TENTANG
PERAMPASAN ASET
dan
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP, PERAMPASAN ASET
Pasal 2
1. Kepentingan hukum;
2. Pembuktian terbalik;
3. Akuntabilitas;
4. Transparansi atau keterbukaan;
5. In Rem Asset Forfeiture;
6. Ketidakberpihakan;
7. Supremasi hukum.
Pasal 3
Pasal 4
BAB III
PERAMPASAN ASET
Pasal 5
Pasal 7
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PENELUSURAN ASET
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
BAB V
KETENTUAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN
Pasal 14
Ketentuan ini diberikan juga memberikan
kewenangan kepada penyidik untuk melakukan
pemblokiran dan penyitaan untuk mengambil
tindakan terhadap aset yang menjadi objek yang
dapat dirampas yang diatur dalam undang- undang.
Pasal 15
(1) Adapun perintah Pemblokiran sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 14 setidaknya mencakup:
a) nama dan jabatan Penyidik;
b) lembaga yang diminta melakukan Pemblokiran;
c) bentuk, jenis, atau keterangan lain mengenai
d) Aset yang akan dikenakan Pemblokiran; dan
alasan dan dasar hukum Pemblokiran.
(2) Pemblokiran dilakukan untuk jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan, Pemblokiran
dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali
setelah mendapat persetujuan dari Pengadilan
Negeri setempat untuk jangka waktu tertentu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(4) Dalam hal jangka waktu Pemblokiran dan
perpanjangan berakhir, Pemblokiran dinyatakan
berakhir demi hukum.
Pasal 16
(1) Penyidik juga memiliki kewenangan untuk
melakukan penyitaan berdasarkan perintah.
(2) Penyidik setelah mendapat izin dari Pengadilan
Negeri setempat berwenang melakukan Penyitaan.
(3) Dalam melakukan Penyitaan, Penyidik harus
menunjukkan surat perintah Penyitaan yang
dikeluarkan oleh atasan langsung Penyidik kepada
orang-orang yang memiliki atau menguasai Aset
Tindak Pidana yang disita.
(4) Penyitaan dilakukan dengan keputusan resmi
yang ditandatangani oleh Penyidik, Orang yang
menguasai atau yang memiliki Aset yang disita
dan 2 (dua) orang saksi.
(5) Penyitaan diserahkan kepada orang yang memiliki
atau menguasai Aset yang disita.
Pasal 17
(1) Aset yang disita berupa tanah atau barang tidak
bergerak lainnya, Penyidik segera
memberitahukan, mendaftarkan, atau
mencatatkan Penyitaan atas tanah atau barang
tidak bergerak lainnya kepada pejabat yang
berwenang mengurusi pertanahan atau yang
berwenang mengurusi barang tidak bergerak
tersebut, disertai dengan berita acara Penyitaan.
(2) Terkait dengan aset yang berada di luar negeri
permintaan Pemblokiran atau Penyitaan Aset
Tindak Pidana diajukan kepada lembaga yang
berwenang di negara tersebut.
(3) Apabila permintaan Pemblokiran atau Penyitaan
ditolak, Penyidik dapat memblokir atau menyita
Aset yang ada di Indonesia yang dikuasi atau
dimiliki oleh orang yang asetnya berada di luar
negeri tersebut sebagai pengganti yang nilainya
setara dengan nilai Aset Tindak Pidana yang akan
diblokir atau disita.
(4) Penyidik wajib mengembalikan Aset Tindak Pidana
yang telah disita beserta Dokumen pendukungnya
kepada Jaksa Agung.
(5) Penyidik harus meminta penetapan kepada
Pengadilan Negeri setempat mengenai aset yang
disita.
(6) Penetapan dimaksud pada ayat (5) menerangkan
mengenai bentuk, jenis, jumlah, dan keterangan
lain mengenai Aset Tindak Pidana. Permintaan
penetapan dilaksanakan paling lama 14 (empat
belas) hari.
Pasal 18
(1) Aset Tindak Pidana yang telah diserahkan,
selanjutnya dilakukan penyimpanan,
pengamanan, dan pemeliharaan Aset Tindak
Pidana oleh Jaksa Agung.
(2) Selama masa Pemblokiran dan Penyitaan, Aset
Tindak Pidana tidak dapat dialihkan.
(3) Terhadap aset yang dirampas, Jaksa Agung dapat
memberikan izin sementara kepada pihak ketiga
yang telah menggunakan atau memanfaatkan Aset
tersebut dengan persyaratan sebagai berikut:
a) tidak mengubah bentuk fisik Aset;
b) tidak dialihkan penggunaan atau
pemanfaatannya;
c) dilakukan pemeliharaan dan perawatan; dan
d) tidak dipergunakan untuk melakukan
perbuatan melawan hukum.
(4) Semua biaya pemeliharaan, pajak, tagihan dan
biaya lain yang terkait dengan penggunaan atau
penggunaan properti oleh pihak ketiga
menggunakan atau mengeksploitasi properti.
Peraturan ini mendelegasikan syarat dan tata cara
penerbitan izin kepada pihak ketiga yang diatur
dengan keputusan pemerintah.
Pasal 19
Setiap orang yang merasa dirugikan haknya atas
Pemblokiran dan/atau Penyitaan Aset. Hak
mengajukan keberatan bahwa aset yang diblokir
dan/atau disita merupakan miliknya secara sah atau
bukan merupakan Aset Tindak Pidana. Keberatan
dapat disertai permintaan ganti kerugian yang
besaran ganti kerugian tidak melebihi besaran Aset
Tindak Pidana yang diblokir atau disita berdasarkan
penilaian Aset Tindak Pidana.
Pasal 20
(1) Mekanisme keberatan diajukan secara tertulis
kepada atasan langsung Penyidik yang
mengeluarkan perintah pemblokiran dan/atau
Penyitaan, dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak tanggal Pemblokiran
dan/atau Penyitaan.
(2) Keberatan tidak dapat diajukan oleh tersangka
atau terdakwa yang melarikan diri dan/atau
dengan status dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO), terdakwa yang disidangkan secara in
absentia; dan/atau kuasanya, hal tersebut karena
perbuatan yang dilakukan tidak beriktikad baik.
BAB VI
PEMBERKASAN, PENGAJUAN, DAN KEBERATAN
PRMOHONAN PERAMPASAN ASET
Pasal 21
(1) Penyidikan paling lama 7 (tujuh) hari setelah
dilakukan pemblokiran dan/atau penyitaan
melakukan pemberkasan terhadap Aset yang
diblokir dan/atau yang disita disertai bukti yang
mendukung permintaan penyitaan aset. Jika
terdapat keberatan, maka keberatan tersebut
disertakan dalam pemberkasan.
(2) Kementerian atau lembaga yang bertanggung
jawab secara fisik atas benda sitaan dapat
mengajukan permohonan perampasan aset.
(3) Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah diterimanya permintaan perampasan
aset melakukan pemberkasan terhadap aset
disertai alat bukti untuk mendukung permohonan
perampasan aset.
(4) Penyidik atau penuntut akan menyampaikan hasil
permintaan tersebut dalam waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah dianggap tertutup.
(5) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
menerima berkas, berkas wajib diperiksa
kelengkapannya untuk dibawa ke pengadilan. Jika
menurut penuntut umum berkasnya tidak
lengkap, maka berkas itu segera dikembalikan
kepada penyidik atau penuntut umum dengan
petunjuk.
(6) Penyidik atau penuntut harus melengkapi berkas
yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja setelah menerima berkas yang
dikembalikan.
Pasal 22
Jaksa Pengacara Negara wajib menyerahkan
permohonan Perampasan Aset kepada Pengadilan
Negeri yang berwenang paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak tanggal berkas perkara diterima
secara lengkap. Waktu 14 hari untuk memberikan
waktu bagi jaksa pengacara Negara untuk
menyiapkan permohonan yang tepat dan lengkap.
