TENTANG
Mengingat : Pasal 5, Pasal 20, Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2),
Pasal 28C Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28H Ayat (1)
dan Ayat (3), dan Pasal 28J Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 38, Pasal 39, Pasal 45, dan Pasal 46 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana. Pasal 18,
Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi. Pasal 38B dan Pasal 38C Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3 dan
Pasal 57 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2001
tentang Bantuan Timbal Balik. Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Anti Korupsi, 2003). Pasal 3 dan Pasal 12.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Pasal 12 dan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United
Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentangtindak Pidana Transnasional
Yang Terorganisasi). Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal 1 Ayat (7), Pasal 1 Ayat (8), Pasal 2 Ayat (1)
dan Pasal 8 Ayat (5) dan Ayat (6) Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasal
35 Ayat (5) dan Ayat (6) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-
Undang. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyelesaian
Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang Atau Tindak
Pidana Lain. Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014
Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan
Negara dan Barang Rampasan Negara Pada
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
Peraturan Jaksa Nomor 7 Tahun 2020 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Jaksa Agung
Tentang Pedoman Pemulihan Aset.
dan
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 3
Pasal 5
BAB II
Pasal 6
(1) Aset tindak pidana yang dapat dirampas berdasarkan undang
undang ini meliputi:
(2) Aset tindak pidana sebagaimana yang dijelaskan pada ayat (1)
dapat dirampas apabila:
BAB III
HUKUM ACARA PERAMPASAN ASET
Bagian Kesatu
Penelusuran dan Penyidikan
Pasal 8
(1) Penelusuran atas Aset yang dapat dirampas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan oleh Penyidik sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pejabat
Kepolisian Negara republik Indonesia, pejabat Kejaksaan
Republik Indonesia, pejabat Komisi Pemberantasan korupsi,
pejabat Badan Narkotika Nasional, pejabat Badan Nasional
Penanggulangan terorisme dan pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil.
(3) Dalam melakukan penelusuran, Penyidik dan Penuntut Umum
dapat berkerja sama dengan lembaga-lembaga yang
melaksanakan analisis terkait transaksi keuangan atau dikenal
dengan pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan
(PPATK).
(4) Dalam melakukan Penelusuran, Penyidik atau Penuntut Umum
dan Jaksa Pengacara Negara diberikan kewenangan dalam
meminta dokumen kepada setiap Orang, Korporasi, atau
instansi pemerintahan.
(5) Dalam melakukan Penelusuran, Penyidik dapat meminta
informasi dari setiap Orang, Korporasi, instansi pemerintahan,
atau instansi terkait lain, mereka semua wajib memberikan
dokumen kepada Penyidik.
Pasal 9
(1) Setiap Orang, Korporasi, instansi pemerintah, atau instansi
terkait lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) wajib
memberikan Dokumen kepada Penyidik.
(2) Pemberian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diawali dengan pembuatan berita acara penyerahan dokumen
yang tandatangani oleh Penyidik, Orang atau pejabat dari
instansi pemerintahan atau instansi terkait yang lain yang
memiliki wewenang untuk menyerahkan dokumen dan 2 (dua)
Orang saksi.
(3) Setiap Orang, Korporasi, instansi pemerintahan atau instansi
terkait lain dilarang memberitahukan hal tersebut kepada pihak
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dengan
cara apapun terkait permintaan dan pemberiaan dokumen.
(4) Pemberian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5) Setiap Orang, Korporasi, instansi pemerintahan atau instansi
terkait wajib menyimpan surat permintaan dokumen, salinan
dokumen yang diserahkan serta berita acara penyerahan
dokumen sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
undang-undang.
Pasal 10
Pasal 11
Bagian Kedua
Pemblokiran dan Penyitaan
Pasal 12
Jika dalam hasil Penelusuran, diduga Aset yang bersangkutan
merupakan Aset sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1),
Penyidik berwenang melakukan Pemblokiran dan/atau Penyitaan.
Pasal 13
(1) Dalam melakukan Pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dilakukan dengan surat perintah Pemblokiran lembaga
yang berwenang.
(2) Perintah Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dan dikeluarkan oleh atasan langsung Penyidik
setelah mendapatkan izin Pemblokiran dari Pengadilan Negeri.
(3) Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat
lemabaga yang berwenang.
(4) Perintah Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat, antara lain:
a. nama dan jabatan Penyidik;
b. lembaga yang diminta melakukan Pemblokiran;
c. bentuk, jenis, atau keterangan lain mengenai Aset yang
dikenakan Pemblokiran; dan
d. alasan dan dasar hukum dilakukannya Pemblokiran.
(5) Lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib melakukan Pemblokiran segera setelah menerima perintah
Pemblokiran yang disampaikan oleh Penyidik.
Pasal 14
Pasal 16
(1) Dalam hal Aset Hasil Tindak Pidana yang akan disita berada di
Luar negeri, permintaan Pemblokiran atau Penyitaan Aset Hasil
Tindak Pidana diajukan kepada lembaga yang berwenang di
negara tersebut.
(2) Dalam hal permintaan Pemblokiran atau Penyitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Penyidik dapat
memblokir atau menyita Aset Hasil Tindak Pidana yang berada
di Indonesia yang dimiliki dan dikuasai oleh Orang yang Asetnya
berada di luar negeri tersebut sebagai pengganti yang nilainya
setara dengan nilai Aset Hasil Tindak Pidana yang akan diblokir
atau disita.
Pasal 17
(1) Penyidik wajib menyerahkan Aset hasil tindak pidana yang telah
disita beserta dengan dokumen pendukungnya kepada Jaksa
Agung.
(2) Sebelum diserahkan kepada Jaksa Agung, Penyidik wajib
meminta penetapan kepada pengadilan negeri setempat
mengenai Aset yang akan disita.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerangkan
mengenai bentuk, jenis, jumlah, dan keterangan lain, mengenai
Aset hasil tindak pidana.
(4) Permintaan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari.
(5) Aset Hasil Tindak Pidana yang telah diserahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyimpanan, pengamanan,
dan pemeliharaan terhadap Aset Hasil Tindak Pidana yang
dilakukan oleh Jaksa Agung.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Bagian Ketiga
Pemberkasan dan Pengajuan Permohonan Perampasan Aset
Paragraf 1
Pemberkasan
Pasal 21
(1) Penyidik dalam waktu-waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak
dilakukannya Pemblokiran dan/atau Penyitaan melakukan
pemberkasan terhadap Aset sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) yang diblokir dan/atau yang disita disertai
dengan alat bukti untuk mendukung permohonan Perampasan
Aset.
(2) Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, keberatan tersebut harus disertakan dalam
pemberkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 22
Paragraf 2
Pengajuan Permohonan Perampasan Aset
Pasal 24
1) Permohonan Perampasan Aset diajukan secara tertulis oleh
Jaksa Pengacara Negara kepada Pengadilan Negeri yang
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan
Perampasan Aset dilengkapi dengan berkas permohonan.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh Jaksa Pengacara Negara, dengan memuat:
a. nama dan jabatan Jaksa Pengacara Negara;
b. tempat, hari, dan tanggal Penyitaan;
c. nama dan jenis Aset;
d. berat, ukuran, dan/atau jumlah menurut jenis Aset Hasil
Tindak Pidana;
e. identitas Orang yang memiliki atau menguasai Aset Hasil
Tindak Pidana yang disita, jika Orang tersebut diketahui;
f. alasan dan dasar hukum pengajuan permohonan
Perampasan Aset; dan
g. alat bukti dan Dokumen pendukung lainnya.
3) Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, keberatan tersebut disertakan dalam pengajuan
permohonan Perampasan Aset.
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Bagian Keempat
Pemanggilan
Pasal 33
(1) Panitera atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, menyampaikan
surat panggilan kepada Jaksa Pengacara Negara yang
mengajukan permohonan untuk hadir pada hari sidang.
(2) Dalam hal pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara memberikan surat panggilan tertulis
terhadap tiap-tiap pihak tersebut.
(3) Dalam hal Orang yang memiliki atau menguasai Aset Hasil
Tindak Pidana diketahui dan/atau terdapat keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), surat panggilan
juga disampaikan kepada pihak yang bersangkutan melalui
alamat tempat tinggal atau kediamannya yang terakhir.
(4) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
sudah diterima paling lambat 3 (tiga) Hari sebelum hari sidang.
(5) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berada di tempat, surat panggilan disampaikan kepada anggota
keluarganya atau kepala desa, lurah atau nama lainnya, yang
wilayah kerjanya meliputi alamat tempat tinggal atau kediaman
terakhir pihak yang bersangkutan.
