PENDAHULUAN
Modul ini terdiri dari dua bahasan, Kegiatan Belajar 1 akan membahas hak-hak atas tanah
secara teoritis dengan menggunakan rujukan yuridis yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Kegiatan Belajar 2 akan membahas hak-hak atas tanah
secara lebih rinci berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam praktik, bagaimana cara
memperoleh, siapa subjek (yang berhak memperolehnya), dan bagaimana pula cara hapusnya
hak. Pada pembahasan kedua, PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai, dipakai sebagai rujukan meskipun dalam beberapa hal belum
dilaksanakan dalam praktik
Kegiatan Belajar 1: Hak-hak Atas Tanah (Hak-hak Atas Tanah dalam Dimensi UUPA)
Kegiatan Belajar 2: Hak-hak Atas Tanah (Macam-macam Hak Atas Tanah dalam Praktik dan
Cara Permohonannya) ..
KEGIATAN BELAJAR 1
Hak-Hak Atas Tanah
(Hak-hak atas Tanah dalam Dimensi UUPA)
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang KetentuanKetentuan Pokok Agraria atau
yang lebih dikenal dengan Undang undang Pokok Agraria (UUPA), tidak ada satu Pasal pun
yang tegas menyebutkan pengertian hak atas tanah. Namun jika kita tafsirkan bunyi Pasal 4 ayat
(1) dapat ditarik satu pengertian, bahwa yang dimaksud hak atas tanah adalah hak-hak yang
dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum, yang berasal dari hak menguasai negara atas
tanah, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Pembahasan hak-hak atas tanah mempunyai arti penting dalam kerangka Bidang
Studi Administrasi Pertanahan, karena salah satu tertib (kebijaksanaan) pertanahan
di Indonesia, yang lebih dikenal dengan catur tertib pertanahan berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 adalah “tertib hukum pertanahan‟,
yang bertujuan untuk menumbuhkan kepastian hukum pertanahan sebagai
perlindungan terhadap hak-hak atas tanah dan penggunaannya.
Walaupun sekarang sudah tidak berlaku lagi, pemahaman hak-hak atas tanah sebelum
berlakunya UUPA kadang-kadang masih perlu, berhubung dengan pengetahuan tentang
konversi hak-hak atas tanah Barat menjadi hak-hak atas tanah menurut UUPA.
Hak-hak atas tanah pada zaman kolonial menurut Eddy Ruchiyat dikenal dengan hak-
hak Barat, diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Hak-hak atas tanah berdasarkan
pada hukum Barat yang pernah berlaku meliputi: 1. Hak Eigendom; 2. Hak Opstal; 3.
Hak Erfpacht; 4. Hak Sewa; 5. Hak Pakai; 6. Hak Pinjam (lihat 3.2 s/d 3.3 Buku
Materi)
B. ARTI DAN TEMPAT HAK ATAS TANAH DALAM ADMINISTRASI PERTANAHAN
UUPA dilahirkan untuk mengakhiri dualisme hukum yang mengatur tentang hak-hak
atas tanah dan menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal yang didasarkan pada
hukum adat.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah dalam UUPA diatur dalam Pasal 4 ayat (1),
yaitu : ”Atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan
kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,
sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat
maupun badan hukum publik.
Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA menyebutkan: (1) Atas dasar hak menguasai dari Negara
sebagai dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badanbadan hukum.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang
yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan
peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1)
yang bunyinya sebagai berikut. (1) Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) ialah: a. hak milik, b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak guna pakai,
e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan, h. hak-hak lain yang
tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53.
Macam-macam penguasaan hak atas tanah yang diatur dalam UUPA
meliputi:
1. Hak Bangsa Indonesia; Psl. 1 ayat (1s/d3) UUPA
2. Hak menguasai dari negara; Psl. 2 UUPA
3. Hak Ulayat; Psl. 3 UUPA
4. Hak Individual. Psl. 16 UUPA
KEGIATAN BELAJAR 2
Hak-hak Atas Tanah (Macam-macam Hak Atas Tanah dalam Praktik dan Cara Permohonannya)
o Sub bahasan kedua ini dimulai dengan membahas hak-hak atas tanah secara teoritis
berdasarkan pendekatan UUPA, pengertian, subjek, cara terjadi dan bagaimana hapus atau
hilangnya hak-hak atas tanah dimaksud.
o Pembahasan pada subbahasan ini akan meliputi: pengertian hak-hak atas tanah dalam
UUPA, macam-macam dan dasar hukum yang mengatur, siapa saja yang dapat memegang
hak (subjek), cara memperoleh (prosedur permohonan), perlu tidaknya pendaftaran hak,
dan bagaimana hilang, hapus atau berakhirnya hak.
A. MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA
o Sedikitnya ada tiga Pasal yang mengatur tentang hak-hak atas tanah dalam UUPA, yaitu
Pasal 4, Pasal 16 dan Pasal 53. Hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA meliputi :
1. Hak-hak atas Tanah yang bersifat Tetap,
yaitu:
a. Hak milik,
b. HGU,
2. Hak-hak atas Tanah yang Bersifat
c. HGB, Sementara, meliputi:
d. hak guna pakai, a. hak gadai,
e. hak sewa, b. hak usaha bagi hasil,
f. hak membuka tanah, c. hak menumpang dan sewa tanah
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam
pertanian
hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.
3. Hak-hak lain yang berhubungan dengan Tanah, misalnya: hak membuka tanah dan memungut hasil
hutan, hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa, dan hak-hak tanah
untuk keperluan tempat suci dan sosial.
Hak-hak yang Berhubungan dengan Tanah yang Diakui UUPA
No Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Tanah Pasal Yang Mengatur
Sedangkan hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hakhak atas
tanah yang berasal atau diperoleh dari pemilik tanah, yaitu HGB dan hak
pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil,
hak menumpang, hak sewa dan lain-lain (Pasal 37, 41 dan 53).
Hak Milik
Hak-HaknAtas Tanah Hak Guna Usaha
Primer Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Hak-Hak
Atas Tanah
HakGuna Bangunan
Hak Pakai
Hak-Hak atas Tanah Hak Gadai
Sekunder HaknUsaha Bagi Hasil
Hak Menumpang
Hak Sewa
B. PROSEDUR ADMINISTRASI PERMOHONAN HAK ATAS TANAH
UUPA tidak mengatur bagaimana prosedur permohonan hak-hak atas tanah dilakukan. Untuk
kebutuhan ini, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang
Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pemberian Hak atas Tanah. Peraturan Menteri ini
dikeluarkan untuk melaksanakan Permendagri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan
Wewenang Pemberian Hak atas Tanah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 88 Tahun
1972 tentang Susunan Organisasi Direktorat Agraria Provinsi dan Susunan Organisasi Direktorat
Agraria Kabupaten/Kota.
Secara garis besar Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak atas Tanah akan mengikuti tahap-
tahap sebagai berikut :
1. Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan hak
yang dimohon. Formulir Surat Permohonan telah disediakan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya.
2. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memeriksa dan meminta dipersiapkan surat-surat
yang diperlukan, antara lain: a. surat keterangan pendaftaran tanah; b. gambar situasi/surat
ukur; c. fatwa tata guna tanah; d. risalah pemeriksaan tanah oleh Panitia A
3. Berkas permohonan yang lengkap oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dikirim
kepada Gubernur Kepala Daerah setempat melalui Kantor BPN Provinsi.
4. Kalau wewenang pemberian hak ada di tangan Gubernur/Kepala Daerah maka
Kantor BPN Provinsi atas nama Gubernur/Kepala Daerah mengeluarkan Surat
Keputusan Pemberian Hak (SKPH). Jika wewenang pemberian hak ada di tangan
Menteri Dalam Negeri, maka surat permohonan yang lengkap disertai pertimbangan
setuju atau tidak setuju dikirim kepada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN untuk
kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH).
Selamat Belajar
Be Success……Guitno Triwidyandara