DASAR HUKUM :
1. Bahwa selama ini konsep pihak ketiga lebih dikenal dalam ranah hukum
perdata. Dalam hukum tata usaha negara (TUN) dan pidana (khusus)
menggunakan beragam istilah, seperti pihak ketiga yang berkepentingan,
pihak lain, pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan, pihak yang
dirugikan, pihak yang berlu diberitahu, pihak yang paling berhak, dan pihak
lain yang terkait.
2. Bahwa perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik (bona fide third
parties) terkait harta kekayaan yang dimilikinya serta hubungannya dengan
perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di
Indonesia. Serta proses peradilan seringkali terlalu mengedepankan hak-hak
tersangka atau terdakwa, dengan kata lain, peradilan pidana saat ini dapat
dikatakan belum mengakomodir kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik
yang seharusnya dilindungi.
6. Bahwa Pasal 194 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) KUHAP menjamin barang
bukti atau benda yang disita dikembalikan kepada pihak yang paling berhak
dalam putusan pengadilan. Namun, tidak ada upaya hukum bagi pihak ketiga
yang beritikad baik untuk mempertahankan hak atas benda yang dirampas
untuk negara dalam putusan pengadilan, kecuali upaya hukum keberatan
dalam waktu paling lambat 2 bulan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2)
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berbunyi :
8. Bahwa tindak pidana korupsi dan pencucian uang umumnya terkait harta
kekayaan seseorang, tidak hanya pelakunya, tapi juga harta kekayaan pihak
ketiga. Terdapat irisan hukum pidana korupsi dengan hukum pidana
pencucian uang dalam konteks pihak ketiga ini. Dalam perspektif tindak
pidana pencucian uang, pihak ketiga yang tidak beritikad baik dapat dituntut
dengan Pasal 5 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berbunyi :
9. Bahwa jika pihak ketiga terbukti tidak beritikad baik, yang bersangkutan dapat
diproses hukum menjadi tersangka. Sebaliknya, jika terbukti ada itikad baik,
yang bersangkutan harus dilindungi. Sesuai UU No.8 Tahun 2010, menurut
Patra memberlakukan ketentuan sanksi pidana yang sama antara pelaku
pembantu (medeplictige) dengan pelaku utama (dader) tindak pidana
pencucian uang. Begitu juga pihak ketiga yang menerima hasil tindak pidana
pencucian uang, dapat diminta pertanggungjawaban pidana.
1. Istilah pihak ketiga yang beritikad baik tertuang antara lain dalam Pasal 19
dan Penjelasan Pasal 38 ayat (7) UU Pemberantasan Tipikor. Konvensi PBB
tahun 2003 yang diratifikasi melalui UU No.7 Tahun 2006 memuat kewajiban
negara melindungi pihak ketiga yang beritikad baik. Konvensi ini
menyebutkan negara wajib mengatur dengan cara membuat aturan hukum
yang melindungi pihak ketiga yang beritikad baik dalam hal terjadi
pembekuan, penyitaan, dan pengambilan aset. Demikian pula dalam hal
terjadi pengembalian ataupun perampasan aset dalam perkara tindak pidana
korupsi.
2. Bahwa perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik atas harta
kekayaan dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian
uang sangat terbatas. Seringkali terjadi ketidakadilan dan pelanggaran hak
atas kekayaan pihak ketiga dalam proses hukum perkara pidana korupsi dan
pencucian uang oleh penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim pengadilan
tindak pidana korupsi di Indonesia.
1. Bahwa perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik atas harta
kekayaan dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian
uang sangat terbatas. Seringkali terjadi ketidakadilan dan pelanggaran hak
atas kekayaan pihak ketiga dalam proses hukum perkara pidana korupsi dan
pencucian uang oleh penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim pengadilan
tindak pidana korupsi di Indonesia.
2. Serta penyidik, penuntut umum, dan hakim berperan penting untuk mencapai
tujuan hukum yakni mewujudkan keadilan dan memberikan perlindungan
hukum bagi pihak ketiga, termasuk perlindungan atas harta kekayaan yang
dimilikinya dengan itikad baik. Sebab, hukum pidana belum memadai untuk
menentukan apakah pihak ketiga beritikad baik atau buruk.
REKOMENDASI