(6) Dalam hal pihak yang bersangkutan sedang berada dalam
rumah tahanan negara atau lembaga pemasyaratan, surat
panggilan disampaikan melalui pejabat rumah tahanan negara
atau lembaga pemasyarakatan.
(7) Dalam hal pihak yang bersangkutan tidak berada dalam wilayah
negara republik Indonesia maka surat panggilan disampaikan
melalui kedutaan besar Indonesia berada di negara tempat yang
bersangkutan berada.
(8) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan Korporasi, surat panggilan ditujukan kepada
pengurus di tempat kedudukan Korporasi.
(9) Penerimaan surat panggilan dilakukan dengan pembuatan
tanda penerimaan.
(10) Jika surat pemanggilan telah diberikan kepada yang
bersangkutan maka yang bersangkutan wajib hadir dalam
persidangan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pasal 34
Pemeriksaan permohonan Perampasan Aset di sidang pengadilan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
(1) Jaksa Pengacara Negara wajib menghadirkan Aset Hasil Tindak
Pidana yang dimohonkan untuk dirampas dalam pemeriksaan
di persidangan.
(2) Dalam hal Aset Hasil Tindak Pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat dihadirkan dalam pemeriksaan di
persidangan, pemeriksaan dilakukan di tempat Aset tersebut
berada atau dengan menggunakan sarana elektronik.
(3) Dalam hal Aset Hasil Tindak Pidana yang dimohonkan berupa
akun atau benda tidak berwujud maka yang diperiksa di
persidangan dapat berupa pernyataan (affidavit) dari penyedia
layanan.
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
BAB IV
PENGELOLAAN ASET
Bagian kesatu
Umum
Pasal 51
Bagian Kedua
Pasal 52
Bagian Ketiga
Pasal 53
Pasal 56
Pasal 58
(1) Terhadap Aset Hasil Tindak Pidana yang dirampas untuk negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dapat dilakukan penggunaan atau
pemanfaatan.
(2) Penggunaan atau pemanfaatan terhadap Aset Hasil Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
setelah Jaksa Agung memperoleh persetujuan Menteri yang
menyenggarakan urusan pemerintahan dibidang keuangan.
(3) Penggunaan atau pemanfaatan Aset yang dirampas
dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan
memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum.
Pasal 59
(1) Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana terhadap pihak ketiga
atau pihak lain baik Sebagian maupun seluruhnya, dilakukan
berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2) Penggunaan atau pemanfaatan Aset rampasan dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan
kepentingan negara dan kepentingan umum.
(3) Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana dinyatakan gugur
apabila melampaui 5 (lima) tahun.
Pasal 60
(1) Jaksa Agung harus membangun sistem informasi Aset Hasil
Tindak Pidana berbasis elektronik yang terintegrasi.
(2) Sistem informasi Aset Hasil Tindak Pidana berbasis elektronik
yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
digunakan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan Aset Hasil Tindak Pidana.
(3) Sistem informasi Aset Hasil Tindak Pidana berbasis elektronik
yang terintegrasi sebagiamana dimaksud pada ayat (1), paling
sedikit memuat informasih sebagai berikut:
a. Jenis Aset Hasil Tindak Pidana;
b. Nilai Aset Hasil Tindak Pidana;
c. Status Aset Hasil Tindak Pidana;
d. Ringkasan kasus posisi;
e. Surat perintah Pembelokiran/Penyitaan;
f. Lokasi fisik penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan
Aset Hasil Tindak Pidaba;
g. Pendapatan yang diterima dari hasil pemeliharaan Aset Hasil
Tindak Pidana;
h. Biaya yang dilekuarkan untuk penyimpanan, pengamanan
dan pemeliharaan Aset Hasil Tindak Pidana;
i. Informasi mengenai Aset Hasil Tindak Pidana yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap;
j. Informasi mengenai putusan atas Aset Hasil Tindak Pidana
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
k. Menerbitkan laporan kinerja dan pertanggungjawaban
keuangan terkait pengelolaan Aset Hasil Tindak Pidana;
l. Menerbitkan laporan tahunan Pengelolaan;
Pasal 61
Pasal 62
BAB V
KERJA SAMA INTERNASIONAL
Pasal 63
(2) perjanjian bagi hasil sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 65
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
ttd ttd
JOKO WIDODO
YASONNA H. LAOLY
ATAS
NOMOR…TAHUN…
TENTANG
I. UMUM