21 Tahun 2007) lebih luas dibandingkan
dengan KUHP, dengan memasukkan proses dan definisi korban maupun pelaku.
Pasal 1 angka (1) UU No. 21 Tahun 2007mendefinisikantraffickingsebagai
berikut:
Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan,pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan,penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh per-setujuan dari banyak
orang yang memegang kendalil atas orang lain tersebut,baik yang dilakukan di
dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
Dari definisi tersebut, terdapat tiga unsur utama trafficking,yaitu:
1. Memindahkan orang, baik di dalam maupun diluar batas negara;
2. Cara-caranya melawan hukum;
3. Tujuannya eksploitasi atau menyebabkan orang tereksploitasi.3
B. Bentuk Perdagangan Orang
Ada beberapa bentuk perdagangan orang, antara lain:
1. Perburuhan migran legal atau illegal
2. Pekerja seks komersial
3. Adopsi palsu anak
4. Pengantin pesanan
5. Pengemis
6. Peredaran obat terlarang
7. Penjualan organ tubuh

3
Salma Syafitri, Analisis Rancangan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, Jurnal Perempuan No. 49, hlm. 155

3
BAB III
PEMBAHASAN
A. Nama Undang-Undang, Tahun diundangkan dalam Lembaran Negara dan Berita
Negara, serta waktu berlaku efektif.

Nama Undang-undang:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Tahun diundangkan dalam lembaran negara dan berita negara:


19 April 2007

Waktu berlaku efektif:


Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini
mulai berlaku pada tanggal di undangkan.

B. Maksud dan Tujuan Undang-Undang Tersebut


Tujuan diadakannya Undang-undang NO 21/2007 ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana tindak pidana perdagangan orang yang
dilakukan oleh pemerintah
2. Untuk adanya perlindungan yang didapat oleh saksi dan korban
3. Untuk mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan
orang

C. Ruang Lingkup
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 juga merumuskan mengenai ruang
lingkup tindak pidana perdagangan orang, yaitu:
1. Setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini
2. Membawa Warga Negara Indonesia (WNI) keluar wilayah NKRI untuk
tujuan eksploitasi.
3. Mengangkat anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu
untuk maksud eksploitasi.
4. Mengirimkan anak ke dalam atau luar negeri dengan cara apapun; dan
setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban TPPO
dengan cara melakukan persetubuhan atau pencabulan, mempekerjakan
korban untuk tujuan eksploitasi atau mengambil keuntungan.
5. Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan pada
dokumen negara atau dokumen lain untuk mempermudah TPPO.
6. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan bukti
palsu atau baran bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan
hukum.
7. Setiap orang yang menyerang fisik terhadap saksi atau petugas di
persidangan perkara TPPO; setiap orang mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,

4
penuntutan dan persidangan di sidang pengadilan terhadap tersangka,
terdakwa, atau saksi dalam perkara TPPO; setiap orang yang membantu
pelarian pelaku TPPO.
8. Setiap orang yang memberikan identitas saksi atau korban padahal
seharusnya dirahasiakan.
9. Aspek Tindak Pidana Perdagangan Orang
Garis-garis besar didalam Pasal ini memuat berbagai macam dan cara
serta jenis-jenis dari Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dimulai
dari perekrutan, pengangkutan hingga nantinya dipekerjakan baik itu di
dalam negeri maupun diluar negeri dengan unsur penipuan, pembujukan,
pemanfaatan ataupun kekerasan bahkan yang dilakukan secara korporasi
yang mana semuanya itu teerdapat dalam Pasal 2 sampai Pasal 18
Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang ini. Di dalam Pasal 2 sampai Pasal 18 Undang-
undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang ini mengatur ketentuan-ketentuan pidana yang
dijatuhkan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang baik itu pidana
penjara maupun pidana denda.
Bagi para pelaku human trafficking yang melakukan Tindak Pidana
Perdagangan Orang ini yang mengakibatkan mengalami eksploitasi,
dengan cara melakukan kegiatan perdagangan orang yang dimulai dari
percobaan, pemanfaatan, pengiriman bahkan korporasi terhadap Tindak
Pidana Perdagangan Orang akan dijatuhkan pidana denda paling sedikit
120 juta rupiah dan paling banyak 600 juta rupiah, dan pidana penjara
paling singkat 3 tahun dan paling lama seumur hidup.
10. Aspek lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Aspek ini mengatur tentang adanya orang-orang yang berusaha
menghalangi, mencegah, merintangi dan bahkan mengagalkan suatu
penyidikan dan persidangan pengadilan terhadap tersangka Tindak
Pidana Perdagangan Orang ini. Aspek ini juga mengatur tentang berbagai
tindak pidana lain yang terjadi yang dimana tindak pidana itu
mendukung Tindak Pidana Perdagangan Orang ini, aspek ini diatur
dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 27 Undang-undang No.21 tahun
2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
11. Aspek penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidanng pengadilan.
Aspek ini berisikan mengenai penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
di siding pengadilan dalam perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang
termasuk didalamnya pemeriksaan alat bukti, saksi dan korban aspek ini
dimulai dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 42 Undang-undang No.21
tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
12. Aspek pencegahan dan penanganan.
Adapun aspek pencegahan didalam undang-undang ini adalah Program
pencegahan (diatur dalam Pasal 56 – 57), dan pembentukan gugus tugas
(diatur dalam Pasal 58).
13. Aspek kerjasama international dan peran serta masyarakat.
Dalam aspek ini berisikan tentang peran pemerintah bekerja sama
dengan negara internasional dalam berbagai upaya-upaya pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. Dan juga