BAB VII
PENGAJUAN PEMOHONAN PERAMPASAN ASET
Pasal 23
(1) Permohonan perampasan aset diajukan oleh
Jaksa pengacara negara kepada Ketua Pengadilan
Negeri setempat secara tertulis dalam bentuk
surat permohonan yang dilengkapi dengan berkas
perkara.
(2) Permohonan ditandatangani oleh Jaksa Pengacara
Negara, dengan memuat:
a) nama dan jabatan Jaksa Pengacara Negara;
b) tempat, hari, dan tanggal Penyitaan;
c) nama dan jenis Aset, berat, ukuran, dan/atau
jumlah menurut jenis Aset;
d) identitas orang yang menguasai atau memiliki
Aset yang disita, jika orang tersebut diketahui,
e) alasan dan dasar hukum pengajuan
permohonan Perampasan Aset dan alat bukti
dan dokumen pendukung lainnya;
f) Jaksa Pengacara Negara berwenang melakukan
tindakan untuk dan atas nama negara tanpa
perlu adanya surat kuasa khusus untuk itu.
(3) Jaksa Pengacara Negara berwenang melakukan
tindakan untuk dan atas nama negara tanpa perlu
adanya surat kuasa khusus untuk itu.
(4) Pengadilan negeri yang berwenang memeriksa,
mengatur, dan mengadili penyitaan barang adalah
pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi letak barang itu.
(5) Dalam hal penyitaan harta kekayaan telah
dimintakan dalam wilayah hukum beberapa
pengadilan negeri, kejaksaan dapat memilih salah
satu pengadilan negeri untuk permohonan
tersebut. Jika keberatan diajukan, keberatan
tersebut akan dimasukkan dalam permintaan
penyitaan.
(6) Apabila keadaan daerah tidak memungkinkan
pengadilan negeri memeriksa permohonan
penyitaan harta kekayaan, Kemudian Mahkamah
Agung atas usul kepala kejaksaan yang
berwenang memerintahkan atau menunjuk
pengadilan negeri lain yang berwenang untuk
menangani permohonan tersebut. Jika barang
yang diminta untuk disita berada di luar negeri,
maka permohonan penyitaan harta tersebut
diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pasal 24
(1) Ketua Pengadilan memeriksa yurisdiksi
permintaan yang diajukan oleh Penuntut Umum.
Batas waktu kewenangan pengadilan paling lama
3 (tiga) hari kerja Setelah menerima permintaan,
Panitera Pengadilan Negeri akan menentukan
kewenangan pengadilan yang berwenang untuk
menyelidiki, memutuskan dan mengadili
permintaan penyitaan.
(2) Setelah menetapkan kewenangan sebagaimana
tersebut, ketua pengadilan negeri menetapkan
majelis hakim yang akan memeriksa perkara dan
memerintahkan panitera untuk mengumumkan
permohonan perampasan aset.
(3) Jika Orang yang menguasai atau yang memiliki
Aset diketahui dan/atau terdapat keberatan,
maka salinan permohonan Perampasan Aset
disampaikan kepada yang bersangkutan paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum hari
persidangan.
(4) Ketua pengadilan negeri juga memerintahkan
panitera untuk memberitahukan mosi atas
permohonan dan gugatan setelah penetapan
kewenangan pengadilan terhadap gugatan
permohonan perampasan tersebut.
(5) Panitera melaksanakan pengumuman sesuai
perintah ketua pengadilan yang ditetapkan.
Pengumuman permohonan perampasan aset
dilakukan dengan menempatkannya pada papan
pengumuman Pengadilan Negeri yang
bersangkutan dan Pengadilan Negeri lain yang
dalam wilayah hukumnya terdapat Aset yang
dimintakan untuk dirampas dan pengumuman
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja berturut-
turut di media cetak dan/atau media elektronik.
Pasal 25
(1) Setiap orang yang merasa dirugikan hak-haknya
atas permohonan perampasan aset dapat
mengajukan keberatan bahwa aset yang
dimohonkan untuk dirampas bukan merupakan
aset tindak pidana.
(2) Keberatan tersebut diajukan secara tertulis
kepada ketua pengadilan negeri yang menerima
permohonan baik sebelum maupun pada hari
persidangan. Dalam hal keberatan diajukan
sebelum hari sidang, salinan keberatan
disampaikan kepada Jaksa Pengacara Negara
yang mengajukan permohonan perampasan aset.
Dalam hal terdapat pihak yang mengajukan
keberatan terhadap pemblokiran dan/atau
penyitaan, salinan keberatan disampaikan juga
kepada pihak tersebut.
(3) Untuk penentuan hari sidang, Ketua majelis
hakim dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari
kerja menetapkan hari sidang dengan
mempertimbangkan waktu pengumuman serta
jarak antara tempat persidangan dan alamat
instansi Jaksa Pengacara Negara dan/atau alamat
Orang yang kepentingan.
BAB VIII
TATA CARA PEMANGGILAN
Pasal 26
(1) Perintah dari Ketua Pengadilan Negeri, panitera
menyampaikan somasi kepada jaksa yang
menyatakan bahwa ia bermaksud hadir pada hari
sidang.
(4) Jika pemilikan atau kepemilikan atas harta itu
diketahui atau jika ada keberatan, surat perintah
juga dikirimkan kepada yang bersangkutan
dengan alamat tempat tinggal atau tempat
terakhir mereka. Surat panggilan tersebut akan
dikirimkan ke alamat rumah atau tempat tinggal
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang.
(5) Dalam hal para pihak tidak ada di tempat
tinggalnya atau di tempat kediaman terakhirnya,
surat panggilan disampaikan melalui kepala
desa/kelurahan atau dalam daerah hukum
tempat tinggal para pihak atau tempat kediaman
terakhir.
(6) Dalam hal pihak yang ditahan dalam Rumah
Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan,
surat panggilan disampaikan melalui pejabat
Rumah Tahanan Negara atau Lembaga
Pemasyarakatan.
(7) Dalam hal korporasi menjadi pihak, maka
panggilan disampaikan kepada Pengurus di
tempat kedudukan korporasi sebagaimana
tercantum dalam Anggaran Pendirian perusahaan.
Salah satu pejabat Perusahaan harus hadir di
pengadilan atas nama Perusahaan.
(8) Surat panggilan yang diterima oleh para pihak
sendiri atau oleh orang lain atau melalui orang
lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.
BAB VIII
TATA CARA PEMANGGILAN
Pasal 27
(1) Perintah dari Ketua Pengadilan Negeri, panitera
menyampaikan somasi kepada jaksa yang
menyatakan bahwa ia bermaksud hadir pada hari
sidang. Jika pemilikan atau kepemilikan atas
harta itu diketahui atau jika ada keberatan, surat
perintah juga dikirimkan kepada yang
bersangkutan dengan alamat tempat tinggal atau
tempat terakhir mereka.
(2) Surat panggilan sebagaimana yang dimaksud
pada Ayat (1), akan dikirimkan ke alamat rumah
atau tempat tinggal selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari sebelum sidang.
(3) Dalam hal para pihak tidak ada di tempat
tinggalnya atau di tempat kediaman terakhirnya,
surat panggilan disampaikan melalui kepala
desa/kelurahan atau dalam daerah hukum
tempat tinggal para pihak atau tempat kediaman
terakhir.
(4) Dalam hal pihak yang ditahan dalam Rumah
Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan,
surat panggilan disampaikan melalui pejabat
Rumah Tahanan Negara atau Lembaga
Pemasyarakatan.
(5) Dalam hal korporasi menjadi pihak, maka
panggilan disampaikan kepada Pengurus di
tempat kedudukan korporasi sebagaimana
tercantum dalam Anggaran Pendirian perusahaan.
(6) Salah satu pejabat Perusahaan harus hadir di
pengadilan atas nama Perusahaan. Surat
panggilan yang diterima oleh para pihak sendiri
atau oleh orang lain atau melalui orang lain,
dilakukan dengan tanda penerimaan.
BAB IX
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 28
Mahkamah Agung berwenang untuk mengatur
kelancaran proses peradilan dalam perkara
permohonan penyitaan.
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
BAB X
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 32