Anda di halaman 1dari 11

BAHAN PENGAJARAN

KAJIAN TERORISME & RADIKALISME


Oleh:

Dr. Zulkarnein Koto

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN-PTIK


JAKARTA
2021
TERORISME:
1. Ordinary Vs Extra Ordinary Crimes
2. Domestic/National, Transnasional
atau International Crimes
A. Berbagai Istilah

1. International crimes.
2. International crimes stricto sensu.
3. International crimes largo sensu.
4. International delicts.
5. International infractions.
6. International delinquencies.
7. Crimes against international law.
8. Treaty crimes.
9. Delicta jure gentium.
10. Jus cogens crimes.
11. Jus cogens international crimes.
12. Transnational crimes.

3
B. Pengertian KI

1. Cherif M. Bassiouni:
International crimes adalah: Setiap tindakan yang
ditetapkan di dalam konvensi-konvensi multilateral dan
diikuti oleh sejumlah negara dan di dalamnya terdapat
salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana.
  
2. Bryan A. Garner:
International crimes adalah: Kejahatan terhadap hukum
internasional, yakni:
Pertama, suatu tindakan sebagai kejahatan internasional
berdasarkan perjanjian (treaty crime) di bawah hukum
internasional atau hukum kebiasaan internasional dan
mengikat individu secara langsung tanpa diatur dalam
hukum nasional.
Kedua, ketentuan dalam hukum internasional yang
mengharuskan penuntutan terhadap tindakan-tindakan
yang dapat dipidana berdasarkan prinsip yurisdiksi
universal.
4
3. Neil Boister:
International crimes stricto sensu (kejahatan-kejahatan
internasional dalam arti sempit), meliputi kejahatan-
kejahatan yang menjadi yurisdiksi MPI atau ICC (Statuta
Roma):
a. Genosida;
b. Kejahatan terhadap Kemanusiaan;
c. Kejahatan perang;
d. Agresi.
International crimes largo sensu (kejahatan-kejahatan
internasional dalam arti luas), meliputi tidak hanya
kejahatan-kejahatan yang menjadi yurisdiksi MPI atau
ICC, tetapi juga kejahatan-kejahatan internasional lain
(transnational crimes).
  
4. Philip C. Jessup dan UN Convention against
Transnational Crime 2000:
Transnational crime (kejahatan transnasional atau
kejahatan lintasnegara) yang dikaitkan dengan yurisdiksi
negara dalam menghadapi suatu kejahatan, baik
yurisdiksi yang bersifat mandatory maupun
nonmandatory. 5
C. Unsur-Unsur KI

Cherif M. Bassiouni: ada 5 (lima) unsur perbuatan tertentu


yang jika salah satu unsurnya terpenuhi, maka perbuatan
tersebut merupakan kejahatan internasional:

1. Perbuatan yang dilarang berakibat signifikan terhadap


kepentingan internasional, khususnya perdamaian dan
keamanan internasional.
Contoh: genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
 
2. Perbuatan yang dilarang merupakan perbuatan yang
buruk dan dianggap mengancam nilai-nilai yang dianut
bersama oleh masyarakat dunia, termasuk yang
menyentuh nurani kemanusiaan.
Contoh: kejahatan perang dan bajak laut, dll.

6
3. Perbuatan yang dilarang mempunyai implikasi
transnasional yang melibatkan atau mempengaruhi lebih
dari satu negara dalam perencanaan, persiapan atau
perbuatannya, baik melalui keragaman kewarganegaraan
para pelaku kejahatan atau korban atau perlengkapan yang
digunakan melebihi batas-batas negara.
Contoh: pembajakan pesawat udara, dll.
 
4. Perbuatan yang membahayakan perlindungan terhadap
kepentingan internasional atau terhadap orang yang
dilindungi secara internasional.
Contoh: kejahatan thd orang-orang yang dilindungi menurut
HI, seperti kepala negara asing, duta besar, diplomat dan
konsul, dan petugas PBB.
 
5. Perbuatan tersebut melanggar kepentingan internasional
yang dilindungi namun tidak sampai pada tahap yang
disebut pada unsur pertama dan kedua di atas, namun
karena sifat dasarnya, perbuatan tersebut dapat dicegah
dan ditekan melalui kriminalisasi internasional.
Contoh: pemalsuan uang dan peredaran uang palsu, dll. 7
D. Karakteristik KI

a. Cherif M. Bassiouni, menyebutkan ada 10 karakteristik


kejahatan internasional:

1. Explicit recognition of prescribed conduct as


constituting an international crime or a crime under
international law, or a crime (Pengakuan secara
eksplisit tindakan-tindakan sebagai kejahatan
internasional atau kejahatan di bawah hukum
internasional atau kejahatan);

2. Implicit recognation of the penal nature of the act by


establishing a duty to prohibit, prevent, prosecute,
punish, or the like (Pengakuan secara implisit sifat-
sifat pidana dari tindakan-tindakan tertentu dengan
menetapkan suatu kewajiban untuk melarang,
mencegah, menuntut, menjatuhkan pidana);

8
3. Criminalization of the proscibed conduct
(Kriminalisasi tindakan-tindakan tertentu);

4. Duty of right to prosecute (Kewajiban atau hak untuk


menuntut);

5. Duty or right to punish the proscribed conduct


(Kewajiban atau hak untuk menjatuhkan pidana atas
tindakan tertentu);

6. Duty or right extradite (Kewajiban atau hak untuk


mengekstradisi);

7. Duty or right to cooperate to prosecution,


punishment, including judical assistance in penal
proceeding (Kewajiban atau hak untuk bekerjasama
dalam penuntutan, pemidanaan, termasuk bantuan
judisiil dalam proses pemidanaan); 

9
8. Establishment of criminal jurisdictional basis
(Penetapan suatu dasar-dasar yurisdiksi kriminal);

9. Reference to the establishment of an international


criminal court or an international tribunal with penal
characteristics (Referensi pembentukan mahkamah
pidana internasional atau tribunal internasional
dengan karakter-karakter pidana);

10. Elimination of the defense of superior orders


(Penghapusan alasan-alasan perintah atasan).

10
b. Romli Atamasasmita, mengemukakan 5 (lima) perbedaan
kejahatan internasional dengan kejahatan transnasional:

1. Kejahatan internasional tidak tergantung keterkaitan dua


yurisdiksi atau lebih. Sedangkan kejahatan transnasional
tergantung pada dua atau lebih yurisdiksi.
2. Objek yurisdiksi kejahatan internasional adalah asas
universal, sementara objek yurisdiksi kejahatan
transnasional adalah asas teritorial dan asas nasional aktif.
3. Yurisdiksi kejahatan internasional ada pada pengadilan
pidana internasional (MPI/ICC), sedangkan kejahatan
transnasional merupakan yurisdiksi pengadilan nasional.
4. Kejahatan internasional berpegang pada asas aut dedere aut
judicare sementara kejahatan transnasional berpegang pada
asas aut dedere aut punere.
5. Kejahatan internasional tidak mengakui sepenuhnya prinsip
kedaulatan negara, sedangkan kejahatan transnasional
mengakui sepenuhnya prinsip kedaulatan negara.

11

Anda mungkin juga menyukai