Anda di halaman 1dari 20

MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA

PADA PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT


(PKPA) FH UGM – PERADI
ANGKATAN KE-III TAHUN 2012.
3 September 2012 s/d 19 September 2012
Oleh: Gatot Murwahjudi, SH.

I. S U R A T K U A S A

A. PENGANTAR.

Akibat kesibukan dan/atau ketidak tahuan seseorang, ketakutan adanya urusan


sehingga banyak suatu urusan diwakilkan kepada dan/atau oleh orang lain, tentunya
dengan suatu hubungan hukum pemberian kuasa. Sepintas, masalah kuasa ini dianggap
sepele, dengan membuat surat kuasa secara serampangan, tanpa memperhatikan syarat-
syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan, yang mengancam tidak sahnya suatu
surat kuasa, yang berdampak segala tindakan dan surat yang dibuat oleh seorang kuasa
tersebut menjadi tidak sah dan termasuk segala pemeriksaan tidak sah, oleh itu perlu
diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi;
Pembahasan tentang masalah “pemberian kuasa” sebenarnya tidak dapat dilepaskan
dan berkaitan erat dengan masalah “perwakilan (vertegenwoordiging)”, karena pemberian
kuasa akan menerbitkan “perwakilan”, yakni adanya seseorang yang mewakili orang lain
untuk melakukan suatu perbuatan hukum. (prof. Subekti dalam Aneka Perjanjian). Bahwa
“perwakilan” tidak hanya bersumber kepada pemberian kuasa / perjanjian, namun juga
bersumber kepada Undang-undang. Dalam kuliah ini pembahasan dibatasi hanya pada
masalah pemberian kuasa yang bersumber dari perjanjian.

B. RUMUSAN PENGERTIAN.
Pasal 1792 BW, memberikan batasan bahwa Pemberian kuasa adalah suatu
persetujuan, dengan mana seseorang memberikan Kekuasaan kepada orang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya, menyelesaikan suatu urusan;

Page 1 of 20
C. SIFAT PERJANJIAN KUASA.
1. Pemberian kuasa Langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa.
2. Pemberian kuasa bersifat konsensual
3. Berkarakter Garansi kontrak;

D. JENIS PEMBERIAN KUASA


1. Surat Kuasa Umum;
adalah suatu pemberian kuasa yang diberikan secara umum yaitu meliputi
perbuatan-perbuatan pengurusan yang meliputi segala kepentingan pemberi kuasa,
kecuali perbuatan kepemilikan; (1796 BW);
2. Surat Kuasa Khusus;
Hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, oleh itu perlu dituangkan
secara tegas perbuatan-perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa;
Misalnya: untuk maju di Pengadilan, mendampingi penyidikan di POLRI, untuk
mengalihkan hak atas tanah, memasang hak tanggungan, dll.
3. Surat Kuasa Istimewa;
- Bersifat Limitatif.
- Harus berbentuk Akta otentik.
4. Surat Kuasa Perantara;

E. BENTUK SURAT KUASA


1. Kuasa secara lisan.
2. Akta di bawah tangan.
3. Akta autentik:
a. Kuasa berbentuk Akta Notaris
b. Kuasa berbentuk Akta yang dibuat di depan Panitera.

F. BERAKHIRNYA SURAT KUASA.


1. Salah satu meninggal dunia.
2. Atas kehendak pemberi kuasa
3. Penerima Melepas kuasa

Page 2 of 20
II. SURAT PERMOHONAN UNTUK TIDAK DILAKUKAN PENAHANAN

Sudah bukan rahasia lagi bahwa hampir setiap Advokat dalam melakukan pembelaan
terhadap kliennya selalu berusaha agar kliennya tersebut tidak dilakukan penahanan oleh
aparat penegak hukum, dan berusaha untuk kooperatif guna memperlancar proses
pemeriksaan guna kepentingan penyidikan;

Sementara disisi lain, Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik atau Penyidik


pembantu atas perintah Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang
melakukan Penahanan;

Penahanan adalah penempatan tersangka atau Terdakwa di tempat tertentu oleh


Penyidik, atau Jaksa Penuntut Umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 (21) KUHAP);

Perintah Penahanan atau Penahanan lanjutan dilakukan oleh Penyidik atau penuntut
umum terhadap Tersangka atau Terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan “bukti yang cukup”, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa Tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang
bukti dan atau mengulangi tindak pidana ( Pasal 21 (1) KUHAP);

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHP);

Proses pemberkasan perkara oleh Penyidik:


1. Laporan polisi oleh Pelapor:
2. Bukti Laporan:
3. Surat Perintah Penyidikan:
4. SPDP: Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan:
5. Surat Panggilan Saksi-saksi, guna dilakukan pemeriksaan (BAP saksi).
6. Surat Panggilan Tersangka: guna dilakukan pemeriksaan Tersangka (BAP Tsk).

7. Pendampingan Tersangka: Membuat Surat Kuasa bdk Surat Panggilan Polisi.


8. Surat Permohonan untuk tidak ditahan.

Page 3 of 20
9. Surat Permohonan Penangguhan Penahanan;
10. Surat Jaminan Tersangka dari Keluarganya bahwa Tersangka tidak melarikan diri,
merusak barang bukti dan tidak mengulangi perbuatannya;

Pasal 21 KUHAP menyebutkan bahwa: Penahanan tersebut HANYA DAPAT dikenakan


terhadap Tersangka atau Terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan
maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

1. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
2. dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal:
a. pasal 282 (3) KUHP, tentang melanggar perasaan kesopanan sebagai pencaharian,
dengan ancaman 2 tahun.
b. Pasal 296 KUHP, tentang Perbuatan Cabul, dengan acaman 1 th 4 bulan.
c. Pasal 335 KUHP, tentang Perampasan.
d. Pasal 353 (1) KUHP, tentang Penganiayaan dengan Rencana.
e. Pasal 372, 378, 379a, 453 (Nahkoda kapal yang mengundurkan diri sebelum masa
kontrak.
f. Pasal 459 KUHP, tentang Penumpang yang melawan Nahkoda Kapal.
g. Pasal 480 KUHP, tentang Pertolongan jahat (Penadahan);
h. Pasal 506 KUHP, tentang Mucikari yang mengambil untuk dari perempuan.
i. Pasal 25 dan 26 Ordonansi Bea Cukai
j. Pasal 1, 2, dan 4 UU Emigrasi (UU No.8 Drt 1955 yang telah diubah).
k. Pasal 36 (7), Pasal 41, Pasal 42 Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 UU Narkotika (UU
No.9 th 1976 yang telah diubah);

III. SURAT PENANGGUHAN PENAHANAN

Penahanan adalah penempatan tersangka atau Terdakwa di tempat tertentu oleh


Penyidik, atau Jaksa Penuntut Umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP;

Page 4 of 20
Bahwa Penahanan dilakukan guna kepentingan penyidikan untuk memperlancar
proses pemeriksaan Tersangka, sehingga jika dianggap telah selesai maka dapat
dimungkinkan diajukan permohonan penangguhan Penahanan;
Apabila Tersangka talah ditahan oleh Penyidik POLRI, maka yang dilakukan adalah
mengajukan Surat Penangguhan Penahanan; perlu diingat bahwa masa Penahanan untuk
Penyidik adalah 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari atas ijin kejaksaan, sehingga
semuanya 60 hari, jika belum selesai penyidikannya maska demi hukum polisi harus
membebaskannya;
Penahanan dilakukan terhadap Tersangka yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan “bukti yang cukup”, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa Tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang
bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Pasal 183 KUHP: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya;

IV. MENYOAL PENAHANAN BERDASARKAN BUKTI YANG CUKUP

Apabila seseorang diduga keras atau disangka melakukan suatu kejahatan/ kriminal
atau tindak pidana, maka terhadap diri yang bersangkutan dapat dilakukan penahanan oleh
penyidik (polisi/jaksa), penuntut umum (Jaksa) atau oleh hakim, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan. Kapan dan mengapa seseorang ditahan pihak berwenang ?

Dalam dan atas kasus tindak pidana apa pun, hal pertama yang ditakutkan seseorang
adalah adanya tindakan penahanan. Bahkan ada prinsip yang timbul dari masyarakat, ia
sanggub menghadapi proses hukum asal tidak ditahan. Mengapa ? Penahahan adalah
instrument hukum yang kewenangannya diberikan kepada penyidik, penuntut umum atau
pun hakim. Penahanan itu sendiri menurut KUHAP  adalah penempatan tersangka atau
terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Biasanya
penempatan tersangka/terdakwa itu bisa di rumah tahanan dan kebebasannya untuk hidup
dalam msyarakat untuk sementara dibatasi.

Page 5 of 20
Siapa pun orangnya tidak ada yang mau hidup dalam rumah tanahan dan kebanyakan
orang lebih dominan memikirkan ketidak-sanggupannya hidup dalam rumah tahan. Padahal
penahanan adalah tindakan sepihak dan subjektif dari pihak yang berwenang dan karena
setiap orang yang terkena penahanan perlu memahami soal-soal yang berkaitan dengan
institusi penahanan.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, penahanan dilakukan pihak berwenang


adalah terhadap seorang tersangka atau terdakwa, sehingga ada perbedaan ditahan dengan
dipenjara. Dipenjara adalah bentuk hukuman bagi seseorang yang sudah dinyatakan
bersalah atau terbukti berdasarkan putusan pengadilan, sedangkan pada lembaga
penahanan belum tentu seseorang itu bersalah. Sehingga penahanan adalah sebuah
instrument hukum selama seseorang sedang menjalani proses hukum sampai dijatuhkan
vonis oleh pengadilan. Karena itu pada lembaga penahanan diatur sedemikian rupa hak-hak
tersangka/terdakwa yang ditahan dan demikian pula dengan hak-hak dan kewenangan dari
pihak yang berwenang melakukan penahanan.
Pihak berwenang melakukan penahanan terhadap seseorang bukanlah tanpa alasan
dan alasan itu disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan (KUHAP).  Alasan atau dasar
seorang tersangka/terdakwa untuk dilakukan penahanan, apabila tersangka/terdakwa yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup  dalam hal adanya
kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa; (1)  akan melarikan diri; (2) merusak atau
menghilangkan barang bukti; (3) dan atau mengulangi perbuatannya. Ketiga kekhawatiran
dari pihak berwenang tersebut tentulah ada ketika penyidik sudah memiliki bukti yang cukup
terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana. Artinya adanya
kekhawatiran penyidik baru timbul sehingga memandang perlu melakukan penahanan
terhadap seseorang yang diduga keras sebagai telah melakukan tindak pidana, setelah
adanya bukti yang cukup. Sepanjang penyidik belum memiliki bukti yang cukup, maka
semestinya tidak ada penahanan terhadap seorang tersangka. Bahkan bila dicermati
rumusan pasal 21 ayat (2) KUHAP, penyidik tidak bisa melakukan penahanan terhadap
seorang tersangka sebelum penyidik memiliki bukti yang cukup. Dan lebih tidak boleh lagi,
seseorang ditahan sambil mencari bukti yang cukup. Jadi, jika sudah didapat bukti yang
cukup, maka baru ada rasa khawatir dari penyidik, penuntut umum atau pun hakim seperti
tersangka/terdakwa akan melarikan diri dan sebagainya sehingga penyidik, penuntut umum
atau pun hakim melakukan penahanan sesuai dengan kepentingannya.

Page 6 of 20
Dalam kaitannya dengan penahanan, seorang yang sudah ditetapkan sebagai
tersangka tidak selalu harus dilakukan penahanan. Artinya status tersangka tidak berjalan
seiring dengan penahanan. Hal ini sesuai dengan rumusan KUHAP sendiri terhadap
tersangka, yakni: ‘Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Dengan demikian
terdapat dua istilah dalam KUHAP, yakni istilah “bukti permulaan” dalam kaitannya dengan
status tersangka dan istilah “bukti yang cukup” dalam kaitannya dengan penahanan
terhadap tersangka/terdakwa. Dengan demikian, semestinya ketika seorang ditetapkan
sebaga tersangka, bisa jadi belum ada pada yang bersangkutan bukti yang cukup, tetapi baru
berupa bukti permulaan dan karena itu semestinya belum bisa dikenakan penahanan.
Kecuali pada saat penetapan tersangka pada seseorang sekaligus didapati bukti permulaan
dan bukti yang cukup, maka penahanan terhadap seorang tersangka tidaklah masalah.

