PENDAHULUAN
Hukum pidana khusus adalah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana
atau pelanggaran tertentu, berbeda dengan hukum pidana umum yang mencakup tindak
pidana umum. Pada Hukum Pidana Khusus, terdapat beberapa tindak pidana yang
memiliki Undang- Undang tersendiri salah satunya “ Tindak Pidana Pencucian Uang “
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berupa proses
penyembunyian atau pembersihan asal-usul dana yang diperoleh melalui kegiatan yang
melawan hukum, dengan tujuan agar tampak sah atau melegalkan suatu harta kekayaan.
Di Indonesia sendiri telah mengkriminalisasi pencucian uang sejak awal tahun 2002
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (UUTPPU), kemudian pada bulan Oktober 2003 undang-undang ini
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2003. Meskipun undang-undang ini telah
berlaku lebih lama dari 4 tahun, nampaknya implementasi peraturan ini masih kurang
memuaskan.
Namun pada tahun 2010, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menggantikan Undang-undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang sebelumnya telah diubah
dengan UU Nomor 25 Tahun 2003. Perubahan ini disebabkan oleh ketidakkonsistenan
undang-undang sebelumnya dengan perubahan kebutuhan dan praktik penegakan
hukum.
Penelitian ini harus dimulai dengan memahami kembali konteks dan tujuan
kriminalisasi pencucian uang, baik secara global maupun demi kepentingan nasional,
1
kemudian dipadukan dengan kualitas undang-undang, kesiapan dan sikap aparat
penegak hukum serta sikap masyarakat terhadap upaya penghapusan pencucian uang.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu
yang berhubungan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang dan sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tindak pidana adalah istilah hukum yang digunakan dalam sistem hukum pidana
untuk merujuk pada perbuatan atau perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
dapat dikenakan hukuman. Tindak pidana di Indonesia dibagi menjadi 2, salah satunya
tindak pidana khusus. Tindak pidana khusus adalah suatu perbuatan melawan hukum
yang diatur oleh suatu undang-undang yang secara khusus mendefinisikan perbuatan itu
sebagai suatu tindak pidana.
Perundang-undangan pidana khusus dapat diartikan sebagai peraturan
perundang-undangan di bidang tertentu yang mempunyai ancaman pidana, atau sebagai
tindak pidana yang diatur dalam suatu perbuatan hukum khusus, salah satunya adalah
tindak pidana pencucian uang.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, mendefinisikan pencucian uang atau money
laundering sebagai:
“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasaldari kejahatan dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana
dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang
halal.”
Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dalam ketentuan Pasal (3)
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 “ Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak
3
pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
1) Placement (penempatan)
Merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke
dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral
(chegue,wesel bank, sartifikat deposito dan lain-lain) kembali ke dalam sistem
keuangan terutama Sistem perbankan. klasemen merupakan tahapan yang paling
sederhana satu langkah untuk mengubah uang yang dihasilkan dari kegiatan
kejahatan ke dalam bentuk yang kurang menimbulkan kerugian dan pada akhirnya
masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.
2) layering (transfer)
Merupakan upaya mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang
telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan sebagai hasil upaya
penempatan ke penyedia jasa keuangan yang lain. Proses layering ini di deteksi
dengan adanya laporan transaksi keuangan yang sangat mencurigakan seperti diatur
dalam pasal 13 undang-undang tppu. sementara itu yang dimaksud dengan transaksi
keuangan yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan
karakteristik nasabah serta kebiasaan nasabah termasuk transaksi yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan.
3) Integration (penggabungan)
Merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana
yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau
4
transfer sehingg1a seolah-olah menjadi harta kekayaan halal, untuk kegiatan bisnis
yang halal atau untuk biaya kembali kegiatan kejahatan. integration ini merupakan
tipu muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap uang hasil kejahatan.
Dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 : “Setiap Orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian hasil tindak
pidana (lihat pendahuluan), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Namun ketentuan
ini tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.”
5
Di Indonesia memiliki beberapa sanksi dan peraturan untuk memberantas pencucian
uang. Dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU PPTPU), pidana pencucian uang dapat dikenakan sanksi
sebagai berikut:
6
peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya mencari dan menemukan
kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Bukan hal yang aneh
apabila di Indonesia, tindakan teror atau ancaman, baik fisik maupun psikis banyak
menimpa orang-orang yang akan memberikan kesaksian dalam suatu proses peradilan
pidana, terlebih apabila kesaksian yang akan diberikan dapat memberatkan orang yang
dituduh melakukan tindak pidana. Dalam konteks sistem peradilan pidana, secara
yuridis, saksi adalah "orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri".
Definisi saksi di atas cukup luas atau umum, sehingga yang termasuk dalam
pengertian saksi bisa orang yang menjadi korban, pelapor, pengadu, maupun orang lain
yang dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana baik di tingkat
penyidikan, penuntutan, maupun di muka sidang pengadilan. Kebanyakan undang-
undang pidana khusus yang dibuat sesudah berlakunya KUHAP tidak memberikan
definisi atau pengertian saksi secara khusus, artinya, saksi yang dimaksud dalam
undang-undang tersebut mengacu pada pengertian saksi yang diatur dalam KUHAP.
Memang ada beberapa perundang-undangan yang memberikan definisi saksi, walaupun
tidak ada perbedaan secara mendasar dengan yang diatur dalam KUHAP.
7
Pengaturan mengenai perlindungan bagi pelopor dan saksi dalam UU No. 8
Tahun 2010 tentang TPPU diatur dalam bab tersendiri (Bab VII). Ada 5 (lima) pasal
yang mengatur mengenai permasalahan tersebut, yaitu Pasal 39 s. d Pasal 43 UU TPPU.
Pasal-pasal tersebut pada pokoknya mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk merahasiakan indentitas pelopor baik oleh PPATK, penyidik,
penuntut umum, maupun hakim. Adapun pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut menimbulkan hak bagi pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti
kerugian melalui pengadilan (Pasal 39 ayat (1) dan (2));
2. Kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus oleh negara terhadap setiap
orang yang melaporkan terjadinya dugaan TPPU, baik dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk
keluarganya (Pasal 40 ayat (1));
3. Pelarangan untuk menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang
memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor di sidang pengadilan.
Bahkan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan
adanya pelarangan tersebut kepada saksi, penuntut umum, dan orang lain yang
terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut (Pasal 41 ayat (1) dan (2));
4. Kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus oleh negara terhadap setiap
orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan TPPU, baik dari
kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya,
termasuk keluarganya (Pasal 42 ayat (1)); dan
5. Pemberian jaminan kepada pelapor dan/atau saksi sehingga tidak dapat dituntut
baik secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau kesaksian yang
diberikan oleh yang bersangkutan (Pasal 43).
8
2.5 CONTOH KASUS TERKAIT TPPU
KASUS 1.
Nazaruddin Divonis Enam Tahun Kasus Pencucian Uang
Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jun 2016 19:58 WIB Tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)
dalam pembelian saham perdana PT Garuda Muhammad Nazaruddin saat menunggu
Majelis Hakim dalam sidang vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 9 Juni
2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia – Sidang putusan terdakwa kasus pencucian uang Muhammad
Nazaruddin sudah ditetapkan. Nazaruddin mendapatkan hukuman 6 tahun penjara
disertai denda Rp 1 miliar subsidier satu tahun.
Selain itu, dalam putusan tersebut Majelis menyatakan terdapat beberapa aset
yang telah disita Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan dikembalikan terdakwa. Pasalnya,
aset tersebut diketahui sudah dimiliki oleh mantan bendahara umum Demokrat tersebut
sebelum menjabat sebagai anggota DPR.
Aset yang dikembalikan antara lain perkebunan kelapa sawit di daerah Mandau,
beberapa klaim asuransi, rumah di alam sutera, dan jam tangan hitam yang sudah pecah
merek Patek Philippe.
9
“Saya menerima semua keputusan yang sudah diputuskan, saya tidak akan
mengajukan banding,” ujarnya dengan suara lemas. Meski begitu, keputusan tersebut
berbeda dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Awalnya, JPU menuntut hukuman
pidana selama tujuh tahun dengan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. JPU
KPK juga menuntut agar harta Nazaruddin dirampas untuk negara Senilai Rp 600
miliar.
10
membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan,
membelanjakan untuk kendaraan bermotor, membayarkan polis asuransi, dan
membayarkan pembelian saham dan obligasi sukuk.
KASUS 2
Minggu, 20 Agu 2023 05:58 WIB Jakarta - Kasus korupsi yang melibatkan Rafael Alun
Trisambodo akan memasuki babak baru. Mantan pejabat Ditjen Pajak ini segera
disidangkan.
Korupsi Rafael Alun ini terungkap lewat klarifikasi Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya. Saat itu aset milik Rafael Alun dinilai tidak
wajar.
Hasil klarifikasi itu mengungkap dugaan korupsi dari ayah Mario Dandy
tersebut. Rafael Alun lalu ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Dalam
perkembangan penyidikan, Rafael Alun kembali ditetapkan sebagai tersangka di kasus
pencucian uang. Kasus Korupsi Rafael Alun Segera Disidang
11
Tim jaksa KPK menjerat Rafael Alun dengan dua dakwaan sekaligus. Dia dijerat
dengan pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. "Tim jaksa KPK mendakwa
dengan pasal gratifikasi sekaligus TPPU," ujar Ali.
Ali mengatakan penahanan dari Rafael Alun kini menjadi wewenang dari
Pengadilan Tipikor. Tim jaksa KPK saat ini masih menunggu jadwal persidangan
pertama untuk Rafael Alun. "Saat ini tim jaksa masih menunggu penetapan jadwal
persidangan pertama untuk pembacaan surat dakwaan," tutur Ali. Nilai Korupsi Rafael
Alun Senilai Rp 111,2 Miliar
Kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan
Rafael Alun segera disidangkan. KPK mengungkap Rafael Alun melakukan pencucian
uang selama 20 tahun terakhir. Tindakan pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun
terbagi menjadi dua periode. Dalam periode pertama Rafael Alun melakukan pencucian
uang sejak tahun 2003.
"TPPU periode 2003 sampai dengan 2010 sebesar Rp 31,7 miliar," kata Ali.
Perbuatan pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun berlanjut ke periode kedua. Di
periode ini ayah dari Mario Dandy tersebut melakukan pencucian uang mulai tahun
2011 hingga 2023. Dalam periode keduanya ini, ada mata uang asing yang digunakan
Rafael Alun dalam kasus pencucian uangnya tersebut.
"TPPU periode 2011 sampai dengan 2023 sebesar Rp 26 miliar, SGD 2 juta,
USD 937 ribu," jelas Ali. Jika ditotal, tindak pidana pencucian uang yang dilakukan
Rafael Alun dalam dua periode selama 20 tahun terakhir mencapai Rp 94,6 miliar.
Perbandingan Harta dan Nilai Korupsi Rafael Alun Perjalanan kasus korupsi
Rafael Alun berawal dari klarifikasi mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) miliknya. Saat itu gaya hidup mewah Rafael diduga tidak selaras
dengan penghasilannya sebagai penyelenggara negara.
12
Dalam LHKPN periodik 2022, Rafael Alun melaporkan kekayaannya sebesar
Rp 56,7 miliar. Harta itu didominasi 11 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di
wilayah Jakarta hingga Manado. Aset Rafael di sektor ini bernilai Rp 51,9 miliar.
Rafael Alun juga melaporkan kepemilikan empat mobil senilai Rp 1 miliar. Dia
juga melaporkan harta bergerak lainnya sebesar Rp 420 juta serta surat berharga senilai
Rp 1,5 miliar. Ayah Mario Dandy ini juga memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 1,4
miliar dan harta lainnya senilai Rp 419 juta. Dalam laporan kekayaannya ini Rafael
Alun mengaku tidak memiliki utang.
Jika ditotal nilai pencucian uang Rafael Alun selama 20 tahun terakhir mencapai
Rp 94,6 miliar. Saat ditotal dengan nilai gratifikasinya, maka besaran dugaan nilai
korupsi Rafael Alun akan mencapai Rp 111,2 miliar. Angka itu dua kali lipat lebih besar
dari jumlah harta yang telah dilaporkan Rafael Alun.
KASUS 3
"Amie Hamid, sudah diputus tindak pidana perpajakan 2 tahun 6 bulan. Dia
didenda Rp 246 miliar. Dia dapat Rp 49 miliar dari faktur palsu, menyamarkan dari
transaksi illegal ke legal," ujar Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak,
Dadang Suwarna. Tersangka membelikan uang yang didapat dari keuntungan tersebut
untuk membeli sejumlah aset dan barang-barang. Atas hasil perbuatan pidana itu,
penyidik telah menyita sebagian aset yang dimiliki tersangka yang diduga diperoleh dari
hasil perbuatan pidana yang diperkirakan Rp 26,89 miliar.
Dari total Rp 26,80 miliar, terdiri dari uang tunai sebesar Rp 441,76 juta yang
merupakan pengembalian atas pembatalan pembelian apartemen unit 31 BD tipe 2BR-B
13
luas 61.4 m2, di Newmont Apartment. Delapan bidang properti baik tanah maupun
bangunan dengan taksiran nilai pasar mencapai Rp 24,5 miliar, dan sembilan unit
kendaraan dengan total nilai sekitar Rp 1,9 miliar. "Dari jumlah yang diselamatkan atas
uang yang diperoleh faktur pajak, diselamatkan RP 26,8 miliar terdiri dari uang tunai
RP 441 juta itu dari pembelian apartemen. Itu uangnya kami serahkan ke Kejaksaan
sebagai bukti," ujarnya.
Atas perbuatan ini, dia mendapatkan ancaman hukuman paling lama 20 tahun
dengan denda paling banyak Rp 10 miliar. Dia diduga melanggar pasal 3 UU
nomor 8 tahun 2010.
KASUS 4
Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut
berlangsung dari tahun 2020 s/d 2023. SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS
dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam
14
bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang
maupun jasa.
15
Selain itu sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana
perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan partai Nasdem dengan nilai miliaran
rupiah dan KPK akan terus mendalami. Penerimaan-penerimaan dalam bentuk
gratifikasi yang diterima SYL bersama-sama KS dan MH mash terus dilakukan
penelusuran dan pendalaman ole Tim Penyidik. Dari analisis dan kebutuhan proses
penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka SYL dan Tersangka MH untuk masing-
masing 20 hari pertama terhitung 13 Oktober 2023 s/d 1 November 2023 di Rutan KPK.
Kami memakai kasus 3 karena menurut pendapat kelompok kami tentang kasus
diatas “kami setuju dengan dakwaan yang diberikan kepada pelaku, sesuai dengan
pasal 3 Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Tentang tindak pidana pencucian uang”.
Karena pelaku melakukan kejahatan tersebut menyalahi aturan dan dapat merugikan
banyak pihak dengan cara memakai uang hasil tindak pidana sesuai unsur pasal 3
Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Tentang tindak pidana pencucian uang.
16
Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) .
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya perangkat hukum yang tegas hal ini bisa dijadikan sebagai
perwujudan rasa keadilan. Sanksi tindak pidana pencucian uang berupa pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Selain itu pihak yang terlibat seperti pelapor dan saksi memiliki perlindungan
hukum dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya
termasuk keluarganya. Dalam kasus money laundering kepolisian dan penuntut umum
juga memiliki kesulitan dalam membuktikan terjadinya tindak pidana pencucian uang
karena modusnya yang bervariasi dan biasanya tidak ditemukan adanya cukup alat
bukti.
3.2 SARAN
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
Dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.24
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.
20
21