5
mengatur tentang peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini. Aspek ini diatur
dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 63 Undang-undang No. 21 tahun
2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
D. Penyimpangan materiil
1. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Didalam KUHP
Adapun pengaturan tindak pidana perdagangan orang didalam KUHP sebagai
berikut:
a. Menjadi pencarian dan kebiasaan dengan cara memudahkan perbuatan cabul
antara
orang lain dengan orang lain terdapat dalam Pasal 296 KUHP.
b. Memperniagakan anak perempuan dan anak laki-laki untuk tujuan prostitusi
terdapat dalam Pasal 297.
c. Menyerahkan anak untuk di eksploitasi dalam Pasal 301 KUHP.
d. Menjalankan perniagaan budak Pasal 324 KUHP.
e. Melarikan orang terdapat dalam Pasal 328 KUHP.
f. Dengan melawan dan membawah orang ketempat lain dai yang dijanjikan
untuk melakukan suatu pekerjaan pada tempat tertentu, terdapat dalam Pasal
329 KUHP.
g. Menyembuyikan orang dewasa yang dicabut dari kuasanya yang sah terdapat
dalam Pasal 331 KUHP.
h. Melarikan wanita (belum dewasa dan sudah dewasa) dalam Pasal 332
KUHP.
i. Merampas kemerdekaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan
hukum, diatur dalam Pasal 333 KUHP.
j. Merampas kemerdekaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan
hukum diatur dalam Pasal 335 KUHP.
k. Menjanjikan wanita tersebut mendapat pekerjaan, tetapi ternyata diserahkan
kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran atau
perbuatan melanggar kesusilaan pidana diatur dalam Pasal 433 ayat (2)
KUHP.
2. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Diluar KUHP
a. Menurut Undang-undang No.21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
b. Penyimpangan materil, Pasal 18 UU No. 21 Tahun 2007
Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelakutindak
pidana perdagangan orang, tidak dipidana.
c. Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2007
(1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahliwarisnya berhak
memperoleh restitusi.
(2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa gantikerugian atas:
a) kehilangan kekayaan atau penghasilan;
b) penderitaan;
c) biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau
d) kerugian lain yang diderita korban sebagai akibatperdagangan orang

6
E. Penyimpangan Formil
1. Pasal 29 UU No. 21 Tahun 2007
Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, dapat pula berupa:
a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpansecara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa denganitu; dan
b. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,dan/atau didengar,
yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpabantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, bendafisik apa pun selain kertas, atau yang terekam
secaraelektronik, termasuk tidak terbatas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memilikimakna atau
dapat dipahami oleh orang yang mampumembaca atau memahaminya.
2. Pasal 34 UU No. 21 Tahun 2007
Dalam hal saksi dan/atau korban tidak dapat dihadirkan dalam pemeriksaan di
sidang pengadilan, keterangan saksi dapat diberikan secara jarak jauh melalui
alat komunikasi audio visual.
3. Pasal 37 ayat (1) Saksi dan/atau korban berhak meminta kepada hakim
ketuasidang untuk memberikan keterangan di depan sidangpengadilan tanpa
kehadiran terdakwa.
4. Pasal 41 (1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut,tidak hadir
di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, makaperkara dapat diperiksa dan
diputus tanpa kehadiranterdakwa.
Hal ini bertentangan dengan pasal 184 dan 185 dalam KUHAP
1. Pasal 184
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
2. Pasal 185
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian
atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila
keterangan saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian
rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu.

