Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

Nama : Ulfah Khoirotunnisa


NIM : 21701251013
Kelas : B
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

1. Jelaskan secara rinci landasan-landasan filosofis Ilmu berikut:


a. Landasan ontologis,
b. Landasan epistemologis, dan
c. Landasan aksiologis.

Jawaban :
A. Landasan Ontologis
Ontologis berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos yang berarti berada atau yang ada,
merupaka salah satu aspek dalam ilmu pfilsafat yang keberadaannya bertujuan untuk
mengkaji hakikat ada dan muncul nya sesuatu dengan proses yang runtut sesuatu dengan
hukum sebab akibat. Menurut Nursalim dalam jurnal nya berjudul Landasan Otologis,
Epistemologis, dan Aksiologi dalam penelitian Pendidikan halaman 394, ontologi ialah ilmu
itu meliputi hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang
tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana “ada” itu. Suriasumantri
(2009) , dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, halaman 69
berpendapat ontologi itu ialah kajian hakikat sebenarnya dari objek yang ditelaah untuk
menciptakan suatu ilmu pengetahuan. Berarti dapat disimpulkan bahwa Ontologis itu ialah
suatu landasan yang membahas tentang makna dari keberadaan suatu ilmu pengetahuan yang
akan menjadi pelengkap dari keberadaan manusia. Landasan yang mendasari Ontologis ialah,
objek yang ditelaah, hakikat dari objek yang ditelaah tersebut, serta pola pikir manusia untuk
mencerna objek yang ditelaah. Landasan ontologis dalam filsafat ilmu menganggap bahwa
seluruh aspek yang ada di muka bumi ini dikuasai oleh aturan-aturan yang sesuai dengan nilai
moral. Terciptanya manusia untuk hidup di muka bumi ini hakikatnya untuk merasakan
kesenangan, dan kebahagiaan yang dipersiapkan oleh dunia. Ilmu yang ada di dunia ini ilalah
bagian dari pengetahuan yang mencoba untuk mendalami dan menafsirkan hakikat alam
sebagai mana kenyataannya. Maka dari itu, manusia yang merupakan bagian dari makhluk
yang mendiami bumu, yang memakan sebagian dari hasil kerja bumi tidak dapat menghindari
permasalahan-permasalahan yang muncul dibumi, yang bahkan seringkali masalah tersebut
hadir karena perbuatan manusia itu sendiri. Suriasumantri dalam bukunya mengatakan
bahwa, par filsuf sebelum kita bertanya-tanya apakah gejala alam dan kejadian-kejadian yang
terjadi di muka bumi ini tunduk kepada determinisme, yang mana determinisme itu ialah
hukum alam yang bersifat luas

B. Landasan Epistemologis
Epistemologis berasal dari bahasa Yunasi “Episteme”, artinya pengetahuan dan
“Logos”, berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai sebuah landasan dalam ilmu
filsafat yang mengkaji tentang bagaimana cara mendapatkan dan memperoleh ilmu
pengetahuan. Selain itu, banyak ahli yang juga mengatakan bahwa Epistemologi ini mengkaji
tentang asal mula muncul dan berkembangnya ilmu pengetahuan di peradaban manusia.
Nursalim dalam jurnal nya berjudul Landasan Otologis, Epistemologis, dan Aksiologi dalam
penelitian Pendidikan halaman 394, mengatakan Epistemologi itu tidak hanya membahas
tentang munculnya ilmu pengetahuan namun juga struktur, metode, dan validasi pengetahuan
yang bersifat evaluative, normative, dan kritis. Hardanti dalam jurnalnya berjudul Landasan
Ontologis, Aksiologis, Epistemologis Aliran Filsafat Esensialisme dan Pandangannya
Terhadap Pendidikan halaman 89, untuk memahami Epistemologi secara mendalam dapat
dilakukan dengan mengulik teori kepribadian manudia, yang dimana manusia merupakan
cerminan dari tuhan. Manusia ialah makhluk yang diicptakan oleh Tuhan yang memiliki
semesta alam, dimana penciptaan manusia dilakukan oleh tugan dengan sesempuran
mungkin, tanpa ada suatu kesalahan. Sempurnanya ciptaan tuhan ini merefleksikan betapa
sempurna nya tuhan, tak ada celah yang dapat menurunkan derajat keagungan dan
kesempurnaan tuhan. Manusia diciptakan sekaligus dengan kesempurnaan pada pikirannya,
yakni kecerdasan yang hakiki. Kecerdasan ini tidak diturunkan oleh tuhan kepada makhluk
manapun, kecuali manusia. Maka dari itu, manusia dapat diharpkan dapat dan mampu dengan
seksama memikirkan alam dan segala aspek yang ada di muka bumi dengan memanfaatkan
kecerdasannya. Sebab itu manusia dapat menggunakan kecerdasan yang dimiliki untuk
menciptakan pembaharuan berupa ilmu pengetahuan untuk kepentingan khalayak banya.
Menurut Jujun Suriasumantri tidak ada perbedaan antara setiap pengetahuan, karena semua
hal yang kita ketahui itu ialah pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu luas, dan dapat diperoleh
dari berbagai hal dan berbagai pengalaman. Manusia adalah makhluk yang cerdas, semua hal
yang ada disekitar manusia, selalu memberikan informasi berupa ilmu pengetahuan baru
tentang berbagai aspek kehidupan.
C. Landasan Aksiologis

Aksiologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Axsion” yang berarti nilai dan “Logos”
berarti teori. Jaid Aksiologis ialah sebuah teori yang membahas tentang nilai. Dalam filsafat
pendidikan, aksiologis biasa diketahui sebagai landasan yang mengkaji tentang nilai
kegunaan ilmu. Menurut Jihn Sinclair aksiologis merupakan teori nilai, yang mana ditujukan
khusus pada suatu pola pikir manusia, ilmu politik, ilmu agama, dan ilmu sosial. Menurut
Suriasumantri, dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, halaman 229
aksiologis itu ialah teori nilai berhubungan dengan fungsi dan manfaat dari pengetahuan
yang ia miliki. Menrut Nursalim dalam jurnal nya berjudul Landasan Otologis,
Epistemologis, dan Aksiologi dalam penelitian Pendidikan halaman 394, aksiologis meliputi
nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran dan kenyataan
sebagaimana biasa kita temua dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, aksiologi juga harus
kita hormati keberadaanya, baik dalam menuntut ilmu, maupun kegiatan lain seperti riset dan
observasi. Aksiologi juga dapat dikatakan sebagai suatu cabang filsafat ilmu yang mendalami
nilai-nilai kebenaran, estetika, dan keagamaan. Niali-nilai tersebut saling berkaitan satu sama
lain, untuk mendukung terciptanya penerapan teori aksiologis dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sangat diperlukan agar terciptanya dunia yang aman dan sejahtera, karena ilmu
pengetahuan dimanfaatkan dengan semestinya untuk hal-hal yang baik.

2. Jelaskan mengapa membicarakan Ilmu tidak dapat dilepaskan dari persoalan


moral dan nasib ummat manusia!
Jawaban :
Secara harfiah nilai kegunaan ilmu yang dimaksud ialah, bagaiman seorang ilmuwan,
ahli ilmu, manusia yang memiliki ilmu menggunakan ilmunya. Untuk tujuan apa ilmu
tersebut digunakan, apakah untuk tujuan kebaikan, atau malah sebaliknya untuk tujuan
keburukan dan merusak. Pada kenyataannya seiring dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan pun ikut berkembanga secara drastis. Banyak manusia-manusia yang
berbondong-bondong, berlomba-lomba untuk menuntut ilmu. Hal ini dilakukan untuk
peningkatan mutu dan kualitas diri, untuk menciptakan manusia yang cerdas dan cemerlang.
Manusia yang berilmu pada kenyataannya akan dapat mengikuti perkembangan zaman
dengan baik. Manusia berilmu dapat menciptakan sesuatu hal yang baru dengan
memanfaatkan ilmunya. Namun pada kenyataanya, tidak semua manusia atau ilmuwan yang
memiliki kesempatan untuk memiliki ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh orang lain,
dapat memanfaatkan ilmu tersbut untuk tujuan yang baik. Banyak para ilmuwan yang
menggunakan ilmunya untuk kepentingan yang merugikan masyarakat. Sejak dahulu kita
sudah tahu bahwa ilmu pengetahuan sudah digunakan untuk hal-hal yang merusak. Hal-hal
yang merusak tersebut seperti untuk keperluan peperangan, pembuatan senjata, pembuatan
racun yang mematikan, dan sebagainya. Itu sebabnya mengapa penggunaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahaun tersebut harus dibersamai dengan penerapan nilai moral, terkhusus untuk
para ilmuwan. Dengan tidak adanya moral yang membatasi ilmu pengetahuan, maka ilmu
pengetahuan tersebut akan menyebabkan suatu kehancuran unutk kehiduapan umat. Para
ilmuwan yang memiliki nilai moral yang tinggi dalam dirinya, akan mempunya pola pikir dan
perasaan yang tulus, akan mementingkan kehidupan orang banyak. Ilmuwan yang memiliki
nilai moral yang baik dalam dirinya tidak akan tega untuk menggunakan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya untuk menciptakan sesuatu yang bersifat merusak. Oleh karena itu ilmuwan
memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas ilmu yang mereka miliki. Menurut Jujun
Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer halaman 237,
tanggung jawab tersebut dapat berupa, memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai
kegunaan dari ilmu pengetahuan yang mereka ciptaka, sisi baik dan buruknya, serta
membantu masyarakat dalam memecahkan masalah yang terjadi disekitar mereka.
3. Apa peran ilmu dalam mengembangkan kebudayaan manusia, dan apakah proses
dehumanisasi itu semata-mata karena factor manusia?
Jawaban :
Menurut E. B Taylor dalam buku Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer halaman
261, kebudayaan ialah keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat, dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia merupakan makhluk yang hakiaktnya akan bersosialisasi dengan manusia lain, dan
keadaan lingkungannya. Manusia juga merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dan
membutuhkan banyak sekali hal untuk pemenuhan kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut, dapat berupa kebutuhan moril, sandang, papan, dan pangan. Maka dari itu, manusia
akan berusaha dengan keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menuru Ashley Montagu
dalam Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer halaman 261, kebudayaan akan merefleksikan
tingkah laku manusia terhadap kebutuhan hidupnya. Ilmu pengetahuan memegang peran
yang sangat penting dalam mengembangkan kebudayaan manusia. Manusia yang tidak
berilmu dan tidak memiliki kemampuan untuk menuntut ilmu, dan tidak memiliki kecerdasan
yang memadai untuk menghadapi perkembangan zaman akan kesulitan dalam menghadapi
perkembangan budaya. Menurut Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu sebuah
Pengantar Populer halaman 262, nilai budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar
dari segenap wujud kebudayaan. Kebudyaan juga dicerminkan dari pola hidup berupa
aktifitas manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dimilikinya. Menurut Jujun
Suriasumantri, dalam Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer halaman 263, Dalam aspek
kebudayaan menganut nilai hirarki tentang mana yang lebih penting dan mana yang kurang
penting. Hal ini mencerminkan bahwa untuk mempertimbangkan mana yang baik dan mana
yang buruk, harus menggunakan ilmu pengetahuan yang memadai. Dengan adanya ilmu
pengetahuan dalam diri manusia, makan akan dapat dengan muda memutuskan dan menilai
hal baik dan buruk dalam kehiduapannya.
Menurut Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,
halaman 234, proses terjadinya Dehumanisasi itu ialah masalah kebudayaan yang terjadi di
masyarakat. Dengan berkembangnya ilmu dan tekhnologi dengan sangat pesat ini, menuntut
manusia untuk dapat menentukan secara cerdas teknologi akan memberikan manfaat untuk
kehidupan mereka, dan teknologi mana yang akan menyebabkan kerusakan. Maka dari itu,
manusia harus selektif dalam memiliki untuk menggunakan teknologi yang mana untuk
kemudahan perjalanan hidup mereka serta menentukan cara untuk mengembangkan teknologi
tersebut agar dapat ditrima oleh nilai-nilai budaya yang berlaku. Jadi, proses dehumanisai itu
bukan hanya terjadi karena faktor manusia itu sendiri, namun juga karena berbagai aspek
diluar itu, seperti perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, nilai-nilai
moral, nilai-nilai budaya, dan tuntutan yang ditujukan kepada manusai itu sendiri.

4. Jelaskan apa yang menjadi Issu utama Rasionalisme maupun Empirisme? Apa yang
membedakan di antara keduanya itu dilihat dari aspek ontologis maupun
epistemologis?
Jawaban :
Dari pandangan filsafat, secara epistemologis terdapat dua aliran yang diciptakan
untuk mengkaji tentang munculnya kebenaran dan metode yang menyebabkan kemunculan
kebenaran itu, yakni Rasionalisme dan Empirisme. Menurut Machmud dalam jurnalnya
berjudul Rasionalisme dan Empirisme, Kontribusi dan Dampaknya pada Perkembangan
Filsafat Matematika, hal 113. Rasionalisme adalah suatu aliran filsafat yang berupaya untuk
meluas metodologi yang dipersepsi terhadap seluruh ilmu pengetahuan. Secara umum dalam
ilmu filsafat rasionalisme ialah suatu kepercayaan atau paham yang menyatakan bahwa alam
gagasan dan kemampuan manusia mengembangkan potensi pikirannya dan bukan tradisi dan
kepercayaan yang diikuti secara membuta. Sedangkan Empirisme ialah sautu doktrin filsafat
yang fokus pada tugas dari pengalaman manusia dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dan
mengecilkan peranan akal. Perbedaan dari kedua paham ini ialah, dalam Empirisme
menyatakan bahwa seluruh ilmu pengetahuan harus diperoleh melalui pengalaman hidup
manusia, yang mana ilmu tersebut merupakan gabungan dari apa yang pernah terjadi dalam
hidup manusia. Sedangkan Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan itu pada hakikat
dan berdasarkan fakta sebenarnya tentang segala hal yang terjadi di muka bumu ini hanya
didapatkan dari penalaran yang dituntu logika. Hal ini menunjukan perbedaan yang sangat
signifikan antara paham Rasionalisme dan Empirisme, yang mana menurut paham
Rasionalisme, tidak ada peran dari pengalaman hidup manusia secara signifikan terhadap
pemerolehan ilmu pengetahuan yang mereka miliki saat ini. Dilain sisi, mengutip dari Dr.
Akhyar Yusuf Lubis, dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer,
halaman 87 dan 112, perbedaan antara kedua paham ini, yakni paham Rasionalisme dan
Empirisme, dimana Rasionalisme percaya bahwa dengan proses pemikiran mendalam,
manusia dapat mencapai kebenaran fundamental yang tidak dapat disangkal mengenai apa
yang ada serta strukturnya, dan tentang alam semesta pada umumnya. Rasionalisme juga
meyakini bahwa kebenaran dapat diperoleh tanpa menerapkan cara empiris. Rasionalisme
juga percaya bahwa pikiran manusia dapat dengan mudah memepelajari realitas, dengan
mendahului pengalaman apapun. Rasionalisme juga percaya bahwa budi pekerti adalah dasar
dari ilmu pengetahuan. Selain itu, rasionalisme juga percaya bahwa realitas tidak dapat diuji
melalui verifikasi indrawi, akan tetapi melalui logika. Rasionalisme percaya bahwa alam
semesta mengikuti hukum-hukum alam yang rasional. Sedangkan paham Empirisme,
mempercayai bahwa sumber pengetahuan ialah pengalaman, Emprisme juga sangat
menekankan metode empiris-emperimental, serta paham Empirisme menggunakan penalaran
induktif.
5. Sebetulnya apa yang membedakan antara Positivisme, Positivisme Logis dan Post-
Positivisme? Apa kritik Post-Positivisme terhadap Positivisme?
Jawaban :
Positivisme merupakan sebuah aliran yang dikemukakan oleh Auguste Comte dan
menyatakan bahwa positivisme ialah cara pandang dan pemahaman akan dunia dengan
menggunakan sains. Menurut Comte, teori sains dapat dibtnuk mulai dari tingkat yang paling
sederhana hingga tingkat paling kompleks. Megutip dari Dr. Akhyar dalam Filsafat Ilmu
Klasik hingga Kontemporer halaman 141, pada aliran positivisme ini Comte mengemukakan
gagasan “agama humanitas” Comte, yang mana agama tersebut memuja nilai-nilai
kemanusiaan. Agama ini dicetuskan oleh Comte bersama istrinya Clotilde de Vaux. Namun,
setelah melihat terjadinya kematian terhadap istrinya, Comte merubah kepercayaannya
terhadap agama tersebut, dan muncullah gagasan baru yakni agama itu didasari oleh
Positivisme dan nilai-nilai kemanusiaan. Gagasan Comte mengenai agama postivisme ini
banyak membantu dalam mengembangkan kajian-kajian ilmiah dalam dunia pendidikan.
Selain itu, positivisme ini berkerja keras untuk membebaskan klaim-klaim metafisik dari ilmu
pengetahuan. Hal ini berarti berdasarkan aliran positivisme, ilmu pengetahuan itu hanya
berkaitan dengan hal-hal yang nyata, tidak ada kaitannya dengan dunia-duni atau paham yang
tidak benar.
Positivisme Logis dikemukakan oleh beberapa filsuf termasuk Comte. Pada
positivisme logis memiliki prinsip bahwa pengalaman yang dimiliki oleh manusia merupakan
satu-satunya sumber munculnya ilmu pengetahuan. Hal ini memiliki persamaan paham
dengan Epirisme yang mana, segala sumber dari ilmu pengetahuan ialah pengalaman. Paham
positivisme logis fokus hanya pada pendapat bahwa pengetahuan itu hanya ada satu, yakni
pengalaman dan dapat dibuktikan dengan bahasa logis dan matematis. Sama seperti
positivisme, positivisme logis juga tidak menyangkut pautkan proses pemerolehan ilmu
pengetahun itu melalu metafisika. Pandangan positivisme logis terkadang dianggap
pandangna yang berbau fundasionalisme, yakni suatu pandangan yang mengemukakan bahwa
ada landasan kuat yang terpercaya untuk memperoleh ilmu pegetahuan yang hakiki.
Sedangkan, pandangan positivisme Comte, menyatakan bahwa positivisme itu ialah bentuk
lain dari relaisme ontologis, yan gmana pandangan ini sangat percaya bahwa relitas yang
terjadi ada karena hukum-hukum alam.

Bersumber dari website profesi-unm.com dalam tulisannya berjudl padangan-dunia


post positivisme bahwa menurut Philips dan Burbule (2002) post positivisme secara yakin
dan percaya menentang gagasan dan ide tradisional tentang kebenaran ilmu pengetahuan.
Aliran post positivisme ini tetap mempertahankan filsafat deterministik yang menyatakan
bahwa sebab dan faktor kausatif memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk menentukan
hasil akhir dari ilmu pengetahuan. Proses pemerolehan ilmu pengetahuan menurut kaum post
positivisme masih sangat bergantung pada kegiatan observasi, penelitian, dan pengujian
terhadap kebenaran dan kenyataan yang ada didunia. Jadi, menurut kaum post positivisme,
ilmu pengetahuan itu tidak diperoleh secara mutlak hanya melalui pengalaman yang dimiliki
manusai saja, namun melalui proses yang sangat panjang dan teratur.
6. Jelaskan mengapa paradigma menurut Thomas Kuhn itu penting bagi
pertumbungan dan perkembangan ilmu?
Jawaban :

Paradigma yang dikemukakan oleh Thomas Khun memiliki pengaruh yang sangat
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Menguitp dari Dr.
Akhyar dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer, halaman 162. Hal
ini dikarenakan, Thomas Khun menciptakan sebuah paradigma baru, sebagai sebuah upaya
pembrontakan terhadap paradigma positivisme. Konsep paradigam yang diciptakannya,
dirasa sebagai sebuah karya dahsyatnya mengenai perkembangan sejarah dan filsafat ilmu
pengetahuan. Khun mencoba untuk merubah pandangan mengenai ilmu pengetahuan yang di
cetuskan oleh popper, yang mana Popper mempercayai konsep positivisme, yakni
memandang perkembangan ilmu pengetahuan akan terjadi terus menerus sebagai akibat dari
riset dan observasi yang dilakukan oleh ilmuwan. Positivisme juga memastikan bahwa
kriteria ilmiah dan tidak ilmiah suatu ilmu pengetahuan ditentukan melalui falsifikasi. Hal ini,
mendapatk perhatian khusu dari Khun, bawhwa pendapat dari Popper itu tidak sesuai dengan
fakta yang sebenarnya terjadi. Khun menjabarkan perkembangan ilmu penetahuan itu tidak
terjadi berdasarkan upaya empiris melalui proses falsifikasi terhadap teori, namun
perkembangan tersebut terjadi karena adanya perubahan yang terjadi pada revolusi ilmiah
dan revolusi ilmiah tersebut terjadi karena adanya perubahan paradigma.

Tomas Khun, menyumbangkan pandangan yang sangat penting dalam perkembangan


ilmu pengetahuan. Khun menyatakan fakta yang memang dapat diterima sampai saat ini,
yakni munculnya ilmu pengetahuan itu melalui tahap “pra-ilmiah”. Pandangan Khun ini,
membuktikan dan memastikan kembali kepada para ilmuwan bahwa suatu ilmu pengetahuan
itu terbentuk harus melalui tahapan-tahapan atau proses yang merupakan tahapan sebenarnya
yang terjadi. Selain itu, dengan munculnya paradigma yang dikemukakan oleh Thomas Khun
ini, memunculkan metode dan cara berfikir baru mengenai perkembangan ilmu pengetahuan.
Khun juga mengembangkan beberapa jenis paradigam. Pertama ialah Paradigma Metafisik,
paradigma ini dapat digunakan untuk membantu memberikan batasan suatu bidang ilmu
pengetahuan agar cakupannya hanya tentang aspek ilmu pengetahuan tersebut. Kedua,
Paradigma Sosiologi, paradigma ini menjelaskan bahwa hasil penelitian bersifat eksemplar,
artinya hasil temun dapat diterima secara umum berkaitan dengan kebiasaan, keputusanm dan
aturan. Ketiga ialah Paradigma Konstruk, sama seperti paradigma-paradigma sebelumnya,
paradigma konstruk juga menyumbangkan efek positif terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan.

7. Bandingkan pandangan Martin Heidegger, Paul Ricoeur, dan Hans-Georg


Gadamer tentang Hermeneutika. Jika Anda diminta memilih di antara ketiganya,
Anda lebih memilih pandangan siapa dan apa alasan Anda?
Jawaban :
A. Martin Heidegger
Mengutip dari Dr. Akhyar Yusuf Lubis, dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu Klasik
hingga Kontemporer, halaman 189-194. Pandangan Martin Heidegger mengenai
Hermeneutika ialah filsafat Heidegger sebagai sebuah cara untuk memikirkan terus arti syarat
eksistensi yang ia sebut sebagai Ada. Heidegger merupakan seorang filsuf yang
mempertanyakan makna Ada dengan sangat dalam. Menurut Heidegger seluruh kajian
filsafat yang dicetuskan oleh Husserl salah, bahkan dia mencetuskan bahwa filsafat telah
berakhir. Heidegger ingin menggantikan filsafat menjadi proses “berfikir” sebagai usaha
untuk memahami makna Ada. Hal ini dilakukan agar dapat memunculkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan mengenai makna Ada tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tentang makna
Ada tersebut menurut Heidegger muncul karena manusia memiliki kemampuan untuk
melakukan hal-hal yang menggunakan pikiran mendalam seperti itu. Menurut Heidegger juga
manusia itu terlahir tanpa dapat memilih takdir hidup seperti apa yang mereka inginkan.
Disamping itu, Heidegger juga menolak konsep yang dikemukakan oleh Descartes dan Kant,
pendapat Descartes bertolak dari subjek tetap (murni), yang menghadap dunia sebagai objek
yang mengatakan “Cogito Ergo Sum” yang bermakan “saya berpikir karena saya ada”.
Namun Heideger tidak bisa menerima konsep tersebut, ia mengatakan bahwa titik tolak
filsafat ialah keterhubungan manusia dengan dunia, dimana subjek dan objek saling berkaitan
satu sama lain. Heideger juga menolak teori “kebenaran adalah kesesuaian dengan realitas
yang ada di luar kita”. Dia berpendapat “kebenaran itu tidak mutlak dan otonom”. Dari hal ini
dapat dikatakan bahwa Heideger berpiki bahwa suatu realita, fakta, hal yang benar terjadi itu
tidak dapat diperoleh dari kegiatan riset dan obeservasi secara mendalam, melainkan
berdasarkan makna Ada.
2. Paul Ricoeur
Membagi Hermeneutika ke dalam dua konsep. Pertama, Hermeneutika yang
digunakan untuk merestorasi makna yang ditujukan kepada “saya” melalui pesan. Kedua,
“kecurigaan” yang dimanfaatkan untuk menyingkap kebohongan dan ilusi kesadaran. Salah
satu konsep Hermeneutika terbesar yang dikemukakan oleh Ricoeur adalah Semantic of
Discourse, yang mana dasar penafsirannya ialah berpusat pada sebuah teks. Maka dari itu,
Ricoeur mengungkapkan bahwa hermeneutika yang diterapkan pada teks dapat juga
diterapkan pada ilmu sosial. Ricoeur juga menolak teori mengenai bahasa sistem belaka.
Menurutnya bahasa itu ialah hubungan antar tanda dan makna. Selain itu, dalam penafsirah
Hermeneutika ini, Ricoeur mengungkapkan tentang “pertemuan dua horizon”, artinya dalam
sebuah teks itu terdapat isi dan gerak transenden, hubungan dari kedua aspek ini menetukan
apakah klaim kebenaran terpenuhi atau tidak. Dunai teks inilah nantinya yang akan dirubah
menjadi sesuatu yang kreatif oleh pembaca / penafsir.
3. Hans-Georg Gadamer,
Tokoh Hermeneutika yang berasal dari Jerman ini, mengatakan bahwa dalam
melakukan penafsiran ia menerapkan konsep fenomenologi Husserl dan Heidegger. Gadamer
meembaut opini bahwa pembuat teks dan penafsir memiliki latar belakang kehidupan, sosial
dan budaya yang tidak sama. Perbedaan ini menyebabkan keduanya akan menghasilkan
pendapat yang berbeda juga. Untuk memahami sebuah teks, seseorang harus melewati proses
peleburan horison dengan menggunakan bahasa sebagai perantaranya. Hal ini dapat
digunakan sebagai titk tolak manusia untuk menafsirkan teks, karena arti yang aa dalam
sebuah teks akan dapat terungkap apabila ada keterlibatan secara langsung antara teks dan
penafsir teks.
Apabila saya diminta untuk memilih antara ketiga filsuf tersebut mengenai konsep
Hermeneutika, saya akan memilih pandangan dari Hans-Georg Gadamer. Menurut saya
seperti yang sudah disampaikan di buku Akhyar, Hermeneutika dapat dikatakan sebagai
sebuah seni untuk menafsirkan dan memberi. Pemberian makna dan penafsiran tersebut
belakuk untuk hal apapun, penafsiran kehidupan, pesan, maupun sebuah teks. Saya sangat
setuju dengan pandangan yang dikemukakan oleh Hans-Georg Gadamer bahwa dalam
menafsirkan sebuah teks agar kita memperoleh makna dari kegiatan penafsiran tersebut harus
ada keterlibatan secara nyata antara teks yang akan ditafsirkan dengan penafisrnya atau dapat
dikatakan, harus ada hubungan dan bonding yang kuat antar kedua hal tersebut.

8. Menurut Anda, mengapa Fenomenologi Husserl dewasa ini menjadi penting di


kalangan para peneliti/ilmuwan?
Jawaban :
Mengutip dari buku Dr. Akhyar, halaman 201, Husserel mengatakan fenomenologi
sebagai metode yang ketat untuk memperoleh teori yang benar dan pasti seperti kepastian
dalam ilmu matematik. Pandangan Fenomenologi yang dikemukakan oleh Husserel ini dapat
memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap para peneliti dan ilmuwan. Hal ini
dikarenakan, teori Fenomenologi, mengungkapkan banyak sekali metode-metode yang dapat
diterapkan dalam kegiatan penelitian, seperti etnografi, studi kasus kualitatif, grounded
research, penelitian tindakan, dan biografi, yang mana kajian tentang metode-metode tersebut
sangat dibutuhkan oleh para ilmuwan dan para peneliti. Selain itu pandangan fenomenologi
Husserel ini mengungkapkan hal-hal yang juga terkait dengan prinsip penelitian, seperti 3
metodologi fenomenologi yang diungkapkan oleh Spielberg, yakni intuisi, yaitu
merenungkan fenomena-fenomena yang dapat dijadikan sebagai sebuah kajian, lalu
menganalisis, setelah menemukan fenomena seperti apa yang ingin dijadikan objek
penelitian, kita dapat melalukan analisis terhadap fenomena tersebut secara mendalam
dengan cara mencari informasi dan fakta terkait. Terakhir ialah menjabarkan, setelah
melewati proses analisis dan memperoleh data serta informasi, maka data tersebut sudah
dapat dijabarkan dan diambil kesimpulan. Fenomenologi Husserel juga memberikan
pandangan baru kepada para peneliti untuk dapat mengambil tindakan-tindakan untuk
membebaskan dirinya dari nilai-nilai, praduga-praduga yang tidak sesuai.

Anda mungkin juga menyukai