Anda di halaman 1dari 5

LEGAL OPINION

( PENDAPAT HUKUM )
DOSEN PENGAMPU : Dwi Nur Fauziah Ahmad, SH., MH

Dibuat Oleh:

ANANDA ILHAM SAPUTRA


2274201158

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah
Tangerang
2023
Saya sebagai Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang berpartisipasi dalam webinar
nasional dengan topik “RUU Perampasan Aset dan Makna Strategisnya dalam Menyelamatkan
Keuangan Negara” pada tanggal 27 Mei 2023. Pembicara menjelaskan tentang Asset Forfeiture
Untuk Asset Recovery, Asset Forfeiture atau perampasan/penyitaan aset adalah hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana yang mana asetnya (uang atau properti) dirampas/disita
oleh negara tanpa kompensasi sebagai konsekuensi dari pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan. Asset Forfeiture ini juga dapat diartikan sebagai upaya paksa pengambilalihan hak
atas kekayaan atau keuntungan yang telah diperoleh, atau mungkin telah diperoleh oleh orang
dari tindak pidana yang dilakukannya baik di Indonesia atau di negara asing. Asset Forfeiture ada
3 cara yaitu Criminal forfeiture, Administrative forfeiture, dan Civil forfeiture.
 Criminal Forfeiture
Tindakan in personam (terhadap orang) terhadap terdakwa yang mencakup
pemberitahuan tentang niat untuk menyita harta benda dalam surat dakwaan
pidana. Hukuman pidana diperlukan, dan penyitaan adalah bagian dari hukuman
terdakwa. Perampasan pidana terbatas pada kepentingan properti terdakwa,
termasuk setiap hasil yang diperoleh dari aktivitas ilegal terdakwa. Penyitaan
pidana pada umumnya terbatas pada properti yang terlibat dalam hitungan tertentu
di mana terdakwa dihukum. Sebagai bagian dari penjatuhan hukuman, pengadilan
dapat memerintahkan penyitaan properti tertentu yang tercantum dalam surat
dakwaan, sejumlah uang sebagai keputusan pengadilan, atau properti lain sebagai
properti pengganti. Pemerintah harus membangun dengan bukti yang lebih
banyak hubungan yang diperlukan antara kejahatan penghukuman dan aset.
Setelah perintah penyitaan awal dimasukkan, proses tambahan terpisah mulai
menentukan kepentingan kepemilikan pihak ketiga dalam properti yang ingin
dirampas oleh pemerintah.

 Administrative Forfeiture
Tindakan in rem (terhadap properti) yang mengizinkan properti disita ke
Amerika Serikat tanpa mengajukan kasus di pengadilan federal. Proses penyitaan
administratif terjadi sebelum agen yang menyita aset ketika tidak ada yang
mengajukan klaim yang menentang penyitaan tersebut. Ada banyak prosedur
yang berlaku, termasuk batasan waktu yang ketat dan persyaratan pemberitahuan
yang dirancang untuk melindungi kepentingan dan hak pemilik properti. Setiap
penyitaan properti yang tunduk pada penyitaan administratif harus didasarkan
pada kemungkinan penyebab. Manfaat utama penyitaan administratif adalah
untuk menghindari membebani pengadilan dengan tindakan yudisial ketika tidak
ada yang menentang penyitaan properti yang disita.
 Civil Forfeiture
Proses pengadilan in rem (melawan properti) diajukan terhadap properti
yang berasal dari atau digunakan untuk melakukan pelanggaran, bukan terhadap
orang yang melakukan pelanggaran. Tidak seperti penyitaan pidana, tidak ada
hukuman pidana yang diperlukan, meskipun pemerintah masih harus
membuktikan di pengadilan bahwa properti tersebut terkait dengan aktivitas
kriminal. Persidangan memungkinkan pengadilan untuk mengumpulkan siapa pun
yang berkepentingan dengan properti dalam kasus yang sama dan menyelesaikan
semua masalah dengan properti tersebut sekaligus. Dalam kasus penyitaan
perdata, pemerintah adalah penggugat, properti adalah tergugat, dan siapa pun
yang mengklaim kepentingan atas properti tersebut adalah penggugat.
Perampasan sipil memungkinkan pemerintah untuk mengajukan kasus terhadap
properti yang tidak dapat dijangkau melalui perampasan kriminal, seperti properti
penjahat yang berlokasi di luar Amerika Serikat, termasuk teroris, dan buronan.
Perampasan sipil juga memungkinkan pemulihan aset yang dipegang oleh
terdakwa yang telah meninggal atau di mana tidak ada terdakwa yang dapat
diidentifikasi.

ISU HUKUM
1. Apa aset recovery sudah berhasil?
2. Berapa hasil yang negara dapat dari aset recovery?