7
F. Kasus konkrit
PUTUSAN
Nomor : 1015/Pid.B/PN.JKT.PST/2016
1. Duduk perkara:
Terdakwa melakukan jual beli ginjal dengan bayaran Rp. 80.000.000-
90.000.000 kepada saksi atau korban, hal ini berlangsung lama, karena korban
lebh dari tiga orang yang semuanya merupakan warga Bandung, namun
terdakwa ini menjual ginjal kepada yang membutuhkan seharga Rp. 350.000.000
hingga 375.000.000 untuk satu ginjal, sebelum melakukan tranfalasi ginjal,
terdakwa terlebih dahulu melakukan pengecekan kesehatan secara menyeluruh
dan menyampaikan bahwa saksi atau korban masih bisa hidup dengan satu
ginjal, namun tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat.
2. Amar putusan
a. Menyatakan Terdakwa I. DEDI SUPRIADI bin OMAN RAHMAN dan
Terdakwa II. YANA PRIATNA alias AMANG tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan
Primair;
b. Membebaskan para Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Primair;
c. Menyatakan Terdakwa I. DEDI SUPRIADI bin OMAN RAHMAN dan
Terdakwa II. YANA PRIATNA telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan
perekrutan seseorang dengan memberi bayaran untuk tujuan mengeksploitasi
orang tersebut”;
d. Menjatuhkan pidana terhadap para Terdakwa dengan pidana penjara masing-
masing selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan serta denda sebesar
Rp.200.000.000; (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 ( satu ) bulan;
e. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
f. Menetapkan para Terdakwa tetap dalam tahanan;
g. Menyatakan barang bukti berupa :
- Nomor 1 dikembalikan kepada EDI MIDUN;
- Nomor 6 butir (1) dan butir (2) dan nomor 5 dirampas untuk
dimusnahkan;
- Nomor 87 uang sejumlah Rp.100.000.000; (seratus juta rupiah)
dipergunakan sebagai jaminan pembayaran hak restitusi kepada para
korban di perkara KWOK HERRY SUSANTO;
- 1 ( satu ) unit mobil AVANZA 1.36 M/T Silver metalik dengan nomor
Pol. D-1267-AAS atas nama KWOK HERRY SUSANTO Nora
MHKM 1 BA3JDJO 23464 dan Nosin MB 85292 dirampas untuk
negara;
- Barang bukti selebihnya terlampir dalam berkas perkara;
h. Membebankan kepada para Terdakwa membayar biaya perkara
masingmasing sebesar Rp.5000; ( lima ribu rupiah );

8
BAB IV
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ada beberapa bentuk perdagangan orang, antara lain:
1. Perburuhan migran legal atau illegal
2. Pekerja seks komersial
3. Adopsi palsu anak
4. Pengantin pesanan
5. Pengemis
6. Peredaran obat terlarang
7. Penjualan organ tubuh
UU ini mengatur mengenai lingkp tindak pidana dalam perdagangan orang dan
memliki penyimpanagnn dalam aturannya karena sifatnya yang istimewa atu
khusus. Misalnya dalam alat bukti, dalam KUHP alat bukti tidak mencangkup
elektronik sedangkan dalam UU ini alat bukti dapar berupa foto, video dan lain-lain
yang mendukung bukti bukti lainya.
Terdakwa yangbernama Dedi Supriadi dan Yana melakukan jual beli ginjal dengan
bayaran Rp. 80.000.000-90.000.000 kepada saksi atau korban, hal ini berlangsung
lama, karena korban lebh dari tiga orang yang semuanya merupakan warga
Bandung, namun terdakwa ini menjual ginjal kepada yang membutuhkan seharga
Rp. 350.000.000 hingga 375.000.000 untuk satu ginjal, sebelum melakukan
tranfalasi ginjal, terdakwa terlebih dahulu melakukan pengecekan kesehatan secara
menyeluruh dan menyampaikan bahwa saksi atau korban masih bisa hidup dengan
satu ginjal, namun tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat.
Itu merupakan contoh kasus human trafficking atau perdagangan orang dalam
penjualan organ.

9
Daftar pustaka
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Sumber lain
NurKusuma Wardani, Jurnal Ilmiah Trafficking Perempuan dan anak.
Salma Syafitri, Analisis Rancangan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, Jurnal Perempuan No. 49
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007

10

Anda mungkin juga menyukai