Anda di halaman 1dari 55

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 138/PUU-XIII/2015

PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2014
TENTANG PERKEBUNAN
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PRESIDEN DAN
AHLI PIHAK TERKAIT
(VIII)

JAKARTA

KAMIS, 9 JUNI 2016


MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
--------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 138/PUU-XIII/2015

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan [Pasal 12


ayat (2), Pasal 13, Pasal 27 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 42, Pasal
55, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 107, dan Pasal 114
ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS)


2. Perkumpulan Sawit Watch
3. Aliansi Petani Indonesia (API), dkk.

ACARA

Mendengarkan Keterangan Ahli Presiden dan Ahli Pihak Terkait (VIII)

Kamis, 9 Juni 2016 Pukul 11.11 – 13.32 WIB


Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)


2) Aswanto (Anggota)
3) Anwar Usman (Anggota)
4) Suhartoyo (Anggota)
5) Maria Farida Indrati (Anggota)
6) Wahiduddin Adams (Anggota)
7) Aswanto (Anggota)

Saiful Anwar Panitera Pengganti

ii
Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Perkumpulan Sawit Watch

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Ridwan Darmawan
2. Priyadi
3. Marcel Andry

C. Pemerintah:

1. Hadi Dafenta
2. Suharyanto
3. Jhon Indra Purba
4. Dudi Gunadi
5. Yunan Hilmy
6. Sukim Sufandi
7. Robert Hadi Sinaga
8. Aripah
9. Ahmad Manggabarani

D. Ahli dari Pemerintah:

1. Rasidin Azwar

E. Kuasa Hukum Pihak Terkait:

1. Sadino
2. Riko Sitanggang

F. Ahli dari Pihak Terkait:

1. Ermanto Fahamsyah
2. Tommy Hendra Purwaka
3. Iskandar Andi Nuhung

G. Saksi dari Pihak Terkait:

1. Misdan
2. Akhmad Sadowi

iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.11 WIB

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor


138/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

KETUK PALU 3X

Saya cek kehadirannya. Pemohon siapa yang hadir, silakan.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Saya sendiri


Ridwan Darmawan sebagai kuasa hukum. Di sebelah kanan saya Priyadi,
S.H., Sutrisna, S.H., serta Marcel Andry. Dan teman-teman dari Para
Prinsipal atau yang mewakilinya. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, dari DPR tidak hadir. Dari Pemerintah siapa yang hadir?
Silakan.

4. PEMERINTAH: ERWIN FAUZI

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam.

6. PEMERINTAH: ERWIN FAUZI

Saya sendiri Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM.


Kemudian di sebelah kiri saya Pak Yunan Hilmy, S.H., M.H., dari
Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian yang selanjutnya dari
Kementerian Pertanian. Sebelah kiri dan sebelah kanannya masing-
masing. Yang pertama adalah Drs. Dudi Gunadi, B.Sc., M.Si. Kemudian
yang kedua, Suharyanto, S.H. Kemudian yang ketiga, Sukim Sufandi,
S.Sos., M.M. Kemudian yang keempat, Jhon Purba, S.H., M.H. Kemudian
yang kelima, Aripah, M.M. Kemudian yang keenam, Hadi Dafenta, S.H.
M.Sc. Kemudian yang ketujuh, Ir. Ahmad Manggabarani, M.M., terima
kasih, Yang Mulia.

1
7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Pihak Terkait yang hadir siapa, saya persilakan.

8. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: SADINO

Terima kasih, Yang Mulia. Saya sampaikan di sini Pihak Terkait


saya sendiri, saya dari kuasa hukum Dr. Sadino, S.H., M.H., dan Saudara
Rico Sitanggang, yang di belakang. Terus hari ini … apa saya
memperkenalkan yang ada di samping saya ini Ahlinya?

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, silakan.

10. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: SADINO

Jadi dari pihak ini adalah mewakili prinsipal dari Kabki. Terus ini
ahli kita bawa tiga Ahli, Yang Mulia. Yang pertama, Saudara Tommy
Hendra Purwaka, S.H., L.L.M., Ph.D. Yang kedua, Ahli dari Dr. Ir.
Iskandar Andi Nuhung, M.Sc. Yang Ketiga, Ahli Dr. Ermanto Fahamsyah,
S.H., M.H. Terus selanjutnya ada dua petani pola kemitraan di
Pekanbaru, di Riau. Yaitu Saudara Misdan dan Saudara Akhmad Sadowi.
Terima kasih, Yang Mulia.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Agenda kita hari ini adalah mendengarkan


keterangan dari Ahli Pemerintah dan Pihak Terkait. Begini, kalau kita
akan memperdalam keterangan Ahli, maka akan dibutuhkan waktu. Kita
hanya punya waktu sampai pukul 13.00 WIB karena ada … masih ada
persidangan yang lain. Kalau dari Pihak Terkait kita dengar dua orang
Ahli dulu, kemudian satu Ahli dan tiga … dua orang Saksi didengar pada
sidang yang berikutnya gimana?
Atau cukup keterangannya singkat karena sudah ada tertulis
begitu, terus kita dengar seluruhnya? Gimana Pihak Terkait?
Dipersingkat, ya? Seluruhnya hari ini, gitu. Ya, baik kalau begitu.

12. PEMERINTAH: YUNAN HILMY

Mohon izin, Yang Mulia.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan.

2
14. PEMERINTAH: YUNAN HILMY

Dari Pemerintah ada Ahli.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, Dr. Ir. Rasyidin Aswar ya.

16. PEMERINTAH: YUNAN HILMY

Terima kasih, Yang Mulia.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Baik, kalau begitu kita akan dengar seluruhnya, ini ada 6.
Oleh karena itu, nanti alokasi waktunya kita batasi ya. Supaya kita juga
bisa memperdalam kalau ada hal-hal yang perlu diperdalam dari
keterangan Ahli. Baik, saya minta untuk maju terlebih dahulu. Ahli dari
Pemerintah Dr. Ir. Rasyidin Azwar. Kemudian Ahli dari Pihak Terkait Dr.
Ermanto, Pak Tommy, Ph.D., Dr. Iskandar, dan Saksi juga sekaligus Pak
Misdan dan Pak Akhmad Sadowi, maju ke depan.
Pak Tommy beragama Katolik, yang selebihnya beragama Islam.
Pak Tommy, ya Saksinya agak geser. Ya, Pak Tommy juga agak geser ke
sini, ya baik. Untuk yang muslim terlebih dahulu, berkenan Yang Mulia
Pak Wahid untuk Ahli ada tiga orang. satu dari Pemerintah dan dua
orang dari Pihak Terkait. Silakan, Yang Mulia.

18. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Untuk Ahli, ikuti lafal yang saya tuntunkan.


“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai
Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan
keahlian saya.”

19. SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai


Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan
keahlian saya.

20. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Untuk Saksi sekaligus, Yang Mulia.

3
21. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Untuk Saksi Pak Misdan Pak Akhmad Sadowi. Ikuti lafal yang saya
tuntunkan.
“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai
Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari
yang sebenarnya.”

22. SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai


Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari
yang sebenarnya.

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Pak Tommy, saya persilakan,


Yang Mulia Prof. Maria, Ahli juga.

24. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Ya, ikuti lafal sumpahnya.


“Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang
sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong
saya.”

25. AHLI BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH:

Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang


sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong
saya.

26. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Terima kasih.

27. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Silakan kembali ke tempat.


Untuk Para Ahli dan Saksi, keterangannya sudah disampaikan
secara tertulis. Oleh karena itu, seluruh keterangan yang tertulis
dianggap telah dibacakan. Kemudian, saya mohon untuk bisa
disampaikan highlight-nya saja, pokok-pokoknya saja dari Para Ahli.
Untuk itu, saya beri waktu masing-masing untuk Ahli tujuh menit
dan Saksi maksimal lima menit, ya. Baik, saya persilakan Ahli dari

4
Pemerintah terlebih dulu, Pak Dr. Ir. Rasidin Azwar, M.Si., saya
persilakan di mimbar. Maksimal tujuh menit karena yang keterangan
tertulis dianggap telah dibacakan.

28. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan Anggota Hakim


Konstitusi Yang Terhormat para hadirin yang saya muliakan.
Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita
semua.
Pertam-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT atas perkenannya kita bisa hadir di forum yang terhormat ini untuk
melakukan materiil … uji materiil atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 tentang Perkebunan, khususnya Pengujian Pasal 27 ayat (3), Pasal
29, dan Pasal 30 ayat (1).
Sebelum saya memberikan pendapat tentang pasal dan ayat yang
diuji, izinkan saya memberikan gambaran tentang posisi benih sebagai
sarana produksi dalam membangun perkebunan sesuai dengan asas dan
tujuan yang melatarbelakangi penyusunan materi Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014. Yaitu, yang berkaitan … mari kita highlight
sedikit mengenai profil perkebunan Indonesia, peran benih dalam
peningkatan produktifitas, dan mutu hasil perkebunan, masalah
perbenihan tanaman perkebunan, dan bagaimana upaya membangun
sistem perbenihan yang berkelanjutan demi pembangunan perkebunan
Indonesia. Izinkan saya menggunakan slide.
Baik. Jadi, itu ada yang kita lihat … bicarakan, pertama mengenai
profil perkebunan. Yang kedua, kita bicara tentang benih. Tentu saja
masalah perbenihan dan nanti baru kita sampai tentang bagaimana
pendapat saya tentang pasal yang dimohonkan.
Bapak, hadirin yang saya hormati. Pertama, kita harus lihat dulu,
pertama adalah kenapa kita memiliki perkebunan? Perkebunan itu cirinya
adalah kita membudidayatanamkan untuk mendapatkan uang. Dan
biasanya, yang kita tanam itu adalah case corp. Dan kita pada prinsipnya
adalah mengisi peluang pasar global. Jadi, pasar domestik maupun pasar
mancanegara.
Nah, hasil perkebunan yang di … apa itu … adalah merupakan
produk primer, pada umumnya merupakan bahan baku industri. Karena
itu, dalam pemasaran hasil perkebunan itu kita bersaing dengan
produsen dari negara lain. Dengan demikian bahwa perkebunan itu
harus dikelola secara profesional, secara baik dari hulu sampai ke
hilirnya.
Baik. Nah karena itulah, sasaran kita untuk membangun
perkebunan adalah untuk kesejahteraan petani, kesejahteraan rakyat,
dan devisa bagi negara, dan selanjutnya.

5
Nah, sebelum itu, saya ingin mengajak kita untuk memahami
tentang profil perkebunan. Terdapat 127 jenis tanaman perkebunan,
dengan areal lebih-kurang pada saat ini 27.000.000 hektare, yang
ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Yang berbeda umurnya
disebut dengan tanaman tahunan, ada tanaman semusim, ada tanaman
asli Indonesia, dan ada yang diproduksi dari luar negeri, dan … dan juga
perusahaannya ada yang skala besar dan ada yang skala kecil.
Kemudian, (suara tidak terdengar jelas) itu bisa kita bagi dari 127
itu, ada yang dimaksud disebut dengan unggulan nasional, yaitu yang
meliputi dikembangkan secara luas meliputi banyak provinsi dan
berdampak ekonomi yang besar. DI pihak lain ada yang disebutkan
dengang unggulan lokal. Yang terbatas pada lokasi-lokasi tertentus aja
dan memiliki dampak sosial ekonomi antara kecil sampai sedang. Saya
contohkan umpamanya skala besar itu adalah sawit, karet, kopi, kakao,
dan sebagainya. Yang berskala kecil itu umpamanya adalah kayu manis,
pinang, aren, dan sebagainya.
Nah kemudian, dalam pengelolaan ini kita mengenal ada
perkebunan besar dan ada perkebunan rakyat. Nah, perkebunan besar
itu porsinya lebih-kurang sekitar 20% dan perkebunan rakyat itu lebih
luas sekitar 71% dan hanya tanaman-tanaman unggulan nasional
umumnya yang dikelola oleh perkebunan besar, sedangkan oleh rakyat
semua jenis tanaman yang 127 itu dikelola oleh rakyat.
Oke, selanjutnya inilah gambaran dari poporsi, kita contohkan
sawit umpamanya, sawit itu ada 41% lebih rakyat, sedangkan kalau
kelapa itu adalah sekitar 99% rakyat yang punya. Dan kemudian, karet
itu ada 86% dan jambu mete itu adalah hampir 100%. Itu kira-kira
poporsi dari pada profil perkebunan kita.
Nah, masalah kita sekarang adalah bahwa perkebunan rakyat itu
suboptimal. Saat ini kita katakan suboptimal, kenapa demikian? Karena
pencapaian target tidak tercapai, produktifitas sangat rendah. Saya
katakan perkebunan rakyat itu karet contohnya. Seharusnya polusinya 2
ton per hektar per tahun, ternyata hanya bisa rakyat kita menghasilkan
sekitar 800 kg saja. Juga gitu dengan sawit, yang seharusnya sekitar
30ton hanya 13 ton saja. Dan kemudian juga hasil (suara tidak terdengar
jelas) dan seterusnya juga seperti itu. Nah, petani sebenarnya belum
sejahtera, produktifitas dan mutunya masih rendah. Karena hambatan
yang menyebabkan petani belum mampu melakukan itu. Nah, kenapa itu
terjadi, nanti akan kita coba baca, itu kondisi profil dari pertanian rakyat
kita.
Nah, perlu kita pahami di sini bahwa tanaman perkebunan itu
memiliki ciri khas adalah sebagian besar dari kebun kita itu adalah
tanaman yang berumur panjang. Sekali ditanam dipelihara sampai 20
sampai 50 tahun. Benih merupakan kunci keberhasilan usaha
perkebunan. Bayangkan akan kita pelihara selama 50 tahun, jadi
pembudayaan tanaman perkebunan itu seyogianya harus menggunakan

6
benih terbaik yang ada saat kita menanamnya, ya, tapi dipihak lain … ya
kemudian benih … masalahnya sekarang benih tanaman perkebunan itu
tidak ready stock karena umumnya tanaman benih-benih yang tidak bisa
disimpan dan merupakan benih-benih dalam bentuk tanaman hidup.
Nah, ini … nah, kalau kita lihat peran benih saya kira … saya katakan di
sini, benih adalah menentukan keberhasilan usaha perkebunan itu atau
tidak ditentukan belum benih. Karena benih itu akan menentukan berapa
produktifitas yang akan dipanen, bagaiman mutu hasil yang akan
didapatkan, berapa biaya produksi yan harus dikeluarkan. Semua
ditentukan oleh benih karena benih itu berkaitan dengan produktifitas
mutu, berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan, ketanahan
terhadap hama dan penyakit. Nah, benih itu mengambil peran 60% dari
keberhasilan usaha perkebunan itu ditentukan olehbenih. Kalau benihnya
baik, maka hasilnya akan baik, kalau benihnya jelek hasilnya pasti akan
jelek.
Kemudian kita lihat permasalahan perbenihan. Nah, permasalahan
kita berbenih itu ada dua permasalahannya. Yang pertama adalah
keterbatasan varietas unggul. Karena dari 127 itu belum semua bisa
tertangani oleh pemulia untuk menghasilkan varietas unggul. Yang
kedua adalah keterbatasan benih bina. Karena benih tanaman
perkebunan yang begitu volumenya besar membutuhkan waktu yang
lama untuk menghasilkannya sehingga benih tanaman perkebunan itu
rata-rata tidak … tidak ada yang ready stock. Tidak bisa disimpan seperti
halnya contohnya.
Kemudian lagi untuk menghasilkan varietas itu karena
memperkebun itu sangat sulit dibutuhkan waktu yang lama. Ini saya
contohkan sawit itu membutuhkan waktu lebih-kurang 23 tahun, 20
tahun untuk bisa menghasilkan satu varietas sawit yang baik dan benar,
karet juga sekitar 21 tahun, kopi juga demikian hanya tembakau
tanaman semusin itu masih membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk
melakukan pemuliaan itu. Jadi, itulah makanya sebagian besar itu belum
… dari 127 itu baru sebagian yang bisa menghasilkan.
Kemudian, dalam memproduksi benih juga rata-rata itu tidak ada
yang di bawah 1 tahun, saya contohkan di sini sawit membutuhkan
waktu 2 tahun untuk memproduksi benihnya, karet 18 bulan, dan
seterusnya itu. Jadi, tidak hampir tidak ada, jadi membutuhkan waktu
yang lama, jadi benih adalah suatu kunci (suara tidak terdengar jelas)
pihak lain dia benihnya (suara tidak terdengar jelas). Jadi karena itu
masalah perbenihan berbeda dengan tanaman semusim yang
dibayangkan orang sekarang ini umpanya benih padi, itu relatif lebih
gampang dibandingkan tanaman perkebunan. Benih tanaman
perkebunan ini umumnya adalah tanaman yang disebut dengan benih
rekalsitran. Benih itu tidak bisa disimpan, ndak bisa dikeringkan sehingga
tidak bisa disimpan, atau benih dalam bentuk tanaman hidup. Berbeda
dengan jagung, jagung satu ditanam tumbuh seratus, padi satu ditanam

7
tumbuh seribu, dapat kita … kita dapat seribu. Tapi kalau Bapak
membuat benih karet, sepuluh ditanam hanya dapat dua menjadi bibit,
hanya dua menjadi bibit.
Jadi begitu sudahlah waktunya lama menanamnya juga
membuatnya sangat sulit, biayanya sangat sulit. Jadi benih adalah
merupakah faktor yang sangat penting dan harus ditangani dengan
sebaik-baiknya di perkebunan itu.
Dan dengan demikian, sawit … tidak ada … karena sulitnya itu,
hampir tidak ada produsen yang tertarik dengan sawit …dengan
tanaman perkebunan (suara tidak terdengar jelas) kecuali benih sawit.
Kenapa benih sawit? Karena sawit memang kebutuhan benihnya besar
sekali dan booming dan banyak sekali … karena banyak penggunaannya.
Baru itulah saja yang boleh dikatakan perusahaan yang berani masuk ke
sana. Karena itu, yang lain tidak sedia dan harus bagaimanapun
pemerintah harus menfasilitasi penyediaan benihnya.
Nah, bisa kita kategorikan benih itu … jadi benih itu kita
kategorikan dari 127 itu, ada kategorinya (suara tidak terdengar jelas)
ada benih yang varietas unggul ada, benihnya bisa disiapkan, ada benih
varietas unggulnya tidak ada tetapi benihnya tidak ada karena tidak ada
yang mau memperbanyaknya. Dan ketiga adalah benihnya tidak ada dan
juga varietasnya tidak ada juga benihnya tidak ada. Itu ada yang seperti
itu.
Nah karena itu, kita harus membangun sistem perbenihan itu
secara sistematis. Jadi di sini saya lihatkan, di sini Bapak sekalian,
pemuliaan dan perbenihan itu harus dipandang dalam satu kesatuan,
dimana komponen benih itu mulai dari (suara tidak terdengar jelas) atau
SDG kemudian dilakukan pemuliaan kemudian dapat varietas, varietas
produksi benih dan ini harus dalam bentuk suatu kesatuan. Dan inilah
yang harus … jadi benih tidak bisa ditangani secara parsial. Jadi harus
ditangani dari hulunya, mulai dari sumber daya genetiknya sampai ke
(suara tidak terdengar jelas) benihnya.
Nah, ini jadi benih itu adalah dibutuhkan sumber daya genetik
yang cukup, perlu dilakukan pemuliaan, kemudian produksi benihnya
harus diproduksi dengan baik dan benar. Bayangkan kita akan
menggunakannya sekali menanam, jadi hampir untuk (suara tidak
terdengar jelas) kebun itu setiap orang hanya menanam sekali dalam
seumur hidup. Karena replanting-nya akan dilanjutkan oleh anaknya atau
cucunya. Jadi karena itu benih itu harus benih betul-betul yang terbaik
untuk tanam perkebunan itu.
Nah, kemudian di sini diperlukan adanya (suara tidak terdengar
jelas) diperlukan pengawasan. Kenapa pengawasan sangat penting?
Karena petani kita banyak yang sangat … apa namanya … ya, kurang
memahami tentang pentingnya benih sehingga diiming-iming orang
dengan benih yang palsu, dia akan demikian mudah bisa terpedaya. Jadi

8
ini kita sudah menjadi korban dari peredaran benih palsu. Makanya di
situ diperlukan adanya sertifikasi dan diperlukan adanya pengawasan.
Nah, ini saya maksudnya di sini yang penting, ini adalah secara
sistematis saya sudah buat dalam slide ini dalam subsistemnya itu mulai
dari (suara tidak terdengar jelas) apa yang harus kita lakukan? Kalau
SDG tanaman asli Indonesia yang kita (suara tidak terdengar jelas)
adalah adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur
bagaimana SDG itu harus bisa dilindungi? Dan karena SDG itu adalah
tanaman hidup, benda hidup, dia akan terancam, akan punah. Di pihak
lain, dia sangat butuh untuk kita warisi sampai akhir zaman, gitu.
Nah, kemudian untuk tanaman yang bukan asal Indonesia,
kewajiban kita adalah kita kekurangan SDG. Jadi semaksimal mungkin
kita harus memasukkan SDG dari daerah asalnya, umpanya untuk sawit
itu harus kita datangkan dari Afrika atau Afrika Selatan, karet itu dari
Amerika Selatan. Jadi untuk tanaman yang nonasli Indonesia, kita harus
mendatangkan dari luar dan sedangkan tanaman asli Indonesia, negara
berkewajiban untuk melindungi SDG yang ada dan mendayagunakannya.
Nah, ini pemulihan tanaman sekarang kita masih sekitar 70% dari
tanaman perkebunan itu belum memiliki varietas unggul. Kita butuhkan
di sini adanya kebijakan atau peraturan yang mendorong agar setiap
varietas itu memiliki varietas unggul. Jadi di sini masalahnya adalah
pemulihan tanaman yang ada di Puslik Bank Perkebunan tidak cukup
untuk menangani semua tanaman perkebunan itu.

29. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Maaf, Pak Rasidin, agak dipersingkat.

30. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Ya, Pak. Ya, oke, Pak. Terima kasih. Jadi begitu, jadi selanjutnya
… Oke, lanjut. Jadi itu yang … saya kita saya coba persingkat. Baik.
Nah, berkaitan dengan pasal yang dimohonkan oleh Pemohon
tentang ini, itu berkaitan dengan SDG, yaitu tentang faktor perorangan.
Saya melihat di sini bahwa SDG adalah kekayaan alam yang berupa
benda hidup yang sangat berharga dan terancam punah karena dia
benda hidup karena itu harus dilindungi dan dikuasai oleh negara.
Kemudian pemanfaatan SDG harus diatur sedemikian rupa agar memberi
manfaat sebesar-besarnya untuk segenap bangsa Indonesia. Secara
keseluruhan, bukan individu dan bukan kelompok.
Yang ketiga, pemerintah pusat sebagaimana tercantum pada ayat
(2) yang ditugasi untuk mengelola saya kira sudah sejalan dengan Pasal
33 karena di situ faktor perlindungan dan karena itu merupakan
kekayaan negara harus dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya.
Kemudian berkaitan dengan Pasal 33 pendapat saya adalah pemulihan

9
tanaman adalah pekerjaan yang sangat sulit saya katakan tadi dan butuh
investasi yang besar dan waktu yang lama karena itu pemerintah
berkewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan pemulihan itu dan/atau
memfasilitasi para professional untuk turut serta. Keterlibatan …
keterlibatan professional dibutuhkan karena prosedur seleksi pengujian
sampai adalah harus mengikuti kaedah-kaedah ilmiah yang valid.
Dengan demikian baru penilaian terhadap kelayakan suatu varietas
untuk dilepas baru bisa diyakini secara baik dan objektif. Para petani
adalah di sini kita lihat sebagai pelaku usaha perkebunan. Nah, bila
berkemampuan tentu saja dengan sangat akan kita dukung kalau bisa
mereka melakukan berpartisipasi dalam pemuliaan varietas itu.
Yang ketiga mengenai Pasal 30 berkaitan dengan yang
dikecualikan bagi petani kecil. Sebenarnya kita harus pahami bahwa
pelepasan suatu varietas dilepas itu tujuannya adalah untuk
mendapatkan keyakinan bahwa varietas itu adalah varietas-varietas
yang betul-betul layak untuk dilepas. Nah, karena itu merupakan
jaminan bagi negara supaya-supaya sumber daya alam kita ini tidak
mubazir. Bayangkan kalau lahan kita ini tidak digunakan oleh benih yang
baik, maka sumber daya perkebunan itu akan mubazir jadinya karena di
situ adalah pemerintah diperlukan untuk menggaransi bahwa benih yang
digunakan itu harus benih yang baik dan benar. Sehingga keberhasilan
usaha perkebunan itu betul-betul bisa kita yakini.
Nah, di sini petani dapat mempergunakan atau mendapatkan
varietas dan memperbanyaknya sejauh untuk keperluan sendiri tetapi
saya kira bukan untuk kalau sesuatu setiap varietas yang akan dilepas
yang akan dikembangkan ke masyarakat harus dilepas karena butuh
pembuktian bahwa varietas itu layak untuk dilepas. Nah, setiap yang
dilepas itu harus mengikuti prosedur jaminan karena kita tahu bahwa
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mewajibkan bahwa
semua barang yang diperjualbelikan harus digaransi, harus diberi label,
dan sebagainya.
Jadi kesimpulan saya adalah SDG adalah kekayaan alam
pembawa nilai kehidupan. Keberadaannya sangat penting dari sekarang
hingga akhir zaman karena itu harus dikuasai oleh negara dan
pemanfaatannya serta kelestarianya dalam pemanfaatan (suara tidak
terdengar jelas).
Kedua, pemulihan tanaman adalah pekerjaan yang sulit dan butuh
investasi dan waktu dan dana yang besar karena itu pemerintah
berkewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan pemulihan itu atau
memfasilitasi para professional yang mampu untuk melakukan pemulihan
itu.
Yang ketiga, usaha perkebunan dilakukan untuk usaha pemuliaan
usaha perkebunan dilakukan untuk mempercepat manfaat memperoleh
manfaat jangka panjang karena itu benih yang digunakan harus benih
yang terbaik dan teruji keunggulannya. Pemerintah berkewajiban

10
menjamin bahwa perkebunan yang dibangun menggunakan benih yang
memiliki produktivitas tinggi, mutu hasil baik, dan tahan terhadap hama
dan penyakit.
Sekali lagi demikian. Terima kasih. Terima kasih atas perhatian
kita semua. Assalamualaikum wr. wb.

31. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Rasidin. Silakan duduk


terlebih dahulu. Kita lanjutkan dengan keterangan Pak Dr. Ermanto. Saya
persilakan. Waktunya sama supaya efisien 7 menit maksimal. Ini tadi Pak
Rasidin sudah melebihi tadi.

32. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: ERMANTO FAHAMSYAH

Yang saya muliakan Majelis Hakim Konstitusi, yang saya hormati


Wakil Para Pemohon, Wakil Pemerintah, dan Wakil Pihak Terkait, serta
Bapak, Ibu, Hadirin yang berbahagia.
Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera
untuk kita semua. Bismillahirrahmaaniirahiim, sebagai pendahuluan saya
bermaksud menyampaikan keterangan Ahli dalam forum terhormat ini
terkait pengujian ... terkait permohonan pengujian terhadap Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal
55, dan Pasal 107, serta Pasal 57 ayat (2).
Poin pertama yang ingin saya sampaikan terkait dengan kepastian
hukum usaha perkebunan. Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang
Perkebunan merupakan hukum pidana materil yang mempunyai materi
muatan tentang siapa yang dapat dipidana atau subyek hukum?
Perbuatan apa yang dapat dipidana? Dan apa pidananya atau saksi
hukumnya?
Materi muatan Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang
Perkebunan mempunyai rasiologis untuk memberikan pengakuan,
jaminan, perlindungan hukum yang bersifat preventif, kepastian hukum,
dan keadilan kepada para pemangku kepentingan dalam pengelolaan
dan pengembangan sumber daya perkebunan secara optimal,
bertanggung jawab, dan lestari, atau berkelanjutan.
Berbicara tentang para pemangku kepentingan di sini tentu
meliputi pemerintah, pelaku usaha perkebunan, masyarakat, dan
masyarakat hukum adat. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8, angka
9, dan angka 10 Undang-Undang Perkebunan, pelaku usaha perkebunan
yang dimaksud terdiri dari pekebun, atau orang perseorangan dan/atau
perusahaan perkebunan yaitu badan usaha yang berbadan hukum.
Oleh karena itu, pelaku usaha perkebunan yang diberikan
pengakuan, jaminan, perlindungan hukum, kepastian hukum, dan
keadilan tentu bukan hanya perusahaan perkebunan yang identik

11
dengan konglomerasi, namun di dalamnya termasuk pekebun atau
petani.
Di samping faktor stabilitas politik dan faktor keuntungan secara
ekonomi, perlindungan dan jaminan kepastian hukum juga merupakan
faktor yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan ekonomi
termasuk perkebunan. Kepastian hukum dalam kegiatan perkebunan
merupakan salah satu faktor penting yang diharapkan memberikan
kekuatan besar dalam mempercepat kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan masyarakat perkebunan pada khususnya, dan masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Dengan adanya perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi
para pelaku usaha perkebunan, berupa jaminan kelangsungan dan
keamanan usaha diharapkan lebih dapat mengoptimalkan usahanya,
sementara para pemangku kepentingan perkebunan lainnya, juga lebih
dapat mengoptimalkan pengembangan sumber daya perkebunan,
sehingga pembangunan perkebunan Indonesia secara umum, tetap
dapat turut serta meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan kerja, dan
kesempatan usaha, meningkatkan produksi ... produktivitas, kualitas,
nilai tambah, daya saing, pangsa pasar, meningkatkan dan memenuhi
kebutuhan konsumsi, serta bahan baku industri dalam negeri sesuai
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terkait keberlakuan Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang
Perkebunan, merujuk pada ketentuan Pasal 118 Undang-Undang
Perkebunan, maka Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Perkebunan
tidak berlaku surut. Berdasarkan uraian di atas, saya berpendapat bahwa
tidak tepat apabila Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 tentang Perkebunan dinilai tidak jelas atau menimbulkan
ketidakpastian hukum yang mengakibatkan adanya potensi konflik
agraria. Justru sebaliknya, telah menciptakan kejelasan dan kepastian
hukum karena telah dirumuskan secara jelas, tegas, tidak multitafsir,
bersifat umum, dan tidak berlaku surut.
Dengan demikian, Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2014 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal berikutnya
yang ingin saya kemukakan di sini adalah keterkaitan antara Undang-
Undang Perkebunan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan. Apabila menyandingkan antara materi muatan Pasal 21 dan
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 18 tentang Perkebunan, dengan materi
Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, tentu
perbedaanya sangat nyata dan jelas. Materi muatan Pasal 55 dan Pasal
107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 telah dirumuskan dengan
jelas, tegas, dan rinci, serta memberikan kepastian dan perlindungan

12
hukum kepada para pemangku kepentingan perkebunan, khususnya
pelaku usaha perkebunan, masyarakat, dan masyarakat hukum adat.
Mengingat Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 merupakan formulasi baru atau penyempurnaan untuk
menggantikan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2004 yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
melalui Putusan MK Nomor 55/PUU-VIII/2010, dimana Mahkamah
Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan, “…unsur dilarang
melakukan tindakan yang berakibat kerusakan kebun atau aset lainnya
merupakan perumusan pasal yang terlalu luas, kata aset lainnya juga
tidak ada batasan yang jelas.”
Pendapat yang menyatakan bahwa Putusan MK Nomor 55/PUU-
VIII/2010 yang memutuskan bahwa Pasal 21 dan Pasal 47 Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2004 yang dinyatakan bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat serta merta membawa
konsekuensi hukum bagi ketentuan Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014 juga dinyatakan bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah tidak tepat.
Hal tersebut didasarkan pertimbangan bahwa materi Pasal 55 dan
Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 sangat berbeda dan
telah dirumuskan dengan jelas, tegas, dan rinci serta memberikan
kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada para
pemangku kepentingan perkebunan khususnya pelaku usaha
perkebunan, masyarakat, dan masyarakat hukum adat.
Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa materi muatan Pasal 55
dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan telah sejalan dan memenuhi amanat Pasal 28 ayat (1) ...
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Yang terakhir terkait dengan kemitraan usaha perkebunan. Pasal
57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 merupakan
kelanjutan dan satu kesatuan dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) yang
memberikan ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum tentang amanat
bagi perusahaan perkebunan untuk melakukan pemberdayaan usaha
perkebunan melalui kemitraan usaha perkebunan dengan para
pemangku kepentingan perkebunan lainnya.
Kemitraan usaha tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung
jawab, saling memperkuat, saling ketergantungan, sehingga kesetaraan
kedudukan hukum para pihak akan tercapai dan terjamin. Adapun pola
kemitraan usaha perkebunan atau kerjasamanya dapat berupa antara
lain penyediaan sarana produksi dan/atau yang lainnya.

13
Kemitraan tersebut dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
kesejahteraan karyawan pekebun dan masyarakat sekitar serta untuk
menjaga keamanan, kesinambungan, dan keutuhan usaha perkebunan.
Karena melalui kemitraan usaha perkebunan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hubungan antara perusahaan dengan
masyarakat, dapat meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi
masyarakat setempat, dapat menciptakan kondisi lingkungan menjadi
lebih kondusif, dapat menciptakan kondisi wilayah usaha yang lebih
aman dan bebas dari konflik sosial, dapat menumbuhkan rasa bangga
masyarakat setempat terhadap keberadaan perusahaan dan warganya di
wilayahnya.
Kemitraan usaha perkebunan sebagaimana diatur dalam Pasal 57
Undang-Undang Perkebunan merupakan salah satu instrumen hukum
penting untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan perkebunan
Indonesia yang berdimensikan atau memuat nilai dasar keadilan,
kebersamaan, keterbukaan, kebermanfaatan, keberlanjutan, dan
kearifan lokal.
Nilai filosofis lain yang dapat dipetik dari pengaturan tentang
kemitraan usaha perkebunan dalam Pasal 57 Undang-Undang
Perkebunan adalah perusahaan perkebunan harus mempunyai
kesadaran secara nurani bahwa hakikat keberhasilan, kemajuan,
perkembangan, dan keberlanjutan suatu perusahaan perkebunan tidak
terlepas dari usaha peran serta dan kerjasama dengan berbagai pihak.
Oleh karena itu, perusahaan perkebunan harus selalu menjaga
harmonisasi, keserasian, dan keselarasan dengan alam, lingkungan
hidup, dan masyarakat di mana salah satu mekanismenya dapat tercapai
melalui kemitraan usaha.
Berdasarkan uraian di atas, saya berpendapat bahwa tidak tepat
apabila Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Perkebunan dinilai tidak
memberikan kepastian hukum dan lebih banyak menghasilkan
ketidakberhasilan dalam kemitraan usaha perkebunan. Justru sebaliknya,
telah menciptakan kejelasan dan kepastian hukum terkait pentingnya
kemitraan usaha yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dengan
pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan melalui
beberapa alternatif pola kerja sama dimana kemitraan usaha tersebut
diharapkan menjadi salah satu instrumen hukum penting dalam
mewujudkan visi dan misi pembangunan perkebunan Indonesia yang
berdimensikan nilai dasar keadilan, kebersamaan, keterbukaan,
kebermanfaatan, keberlanjutan, dan kearifan lokal, sehingga kemitraan
usaha perkebunan justru dapat dikatakan sejalan atau merupakan
pengejawantahan dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 27 ayat
(2).
Terkait pendapat Pemohon bahwa perjanjian pola kerja sama
sering dibuat secara sepihak dan tidak disosialisasikan oleh perusahaan,

14
sehingga banyak kontrak yang merugikan petani sehingga tidak
memberikan kepastian hukum merupakan hal yang bersifat kasuistis dan
terkait implementasi dari suatu norma hukum.
Oleh karena itu, permohonan Pemohon dalam pengujian Pasal 57
ayat (2) Undang-Undang Perkebunan tidak tepat apabila dimasukkan
sebagai masalah konstitusionalitas norma hukum, melainkan merupakan
masalah implementasi norma hukum terkait pola kerja sama dalam
kemitraan usaha perkebunan. Dengan demikian, Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tidak
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Mejelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, wakil para Pemohon, wakil
para Pemerintah, wakil Pihak Terkait, serta Bapak/Ibu hadirin yang
berbahagia. Berdasarkan analisa dan keterangan yang saya uraikan di
atas, maka saya berpendapat bahwa bahwa Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 55 dan Pasal 107,
serta Pasal 57 ayat (2) tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28D ayat
(1).
Demikian, semoga memberikan wacana dan manfaat dalam
menyelesaikan permohonan ini dalam rangka mewujudkan kepastian
hukum, keadilan, dan kebermanfaatan dalam pembangunan perkebunan
Indonesia. Terima kasih, wassalammualaikum wr.wb. Selamat siang, dan
salam sejahtera untuk kita semua, salam perkebunan untuk
kemakmuran negara dan bangsa Indonesia.

33. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih, Pak Ermanto. Silakan duduk.


Yang berikutnya Pak Tommy Hendra Purwaka, S.H., LL.M., Ph.D.,
saya persilakan.

34. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: TOMMY HENDRA PURWAKA

Salam sejahtera buat kita semua. Yang saya hormati Majelis


Hakim Mahkamah Konstitusi, Wakil Pihak Pemohon, dan Wakil Pihak
Termohon. Izinkan saya langsung kepada materi keterangan ahli. Ada
tujuh pasal yang saya tanggapi sebagai Ahli adalah sebagai berikut.
Yang pertama, Pasal 12 ayat (2), ketentuan Pasal ... Pasal 12 ayat (2)
juncto Pasal 12 ayat (1), juncto Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014 jelas mengakui keberadaan masyarakat
hukum adat sebagai pihak yang sederajat dengan perusahaan
perkebunan dalam musyawarah untuk menghasilkan persetujuan atau
perikatan tentang pelepasan hak ulayat atas tanah adat dengan imbalan
yang disepakati.

15
Oleh karena objek perikatan tersebut adalah tanah, maka sudah
sewajarnya apabila ketentuan hukum tersebut yang terkandung dalam
Pasal 12 dikaitkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria Tahun
1960 yang menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat hukum adat harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya
yang lebih tinggi. Pelaksanaan dan pelepasan hak ulayat atas tanah adat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di
atas akan menjadi landasan bagi proses administrasi negara selanjutnya,
yaitu pemberikan perizinan usaha perkebunan. Dengan demikian, frasa
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 justru
dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada hak-hak
masyarakat hukum adat dalam rangka melakukan musyawarah dan
mufakat dengan pengusaha atau perusahaan perkebunan. Dengan
demikian, dalil Pemohon tidak terbukti.
Yang kedua, keterangan Ahli terhadap dalil Pemohon tentang
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 adalah sebagai berikut.
Ketentuan hukum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014 sekali-kali bukan untuk menetapkan keberadaan masyarakat
hukum adat, melainkan secara administratif untuk menetapkan
masyarakat hukum adat mana saja yang akan menjadi pihak
musyawarah dengan pengusaha perkebunan dan dalam upaya
pengadaan lahan perkebunan. Penetapan tersebut di atas merupakan
pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan dan eksistensi
masyarakat hukum adat yang sederajat dengan perusahaan perkebunan
dalam perikatan.
Pengakuan dan perlindungan hukum sebagaimana … sebagai para
pihak dalam perikatan diberikan oleh buku III kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dari sudut hukum administrasi negara, pengakuan dan
perlindungan terhadap masyarakat hukum adat diberikan oleh
pemerintah melalui peraturan menteri dalam negeri Nomor 52 Tahun
2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum
Adat, tanggal 07 Juli 2014, peraturan mana didasarkan antara lain pada
Pasal 18 B Bab 4, Pasal 25 Bab 9A, dan Pasal 28 I Bab 10A, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, uraian di
atas memperlihatkan bahwa Pasal 13 Nomor 39 Tahun 2014 tidak
bertentangan dengan Pasal 18 B ayat (2), Pasal 28 B ayat (1), dan Pasal
28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Keterangan Ahli terhadap dalil Pemohon yang ketiga yaitu Pasal
27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Pemerintah
berkewajiban untuk mencegah penyebaran sumber daya genetik plasma
nutfah dan benih tanaman perkebunan yang dapat menimbulkan
kerugian masal di kemudian hari. Hal ini diatur di dalam Pasal 96 sampai

16
Pasal 99 Bab 14 Pembinaan dan Pengawasan juncto Pasal 100 sampai
101 Bab 15 Peran Serta Masyarakat Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014. Apabila terjadi kerugian masal perkebunan yang terbukti
disebabkan oleh tersebarnya sumber daya genetik plasma nutfah atau
benih yang berasal dari perorangan, petani kecil, pekebun. Maka siapa
yang harus bertanggung jawab?
Oleh karena itu, sebagai langkah pencegaahan, pemerintah
melakukan pengawasan melalui antara lain sistem perizinan perkebunan,
termasuk izin menteri untuk kegiatan pencarian dan pengumpulan
sumber daya genetik oleh perorangan, termasuk perorangan, petani
kecil, pekebun.
Sebuah penelitan … sehubungan dengan nomor … keterangan
Ahli tersebut di atas, beberapa kebijakan perkebunan nasional untuk
tanaman pertanian holtikultura perkebunan yang dikeluarkan oleh
menteri pertanian sejak 1998 seperti keputusan menteri pertanian
Nomor 737 Tahun 1998 sampai dengan 2015 seperti Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permentan
Nomor 2 Tahun 2014 tentang produksi, sertifikasi, dan peredaran benih
bina. Dapat disimpulkan bahwa suatu varietas baru hasil pemuliaan dan
atau introduksi disyaratkan sebagai varietas unggul setelah melalui uji
adaptasi bagi tanaman semusim dan uji observasi bagi tanaman tahunan
setelah lulus penilaian para Ahli.
Sebuah penelitian pada Tahun 1955 … 1995 mengungkapkan
bahwa 76% paten tanaman dunia dikuasai oleh Amerika Serikat dan
bahwa negara-negara industri seperti Uni Eropa, Jepang, Kanada,
Australia, Selandia Baru, dan Israel menguasai hampir 79% paten
tanaman. Sedangkan negara-negara selatan seperti Indonesia, sama
sekali tidak masuk dalam hitungan padahal pemilik kekayaan itu
sejatinya.
Persaingan di era global tersebut telah mendorong pemerintah
untuk melakukan kontrol melalui perizinan sebagaimana diatur dalam
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Dengan
demikian jelaslah bahwa uraian … keterangan Ahli tersebut di atas
menunjukkan bahwa frasa perorangan dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014 tidak bertentangan dengan Pasal 28 A,
Pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.
Keterangan Ahli terhadap dalil Pemohon yang keempat yaitu Pasal
… terhadap Pasal 29 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2104. Kegiatan
pemulihan tanaman untuk menemukan varietas unggul dalam era
persaingan global di bidang perkebunan dewasa ini memerlukan iptek
laboratorium dengan peralatan canggih, berbagai Ahli pertanian, dan
tentunya dengan biaya besar yang tidak dimiliki oleh perorangan petani
kecil. Walaupun demikian, petani kecil, pekebun akan tetap dilibatkan
dalam pemuliaan tanaman untuk menemukan varietas unggul

17
berasaskan kebersamaan. Asas kebersamaan tersebut di atas yang
kemudian diekspresikan dalam beberapa pasal memperlihatkan bahwa
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 bersifat demokratis
karena pemerintah tidak secara eksplisit tersurat melarang petani kecil
untuk melakukan pemuliaan tanaman perkebunan sepanjang untuk
kepentingan pekebun sendiri atau untuk para pekebun di komunitasnya.
Dengan demikian, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi, dapat disimpulkan bahwa Pasal 29 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I
ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keterangan Ahli terhadap
dalil Pemohon yang kelima, yaitu Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014.
Dalil para Pemohon tersebut di atas, dalil para Pemohon pada
dasarnya tidak beralasan menurut hukum karena Ketentuan Pasal 30
ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tersebut hanyalah
mengatur peredaran varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar
negeri dan bukan dari dalam negeri. Dengan demikian, frasa tersebut
tidak sebagaimana didalilkan Pemohon tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Keterangan Ahli terhadap dalil Pemohon yang keenam, yaitu Pasal
42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Izin menurut hukum
administrasi negara merupakan bentuk pengakuan dari pemberi izin,
yaitu perusahaan perkebunan … pengakuan dari pemberi izin, yaitu
perusahaan perkebunan bahwa sumber daya perkebunan sebagai salah
satu jenis sumber daya alam hayati adalah milik rakyat Indonesia yang
dikuasakan pengelolaannya kepada negara, dalam hal ini kepada
pemerintah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Di lain pihak, izin juga dimaknai sebagai pengakuan dari negara
atau pemerintah atas nama rakyat bahwa pihak penerima izin adalah
layak dan pantas untuk menyelenggarakan usaha perkebunan.
Kelayakan dan kepantasan penerima izin tersebut ditandai dengan
pemberian izin prinsip dan izin lokasi yang akan dipergunakan untuk …
oleh perusahaan untuk memulai usahanya.
Uraian-uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa perusahaan
perkebunan untuk membuka usaha perkebunan tidak hanya memerlukan
hak guna usaha saja, melainkan sebelum itu ada beberapa izin
perkebunan yang harus dipenuhi, di antaranya izin prinsip, izin lokasi,
izin lingkungan, izin usaha perkebunan, izin usaha perkebunan untuk
budidaya, dan izin usaha perkebunan untuk pengolahan. Sedangkan
HGU merupakan tahap akhir dari beberapa izin yang harus dipenuhi
tersebut. Ketentuan Pasal 42 dengan demikian Pasal 42 sesungguhnya
untuk melindungi semua pelaku usaha perkebunan, khususnya pekebun,
petani, baik itu petani swadaya maupun petani kemitraan. Karena tidak
semua pekebun atau petani memiliki hak atas tanah dan izin usaha

18
perkebunan. Penguasaan perkebunan di Indonesia secara struktural
terdiri dari kurang lebih 43% milik petani, pekebun, perkumpulan
koperasi. Kurang lebih 7% lebih milik perusahaan negara BUMN dan
sisanya adalah perusahaan swasta perkebunan. Jika harus dipenuhi hak
atas tanah dan izin usaha perkebunan, maka usaha petani, pekebun
malah terganggu dan tidak dapat melakukan aktivitas perkebunan. Oleh
karena itu, Yang Mulia, saya berkesimpulan bahwa Pasal 42 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014 tidak bertentangan dengan konstitusi.
Yang terakhir, Yang Mulia, keterangan ahli terhadap dalil
Pemohon yang ketujuh, ini yang terakhir Pasal 114 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2014. Penyesuaian bagi modal asing dilakukan
setelah hak guna usaha berakhir adalah sudah tepat. Karena masa
berlaku hak guna usaha sebagaimana diatur di dalam Pasal 29 Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah paling
lama 25 sampai 35 tahun dengan perpanjangan 25 tahun. Di samping
itu, Yang Mulia, sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa
pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan
keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. Di samping
itu, Yang Mulia, usaha di bidang perkebunan memerlukan investasi yang
cukup besar sebagai diperlukan perencanaan yang baik, mulai
penanaman sampai dengan pascapanen. Perencanaan usaha
perkebunan disesuaikan dengan masa berlaku (HGU), hal ini berlaku
juga terhadap investasi asing. Sebaliknya, jika waktu penyesuaian
investasi asing diberlakukan sebelum habis masa berlaku HGU akan
mengganggu usaha perkebunan dan antara lain melanggar hak
konstitusional pekerja, investor, mitra usaha, perbankan atau bahkan
dan pihak ketiga sebagai pemberi kredit.
Oleh karena itu, Yang Mulia, saya berkesimpulan bahwa Pasal 114
ayat (3) tidak bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.
Sebagai penutup, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,
wakil pihak Pemohon, dan wakil pihak Termohon. Saya berkesimpulan
bahwa seluruh frasa dari beberapa pasal Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 yang didalilkan oleh Pemohon tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap frasa
tersebut tidak perlu dimaknai sebagaimana dimohonkan oleh Pemohon.
Saran dari kami, Yang Mulia, perkenankanlah Ahli dengan segala
kerendahan hati memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi untuk berkenan mempertimbangkan dengan sungguh-
sungguh keterangan Ahli sebagai masukan dalam pengambilan
keputusan Mahkamah Konstitusi.
Sekian, terima kasih.

19
35. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih, Pak Tommy. Silakan duduk.


Untuk Ahli yang terakhir, Pak Dr. Ir. Iskandar, saya persilakan.

36. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: ISKANDAR ANDI NUHUNG

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.

37. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam wr. wb.

38. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: ISKANDAR ANDI NUHUNG

Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua.


Yang kami muliakan, Ketua Majelis Hakim dan Para Anggota
Majelis Hakim. Yang saya banggakan Para Pemohon, dalam hal ini
teman-teman dari (suara tidak terdengar jelas). Dan yang saya hormati,
saya cintai, dan saya banggakan adalah teman-teman dari unsur yang
digugat atau Termohon.
Yang Mulia, kami ingin menyampaikan bahwa tadi kami sudah
disumpah dan tentu kami akan menyampaikan sesuai dengan apa yang
kami ketahui dan keahlian kami terhadap Pasal 57 dan Pasal 58.
Sebelum saya tiba pada … apa namanya … kedua pasal itu, saya
ingin menjelaskan sedikit barangkali mengenai filosofi kemitraan di
bidang perkebunan ini. Yang pertama bahwa kita tahu Indonesia ini
pernah mengalami penjajahan dan kita tahu bahwa petani-petani kita
ketika itu dieksploitasi untuk kepentingan penjajah, sehingga terjadi
dualisme ekonomi di pedesaan dimana yang kuat mengeksploitasi yang
lemah.
Oleh karena itu, pemerintah ketika tahun 1957 melakukan
nasionalisasi perkebunan besar dipikirkan bahwa sumber daya nasional
yang dimiliki oleh bangsa ini harus juga dinikmati oleh rakyat karena
rakyatlah sebetulnya yang berdaulat di Republik ini. Oleh karena itu,
diintegrasikan skema perkebunan itu antara perkebunan besar dan
sedang, dan perkebunan rakyat. Dan itulah muncul kemitraan dalam
bentuk PIR perkebunan.
Yang Mulia, sebetulnya PIR kemitraan PIR ini tidak muncul tiba-
tiba, dia sudan berproses sejak tahun 1969. Dan pada tahun 1977 mulai
diimplementasikan di Aceh dan Sumatera Selatan. Filosofi daripada
kemitraan itu yang pertama adalah sebagai suatu bentuk mengakselerasi
pembangunan perkebunan yang diharapkan untuk mengisi pundi-pundi
nasional, menyejahterakan rakyat, dan eskpor. Itu yang pertama.

20
Yang kedua, pemerintah berusaha dalam hal ini melalui aset yang
ada untuk mencoba secara sistematis menghilangkan dualisme ekonomi
di pedesaan melalui pengembangan kemitraan pola PIR-BUN ini.
Yang ketiga yang menarik adalah pemerintah melakukan re-
distribusi aset nasional dan saya kira ini adalah semangat Undang-
Undang Dasar Pasal 33 dengan memberikan lahan kepada petani beserta
plasma pola PIR perkebunan, dan ini nanti terkait dengan pertanyaan
dari Pemohon. Jadi, ada re-distribusi aset. Bukan hanya lahan, tapi juga
pendanaan dimana pemerintah mengalokasikan pembiayaan, kemudian
juga tenaga dan teknologi, serta informasi. Jadi, ini adalah bentuk
tanggung jawab konstitusional pemerintah ketika itu di dalam rangka
mengangkat martabat kehidupan rakyat kecil.
Yang keempat adalah sebagai suatu bisnis, usaha perkebunan
harus mampu memenuhi skala ekonomi. Mengapa? Karena hanya
dengan skala ekonomi, kita bisa compete, kita bisa bersaing dengan
negara-negara lain. Oleh karena itu, digabunglah antara perkebunan
rakyat ini dengan perkebunan besar, supaya skala ekonomi itu bisa
diwujudkan karena kalau satu ST saja mengembangkan satu skala besar,
itu mungkin akan terjadi over atau unmanageable.
Kemudian yang selanjutnya perkembangan perkebunan pola PIR-
Bun atau kemitraan ini merupakan suatu bentuk membangun semangat
kebersamaan. Saya kira ini adalah satu pengejawantahan untuk
meningkatkan atau membangun integrasi antarkelompok masyarakat di
Indonesia dimana pihak-pihak yang bekerja sama saling percaya, saling
menghormati, dan saling memberi manfaat dengan demikian akan
memperkuat integrasi NKRI.
Kemudian pola kemitraan dengan PIR-BUN bisa dipahami sebagai
proses pembangunan yang mengacu pada amanah Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 33, kemudian juga terutama pada pasal yang terkait
dengan warga negara dan penduduk Bab 10 dalam undang-undang,
pasal-pasal yang terkait dengan hak asasi manusia, dan pasal-pasal yang
terkait dengan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial dimana
ada Pasal 33 di situ.
Ada satu hal yang menarik, Yang Mulia. Bahwa secara bisnis dan
ekonomi bisa dipahami bahwa sebagai proses pembangunan, maka
sebetulnya PIR-BUN merupakan salah satu bentuk partisipasi dunia
usaha untuk ikut mengambil bagian di dalam membangun
pembangunan. Kalau hitung-hitungan ekonomi saya sebagai pengusaha,
saya lebih senang mengolah sendiri 1.000 hektar ketimbang 1.000
hektar itu saya serahkan juga kepada rakyat karena itu akan menambah
cost bagi saya.
Ini barangkali yang perlu juga kita apresiasi, hargai dunia usaha
yang telah bersedia sebagai bentuk tanggung jawabnya didalam rangka
sebagai warga negara, sebagai perusahaan nasional, dan tentu sebagai
… apa namanya ... pihak yang kita harapkan bisa membangun ke depan.

21
Kemudian yang selanjutnya pada pola kemitraan PIR-BUN ini
terjadi transformasi secara langsung knowledge, teknologi, kemudian …
apa namanya ... informasi dan jika transformasi itu berjalan lancar akan
mempercepat proses difusi teknologi. Jadi kita kan selama ini
menganutkan bahwa petani itu tidak menggunakan teknologi karena
difusinya lambat, oleh karena itu pola pikir ini merupakan salah satu
bentuk untuk akselerasi difusi teknologi kepada petani.
Kemudian yang selanjutnya adalah usaha perkebunan
menghasilkan produk yang tradeable atau exportable secara tidak
disadari mungkin sebetulnya kita mengintegrasikan ekonomi dunia
dengan ekonomi desa, kita juga mencoba mendidik, meng-educate
masyarakat kita di pedesaan untuk memahami ekonomi internasional
dan ekonomi moneter.Jadi itu kira-kira filosofi yang … apa namanya ...
menurut saya dan kebetulan saya dulu meneliti mengenai PIR-BUN ini di
Sumatera Selatan Tahun 1986 sampai 1990.
Yang Mulia yang terhormat, Yang Mulia yang kami hormati. Saya
tiba pada karena waktunya terbatas Pasal 57 ayat (2) tadi, saya kira
sudah disampaikan tadi oleh rekan Pak Ermanto bahwa memang kalau
lihat secara … apa namanya ... apa yang diusulkan atau yang dimohon
oleh Pemohon sebetulnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945. Karena seperti juga yang dipahami oleh Pemohon bahwa
ayat (1) dan ayat (2) itu pada Pasal 57 Undang-Undang Nomor 39 (suara
tidak terdengar jelas) merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Bahwa (suara tidak terdengar jelas) peserta kemitraan pola
PIR-BUN, pola kerja sama yang dimaksud sudah tertuang dalam
perjanjian. Jadi ada dua perjanjian minimal ketika kita membangun
suatu kemitraan perkebunan.
Perjanjian antara pemerintah dengan dunia usaha yang disebut
dengan KKI (Kontrak Kerjasama Induk), kemudian antara pengusaha
dan petani sebagai bentuk break-down daripada KKI itu sendiri. Dan oleh
karena itu apa pun yang dihasilkan di dalam kontrak antarpetani dengan
pengusaha itu adalah merupakan turunan daripada kerja sama antara
pemerintah dengan … apa namanya ... dunia usaha.
Tentu kita sadari bahwa saya juga masih menemukan bahwa
tidak semua plasma itu mencapai kesuksesan, keberhasilan, itu kita
harus akui. Tapi kalau kita petakan secara keseluruhan pada umumnya
telah mengalami perubahan peningkatan kondisi sosial ekonomi.
Saya ingin mengatakan, Yang Mulia bahwa penelitian saya
membuktikan bahwa ternyata dengan pola PIR-BUN ini, itu bisa
mengubah paradigma dari urbanisasi menjadi ruralisasi, orang kota
pindah ke desa. Ini suatu hal yang menggembirakan kalau menurut saya
karena penduduk di kota yang padat dia bisa pindah ke desa dengan
adanya PIR-BUN, kemitraan di sana. Banyak mereka menangkap
peluang-peluang ekonomi yang ada di sana, saya temukan peningkatan
infrastruktur di luar … apa namanya ... program itu sendiri, kemudian

22
terjadi yang barangkali juga harus kita lihat bahwa terjadi interaksi
antarpenduduk sehingga … apa namanya ... rasa persatuan itu semakin
meningkat.Saya kira itu adalah bagian dari … apa namanya ... dampak
dari pengembangan dari suatu pola perkebunan pola PIR-BUN ini.
Bapak Yang Mulia yang kami hormati dan hadirin yang
berbahagia. Pasal 58 ayat (1). Saya kira kalau kita lihat konsepnya,
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan itu sebetulnya ada beberapa jenis,
ada namanya PIR lokal, ada PIR khusus, adalah PIR trans, ada PIR
perbantuan, dan terakhir ada PIR KKPA dan sebagainya, dan sebagainya.
Semuanya ini memiliki kriteria yang berbeda, kriteria yang berbeda. Dan
oleh karena itu, kalau kita mau melihat … apa namanya … hubungan
pemilikan tanah dengan inti ini, tentu kita melihat dia jenisnya PIR-BUN
apa? Apakah lokal, transmigrasi, khusus, perbantuan, atau apa?
Apabila kita melihat misalnya PIR lokal. Pir lokal itu adalah suatu
bentuk pola PIR atau kemitraan yang dibangun oleh pemerintah pada
lokasi-lokasi perkebunan rakyat yang sudah ada. Di sana didatangkan
inti untuk menjadi, membina petani sekitarnya, itu PIR lokal. Sehingga
kalau kita lihat … apa namanya … pengusaha atau inti ini memang
mendapatkan sertifikasi hak guna usaha. Sedangkan untuk petani,
mereka mendapatkan sertifikat hak milik apakah itu dari pemerintah atau
dari tanahnya sendiri yang dia kelola.
Kemudian Pasal 58 ayat (2). Kalau kita melihat, mungkin …
mungkin saya memaknai bahwa kalimat yang disepakati sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan mungkin yang dimaksud adalah bentuk
pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Saya kira saya sudah jelaskan, Yang Mulia. Bahwa memang
sumber pembiayaan ini sangat banyak, sangat banyak. Saya katakan
tadi bahwa pembiayaan itu bisa dari APBN, bisa bantuan luar negeri,
kemudian bisa dari pinjaman perbankan. Bahkan ada KKPA. Mungkin ke
depan ini mungkin juga sekarang ada KUR, ada yang lain-lain
sebagainya.
Oleh karena itu, saya kira menarik dilihat bahwa usulan dari …
apa namanya … ada satu usulan dari teman-teman ini saya kira mungkin
bisa dipertimbangkan. Tapi itu sudah diakomodir di dalam Pasal 58.
Bahwa fasilitasi perkebunan itu akan diatur dengan suatu ketentuan
tersendiri.
Saya kira itulah beberapa catatan dari saya karena waktunya
singkat. Terima kasih atas perhatian Bapak Yang Mulia, hadirin yang
berbahagia. Assalamualaikum wr. wb.

39. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Iskandar. Berikutnya kita


akan mendengar keterangan Saksi. Pak Misdan saya persilakan. Silakan.
Pak Misdan petani, pekebun ya?

23
40. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Ya, Pak.

41. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Di?

42. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

43. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, akan menceritakan apa, silakan.

44. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam


sejahtera bagi kita semua. Bapak Sidang Majelis Hakim yang kami
hormati, Pihak Termohon, Pemerintah yang kami banggakan. Kami
adalah petani kelapa sawit PIR tran, yang berangkat dari Jawa pada
tahun 1992, jatuh dan ditempatkan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Pada saat itu, kami adalah buta dalam hal kebun kelapa sawit
yang bagus. Dengan adanya pola kemitraan dari perusahaan yang
dibimbing kami mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemupukan, dan
pada akhirnya di tahun 1996 kita dapat konversi. Artinya layaknya sesuai
dengan dinas perkebunan dan standarisasi telah layak dibagikan kepada
petani. Dan seterusnya pola pembinaan berlanjut dari pemitra, cara
pemeliharaan, dan sebagainya. Sehingga kami sebagai petani PIR dapat
hidup layak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Pemerintah. Yaitu
tentunya kita dapat memperbaiki rumah kami, memperbaiki tempat-
tempat ibadah, dan juga pada akhirnya kita dapat menyekolahkan anak
kami. Dan pada saat ini terus terang saya akui, Pak. Anak kami sudah
duduk di semester 6 di Manajemen Informatika di Provinsi Riau. Jadi
kami sangat berbangga dengan adanya pola kemitraan yang disajikan
oleh perusahaan.
Jadi kami merasa benar manfaat itu ada pada kami. Seandainya
kami dahulu tidak berangkat transmigrasi, kemungkinan tidak seperti ini.
Itulah secara ringkas dan sangat kami berharap kepada pihak
perusahaan tentunya. Pada saat ini kami telah usia sawit kami sudah 24
tahun, Pak, menjelang masa replanting. Dengan adanya pembinaan
yang disampaikan oleh perusahaan dan pola kemitraan yang baik, kami
pada saat ini telah mempunyai tabungan replanting. Jadi sedikit untuk

24
membantu (suara tidak terdengar jelas) kami di masa replanting.
Kemungkinan nanti dari Pihak Pemerintah membantu penanamannya.
Mungkin itu yang dapat saya sampaikan sekilas. Dan saya
berharap kepada seluruh Majelis Hakim, Pemohon. Ini adalah cerita yang
sebenarnya, tidak ditambah dan tidak dikurangi. Demikian yang dapat
saya sampaikan. Assalamualaikum wr. wb. dan selamat siang.

45. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak Misdan. Berikutnya, Pak Akhmad Sadowi, saya


persilakan. Ya, Pak Akhmad ini juga anu, ya … pekerjaannya wiraswasta?
Bukan petani, bukan pekebun?

46. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Wiraswasta, dalam arti sebagai petani juga, Pak.

47. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, baik. Di anu … Riau juga, ya?

48. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya, Pak.

49. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Indragiri Hulu?

50. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Indragiri Hulu.

51. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, silakan.

52. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Bismillahirrahmaaniirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam wr. wb.

25
54. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Bapak Majelis Hakim dan Ibu yang saya hormati, Bapak dan Ibu-
Ibu semuanya yang berhadir … yang berbahagia. Izinkan saya
menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya alami selama berada di
Indragiri Hulu, Pak.
Sejarah saya, berangkat dari Brebes, Pak, Jawa Tengah adalah
mengikuti orang tua transmigrasi di tahun 1981. Trans pada saat itu
adalah trans umum, Pak, trans umum. Kemudian, selama di lokasi trans,
saya bersama orang tua bercocok tanam sesuai dengan arahan
pemerintah dari tanaman palawija, padi, dan sebagainya, Pak. Namun
karena mungkin daerahnya tidak seperti di Jawa, kami dan orang tua
tidak seperti harapan kami ingin hidup layak, Pak. Karena bertanam padi
tidak panen, bertanam jagung digusur babi. Kalaupun panen, tidak laku,
Pak, pada saat itu. Karena tidak ada yang menjamin pembelian daripada
produk-produk pertanian kami.
Kemudian, pada tahun 1996, Pak, kami beserta rekan-rekan yang
lain petani di sana, trans umum, bersama-sama mengikuti program yang
diberikan oleh pemerintah, yaitu KKPA, Pak. Kalau enggak salah
kepanjangannya Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya, Pak.
Kami dibangunkan kebun dari lokasi yang diberikan oleh pemerintah ¼
hektare lahan pekarangan, 1 hektare lahan usaha pertama, dan ¾ lahan
usaha dua diberikan kepada kami satu kavling, Pak, 2 hektare.
Kehidupan pada saat sebelum dibangun, Pak, sangat susah, Pak,
kami. Bahkan, saya sebagai anak petani, Pak, pernah juga tidak
diberikan nasi oleh orang tua, Pak, saking susahnya di sana. Makannya
ubi, Pak. Bahkan, pisang muda itu dicacah, Pak, direbus. Menangis saya
pada saat itu, Pak. Alhamdulillah, dengan kemitraan ini, Pak, dengan
KKPA, kemudian kami dibimbing, bagaimana cara bertanam sawit,
bagaimana cara mengelola perkebunan, bagaimana cara mengelola
keuangan yang bergabung di dalam koperasi, Pak. Alhamdulillah, Pak,
secara ekonomi, kesejahteraan kami cukup meningkat, Pak. Dalam
perjanjian itu, Pak, kami dengan bermitra mulai KKPA ini melalui
koperasi, itu didampingi oleh pemerintah, Pak. Tidak sendiri kami berdua
dengan perusahaan.
Kemudian, pada saat tahun 2000, Pak, kavling itu atau kebun
sawit itu diserahkan atau dikonversikan kepada petani yang sebelumnya
dinilai oleh pemerintah kabupaten dan provinsi kelayakannya, Pak. Layak
atau tidak layaknya.
Kemudian, dalam perjalanannya, kami dibimbing dari mulai
pengelolaan kebun, pembangunan infrastrukturnya, Pak. Kemudian,
diberi bimbingan teknis, baik itu bagaimana cara memupuk, bagaimana
cara memanen yang baik. Sehingga, alhamdulillah, Pak, kebun kami
terawat dengan baik sampai dengan hari ini. Dan yang tidak bisa kami
bayangkan, Pak, seperti halnya yang kami lihat di petani-petani sawit

26
yang lainnya adalah jaminan pembelian atas hasil panen kami, Pak. Dan
jaminan harga yang disesuaikan dengan ketentuan yang ditentukan oleh
pemerintah provinsi melalui dinas perkebunan, Pak. Jadi, yang kami
rasakan, tidak pernah yang namanya buah sawit kami itu, Pak, tidak
ditampung oleh mitra. Dan harganya tidak sekonyong-konyong
semaunya mitra. Tidak demikian, Pak. Tetapi, melalui harga yang
ditentukan oleh pemerintah kabupaten … pemerintah provinsi melalui
dinas perkebunan. Tidak seperti saudara saya yang lain atau tetangga
yang lain, Pak, yang tidak dengan kemitraan itu. Kalau pabriknya penuh,
setop, tidak bisa menerima buah. Kemudian, kalau lagi panen raya,
harganya jatuh. Kalau kami, alhamdulillah, Pak, jika tidak ada krisis,
memang harga yang turun, itu kami tidak mengalami itu semua, Pak.
Untuk itu, saya memberikan kesaksian ini karena saya sebagai
pelaksana langsung, sebagai petani langsung, melaksanakan langsung,
merasakan langsung manfaat dari kemitraan, Pak. Bagaimana saya bisa
menanam sawit yang baik, bagaimana saya bisa memelihara sawit yang
baik, kalau tidak dibimbing secara teknis agronomis. Sementara kami di
sana pada saat itu, tidaklah sekolah tentang agro … agrobisnis atau
tentang perkebunan, Pak.
Untuk itu, kemitraan menurut saya, untuk mengangkat petani kita
yang lain juga, Pak. Yang masih petani swadaya itu, harapan saya
nantinya bisa diakomodir oleh pemerintah dan bisa diakomodir oleh
perusahaan yang mau memitra, yang peduli dengan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama adalah petani yang
ada di desa-desa, Pak.
Kemudian, keadaan saat ini, Pak, kami di sana alhamdulillah
infrastruktur kami sudah bagus, Pak. Kalau dulu kita mau ke Puskesmas
atau mau ke rumah sakit sangat sulit, Pak jalan kaki, pakai sepeda.
Kalau sekarang Alhamdulillah, Pak, hampir setiap desa yang ada di
sekeliling desa kami yang bermitra dengan perusahaan, Pak, dengan
pola KKPA itu sudah masing-masing memiliki ambulance. Kalau yang
namanya sarana ibadah, Pak, insya Allah tidak kalah dengan yang ada di
kota-kota besar.
Kemudian, kepemilikan aset daripada para petani kami, para
rekan kami, dan saya sendiri, Pak. Yang namanya sepeda motor itu
enggak cukup satu, Pak lebih dari dua bahkan mobil juga tidak hanya
ada yang di kota, Pajero, Pak. Di kampung kami juga mampu membeli.
Karena saking kesejahteraan karena ada jaminan tadi, Pak. Kalau panen
banyak tidak dijamin yang beli mau untuk apa, Pak. Tidak ada gunanya.
Nah, untuk itu kemitraan ini sangatlah baik yang kami rasakan, yang
kami alami di sana.
Kemudian, keprihatinan saya tentunya, Pak terhadap teman-
teman atau sekeliling saya yang belum kemitraan itu, Pak. Di samping
infrastruktur daripada perkebunan itu yang harganya tinggi, Pak. Itu
tidak mampu kita biayai sendiri, Pak. Untuk menyatukan satu sama lain

27
petani juga sulit, Pak, tetapi dengan mulai kemitraan yang tergabung
dalam koperasi, itu sangat bagus, Pak. Kita sepakat bersama-sama
menjaga infrastruktur untuk mendistribusikan hasil panen kami sampai
kepada pabrik, Pak. Karena sawit ini tidak, tidak bisa disimpan, Pak, satu
hari itu sudah harus langsung didistribusikan ke pabrik. Kalau tidak, dia
busuk, Pak. Itu untuk sawit.
Kemudian, harapan saya, Pak dan tentu ini karena saya
mengalami buat kesejahteraan saudara-saudara kita baik yang ada di
Indragiri, Pekanbaru maupun di seluruh Indonesia ini, Pak, menurut saya
bolehlah semua sektor itu dimitrakan, Pak. Yang paling penting adalah
yang penjaminan dari pada pembelian hasil panen itu sendiri, Pak. Kalau
teknis agronomisnya kita berikan juga kepada saudara-saudara kita
petani, tapi hasil panennya tidak ada yang jamin untuk membeli baik
pembeliannya pun harganya yang sesuai, Pak, tentu tidak ada artinya
atau tidak maksimal, Pak. Untuk itu, pada kesempatan ini Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi yang saya hormati kemitraan ini menurut saya
mohon untuk diteruskan dan ditingkatkan ke arah yang sudah baik ini ke
arah yang lebih baik, kalau baru sedikit tentu dikembangkan di seluruh
Indonesia, Pak.

55. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya.

56. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Itu saja, Pak.

57. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya.

58. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Terima kasih.

59. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak.

60. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Assalamualaikum wr. wb.

28
61. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam. Ini Para Hakim bisa pindah ke Riau anu punya


Pajero ini. Hakimnya beli Pajero saja susah itu. Terima kasih, Pak
Akhmad Sadowi.
Kita masih punya waktu kira-kira 15 menit ini dari pemerintah,
apakah akan menanyakan atau memperdalam lebih lanjut atau cukup?
Silakan. Ada, silakan. Tolong Ahli dan Saksi kalau ada pertanyaan
dikumpulkan dulu, nanti dijawab bersamaan setelah seluruh pertanyaan
atau tanggapan atau respons disampaikan. Saya persilakan, Pemerintah.

62. PEMERINTAH:

Terima kasih, Majelis Hakim yang saya hormati. Ingin


menanyakan kepada Pak Rasidin, barangkali bedanya antara benih
dengan sumber daya genetik yang sekarang ini kita … yang dulu disebut
Plasma nutfah, sekarang ini sumber daya genetik itu seperti apa?
Yang kedua, tadi Bapak sampaikan bahwa keberhasilan dalam
pembangunan perkebunan itu ditentukan dari jelek baiknya benih. Nah,
oleh karena itu, dalam rangka untuk memperoleh benih tadi juga sudah
disampaikan ada tentunya pelepasan varietas yang dilakukan oleh
pemulia yang akan dilepas oleh pemerintah, itu yang pertama untuk Pak
Rasidin.
Kemudian tadi juga barangkali untuk Saksi Ahli, Pak … Saksi, Pak.
Kedua Saksi tadi saya dengarkan memang sangat menarik bahkan
Majelis Hakim juga ingin transmigrasi ke sana. Kemitraan itu didasarkan
paksaan atau kesukarelaan? Saya ingin tahu. Karena barangkali itu, ya,
ada satu pendapat seolah-olah kemitraan ini karena program
pemerintah, dipaksa, itu saja, Pak. Terima kasih Majelis Hakim.

63. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya. Baik.

64. PEMERINTAH:

Terima kasih.

65. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. dari Pihak Terkait ada? Silakan.

29
66. KUASA HUKUM KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: SADINO

Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait ini khusus kepada
Ahli Saudara Dr. Ermanto. Tadi ada yang namanya Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 55/PUU-VIII/2010 yang saya ingin pertegas. Apakah
dengan pengaturan di dalam Pasal 55 dan 107 tersebut, ini untuk
mengisi kekosongan atau memang ini ada perubahan-perubahan.
Terus selanjutnya mungkin dari Pak Andi Nuhung tadi. ada yang
namanya redistribusi aset tadi, Pak. Nah, yang dimaksud redistribusi aset
tadi misalnya di petani, apakah dalam bentuk saham atau dalam bentuk
apa-apakah dimungkinkan ke sana itu, Pak?
Terus juga kaitannya dengan … saya juga tertarik mau
transmigrasi juga, Pak sebenarnya. Tadi disampaikan tentu dalam
konteks inilah pembinaan. Saya akan bertanya mungkin di tempat lain,
apakah di Rokan Hulu dan di Kampar tersebut, apakah memang
pemerintahnya aktif dalam konteks misalnya membimbing perjanjian
atau tidak? Apakah perjanjian hanya dari perusahaan, pokoknya mau
enggak mau ya ini sudah, gitu saja. Tentu supaya ada yang selama ini
dikatakan bahwa tidak ada keseimbangan dalam perjanjian. Saya kira itu
yang saya sampaikan. Terima kasih, Yang Mulia.

67. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Dari Pemohon?

68. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN

Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama terhadap Ahli Pak Rasidin
Azwar ya, Pak Dr. Ir. H. Rasidin Azwar, MS. (suara tidak terdengar jelas).
Terkait soal benih atau apa … pemuliaan, bolehkan pertama petani
memuliakan benih kebun atau perkebunan?
Kemudian yang kedua, bagaimana pendapat Ahli tentang putusan
Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Sistem
Budidaya Tanaman ya yang memperbolehkan petani kecil memuliakan
tanaman? Dan hal itu sudah juga di … apa namanya … diintroduksi juga
dalam putusan terkait Undang-Undang Holtikultura, ya. Di mana
Mahkamah juga menegaskan soal bahwa sumber daya genetik atau
plasma nutfah ini adalah suatu yang harus dikuasai oleh negara dan
kemudian Mahkamah juga menempatkan para petani kecil itu adalah
sebagai sesuatu yang tidak boleh dikesampingkan dalam posisi mereka
secara turun temurun, teknologi, dan lain sebagainya … apa namanya …
menguasai juga praktik teknologi perbenihan atau pemuliaan tanaman.
Lalu berikutnya adalah mungkin Pak Dr. Ermanto ya tadi soal
konflik agraria di perkebunan. Bagaimana menurut Ahli, apakah konflik-
konflik perkebunan … agraria di perkebunan itu adalah konflik masa lalu

30
atau konflik yang juga terjadi dalam proses pembangunan perkebunan
hingga hari ini? Gitu, ya. Karena kalau tadi di … apa … disaksikan oleh
saksi dari tadi ini, sepertinya manis semua, kan gitu. Sampai saya juga
ingin juga itu ke Rokan … apa … Indragiri itu.
Kemudian berikutnya pola kerjasama ini soal apa … pola
kerjasama perkebunan itu apa saja? Tadi sebenarnya sudah disebutkan
ya, beberapa pola kerjasamanya, tapi apakah ada perbedaan gitu ya,
atau apa perbedaan antara pola kerjasama dengan prinsip kerjasama
dalam perkebunan? Nah, ini yang saya kira kadang kita agak (suara
tidak terdengar jelas) dengan connect permohonan yang kita ajukan.
Lalu ini banyak, Yang Mulia, mohon maaf. Jadi biar ini. Yang
berikutnya adalah kalau kemudian … tadi beberapa juga benih ya
diinikan, kalau benih kemudian diserahkan kepada korporasi ya atau
industri yang mana hari ini saya kira di beberapa waktu dalam undang-
undang yang tadi disebutkan ya dalam pengujiannya, lalu kemarin ahli
kami datangkan juga soal monopoli koorporasi benih di … baik itu yang
tanaman pangan maupun yang … apalagi yang kebun, nah ini
bagaimana dengan posisi petani kita dengan posisi yang tadi penekanan
bahwa benih itu baik apa … jeleknya akan menentukan … apa namanya
… keberhasilan usaha-usaha perkebunan? Gitu, ya. Nah, ini artinya kalau
di situ berarti petani kecil khususnya tidak mampu menjamin masa
depan apa … ininya. Nah, ini bagaimana konteks … ya katakanlah negara
atau pemerintah dalam menginikan, seperti itu.
Nah, terkait masalah hukum adat. Mungkin tadi … mungkin nanti
siapa yang menangkap dengan ini, tapi paling tidak (…)

69. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Pak Tommy mungkin tadi hukum adat itu.

70. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN

Oh ya, Pak Tommy ya. Soal … apa … bahwa masalah hukum adat
itu kan punya perangkat hukum yang itu menjadi salah satu syarat
keberadaan masyarakat hukum adat terkait mekanisme musyawarah
masalah hukum adat itu. Nah, bagaimana pengakuan katakanlah negara
dan pelaku usaha perkebunan dalam katakanlah memaknai dan
kemudian melakukan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat
dengan konteks … apa namanya … musyawarah itu sesuai dengan
hukum adat yang ada dalam masa … yang berlaku dalam masyarakat
hukum adat tersebut? Kalau kemudian dihubungkan dengan katakanlah
tata caranya diatur melalui peraturan perundang-undangan yang tidak
ada penegasan terkait soal bahwa mereka juga boleh menentukan yang
berlaku untuk melakukan musyawarah itu adalah pakai tata cara

31
katakanlah hukum adat yang kami akui dalam konteks maksimum di
tempat yang akan dijadikan lahan usaha perkebunan.
Mungkin itu beberapa yang … ini satu lagi, Yang Mulia, terkait
soal … apa namanya … bahwa tadi juga dikatakan soal Pak Tommy juga
kalau tidak salah Pak Ahli Pak Tommy izin prinsip izin lokasi, izin usaha
budidaya, dan lain sebagainya, lalu diakhiri dengan HGU itu ya, ini … apa
namanya … dalam konteks keterangannya tadi kan mempertanyakan
soal bahwa rakyat tidak punya katakanlah penguasaannya besar dalam
konteks usaha perkebunan rakyat tapi … apa namanya … kepemilikan
katakanlah dokumen hak atas tanah itu pasti tidak … tidak … tidak jauh
lebih baik dibanding katakanlah korporasi, maka pilihannya adalah
pilihan begitu ya boleh punya HGU boleh punya izin-izin saja.
Nah, padahal dalam konteks Undang-Undang Pokok Agraria ya
ada ketentuan luasan-luasannya, kan begitu, bagi apa korporasi yang
luasannya sekian, dia harus punya HGU dan lain sebagainya. Nah,
ketentuan-ketentuan itu yang saya kira penting ditegaskan bahwa apa …
permohonan yang kami ajukan terkait bahwa harus atau tidak … tidak
pilihan ya antara izin dan/atau hak atas tanah dalam kolom HGU bagi
ketentuan yang mengacu kepada Undang-Undang Pokok Agraria harus
diberlakukan bahwa usaha perkebunan harus memulai (…)

71. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Agak dipersingkat Pemohon.

72. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN

Ya, memulai dengan adanya hak guna usaha tersebut gitu. Itu,
Yang Mulia. Demikian. Terima kasih.

73. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, terima kasih. Dari meja Hakim, cukup ya. Oh, Prof. Maria.
Silakan, Prof.

74. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Terima kasih, Pak Ketua. Saya mau menanyakan ini bagaimana.


Dari Pak Tommy dikatakan untuk Pasal 30 ayat (1) ya di sana. Pasal 30
ayat (1) itu mengatakan varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari
luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas oleh
pemerintah pusat atau diluncurkan oleh pemilik varietas. Pak Tommy
menyatakan bahwa pasal itu varietas pemuliaan itu pasal itu tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar karena hanya mengatur
peredaran varietas dari hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri,

32
bukan dimaksudkan untuk varietas hasil pemuliaan petani kecil dalam
negeri.
Pemohon di dalam permohonannya menginginkan bahwa pasal itu
kemudian diberikan conditionally bahwa kemudian dinyatakan
dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. Nah, ini dari
pihak Pemerintah tadi kalau saya melihat kok kelihatannya semua bagus-
bagus saja begitu. Tapi pada kenyataannya di sini Pemohon mendalilkan
dalam halaman 53 bahwa dalam faktanya benih-benih bersertifikat dari
pemerintah tidak memberikan jaminan mutu, jaminan tidak diserang
hama, penyakit, dan rakus pupuk, serta pemisahan petani kecil dengan
aktifitas pemuliaan tanaman akan menghilangkan pengetahuan budi
daya tanaman lokal dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
petani.
Jadi tadi Prof. Tommy … Pak Tommy mengatakan tidak
bertentangan tetapi Pemohon mengatakan bahwa itu harus dimaknai
bahwa dikecualikan oleh petani kecil. Saya mau menanyakan bagaimana
sebetulnya kalau dalam faktanya Pemohon mengatakan seperti ini,
bagaimana kemudian melaksanakan pemberian benih atau pemerintah
bagaimana memberikan hal-hal ini kepada petani sehingga petani tidak
merasa bahwa apa yang diberikan oleh pemerintah, benih-benih yang
bersertifikat itu kemudian sesuai dengan keinginan masyarakat? Jadi, di
sini dikatakan benih bersertifikat di pemerintah tidak memberikan
jaminan mutu, jaminan tidak diserang hama penyakit, dan tidak rakus
pupuk. Ini bagaimana caranya untuk memberikan atau bagaimana
kemitraan antara pemerintah dan para petani ini sehingga apa yang
didalilkan oleh Pemohon ini tidak terjadi karena di sini petani
menganggap bahwa walaupun ada dari pemerintah tapi itu tidak sesuai
dengan keinginan mereka. Bagaimana mekanisme pelaksanaan dari
pemberian benih dan hal-hal yang menjamin rakyat ini supaya mereka
dapat berkebun dengan baik karena Pak Tommy mengatakan itu tidak
bertentangan tapi permasalahannya adalah yang tidak bertentangan itu
kenapa Pemohon kemudian mendalilkan bahwa ya memang ada tapi itu
tidak sesuai dengan keinginan mereka? Saya rasa itu, Pak Ketua.

75. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Oh, Pak Hartoyo.

76. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Pak Ketua.

77. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan.

33
78. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Yang Mulia. Saya ke Pak Ermanto ya. Kan


persoalannya begini, Pak Ermanto bahwa tidak semua masyarakat itu
kan mau bermitra, tidak semua orang yang bertempat tinggal di wilayah
perkebunan mungkin juga masyarakat biasa atau masyarakat adat itu
mau bekerja sama dengan bermitra. Nah, mestinya tadi juga ingin saya
usulkan kalau di forum sidang ini kalau masih ada persidangan yang
akan datang, coba juga dihadirkan para pekebun yang tidak mau
bermitra itu. Jangan hanya yang mau bermitra yang ceritanya baik-baik
tadi yang seperti Mas siapa tadi bisa beli mobil Pajero, yang teman-
teman yang lain yang tidak bermitra yang dikatakan tadi nasibnya lebih
susah itu, apa argumentasi mereka itu lho? Tapi itu ... itu hal lain yang
ingin saya tanyakan itu sebenarnya bukan itu Pak Hermanto.
Sebetulnya begini, Pak Hermanto, ketika seseorang atau
masyarakat itu tidak mau melepaskan wilayahnya untuk bekerja sama
dengan pihak swasta, ini dalam konteks masyarakat adat ya, dan nanti
juga Pak Andi juga ini ada serempetannya. Masyarakat ini kan hanya
mendapatkan ... sebenarnya mendapatkan pengakuan saja, tidak
mendapatkan perlindungan sebenarnya, ini untuk masyarakat adat.
Sehingga dari segi legalitasnya, barangkali alasan mereka itu sangat
lemah. Nah ketika kemudian mereka ini tidak mempunyai alasan yang
kuat, masyarakat adat ini karena hanya pengakuan, perlindungan
hukumnya tidak ada, otentiknya enggak ada, bagaimana dengan kaitan
Pasal 55, Pasal 107, dan Pasal 57 ... Pasal 57 enggak, Pasal 55 dan Pasal
107. Di situ dikatakan, “Setiap orang yang tidak ... secara tidak sah
dilarang.” Saya kira urgensinya sangat kuat, antara tidak sah itu adalah
tentang alasan tadi kan. Nah, bagaimana kalau kemudian Pasal 55 ini,
serta merta diterapkan, dan juga Pasal 107 ini, khususnya yang di angka
b, huruf b terhadap masyarakat dengan hak ulayat atau masyarakat
hukum adat itu yang notabenenya mereka itu sangat lemah dari segi
alasan tadi. Apakah kemudian pasal ini menurut Bapak-Bapak, Pak
Ermanto dan Pak Andi, ini bisa memberikan perlindungan kepada para
masyarakat adat dengan hak ulayatnya itu? Saya mohon ... mohon
tanggapan dari kedua Narasumber Ahli.
Dengan Saksi Pak siapa? Pak yang dari Brebes, Mas? Itu kalau di
sana, yang tidak mau bermitra juga banyak, ya? Yang tidak mau
bermitra dengan perusahaan-perusahaan.

79. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Pak Hakim yang saya hormati, untuk yang tidak mau bermitra,
Pak, saya sendiri tidak tahu persis, Pak.

34
80. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Lah tadi? Anda membandingkan tadi?

81. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Maksudnya tadi (...)

82. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Dengan kehidupan yang lebih ... lebih tidak sama dengan Anda
tadi?

83. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Begini, Pak. Di sana itu kan kami bermitra dengan pola KKPA. Di
samping itu ada juga yang tidak bermitra, Pak. Mereka petani swadaya.

84. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya.

85. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Tanam sendiri begitu, Pak.

86. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Tapi kan jenis tanamannya sama.

87. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Jenis tanamannya ada yang sama.

88. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sama kan.

89. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ada yang beda juga, ada yang sama.

90. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Sawit juga misalnya kan.

35
91. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya, ya.

92. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Nah, itu kenapa argumentasi mereka tidak mau bekerja sama itu?

93. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Begini, Pak. Yang kerja sama ini, kita kan dulu mencari, Pak.

94. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, ini yang ditanyakan yang tidak kerja sama itu. Kalau Anda kan
jawabannya yang sudah diterangkan tadi.

95. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya.

96. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Enggak tahu ya, kenapa mereka tidak mau bekerja sama itu?

97. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Yang tidak kerja sama bukan tidak mau Pak, hari ini sebagian
mereka juga meminta untuk minta kerja sama, Pak. Meminta untuk
diakomodir untuk bermitra, Pak. Kalau sudah ... karena begini, kita yang
bermitra ini kan jauh lebih baik, Pak. Dari tadi kalau diceritakan benih,
produksi, dan sebagainya, kami yang terbaik.

98. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Hambatannya apa yang mereka hari ini mau bermitra kemudian


yang mau Anda ceritakan itu?

99. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Yang mau bermitra, Pak, sekarang ini?

100. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya.

36
101. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Pertama adalah jaminan pembelian.

102. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, kemudian apa yang terjadi? Mereka ingin bermitra?

103. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya.

104. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Kemudian apa yang terjadi? Terus bermintra apa ada hambatan?

105. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Begini, Pak. Kalau ke perusahaannya, mereka memang memohon


untuk bermitra.

106. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

He em.

107. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Bahasanya begini, Pak, “Kami sudah capek bahwa kok yang


berhasil orang ex transmigrasi? Kami yang tidak ex ini kok tidak
disentuh-sentuh?” Seperti itu, Pak. Mereka mengajukan, tetapi kan ada
beberapa tentu kriteria, Pak, atau ketentuan entah itu dari pemerintah
daerah maupun kriteria yang diberikan oleh perusahaan untuk bisa
bermitra dan yang tidak kalah pentingnya adalah perbankan kan, Pak
yang mendanai.

108. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Bukan anu ya, bukan karena Anda ... maaf ya, karena
transmigran, tingkat ketergantungannya tinggi, sehingga mau bermitra,
sementara yang tidak transmigran, itu kan kepercayaan dirinya mesti
lebih ada, kemudian lebih baik dia swadaya. Bukan itu sebenarnya yang
terjadi?

37
109. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Tidak, Pak.

110. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Meskipun akhirnya ... hasil akhirnya Anda yang lebih beruntung,


gitu lho?

111. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya.

112. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ha?

113. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya, Pak.

114. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya.

115. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya, jadi begini, Pak. Di sisi yang kita ex transmigrasi, Pak. Yang
lokalannya ada juga Pak yang sudah dimitrakan ada, yang sama-sama
dengan pola KKPA ini juga ada, Pak. Yang tadi kan tergantung pada
kondisi, Pak, apakah memang itu bisa diterima oleh mitranya itu sendiri,
Pak? Kan kalau kemitraan ini kan kedua pihaknya sepakat, Pak, mau.
Kan begitu, Pak. Ada yang memang tahu, mau, gitu kan, Pak.

116. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, ya, sudah. He em.

117. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Nah seperti itu, Pak. Perusahaanya tidak mau juga kan tidak bisa,
Pak, begitu. Dua pihaknya harus sama-sama mau.

38
118. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, itu jelas. Justrunya yang dipersoalkan Pasal 57 oleh Pemohon


itu kan kesepakatan itu.

119. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya.

120. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Tapi kesepakatan itu apakah sebenarnya kontennya itu, itu karena


Anda kepepet karena ada ketergantungan dengan ... ya, ya, Pak Andi, ya
… dengan pengusaha, sehingga pada akhirnya mau bermitra. Tapi
masyarakat yang tidak mau bermitra itu sebenarnya dia merasa tidak
tergantung, itu lho. Sebenarnya esensinya di situ, Pak. Tapi ini kan juga
perlu kejujuran karena Anda kan juga bermitra ini kan waktunya sudah
panjang, tidak hanya ujuk-ujuk sekarang kan. Nah, proses ketika Anda
masih susah itu lho, itu yang pertanyaan ditanyakan Hakim itu lebih
original, artinya lebih orisinil aslinya. Bahwa Anda itu karena ketulusan
pengin bermitra apa karena memang lagi membutuhkan karena memang
ketika itu kan, ya, kalau 1992 kan mungkin tahun-tahun ... berapa tahun
setelah itu kan mungkin memang dalam masa apa ... pertumbuhan, itu
kan pasti ada ketergantungan itu kan masih sangat tinggi. Kan saya juga
punya keluarga transmigran juga. Yang pulang ke kampung, ke Jawa
juga kan banyak.
Ya, itu karena mungkin Anda yang lebih apa ... bisa bertahan,
kemudian membaca peluang, kemudian bermitralah apa ... kemudian
bekerja sama itu kan salah satu yang bisa menjadikan Anda bertahan
dan kemudian sukses seperti yang Anda katakan itu. Yang di ... dimauin
Mahkamah ini sebenarnya terhadap orang yang tidak mau bermitra itu
lho, itu yang ... tapi kan itu tidak bisa dari ... keluar dari jawaban Anda
karena, ya, pasti suasana kebatinannya kan beda.
Silakan, Pak ... Ketua, terima kasih.

121. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, baik. Mestinya Pemohon itu harus mengajukan yang tidak


mau bermitra karena ... ya, ya kan.

122. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIYADI

Ya, kalau diizinkan, kita akan menghadirkan, Yang Mulia.

39
123. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, bisa saja nanti kita kembali ke Pemohon tapi nanti kita lihat
dulu, apakah kita sudah cukup apa belum.
Baik, jadi untuk anu ... sebelum ... ini waktunya sebetulnya sudah
habis tapi nanti saya mau beri kesempatan. Yang pertama bisa
sampaikan secara lisan 3 menit, 3 menit, tapi kalau dibutuhkan
penjelasan yang lebih panjang, saya mohon bisa ditambahkan dalam
keterangan tertulis. Kuasa Pihak Terkait nanti coba diusahakan kalau
bisa yang tertulis yang secara lengkap ditambahkan dalam ini, ya ... apa
yang berkembangan dipertanyaan-pertanyaan dan permintaan,
penjelasan lebih lanjut.
Tadi pertanyaan yang mendasar sebetulnya berkaitan dengan
Hakim Yang Mulia Pak Suhartoyo. Untuk dua Saksi ini. Jadi intinya dalam
perjanjian itu adalah kesepakatan kedua belah pihak, ya? Betul dua-
duanya ini?

124. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Ya, Pak.

125. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Betul, kesepakatan kedua belah pihak?

126. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Ya, benar.

127. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Jadi tadi berkenaan dengan pertanyaan dari Pemerintah, jadi atas


dasar kesukarelaan kedua belah pihak, kesepakatan kedua belah pihak,
ya?

128. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Ya, Pak.

129. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, jadi tidak ada paksaan, terpaksa bermitra, tapi terpaksanya


jatuhnya enak, yang enggak terpaksa malah jatuhnya enggak enak, gitu
kan bisa saja. Ya, nanti kita anukan. Betul, ya, begitu, ya?

40
130. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: MISDAN

Ya, Pak.

131. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Kesukarelaan dan kesepakatan dari kedua belah pihak tidak ada


paksaan di situ.

132. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Yang Mulia, begini, Yang Mulia. Yang di desa saya, teman-teman


itu juga ada yang memang tidak mau bermitra, ya, enggak apa-apa itu
di-include bahasanya. Kalau satu lokasi satu desa itu umpamanya 100
hektare, gitu, dia 10 hektare itu enggak mau karena 5 petani
umpamanya. Ya, enggak apa-apa dia tidak dibangun.

133. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oleh karena itu, terus hasilnya juga enggak ada jaminan, ya?

134. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Ya, enggak ada.

135. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dibeli dan sebagainya?

136. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Enggak ada. Yang terjadi malah dia nyuri-nyuri, Pak. Masukan ke


temannya yang plasma.

137. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, supaya dia bisa diolah gitu, ya?

138. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Supaya barangnya itu, hasil panennya itu dibeli.

139. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bisa dibeli, ya.

41
140. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Dan harganya dijamin oleh pemerintah.

141. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, baik.

142. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Yang terjadi seperti itu, Pak.

143. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik.

144. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Jadi mohon maaf, tidak ada paksaan di situ, Pak.

145. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, cukup.

146. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: AKHMAD SADOWI

Tidak ada.

147. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, untuk Saksi saya kira sudah cukup. Nanti kalau memang kita
butuhkan itu.
Untuk Ahli, bisa semuanya mendapat jatah ini tadi. Mohon bisa 3
menit, kalau lebih dari itu nanti jawabannya secara ... tambahan secara
tertulis. Saya persilakan dari, Pak Rasidin dulu. Silakan.

148. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Baik, terima kasih, Yang Mulia. Baik, saya tanggapi pertanyaan


ada dua dari Pak Haryanto, dua dari ... tiga dari Pemohon, dan juga
mungkin kalau ... izinkan saya mungkin juga ada mungkin yang sangat
relevan juga dengan saya yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim
Maria.
Baik, berkaitan dengan pertanyaan Pak Haryanto, apa benih ...
beda benih SDG. SDG itu yang dulu kita sebut dengan (suara tidak

42
terdengar jelas) bahasa Inggris-nya plasma nutfah, itu adalah substansi
segala macam yang berkaitan dengan satu spesies.
Jadi kalau kita memang ... termasuk kelabat ... kelabat liarnya
pun masuk di situ. Jadi segala macamnya. Jadi SDG itu belum benih.
Nah, benih kita di sini adalah dari SDG ini sudah diisolasi, telah diseleksi
sedemikian rupa, ini yang layak dibudidayakan, itu yang kita maksud.
Karena SDG sudah semacam itu bahan baku betul untuk keperluan
pemuliaan. Jadi berkumpul segala yang dengan antara kebaikan,
keunggulan dengan kejelekan, keburukan itu masih tercampur dalam
SDG itu.
Nah, itu kalau kita misalnya SDG kita di Indonesia ini katakanlah
yang asli kita itu adalah umpamanya kayu manis, itu asli di negeri kita
atau cengkeh, pala yang ada di Maluku, itu asli. Kalau kita lihat ke sana,
hampir semuanya macam-macam bentuknya itu. Nah, setelah itu
dilakukan pemuliaan, dia tinggal ... sudah bagus. Jadi yang di (suara
tidak terdengar jelas) benih itu sudah seragam, sudah memenuhi
persyaratan produksinya, keseragaman mutunya, keseragaman
pertumbuhannya, sehingga bisa dibudidayakan.
Jadi SDG belum bisa dibudidayakan, baru ada kumpulan dari
segala macam, tapi kita butuhkan. Yang jelek dari segi satu karakter,
tetapi di situ juga ada karakter yang baik. Umpamanya Bapak
bayangkan, Pak Hakim bayangkan padi ada namanya yang disebut
dengan untuk (suara tidak terdengar jelas) untuk padi yang
menyebutnya (suara tidak terdengar jelas) itu ... apa ... ya, itu berasal
dari rumput, jadi gen untuk tahan penyakit wereng itu berasal dari
penyakit ... anu ... untuk padi berasal dari rumput yang sama sekali tidak
layak untuk dibudidayakan. Makanya semua keragaman genetik itu harus
kita konservasi karena dia perlu untuk kita rakit untuk menjadi suatu
varietas, terutama untuk ketahanan-ketahanan penyakit. Kadang-kadang
yang seperti liar ini justru itu lebih tahan, itu perlu kita pertahankan,
tetapi kita tidak bisa kita budidayakan, tidak ada hasilnya, gitu.
Itu beda antara benih, sedangkan benih adalah yang sudah kita
seleksi dan itu layak untuk ... di situ peran pemilihan di situ. Nah,
berkaitan dengan pelepasan varietas, pemerintah ada yang suatu sistem,
membangung sistem bahwa ada pembuktian bahwa suatu benih yang
akan digunakan untuk budidaya itu memang dibuktikan bagus,
dibuktikan terjamin karena kita membutuhkan jaminan bahwa itu bagus.
Tadi ada pertanyaan, saya hubungkan dengan pertanyaan dari mungkin
Hakim Maria tadi yang mengatakan ada yang pengakuan benih tidak
bagus yang dibiayai pemerintah itu, sebenarnya kalau ada yang tidak
bagus yang sudah dilepas itu yang menerima benih yang tidak bagus itu
berhak untuk menggugat. Kan ada pasalnya di situ kalau berarti
benihnya benar atau tidak, benihnya salah atau tidak, itu yang perlunya,
makanya di situ perlu benih itu perlu diverifikasi dan perlu diawasi. Bisa
saja benih yang diberikan itu benih yang tidak benar, jadi jangan

43
dikatakan benih yang dari pemerintah itu jelek karena benih dari
pemerintah itu sudah betul-betul diuji dan itu dievaluasi oleh tim pakar
independen, kebetulan saya termasuk di sana, dosen-dosen IPB, kita tim
pakar itu ada 17 orang yang di bidang pemuliaan, itu yang menilai dan
penilaiannya itu dasarnya adalah dari hasil pengujian ini dan dia
sebenarnya tidak diharuskan untuk membuat pengujian, yang penting
kalau di saat mereka melakukan pengujian di saat pemuliaan yang
penting mereka melaporkan kepada pemerintah, dalam hal ini Badan
Benih Nasional bahwa dia lagi melakukan pemuliaan tolong didatangkan
tim penilai bahwa ... kalau waktu itu dia melakukan ... mengundang
untuk diobservasi ya sebenarnya enggak ada tambahan biaya di situ.
Jadi yang penting sekarang ini adalah lakukanlah pengujian,
kemudian informasikan, tunjukkan datanya, tunjukkan buktinya kepada
tim penilai, itu saja varietas itu. Jadi tidak berkaitan dengan ada-ada
biaya-biaya di situ sebenarnya, enggak ada itu. Jadi paling-paling biaya
... pemerintah menyediakan biaya untuk tim penilai saat ada sidang atau
kunjungan ke lapangan, itu saja cuma biayanya.
Kalau biaya pelaksanaan percobaan itu adalah kalau
pemuliaannya itu sebenarnya uji adaptasi berbagai lokasi itu persyaratan
suatu varietas, standar normal plant breeding, pemuliaan tanaman. Jadi
kalau kita mau melihat fast varietas itu tanggung jawab si pemulia
sebenarnya, sebelum dia lepas di berbagai ekosistem itu harus diuji, jadi
kita ada jaminan bahwa varietas saya ini bagus, sudah saya coba di
sana, sudah coba di sana. Sewaktu dia mencoba itu, dia mengundang
tim penilai sehingga tidak menimbulkan biaya, itu Pak Hakim, ya. Ini
yang perlu.
Kemudian pertanyaan dari Pemohon, mengenai bolehkah petani
jadi pemulia? Itu tergantung tanaman apa dan seperti apa
pemuliaannya. Saya kebetulan dulu pernah bekerja di tanah
mampangan, saya pernah menjadi pemulia padi, kita sebut dengan
participatory breeding, yaitu pernah kita lakukan. Kita buat dulu
persilangan bahan seleksinya, kita carikan petani ... tanaman, nanti pilih
yang bagus, itu bisa. Tetapi petani mau melakukan breeding mulai dari
menyilang, mulai dari apa, itu kan enggak mungkin. Jadi dari (suara
tidak terdengar jelas), tergantung dari jenis tanamannya, kalau tanaman
padi yang menyerbuk sendiri itu mungkin, tetapi kalau tanaman
menyerbuk silang itu control policy-nya mungkin akan sulit. Untuk
tanaman kebanyakan vegetatif mungkin bisa, ya. Tetapi masalahnya
petani kita itu persoalannya dia, sejauh dia bisa membuktikan pengujian
bahwa barangnya itu bagus itu yang kesulitan petani saya kira tidak
mampu. Nah karena itu, kalau ada ya serahkan nanti ke pemerintah,
bekerja sama dengan lembaga penelitian, petani tadi, “Ini barang saya
bagus, Pak. Tolong lembaga penelitian kalau Bapak (suara tidak
terdengar jelas) titip.” Mungkin bisa begitu, tetapi secara independen
petani jadi pemulia saya kira akan ... kemampuan, masalahnya

44
kemampuan ilmiahnya maupun kemampuan apanya saya kira akan sulit.
Tetapi kalau kita buat seperti yang tadi itu partisipatif breeding seperti
tadi karena tanamannya tanaman serbuk sendiri, tidak ada lagi
segregasi, itu bisa dilakukan seperti itu.
Kemudian (...)

149. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dipersingkat, Pak.

150. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Ya, benih dimonopoli oleh korporasi. Khusus untuk tanaman


perkebunan, Bapak, Ibu Hakim Yang Mulia. Saya informasikan, justru
kita sangat membutuhkan orang yang mau melakukan pemuliaan
tanaman di tanaman perkebunan, masalahnya tidak ada. Kecuali untuk
sawit, sawit hanya yang berani karena sawit itu pertama, yang
melakukan perusahaan itu adalah perusahaan yang rata-rata juga
mempunyai usaha benih. Dia … tujuan dia melakukan pemuliaan untuk
keperluannya sendiri, kemudian karena itu sambilan baru dijualnya.
Karena itu masalahnya. Jadi menurut saya kalau untuk tanaman
perkebunan, rasanya kata monopoli itu tidak ada. Dan ingat, sawit itu
bukan tanaman asli Indonesia.

151. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Jadi petani pekebun itu tidak mungkin bisa melakukan breeding


sendiri?

152. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Breeding untuk sawit tidak bisa.

153. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tidak bisa.

154. AHLI DARI PEMERINTAH: RASIDIN AZWAR

Tidak mungkin, Pak.


Pertama, kenapa? Itu bahan genetiknya itu dibeli, Pak. Oleh
perusahaan itu dari luar negeri, dari costa rica asalnya itu, dari Afrika
didatangkan, eksplorasi. Jadi sawit itu bukan tanaman asli Indonesia,
jadi ndak mungkin petani kita, dia ndak punya plasma nutfah kok, yang
punya plasma itu adalah orang Maluku, yang punya plasma nutfah anu

45
… apa namanya … cengkeh dan pala atau orang Kerinci yang punya
plasma nutfah kayu manis, tetapi petani kita tidak ada. Tidak ada limbah
karet yang dimiliki petani karena itu datangnya dari Brazil. Yang ada di
kita itu hanya ndak bisa lagi segregasinya enggak ada jadi enggak bisa
dimuliakan. Jadi enggak bisa dimuliakan lagi artinya variasinya sudah
tidak cukup untuk kegiatan pemuliaan.
Jadi begitu, kemudian terakhir mungkin saya jawab. Apakah
pelepasan (suara tidak terdengar jelas) bisa dikecualikan untuk petani?
Pertanyaannya di sini, Bu. Sejauh itu benih tidak akan diperjualbelikan,
ya boleh karena untuk keperluannya sendiri. Tetapi kalau dia jual kepada
orang lain, dia harus bisa membuktikan bahwa itu barang, ya bagus. Dan
harus ada jaminan bahwa itu barang bagus karena dia akan dituntut
orang. Apa jadinya umpamanya dijualnya bibit karet, besok ndak ada
getahnyal. Apa bisa dia mempertanggungjawabkan? Sejauh dia bisa
mempertanggungjawabkan ayo, ndak apa-apa gitu. Tapi masalahnya di
situ. Pertanggungjawaban itu masalahnya kalau kita kecualikan. Sejauh
itu tidak perjualbelikan, saya kira itu ndak ada masalah. Tetapi semua
benih yang akan diperjualbelikan itu harus dilepas. Artinya terjamin
mutunya, dan juga produksinya harus terjamin, makanya itu diperlukan
sertifikasi. Bisa juga apa … varietasnya sudah bagus, cara benihnya
salah juga hasilnya tidak bagus, gitu. Jadi di situ Bapak, Ibu Hakim yang
terhormat, yang perlu saya jelaskan. Terima kasih.

155. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Pak Iskandar, saya persilakan.

156. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: ISKANDAR ANDI NUHUNG

Terima kasih, Bapak Ketua, dan Ibu, Bapak Anggota Majelis.


Hadirin berbahagia. Saya kebetulan menulis buku, Pak. Namanya itu
Agribisnis Berkarakter ke-Indonesiaan. Buku itu sebetulnya muaranya
adalah bahwa pertanian perkebunan (suara tidak terdengar jelas) kalalu
dibangun dengan karakter Indonesia itu akan jauh lebih bagus dan
muaranya adalah dalam bentuk kemitraan ini, gotong royong sebetulnya
ini, Pak, gotong royong. Jadi itu anunya.
Kemudian yang kedua dari, Pak Sadino, tadi pertanyaannya
redistribusi (suara tidak terdengar jelas). Masalah yang dihadapi oleh
petani kita terutama, maaf di Jawa itu adalah pemilikan lahan yang
terbatas, sementara negara ini, republik ini mempunyai lahan yang
terpampang luas di luar Jawa. Dan itu adalah tanah negara, oleh karena
itu pemerintah dengan pola ini melakukan suatu redistribusi aset dari
negara ke rakyat. Jadi tanah yang tadinya milik negara, diredistribusikan
kepada petani. Dan saya kira itu adalah pemerintah memenuhi

46
kewajiban konstitusionalnya untuk mensejahterakan rakyatnya. Jadi itu,
Pak Sadino, intinya.
Kemudian apakah ada bentuk pertanyaan dari teman-teman
Pemohon ini. Apa bentuk … ada bentuk kerjasama yang … banyak
bentuknya? PIR itu hanya salah satu … PIR itu hanya salah satu. Di sini
ada pola inti plasma, ada subkontrak, ada keagenan, kerjasama
operasional, pola kemitraan, dan penyertaan saham dan ada franchise,
macam-macam. Tapi kita melihat bahwa pola kemitraan dengan PIR-
BUN ini, untuk saat ini menurut saya, saya agak sedikit … apa namanya
… boleh dikatakan heroik kalau saya katakan bahwa PIR ini adalah suatu
model pembangunan yang bisa memecahkan masalah secara permanen.
Apa itu masalah permanen bahasa Indonesia? Kemiskinan,
pengangguran, devisa? Itu masalah yang dihadapi oleh bangsa. Dengan
pola PIR-BUN, ini semuanya bisa di-cover. Bisa menyediakan
kesempatan kerja, 1 hektare kelapa sawit itu minimal membutuhkan
tenaga kerja 1-2 orang. Ibu dan Bapak bisa bayangkan sekarang ini
kelapa sawit di Indonesia itu sudah 11 juta, itu berarti tenaga kerja
berapa yang ... ini saya kira suatu sumbangan yang ... itu baru kelapa
sawit, belum yang lain. Jadi internship labor di pertanian ini.
Kemudian pertanyaan dari, Yang Mulia Pak Suhartoyo, saya kira
ini menarik ini, Pak. Bahwa memang pada awalnya petani ini rupanya
jauh lebih cerdas juga ketika kita introduksi pola PIR ini, Pak. Dia ingin
melihat dulu bukti, jadi mereka yang tidak mau ikut itu, dia melihat bukti
dulu. Apakah betul dengan ikut misalnya di PIR itu memang ada hope
untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan. Dan setelah dia
lihat tentu dia melihat ada yang berhasil, ada yang tidak, seperti yang
Bapak tadi katakan bahwa ada yang pulang ke Jawa itu betul, Pak, itu
betul. Karena ada juga pola begini, mereka ikut pada skema satu,
kemudian dia jual di sana pulang lagi ke Jawa, maaf, lalu mendaftar lagi
kembali. Jadi, ini ada kaitannya juga dengan masalah budaya, budaya.
Jadi, ini juga tidak bisa kita … dan oleh karena itu kalau kita melihat
persoalan-persoalan di PIR Perkebunan sekarang ini adalah lebih banyak
kepada masalah-masalah sosial budaya, bukan teknis, masalah sosial
budaya. Dan oleh karena itu, pemerintah harus sebetulnya (suara tidak
terdengar jelas) membina PIR-BUN ini adalah masalah sosial budaya.
Dan itulah sekarang menjadi konflik di mana-mana, mulai di mana-
mana. Dan saya kira ini adalah suatu pekerjaan rumah yang besar
karena memang kita alhamdulillah ditakdirkan bangsa Indonesia dengan
budaya yang beragam.
Kalau Bapak Yang Mulia melihat daerah transmigrasi, saya dulu
pimpinan proyek perkebunan daerah transmigrasi di Sulawesi Selatan.
Saya melihat antarkelompok masyarakat, maaf, ada dari daerah mana,
daerah mana, itu berbeda, Pak, attitude dan budayanya. Ada yang
berhasil dengan baik, ada yang setengah berhasil, dan ada yang tidak
berhasil. Setelah saya telusuri ternyata masalah budaya. Ada yang rajin

47
bangun pagi, ada yang rajin bangun tengah hari, ada yang bangun rajin
tengah malam. Ini kan lain ini. Jadi, ini kan satu budaya yang … apa
namanya … mungkin kalau siang dia main kartu, malam dia tidur.
Mungkin kalau ada yang siang tidur, malam dia bangun untuk … apa
namanya … jadi, ini saya kira kita tidak bisa melihat persoalan-persoalan
di PIR-BUN ini secara parsial, kita harus melihat secara komprehensif.
Tapi saya mempunyai keyakinan bahwa pola ini adalah untuk sementara
ini untuk Indonesia inilah yang terbaik menurut saya. Dan saya sudah
menulis buku mengenai ini … apa namanya … PIR-BUN sebagai alat
pengembangan ekonomi kerakyatan, misalnya karena ini betul-betul
sangat merakyat.
Dan Bapak Yang Mulia, Hakim Yang Mulia bahwa pada awalnya
porsi plasma itu 80%, Pak, 80%, 20% inti. Begitu eager-nya pemerintah
untuk menyejahterakan rakyat, memberi kesempatan kerja, 80%, Pak,
tapi dalam pelaksanaannya itu susah dicapai. Akhirnya dimodifikasi
40:60 dan seterusnya, dan seterusnya sampai sekarang ini. Pemerintah
pun tidak diam dengan pembiayaan. Pemerintah mencari dengan
sumber-sumber yang tersedia, baik di dalam maupun di luar. Dulu ada
namanya proyek … apa namanya … program PBSN, kredit PBSN itu habis
untuk PIR Perkebunan. Kemudian, bantuan bank dunia, kemudian dan
lain sebagainya, sekarang ini … dulu KKPA juga tadi ada KKPA.
Saya kira ini semua adalah menurut saya adalah effort dari
pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya. Tapi kalau pun ada
kasus-kasus yang terjadi di lapangan menurut saya memang tidak ada
yang sempurna, tidak ada yang sempurna. Sebagai suatu proses
pembangunan pasti saja ada ketidakberhasilan dan kegagalan. Tapi ada
namanya kegagalan yang tolerable, ada yang tidak bisa toleransi. Kalau
menurut saya, kegagalan atau kelemahan-kelemahan yang ada sampai
saat ini mungkin masih dalam batas-batas tolerable. Dan itu merupakan
PR bagi pemerintah. Saya kira demikian. Terima kasih.

157. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Terima kasih, Pak Iskandar. Berikutnya, Pak Ermanto,


silakan.

158. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: ERMANTO FAHAMSYAH

Majelis Hakim yang saya muliakan. Pertama saya ingin


menyampaikan pendapat terkait dengan pertanyaan dari Bapak Dr.
Sadino terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55 Tahun
2010. Bahwa memang menurut saya norma hukum yang tercantum di
dalam Ketentuan Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2015 itu dapat dikatakan sebagai penyempurnaan atau formulasi
baru dari norma larangan yang sebelumnya dimuat dalam Ketentuan

48
Pasal 55, mohon maaf … Pasal 21 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2004.
Kemudian, yang terkait dengan pertanyaan dari Kuasa Hukum
Pihak Pemohon. Menurut saya, konflik agraria khususnya di dalam
kegiatan usaha perkebunan itu merupakan konflik yang terjadi sejak
perkebunan diusahakan pada saat prakemerdekaan, pasca, ataupun
pada saat-saat sekarang ini. Namun demikian, terkait dengan perihal
Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, saya berpendapat
bahwa konflik agraria yang dimaksud di sini sebenarnya tidak terkait dari
adanya konflik norma hukum yang dinormakan dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014 terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Namun, ini terkait dengan konflik di dalam implementasi norma hukum
yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014.
Kemudian, terkait dengan pertanyaan dari Bapak Suhartoyo
terkait dengan Ketentuan Pasal 55 dan Pasal 107 khususnya ayat (2),
saya justru berpandangan Majelis Hakim bahwa ini merupakan bentuk
konkretisasi atau kepastian hukum atau perlindungan hukum terhadap
hak-hak masyarakat hukum adat. Karena kalau kita membaca rumusan
Pasal 55 ayat (2) dinyatakan dengan tegas, “Setiap orang secara tidak
sah dilarang mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau
menguasai tanah masyarakat atau tanah hak ulayat masyarakat hukum
adat dengan maksud untuk usaha perkebunan.” Jadi, hal ini dapat
diinterpretasikan secara gramatikal bahwa usaha perkebunan itu tidak
boleh dilakukan di atas tanah masyarakat atau tanah hak ulayat
masyarakat hukum adat apabila tidak ada pelepasan hak atas tanah
tersebut secara sah.
Demikian, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Terima kasih.

159. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Yang terakhir, Pak Tommy, saya persilakan.

160. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: TOMMY HENDRA PURWAKA

Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya ada tiga pertanyaan
yang akan saya fokuskan dua dari Wakil Pihak Pemohon dan dari Ibu
Yang Mulia Ibu Hakim Maria Faria Indrati.
Saya pertama kepada Ibu Hakim. Jadi, mengenai Pasal 30 ayat
(1) mengenai pemuliaan varietas hasil pemuliaan ini apakah petani kecil
bisa ada sebagian, apakah ada jaminan dari pemerintah bahwa ini ada
jaminan mutu mengenai itu.
Betul, Yang Mulia, jadi petani kecil sebagaimana dimaknai oleh
Undang-Undang Nomor 30 … undang-undang … Undang-Undang
Perkebunan yang baru, Yang Mulia, Nomor 39 Tahun 2014 mengatakan
Petani kecil atau pekebun ini yang tidak berskala. Jadi, tidak berskala ini

49
tidak sampai kepada mikro … skala mikro pun, enggak. Skala mikro
dalam perkebunan ini bisa puluhan juta modalnya dan itu harus pakai
izin. Kalau sudah pakai izin berdasarkan hukum administrasi negara
harus mengikuti semua ketentuan-ketentuan yang ada.
Namun demikian, apabila petani kecil atau pekebun tadi mau
memuliakan sendiri varietasnya dipersilakan dan tidak ada larangan
secara tertulis pun tidak ada, sepanjang untuk sendiri atau untuk
komunitasnya yang tidak punya skala.
Andai kata akan apakah varietas-varietas yang unggul tadi ada
jaminan mutu dari pemerintah, saya kira pasti ada jaminan. Salah satu
dari Saksi tadi bahwa ada jaminan pembelian hasil. Nah, sekarang, Yang
Mulia Majelis Hakim, kalau mau buka hutan belum ada pelepasan dari
pihak kehutanan kalau di dalam perencanaannya tidak ada alokasi 20
untuk kemitraan dengan petani. Jadi ada lahan yang dialokasikan. Lalu
tentunya ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi, antara lain
benihnya harus pakai ini yang sudah dimuliakan. Tentu saja pihak
perusahaan juga tidak mau rugi dengan itu.
Yang Mulia yang saya hormati. Pemuliaan sekarang berada di
dalam lab, bukan di lapangan lagi. Persaingan begitu hejat … hebatnya
dari lab. Lalu diuji coba di kebun percobaan dan ini tidak lagi mencari di
alam, bukan. Ini sudah rekayasa genetika yang bukan main, ya.
Baik, jadi kalau kemudian saya … makanya ini perlu ada
perlindungan, perizinan, dan sebagainya yang tadi ditanyakan oleh Wakil
Pemohon, ya. Jadi, kalau dia mencapai UMKM, ya harus pakai izin. Tidak
ada tidak, Pak, ya. Karena melibatkan keuangan, melibatkan kepastian
untuk penjualan, dan sebagainya.
Nah, kemudian tentang musyawarah masyarakat hukum adat.
Kalau kita di dalam perikatan mau memilih hukum mana, ya itu adalah
asas kebebasan berkontrak. Ya, betul. Masyarakat hukum adat kita
bermacam-macam. Yang namanya pula apa … di dalam perikanan, itu
bermacam-macam dalam suatu wilayah di Maluku saja.
Nah, oleh karena itu bahwa ini musyawarah ini diangkat sebagai
suatu negoisasi kesepakatan antara pihak apa … pihak perusahaan
dengan masyarakat hukum adat. Dan pihak pemerintah tidak akan
memberikan izin apa pun, kecuali izin prinsip dan izin lokasi untuk
memperoleh lokasi. Tapi kalau lokasinya enggak diperoleh karena
masyarakat hukum adat tidak memberikannya, maka ya tidak punya izin
perusahaan perkebunan.
Oleh karena itu, Yang Mulia, perlu kita pahami bahwa hak ulayat
ini bukan hak milik pribadi, bukan. Ini hak milik masyarakat. Masyarakat
pekebun yang dia melakukan perkebunan itu adalah atas izin masyarakat
hukum adat, bukan dengan sendirinya.
Jadi, kalau kita berbicara dengan masyarakat hukum adat, kita
berbicara dengan tua-tua adat, semuanya, dan itu harus ada
kesepakatan. Nah kalau kita berbicara negara kita, kenapa harus pakai

50
peraturan perundang-undangan, negara kita ini sistemnya adalah sistem
civil out system yang sangat dipengaruhi oleh legisme yang mengatakan
bahwa hanya hukum tertulis sajalah yang merupakan hukum. Oleh
karena itu, kalau hukum sudah diundangkan maka dia akan ketinggalan
zaman kalau tidak diinterpretasikan. Kenapa tidak diantara kita atau para
ahli hukum kita? Menginterpertasikan semua undang-undang yang sudah
ada demi kepentingan masyarakat, paling mudah mempertentangkan
dimana pun juga paling mudah tapi bagaimana kita kemudian
mengartikan Undang-Undang Perkebunan tadi untuk kepentingan
masyarakat, bukan untuk dipertentangkan. Demikian, Yang Mulia, terima
kasih.

161. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Sudah semua kita dengarkan keterangan dan


respon atas keterangannya. Saya akan menanyakan Pihak Terkait masih
akan mengajukan ahli, saksi, atau sudah cukup? Cukup, ya. Dari
Pemerintah sudah cukup?

162. PEMERINTAH:

Cukup, Yang Mulia.

163. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, kalau begitu dari Pemohon juga kita anggap cukup karena
semuanya sudah menganggap cukup. Sebagai rangkaian dari
persidangan ini maka yang terakhir adalah menyerahkan kesimpulan dari
seluruh rangkaian persidangan yang sudah kita lakukan. Kesimpulan bisa
disampaikan dalam anu ... di Kepaniteraan tanpa persidangan paling
lambat Jumat, 17 Juni Tahun 2016 pada Pukul 13.00 WIB. Saya ulangi,
kesimpulan baik dari Pemohon, Pemerintah, DPR, atau Pihak Terkait
diserahkan Jumat, 17 Juni Tahun 2016 Pukul 13.00 WIB.
Sebelum saya akhiri, sekali lagi saya sampaikan terima kasih pada
Bapak Dr. Rasidin yang telah memberikan keterangan Ahli dari
Pemerintah. Kemudian dari Pihak Terkait terima kasih, pada Pak
Ermanto, Pak Tommy, dan Pak Iskandar, kemudian Saksi Pak Misdan
dan Pak Akhmad Sadowi, terima kasih, semoga Pajero-nya tidak hanya
satu tapi bisa 5, Pak ya.

51
Terima kasih, sidang selesai dan ditutup.

KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 13.32 WIB

Jakarta, 10 Juni 2016


Kepala Sub Bagian Risalah,

Rudy Heryanto
NIP. 19730601 200604 1 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
52

Anda mungkin juga menyukai