PEMBAHASAN
Kejahatan korupsi secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara, yang pada saat yang sama merugikan rakyat. Dan kenyataannya
sejak tahun 2014 hingga 2021 KPK rampas aset dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang
justru sangat miris bahwa ICW pernah menuliskan dalam beberapa artikel hanya 2,2 % saja yang
dapat dikembalikan dari sekian banyaknya kerugian negara yang muncul akibat tindak pidana
korupsi. Korban (victim) dari kejahatan korupsi adalah Negara dan rakyat, karena dengan adanya
kejahatan korupsi maka keuangan dan perekonomian negara menjadi berkurang dan terganggu.
Para koruptor menjadikan Negara sebagai korban (victim state). Aset negara yang dikorupsi
tersebut tidak saja merugikan negara secara sempit, tetapi juga merugikan negara beserta
rakyatnya. Beberapa koruptor dijatuhi pidana denda, tetapi kemudian lebih memilih diganti
dengan pidana kurungan. Hal itu berarti kerugian negara tidak dipulihkan. Belakangan ini
muncul ide pemiskinan buat koruptor, yaitu dengan dipidana kewajiban untuk mengembalikan
sejumlah kerugian negara. Akan tetapi pendekatan formal prosedural melalui hukum acara
pidana yang berlaku sekarang ternyata belum mampu untuk mengembalikan kerugian negara.
Padahal kerugian negara yang diakibatkan oleh korupsi merupakan aset negara yang
harus diselamatkan. Oleh karenanya, diperlukan cara lain untuk menyelamatkan aset negara
tersebut. Yaitu dengan pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi. Penegakan hukum dan
pemulihan aset kejahatan merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dalam
pemberantasan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi.

Sebagai kejahatan yang didasari kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation), maka
pengelolaan dan pengamanan hasil kejahatan merupakan kebutuhan mendasar bagi pelaku
kejahatan kerah putih. Seseorang akan berani melakukan korupsi jika hasil yang didapat dari
korupsi akan lebih tinggi dari resiko hukuman yang dihadapi, bahkan tidak sedikit pelaku
korupsi yang siap masuk penjara apabila ia memperkirakan bahwa selama menjalani masa
hukuman, keluarganya masih akan dapat tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang dilakukan.

Oleh karena itulah maka pemberantasan korupsi tidak cukup dengan menghukum para
pelakunya, namun harus diimbangi dengan upaya untuk memotong aliran hasil kejahatan.
Dengan merampas harta benda yang dihasilkan dari kejahatan korupsi, maka diharapkan pelaku
akan hilang motivasinya untuk melakukan atau meneruskan perbuatannya, karena tujuan untuk
menikmati hasil-hasil kejahatannya akan terhalangi atau menjadi sia-sia. Jika ada instrument
perampasan aset, maka sangat dimungkinkan, pertama, sedikit mungkin pelaku akan berpikir
untuk melakukan tindak pidana karena tidak akan menguntungkan atau keuntungannya akan
dirampas untuk Negara.

Kedua, pidana hilang kemerdekaan (penjara) tidak akan mampu mencegah dilakukannya
tindak pidana karena pelaku masih bisa menikmati hasil/keuntungan tindak pidananya. Ketiga,
perampasan aset dapat menambah dukungan masyarakat dan menjadi pesan penting bahwa
pemerintah bersungguh-sungguh memerangi tindak pidana.

Keempat, perampasan aset merupakan cerminan dalam mendukung dilakukannya perang


terhadap tindak pidana tertentu. Kelima, pidana denda yang selama ini dijatuhkan kepada pelaku,
dinilai tidak cukup untuk menjerakan pelaku tindak pidana. Keenam, perampasan aset berperan
untuk memperingatkan bagi mereka yang hendak melakukan kejahatan. Pemberian hukuman
adalah tidak cukup, untuk itu, dengan atau disertai perampasan aset melalui penyitaan hasil
tindak pidana akan memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan terhadap calon pelaku
tindak pidana. Mereka akan takut jika semua keuntungan hasil tindak pidana akan disita oleh
Negara, tanpa harus melalui peradilan pidana.
KESIMPULAN

Jadi tindak pidana korupsi dan pencucian uang harus dilakukan Asset Forfeiture atau
perampasan/penyitaan aset oleh negara tanpa kompensasi tujuannya sebagai konsekuensi dari
pelanggaran atau kejahatan terdakwa yang dilakukan dan juga agar negara dan masyarakat tidak
dirugikan serta keuangan dan perekonomian negara menjadi berkurang dan terganggu yang
menyebabkan kesulitan bagi masyarakat dan negara.
Dan perlu adanya terobosan-terobosan untuk mendeteksi aset-aset illicit enrichment dan
unexplained wealth melalui : lifestyle approach, banking profiling (KYC), atau bahkan
digunakannya tracing by social media/flaxing on media. Lalu segerakan sahkan RUU
Perampasan Aset serta penyusunan RUU Pemberantasan Transaksi Uang Kartal. Dengan
demikian maka RUU Perampasan Aset mampu mengembalikan hak negara dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai