Anda di halaman 1dari 7

Hal: Replik

Kepada Yth,
Hakim Pemeriksa Perkara Praperadilan
Nomor: 3/Pra.pid/2018/PN.Sampit
Pada Pengadilan Negeri Sampit
Di-
SAMPIT

Dengan hormat,

Sehubungan dengan Jawaban Termohon yang disampaikan


pada sidang tanggal 17 Desember 2018, maka dengan ini
perkenankanlah kami menyampaikan Replik sebagai
berikut:

1. Bahwa Pemohon tetap berpegang pada dalil-dalil


Pemohon dan menolak semua yang didalilkan
Termohon dalam jawabannya tertanggal 17 Desember
2018, kecuali yang secara tegas dan jelas diakui
kebenarannya oleh Pemohon;

2. Bahwa apabila suatu perkara sudah mulai diperiksa


oleh Pengadilan Negeri sedangkan pemeriksaan
mengenai permintaan kepada praperadilan belum
selesai maka permintaan tersebut menjadi gugur.
Hal tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal
82 ayat (1) huruf d KUHAP. Kalau proses peradilan
yang belum selesai lalu dihentikan dan perkaranya
menjadi gugur karena perkara pokoknya mulai
disidangkan, maka penilaian hukum tentang
pemeriksaan pendahuluan terhadap tersangka yang
keputusannya jadi dasar pembebasan tersangka jadi
hilang dan akibatnya tersangka tetap dalam
tahanan. Sistem peradilan seharusnya menjamin
adanya keputusan hukum yang tuntas. Dan
pemeriksaan perkara pidana pokok oleh pengadilan
seharusnya menunggu selesainya pemeriksaan
praperadilan, dan tidak sebaliknya praperadilan
jadi gugur sebelum selesai;

3. Bahwa berkaitan dengan keberadaan Pasal 82 ayat


(1) huruf d KUHAP, justru dapat melemahkan

1
keberadaan lembaga Praperadilan itu sendiri. Hal
itu dikarenakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP
tersebut malah memberikan celah untuk membuat
gugurnya Praperadilan sehingga dapat merugikan
tersangka. Seharusnya dengan adanya putusan
Praperadilan dapat memberikan kepastian hukum
terhadap Tersangka, tetapi dengan gugurnya
Praperadilan justru mengingkari ketentuan hukum
yang tidak memberikan kepastian hukum dalam suatu
persidangan. Dengan adanya pemberhentian
pemeriksaan praperadilan karena terbentur pada
ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP
tersebut secara tidak langsung dapat merusak
citra hukum di kalangan pencari keadilan;

4. Bahwa dalam proses pemindahan Pemohon dari Rutan


Sampit ke Palangka Raya berdasarkan keterangan
Pemohon adalah dilakukan dengan cara membohongi
Pemohon. Penuntut Umum menyampaikan kepada
Pemohon bahwa Pemohon dipindahkan ke Palangka
Raya untuk ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Palangka Raya, akan tetapi faktanya
Pemohon ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Klas
II A Palangka Raya di Jalan Cilik Riwut Km. 4
Palangka Raya;

5. Bahwa perbuatan Termohon tersebut tentunya sangat


merugikan hak-hak Pemohon dalam mencari keadilan;

Bahwa tidak benar proses penyidikan yang dilakukan


oleh Termohon terhadap Pemohon telah dilakukan secara
profesional dan proporsional dikarenakan sejak awal:

1. Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon


tersangka;
2. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak
pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas
Pemohon sebagai calon tersangka. Tidak adanya
surat panggilan kepada Pemohon sampai pada
ditetapkan sebagai tersangka tidak pernah
diberikan surat penangkapan, penahanan, dan
penggeledahan, sampai kepada Pemohon ditahan
tidak pernah ada dikasihkan selain daripada
surat penahanan, serta surat perpanjangan
penahanan. Termasuk kepada pihak keluarga juga

2
tidak pernah diberikan surat pemberitahuan
penangkapan, penahanan dan penggeledahan;
3. Bahwa melalui Putusan Nomor: 21/PUU-XII/2014,
Mahkamah Konstitusi menganggap syarat minimum
dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka
untuk transparansi dan perlindungan hak asasi
seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan
sebagai tersangka telah dapat memberi
keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari
adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik
terutama dalam menentukan bukti permulaan yang
cukup;
4. Bahwa tindakan Termohon tersebut bertentangan
dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP, Pasal 17 KUHAP,
danPasal 21 ayat (1) KUHAP;
5. Tidak pernah ada penyelidikan atas diri
Pemohon;
6. Bahwa sebagaimana diakui oleh Pemohon, bahwa
penetapan Tersangka atas diri pemohon tidak ada
surat panggilan sebagai calon tersangka untuk
dilakukan penyelidikan, penyidikan, tiba-tiba
saja ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya
pemeriksaan sebagai calon tersangka;
7. Bahwa menurut Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya
yang berjudul “Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP: “Penyidikan” dan Penuntutan
(hal. 101), bahwa penyelidikan merupakan
tindakan tahap pertama permulaan “Penyidikan”.
Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan
tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari
fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan
bagian yang tak terpisah dari fungsi
penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang
dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan
KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara
atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan
yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan
berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan,
tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas
kepada penuntut umum.
8. Bahwa tindakan Termohon tersebut bertentangan
dengan Pasal 1 angka 1 dan 4 KUHAP;
9. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka, akan
tetapi terus-menerus dilakukan peyidikan;

3
10. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada
tanggal 29 Agustus 2018, sekitar satu minggu
Pemohon didalam tahanan jaksa, Pemohon
diperiksa kembali oleh Penyidik Pemohon masih
dipanggil untuk diminta keterangan;
11. Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk
kesewenang-wenangan Penyidik, dimana berkas
perkara telah dinyatakan lengkap (P-21), akan
tetapi masih dilakukan pemanggilan untuk
diminta keterangan, dengan demikian sangat
bertentangan dengan makna sesungguhnya dari
pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana
dalam proses penyelidikan belum ada tersangka,
kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak
pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan
proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir
proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi
bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan
penyidikan baru ditemukan tersangka;

12. Bahwa tindakan Termohon tersebut bertentangan


dengan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP;

Termohon tidak cukup bukti dalam menetapkan Pemohon


sebagai Tersangka:

1. Bahwa asal dari permasalahan tersebut karena ada


beberapa dari warga yang diajak oleh Ketua BPD,
sehingga ada beberapa warga yang mau diajak yang
telah terprovokasi sehingga mau diajak menghadap
kepada penyidik Kejaksaan Negeri Sampit untuk
melaporkan pemohon, faktanya warga tersebut
adalah warga masyarakat Pemohon yang juga telah
memohon kepada Pemohon untuk diterbitkan nomor
registerasi dan telah menerima uang jual beli
secara langsung di notaris Joni Sampit, yang mana
yang menerima uang pembayaran tersebut diterima
oleh pelapor dari pihak pembeli langsung melewati
Notaris Joni, faktanya Pemohon tidak ada
keterlibatan dalam hal ini;

2. Bahwa berdasarkan pada Putusan Mahkamah


Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti
Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup”
dan Frasa Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka

4
14 KUHAP, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP
oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus
dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai
dengan Pasal 184 KUHAP;

3. Perbuatan Pemohon murni merupakan hubungan hukum


keperdataan;

4. Bahwa pembelian lahan antara pembeli dengan warga


Desa Bagendang Tengah adalah sebuah kegiatan jual
beli biasa, dan hal ini sudah umum terjadi
dimasyarakat, apalagi dengan maraknya ganti rugi
lahan oleh masyarakat terhadap GRTT perkebunan,
bukan seperti yang disangkakan terhadap pemohon
kalau pemohon telah menjual lahan milik warga
kepada perusahaan perkebunan yang tidak memiliki
ijin. Disamping itu juga jual beli ini didasarkan
kesepakatan yang dibuat secara lisan oleh para
pihak agar dilakukan di Sampit yaitu Notaris
Joni, S.H., M.H., Sp.N, semua jual beli ini sah
dan ada dokumentasi serta akte dari Notaris;

5. Penetapan Pemohon sebagai tersangka merupakan


tindakan kesewenang-wenangan dan bertentangan
dengan asas kepastian hukum;

6. Bahwa penetapann tersangka pemohon dilakukan


dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka sesuai Pasal 56 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut;

7. Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
huruf a merupakan keputusan yang tidak sah;

8. Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
huruf b dan c merupakan keputusan yang batal atau
dapat dibatalkan;

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana Pemohon


kemukakan di atas, maka mohon Ketua Pengadilan Negeri
Sampit Cq. Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili

5
Permohonan Praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan
yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
- Menolak dalil-dalil TERMOHON untuk seluruhnya;
- Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk
seluruhnya;
- Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON
sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana
Penjualan Lahan Milik Warga di Desa Bagendang
Tengah Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten
Kotawaringin Timur, kepada Investor yang tidak
memiliki perizinan perkebunan seluas 198 Hektar
dengan cara menerbitkan Surat Pernyataan Tanah
(SPT) sebanyak 98 surat Atas Nama M. SAINI ARIF
yang diduga melanggar Pasal 9 UU RI No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU RI
No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi oleh Kejaksaan Negeri Kotawaringin
Timur adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas
hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a
quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
- Menyatakan tidak sah segala keputusan atau
penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh
TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan
Tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON;
- Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan
penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada
PEMOHON;
- Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya;
- Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara
menurut ketentuan hukum yang berlaku;

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang


Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit yang
memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap
perkara a quo dengan tetap berpegang teguh pada
prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri Sampit berpendapat lain mohon


Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

6
“Penyelidikan dan Penyidikan yang sesat, akan
menghasilkan putusan yang sesat”.

Sampit, 17 Desember 2018

Hormat kami,
Kuasa Hukum PEMOHON

1. ADV. MAHDIANUR, S.H., M.H., CIL., CLA., CPL.

2. ADV. EDI ROSANDI, S.H.

Anda mungkin juga menyukai