Persoalannya kapan suatu dugaan terjadinya tidak pidana sudah memiliki bukti yang
cukup ? Suatu tindak pidana dikatakan sudah memiliki cukup bukti sepertinya tergantung
pada masing-masing pihak yang berwenang dalam setiap tingkat proses hukum sebagaimana
diatur KUHAP. Apabila penyidik berpendapat kasus yang ditangani dipandang sudah cukup
bukti, maka penyidik melimpahkan kepada penuntut umum. Dan apabila penuntut umum
memandang berkas perkara yang dilimpahkan penyidik kepadanya ternyata dinilai tidak
cukup bukti, maka Penuntut Umum akan menerbitkan Surat Penghentian Penuntutan
Perkara (SP3). Namun sebaliknya, apabila penuntut umum memandang berkas perkara yang
diterimanya dari penyidik sudah cukup bukti, maka Penuntut Umum akan membuat surat
dakwaan dan melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan untuk diperiksa dan diadili.
Kemudian, Hakim pada pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara yang dilimpahkan
penuntut umum menilai  tidak cukup bukti, maka terdakwa akan bebaskan dari dakwaan
penuntut umum, tetapi sebaliknya bila hakim yang menyidangkan perkara dimaksud menilai
perkara dimaksud dipandang sudah cukup bukti, maka terdakwa akan dijatuhi hukuman.

Dari rangkaian uraian soal cukup bukti seperti yang dikemukakan di atas, maka
perihal adannya bukti yang cukup sehingga sesorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana dapat ditahan ternyata bersifat relative. KUHAP tidak mengatur apa ukuran dari bukti
yang cukup itu pada setiap tingkatan proses yang dilalui. Salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh seorang tersangka adalah dengan melakukan praperadilan, namun upaya

Page 7 of 20
prapedilan itu tidak bisa dilakukan seorang terdakwa yang ditahan ketika perkaranya sudah
dilimpahkan kepada pengadilan. Sehingga, meskipun soal bukti yang cukup itu masih relative
sifatnya pada saat perkara seorang terdakwa diperiksa didepan pengadilan, tetapi terdakwa
tidak bisa berbuat banyak atas penahanan yang dilakukan hakim terhadap dirinya,
sementara perihal bukti yang cukup itu baru akan ditemukan setelah pemeriksaan perkara
selesai dilaksanakan.
Sempit ruang gerak seorang tersangka atau terdakwa untuk mengetahui dan menguji
bahwa penahanan terhadap dirinya oleh yang berwenang karena diduga keras sebagai
pelaku tindak pidana sudah memiliki bukti yang cukup. Bahkan dalam upaya praperadilan
pun, upaya tersangka melakukan perlawanan terhadap penahan dirinya, seringkali terbentur
ketika dilakukan upaya pembuktian atas bukti yang cukup itu. Dalam hubungan, upaya
tersangka melakukan pembuktian terhadap ada atau tidak adanya bukti yang cukup itu
seringkali tersandung alasan pemohon praperadilan sudah memasuki materi perkara.
Padahal mencermati rumusan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, mau tidak mau pemeriksaan pra
peradilan atas penahanan tentu akan bersentuhan dengan materi perkara, karena soal
adanya bukti yang cukup itu tidak terpisahkan dari materi perkara. Jadi pemeriksaan pra
peradilan terhadap penahanan sesungguhnya tidak hanya sebatas sah atau tidak sahnya
penahanan secara formalitas.

Soal “Berdasarkan Bukti Yang Cukup”.

KUHAP tidak menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan “bukti yang cukup” dalam
kaitannya dengan penahanan. Jika kemudian bukti yang cukup itu tentu tidak dapat
dilepaskan dari alat bukti menurut KUHAP sendiri. Dalam KUHAP yang dikatagorikan sebagai
alat bukti adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa.

Jika dilihat dari sisi alat bukti berdasarkan KUHAP, maka keterangan tersangka tidak
termasuk alat bukti apabila dikaitkan dengan penahanan pada tingkat penyidikan atau

Page 8 of 20
penuntutan. Sebab pada tahan penyidikan belum ada terdakwa tetapi baru berupa
tersangka dan tanpa mengenyampingkan soal yang demikian, dalam artian cukup yang
bagaimana dikaitkan dengan alat-alat bukti menurut KUHAP itu. Apakah cukup berupa
keterangan saksi, atau berupa cukup dalam arti keterangan saksi dan surat, atau kombinasi
antara jenis-jenis alat bukti itu, sehingga dengan rumusan “berdasarkan bukti yang cukup
itu” apakah hanya sebatas kuatitas atau gabungan antara kuantitas dan kualitas. Apabila
terpenuhi secara kualitas, apakah bukti-bukti memerlukan pengujian keabsahannya atau
kebenarannya ? Artinya, penahanan berdasarkan alat bukti yang cukup itu selama ini
cenderung hanya menurut penyidik, penuntut umum saja.

Secara kebahasaan kata “cukup” diartikan  sebagai;(1) dapat memenuhi kebutuhan


atau memuaskan keinginan dsb; tidak kurang; (2) lengkap; (3)  sudah memadai (tidak perlu
ditambah lagi). Apabila dipedomani pengertian kata “cukup” dari aspek kebahasaan itu,
maka tentu “bukti yang cukup” mencakup ke-lima (5) alat bukti yang disebutkan KUHAP
dengan kualitasnya masing-masing untuk dipandang sebagai alat bukti yang sah secara
hukum. Di sisi KUHAP sendiri, soal bukti yang cukup itu bisa juga disandingkan dengan soal
pengambilan keputusan hakim, dimana hakim dalam memutuskan perkara yang
diperiksanya. Pasal 183 KUHAP menyebutkan; “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana  benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.”.

Dalam praktek yang sering dikemukakan dalam kaitannya dengan penahanan seorang
tersangka adalah berdasarkan dua alat bukti yang sah sebagai acuan minimal. Persoalannya
kemudian, apakah dua alat bukti atau lebih yang dijadikan dasar penyidik untuk melakukan
penahanan adalah alat bukti yang sah ? Maka dalam kaitan ini jelas, penyidik atau penuntut
umum harus sudah memiliki keyakinan yang kuat, bahwa dua alat bukti atau lebih yang
dipunyainya sebagai dasar untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Dan tersangka
sendiri tentu untuk meyakinkan dirinya, bahwa penahanan yang dilakukan terhadap dirinya
sudah didasarkan penyidik atau penuntut umum atas adanya alat bukti yang sah menurut
hukum. Dengan demikian, maka dalam proses pemeriksaan praperadilan terhadap sah atau
tidaknya penahanan terhadap tersangka, sekaligus melakukan pengujian terhadap
keabsahan secara materil terhadap alat bukti yang dijadikan dasar penahanan dan bukan

Page 9 of 20
sekedar pengujian formalitas terhadap alat bukti terkait. Dalam konteks ini harus pula
dibedakan antara alat bukti dengan barang bukti.

Dari beberapa uraian di atas, maka karena rumusan “berdasarkan bukti yang cukup”
sebagai dasar untuk melakukan penahanan mengacu pada kuantitas alat bukti, maka alat
bukti itu semestinya diuji kualitasnya sebagai alat bukti yang sah secara hukum. Dari  lima (5)
lima jenis alat bukti yang disebutkan KUHAP, setidaknya penyidik atau penuntut umum
memiliki tiga (3) alat bukti yang dapat dipertahankan secara kuantitas dan kualitas sebagai
alat bukti untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka.

V. UPAYA HUKUM

A. Mengajukan Pendapat hukum tentang perkara aquo kepada Penyidik dan/atau Penegak
hukum yang lebih tinggi (ankumnya).
B. Mengajukan Perlindungan Hukum terhadap Tersangka disertai dengan pendapat hukum dan
uraian fakta kepada Penegak Hukum yang lebih tinggi (ankumnya).
C. Melaporkan kepada DIVPROPAM (Devisi Profesi dan Pengamanan) POLRI.
D. Mengajukan PraPeradilan
E. Jika perkara berlanjut, melakukan pembelaan hingga putusan Pengadilan, jika Terdakwa
dikenai hukuman maka upaya hukum selanjutnya adalah:
F. Banding
G. Kasasi
H. Peninjauan Kembali

Page 10 of 20
Lampiran: I.
Contoh: Tanda bukti Laporan Polisi.

Page 11 of 20
LAMPIRAN : II.
Contoh: SPDP ( Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan).

Page 12 of 20
Lampiran: III
Surat Panggilan untuk Tersangka.

Page 13 of 20
Lampiran: IV.
Contoh: Surat Panggilan untuk Tersangka.

Page 14 of 20
Lampiran: V
Contoh: Surat Perintah Penangkapan.

Page 15 of 20
Lampiran: VI.
Contoh: Surat Perintah Penahanan.

Page 16 of 20
Lampiran: VII
Contoh Surat Kuasa.

Page 17 of 20
Lampiran: VIII.
Contoh: Surat Permohonan Penangguhan Penahanan.

Page 18 of 20
Lampiran: IX.
Contoh: Surat Permohonan Penangguhan Penahanan;

No      : 16/ pdn-pp/ 2009


Lamp  : Fotocopy surat kuasa
Hal     : Permohonan Penangguhan Penahanan

Kepada Yth,
Kapolda DIYogyakarta
Cq. Direskrimum POLDA DIY
Di:
YOGYAKARTA

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


GATOT MURWAHJUDI, SH., Advokat, beralamat di Jl.Gambuh No.38 Ganjuran Rt.09 Rw.64
Manukan, Condongcatur, Depok, Sleman, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28
Desember 2011 bertindak selaku kuasa / penasihat hukum dari:
Nama : TUGIMIN
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : di Tegalasem RT.02 RW.32 Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik,
Kabupaten Sleman;

Dengan ini mengajukan permohonan kepada Bapak/Ibu Kepala Kepolisian Republik


Indonesia POLDA DIY yang menangani perkara ini untuk melakukan Penangguhan
Penahanan atau Peralihan Terhadap Jenis Penahanan lainnya terhadap klien kami, yang
ditahan oleh Kepolisian Republik Indonesia POLDA DIY atas dasar perintah penahanan No:
SP.Han/23/XII/2011/Ditreskrimum POLDA DIY tertanggal 7 Desember 2011 ditahan sejak
tanggal 7 Desember 2011 terkait dalam perkara terjadinya tindak pidana berdasarkan yang
diatur dalam pasal 378 KUHP atau 372 KUHP.

Adapun dasar pertimbangan permohonan ini adalah sebagai berikut :

1. Bahwa klien kami telah melalui proses pemeriksaan di tingkat penyidikan dengan
baik dengan tidak mempersulit jalanya pemeriksaan.
2. Klien kami adalah pencari nafkah satu-satunya di keluarga, selain itu tersangka masih
mempunyai tanggungan anak yang masih kecil sehingga bila tetap dilakukan
penahanan dapat dipastikan keluarga tersangka akan terlantar.
3. Klien kami phobia terhadap ruang sempit, sehingga dapat menimbulkan gangguan
psikis terhadap klien bila tetap dilakukan penahanan.
4. Klien kami masih dalam tahap penyembuhan dari penyakit yang di derita dan
membutuhkan perhatian medis secara intensif, sehingga bila tetap dilakukan
penahanan dapat memperparah kondisi kesehatan klien kami.
5. Bahwa ada jaminan dari Ny. TUGIMIN merupakan isteri Tersangka untuk menjamin
bahwa klien kami tidak akan melakukan hal-hal sebagai berikut:

Page 19 of 20
 Klien kami akan aktif dan koperatif atas proses perkara ini.
 Klien kami tidak akan melarikan diri dan sanggup untuk menghadap sewaktu-
waktu dalam proses persidangan di Pengadilan.
 Klien kami berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang serupa dan
atau menghilangkan barang bukti.

Bahwa menimbang alasan-alasan tersebut di atas, dengan memperhatikan ketentuan pasal


31 ayat 1 KUHAP, kami memohon dengan hormat agar Bapak/Ibu Kepala Kepolisian Republik
Indonesia POLDA DIY cq Direskrimum POLDA DIY berkenan untuk menangguhkan dan/atau
mengalihkan penahanan klien kami dengan menangguhkan dan/atau mengalihkan jenis
penahanannya menjadi jenis Penahanan Kota Atas permohonan ini, klien kami bersedia
untuk melaksanakan segala kewajiban yang ditentuakan oleh Kepolisian RI.

Demikian surat permohonan Penangguhan Penahanan kami ajukan dan atas perhatiannya
diucapkan terima kasih.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum

GATOT MURWAHJUDI,SH

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai