Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rina Isti Yuniarsih

NIM : 1213060110

Kelas : HPI 5C

1. Berika contoh kasus nasional yang mengajukan pra peradilan dan jelaskan apa
yang menjadi objek nya
Jawab:
Contoh kasus yang mengajukan praperadilan dalam perkara pidana yang melibatkan Drs.
Yahya Ombara adalah terkait kasus penipuan dan atau penggelapan sebagaimana diatur
dalam Pasal 378 jo. 372 KUHP. Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta perkara yang
melibatkan Drs. Yahya Ombara tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Yogyakarta
yang diterima pada tanggal 2 Januari 1999. Berkas tersebut dinyatakan belum lengkap
dan dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Yogyakarta kepada Kepolisian Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kemudian 2 September 1999 berkas perkara Drs. Yahya Ombara
dikirim kembali ke Kejaksaan Tinggi Yogyakarta. Namun, berkas tersebut kembali
dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Yogyakarta kepada kepolisian daerah istimewa
Yogyakarta. Melalui kejadian tersebut, pemohon berpendapat bahwa terdapat indikasi
jika tidak terdapat cukup bukti untuk melanjutkan perkara tersebut ke ranah pidana.
Petitum yang diajukan pemohon dalam perkara tersebut adalah:
1) menerima dan mengabulkan gugatan/tuntutan praperadilan yang diajukan oleh
pemohon untuk seluruhnya
2) ;memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan
dengan mengeluarkan/menerbitkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan
(SP3) dalam perkara Nomor: POL.BB/60/ XII/1998/Serse atas laporan SURANA
(Pelapor) tanggal 6 Juni 1997 Nomor: POL. LP/42/VI/1997/Siaga atas nama
tersangka Drs. Yahya Ombara;
3) Membebankan biaya perkara ini kepada termohon

Dalam pertimbangan hukumnya hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut
mengemukakan beberapa alasan dalam pertimbangan hukum putusan tersebut
Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam pasal 80 KUHAP serta
penjelasannya (atau Undang-undang Nomor 8 tahun 1981) pengadilan bermaksud
menggunakan wewenangnya sesuai pasal tersebut yang selama ini dilupakan orang,
secara obyektif dan transparan kepada semua pihak untuk menegakkan hukum, keadilan
dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal”. “Menimbang bahwa benar
dalam KUHAP (atau Undang-undang Nomor 8 tahun 1981) tidak ada batasan waktu
sampai kapan termohon berhasil mengumpulkan bukti-bukti tersebut untuk kemudian
dilanjutkan ke kajaksaan, akan tetapi atas dasar lampiran keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia tanggal 10-12-1983 Nomor. M.14.PW.07-03 tahun 1983 kelima,
tidak ditepatinya waktu 14 (empat belas) hari oleh penyidik sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 138 ayat 2 KUHAP dan tidak dipenuhinya petunjuk penuntut umum
menyebabkan berkas perkara tersebut bolak-balik lebih dari dua kali antara penyidik dan
penuntut umum. Hal ini disebabkan antara lain tidak jelasnya atau sulitnya memenuhi
petunjuk yang diterima dari penuntut umum”. “Menimbang, bahwa akan tetapi sampai
kapankah termohon mampu untuk mencukupi pengembalian berkas perkara yang didasari
oleh landasan hukum yang keliru tersebut? Pengadilan berpendapat sampai kapanpun
termohon tidak akan dapat mencukupi kekurangan berkas yang didasari oleh landasan
hukum yang keliru tersebut”.

Atas dasar pertimbangan sebagaimana tersebut diatas kemudian hakim dalam


perkara praperadilan tersebut memutuskan:

1) Menerima dan mengabulkan gugatan/tuntutan praperadilan yang diajukan oleh


pemohon untuk seluruhnya;
2) Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan
dengan mengeluarkan/menerbitkan SP3 dalam perkara Nomor: POL.BP/60/
XII/1998/Serse atau laporan SURANA (Pelapor) tanggal 6 Juni 1997 Nomor:
POL.LP/42/VI/1997/Siaga atas nama tersangka pemohon;
3) Membebankan biaya perkara sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah) kepada pemohon.

Hal yang menarik dari putusan praperadilan tersebut adalah dalam konsideran,
mengingat diterapkan pasal 80 KUHAP, Pasal tersebut isinya adalah: permintaan untuk
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya

Objek Praperadilan:

a. Sah tidaknya tersangka


b. Sah tidaknya penggeledahan
c. Sah tidaknya penyitaan

Subjek Praperadilan:

a. Tersangka

Pada kasus tersebut yang menjadi inti praperadilan adalah berkas yang digunakan
dinyatakan belum lengkap dan terdapat indikasi jika tidak terdapat cukup bukti untuk
melanjutkan perkara tersebut ke ranah pidana

2. Buat contoh surat permohonan praperadilan

PERMOHONAN PRAPERADILAN
ATAS NAMA PEMOHON
Rigel Altha Fernando

Terhadap

Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak PidanaKorupsi , sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 603 dan Pasal 604 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi oleh Polri Daerah Jawa Tengah Direktorat Reserse
Kriminal Umum.

MELAWAN

DITREKRIMUM POLDA JAWA TENGAH


Sebagai TERMOHON

Oleh:

Neira Adara Kusuma, S.H. M.H

Pada Kantor Hukum Themis Law Firm

DI PENGADILAN NEGERI SEMARANG

Kepada Yth.

KETUA PENGADILAN NEGERI SEMARANG

Jl. Siliwangi No.512, Kembangarum, Kec. Semarang Barat

Kota Semarang, Jawa Tengah, 50146

Hal: Permohonan Praperadilan atas nama Rigel Altha Fernando

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami:

Neira Adara Kusuma, S.H.M.H dari Themis Law Firm yang beralamat di Jalan
Werkudara Ngaliyan, Semarang

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 Agustus 2016,
baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Rigel Altha
Fernando, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON

——————————–M E L A W A N——————————–

DITREKRIMUM POLDA METRO JAYA yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman 55


Jakarta 12190 selanjutnya disebut sebagai TERMOHON
untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka
dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan
Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat
Reserse Kriminal Umum.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

1. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK


mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek
praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional
bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti
yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang
dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP
dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan.
2. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat
bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang
cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat
bukti, yakni minimal dua alat bukti.
3. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam
Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-
kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon
tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan
dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
4. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon
tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum
seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang.
Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam
menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
5. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam
kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Panggilan untuk
pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon, yakni melalui surat panggilan sebagai
Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor
SPGL/1727/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 21 Juli 2016 tidak pernah membuktikan
Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung dipanggil
sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat
melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya
diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada pada saat setelah ditetapkan sebagai
Tersangka yakni pada tanggal 21 Juli 2016.
6. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor
21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti
yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus
ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai
pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada
Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res
Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes
(berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh
Termohon dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah
7. Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon
tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang
penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara A Quo.

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo
berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;


2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan
Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 603 dan Pasal 604 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Jawa Tengah Direktorat Reserse
Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya
penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh
Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh
Termohon;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah
penyidikan kepada Pemohon;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang
berlaku.

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim


Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan
terhadap Perkara aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa
kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa
Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Semarang, 6 Agustus 2015

Hormat kami,

Neira Adara Kusuma S.H.MH

Anda mungkin juga menyukai