Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hukum pidana khusus adalah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana
atau pelanggaran tertentu, berbeda dengan hukum pidana umum yang mencakup tindak
pidana umum. Pada Hukum Pidana Khusus, terdapat beberapa tindak pidana yang
memiliki Undang- Undang tersendiri salah satunya “ Tindak Pidana Pencucian Uang “
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berupa proses
penyembunyian atau pembersihan asal-usul dana yang diperoleh melalui kegiatan yang
melawan hukum, dengan tujuan agar tampak sah atau melegalkan suatu harta kekayaan.

Perbuatan Pencucian uang merugikan masyarakat, juga sangat merugikan Negara


karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau
keuangan Negara dengan meningkatkan berbagai kejahatan. Praktek pencucian uang
kotor, uang tunai, atau harta kekayaan lainnya yang berasal dari tindak pidana bertujuan
untuk menghilangkan sumbernya merupakan bisnis yang menggiurkan.

Di Indonesia sendiri telah mengkriminalisasi pencucian uang sejak awal tahun 2002
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (UUTPPU), kemudian pada bulan Oktober 2003 undang-undang ini
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2003. Meskipun undang-undang ini telah
berlaku lebih lama dari 4 tahun, nampaknya implementasi peraturan ini masih kurang
memuaskan.
Namun pada tahun 2010, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menggantikan Undang-undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang sebelumnya telah diubah
dengan UU Nomor 25 Tahun 2003. Perubahan ini disebabkan oleh ketidakkonsistenan
undang-undang sebelumnya dengan perubahan kebutuhan dan praktik penegakan
hukum.
Penelitian ini harus dimulai dengan memahami kembali konteks dan tujuan
kriminalisasi pencucian uang, baik secara global maupun demi kepentingan nasional,

1
kemudian dipadukan dengan kualitas undang-undang, kesiapan dan sikap aparat
penegak hukum serta sikap masyarakat terhadap upaya penghapusan pencucian uang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Tindak Pidana Pencucian Uang ?


2. Bagaimana Tahapan dalam Pencucian Uang dan Bagaimana Dampak dari
Pencucian Uang?
3. Bagaimana Perlindungan bagi pelapor dan saksi TPPU?
4. Apa saja kasus yang terkait dengan TPPU di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu
yang berhubungan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang dan sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MONEY LOUNDERING

Tindak pidana adalah istilah hukum yang digunakan dalam sistem hukum pidana
untuk merujuk pada perbuatan atau perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
dapat dikenakan hukuman. Tindak pidana di Indonesia dibagi menjadi 2, salah satunya
tindak pidana khusus. Tindak pidana khusus adalah suatu perbuatan melawan hukum
yang diatur oleh suatu undang-undang yang secara khusus mendefinisikan perbuatan itu
sebagai suatu tindak pidana.
Perundang-undangan pidana khusus dapat diartikan sebagai peraturan
perundang-undangan di bidang tertentu yang mempunyai ancaman pidana, atau sebagai
tindak pidana yang diatur dalam suatu perbuatan hukum khusus, salah satunya adalah
tindak pidana pencucian uang.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, mendefinisikan pencucian uang atau money
laundering sebagai:
“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasaldari kejahatan dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana
dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang
halal.”

Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dalam ketentuan Pasal (3)
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 “ Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak

3
pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2.2 Tahapan-tahapan dan dampak dari Tindak Pidana


Pencucian Uang
Secara umum terdapat beberapa tahapan dalam melakukan usaha pencucian uang
yaitu sebagai berikut:

1) Placement (penempatan)

Merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke
dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral
(chegue,wesel bank, sartifikat deposito dan lain-lain) kembali ke dalam sistem
keuangan terutama Sistem perbankan. klasemen merupakan tahapan yang paling
sederhana satu langkah untuk mengubah uang yang dihasilkan dari kegiatan
kejahatan ke dalam bentuk yang kurang menimbulkan kerugian dan pada akhirnya
masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.

2) layering (transfer)

Merupakan upaya mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang
telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan sebagai hasil upaya
penempatan ke penyedia jasa keuangan yang lain. Proses layering ini di deteksi
dengan adanya laporan transaksi keuangan yang sangat mencurigakan seperti diatur
dalam pasal 13 undang-undang tppu. sementara itu yang dimaksud dengan transaksi
keuangan yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan
karakteristik nasabah serta kebiasaan nasabah termasuk transaksi yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan.

3) Integration (penggabungan)

Merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana
yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau

4
transfer sehingg1a seolah-olah menjadi harta kekayaan halal, untuk kegiatan bisnis
yang halal atau untuk biaya kembali kegiatan kejahatan. integration ini merupakan
tipu muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap uang hasil kejahatan.

2.3 SANKSI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Tindak Pidana Pencucian Uang

Dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 : “Setiap Orang yang menempatkan,


mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian hasil
tindak pidana (lihat pendahuluan), yang bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaan, dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).”
Dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 : “Setiap Orang yang menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian hasil
tindak pidana (lihat pendahuluan), dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang
dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”

Dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 : “Setiap Orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian hasil tindak
pidana (lihat pendahuluan), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Namun ketentuan
ini tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.”

5
Di Indonesia memiliki beberapa sanksi dan peraturan untuk memberantas pencucian
uang. Dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU PPTPU), pidana pencucian uang dapat dikenakan sanksi
sebagai berikut:

 Penjara: Mereka yang dinyatakan bersalah melakukan pencucian uang


dapat dihukum penjara. Hukuman pidana ini dapat bervariasi tergantung
pada tingkat keparahan kejahatan dan jumlah uang yang terlibat.
 Denda: Pengadilan dapat mengenakan denda kepada pelaku pencucian
uang selain hukuman penjara. Besaran dendanya bisa sangat bervariasi,
tergantung berbagai faktor, termasuk jumlah pencucian uang.
 Penyitaan dan Pemusnahan Aset: Pengadilan dapat memerintahkan
penyitaan dan pemusnahan aset yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang. Tujuannya adalah untuk menghilangkan peredaran hasil
kejahatan dan mencegah penggunaan kembali dana tersebut untuk tujuan
yang tidak sah.
 Pengembalian Aset: Jika aset yang dicuci ternyata merupakan hasil
tindak pidana tertentu, pengadilan dapat memerintahkan agar aset
tersebut dikembalikan kepada pemilik yang sah. Hal ini mungkin
termasuk kompensasi bagi korban kejahatan.
 Larangan Bisnis: Pengadilan dapat melarang pelaku pencucian uang
melakukan transaksi atau transaksi keuangan tertentu untuk jangka waktu
tertentu.
 Sanksi administratif: Lembaga dan individu yang terkait dengan
perusahaan yang mungkin terlibat dalam pencucian uang juga dapat
dikenakan sanksi administratif, seperti pencabutan izin.

2.4 PERLINDUNGAN TERHADAP PELAPOR DAN SAKSI TPPU

Penegak hukum sering mengalami kesukaran dalam mencari dan menemukan


kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku karena tidak menghadirkan
saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dan pihak
tertentu. Padahal kita ketahui bahwa peran saksi (korban) dalam suatu proses

6
peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya mencari dan menemukan
kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Bukan hal yang aneh
apabila di Indonesia, tindakan teror atau ancaman, baik fisik maupun psikis banyak
menimpa orang-orang yang akan memberikan kesaksian dalam suatu proses peradilan
pidana, terlebih apabila kesaksian yang akan diberikan dapat memberatkan orang yang
dituduh melakukan tindak pidana. Dalam konteks sistem peradilan pidana, secara
yuridis, saksi adalah "orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri".
Definisi saksi di atas cukup luas atau umum, sehingga yang termasuk dalam
pengertian saksi bisa orang yang menjadi korban, pelapor, pengadu, maupun orang lain
yang dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana baik di tingkat
penyidikan, penuntutan, maupun di muka sidang pengadilan. Kebanyakan undang-
undang pidana khusus yang dibuat sesudah berlakunya KUHAP tidak memberikan
definisi atau pengertian saksi secara khusus, artinya, saksi yang dimaksud dalam
undang-undang tersebut mengacu pada pengertian saksi yang diatur dalam KUHAP.
Memang ada beberapa perundang-undangan yang memberikan definisi saksi, walaupun
tidak ada perbedaan secara mendasar dengan yang diatur dalam KUHAP.

Dasar pertimbangan perlunya undang-undang yang mengatur perlindungan saksi


untuk segera disusun dengan jelas dapat dilihat pada bagian menimbang dan undang-
undang ini, yang antara lain menyebutkan: penegak hukum sering mengalami kesukaran
dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
pelaku karena tidak menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman,
baik fisik maupun psikis dan pihak tertentu. Padahal kita ketahui bahwa peran saksi
(korban) dalam suatu proses peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya
mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Bukan hal yang aneh apabila di Indonesia, tindakan teror atau ancaman, baik fisik
maupun psikis banyak menimpa orang-orang yang akan memberikan kesaksian dalam
suatu proses peradilan pidana, terlebih apabila kesaksian yang akan diberikan dapat
memberatkan orang yang dituduh melakukan tindak pidana.

7
Pengaturan mengenai perlindungan bagi pelopor dan saksi dalam UU No. 8
Tahun 2010 tentang TPPU diatur dalam bab tersendiri (Bab VII). Ada 5 (lima) pasal
yang mengatur mengenai permasalahan tersebut, yaitu Pasal 39 s. d Pasal 43 UU TPPU.
Pasal-pasal tersebut pada pokoknya mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk merahasiakan indentitas pelopor baik oleh PPATK, penyidik,
penuntut umum, maupun hakim. Adapun pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut menimbulkan hak bagi pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti
kerugian melalui pengadilan (Pasal 39 ayat (1) dan (2));
2. Kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus oleh negara terhadap setiap
orang yang melaporkan terjadinya dugaan TPPU, baik dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk
keluarganya (Pasal 40 ayat (1));
3. Pelarangan untuk menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang
memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor di sidang pengadilan.
Bahkan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan
adanya pelarangan tersebut kepada saksi, penuntut umum, dan orang lain yang
terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut (Pasal 41 ayat (1) dan (2));
4. Kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus oleh negara terhadap setiap
orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan TPPU, baik dari
kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya,
termasuk keluarganya (Pasal 42 ayat (1)); dan
5. Pemberian jaminan kepada pelapor dan/atau saksi sehingga tidak dapat dituntut
baik secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau kesaksian yang
diberikan oleh yang bersangkutan (Pasal 43).

Dari uraian diatas, tampak jelas, bahwa UU TPPU sangat memperhatikan


perlunya pemberian perlindungan baik terhadap pelapor maupun saksi. Jaminan
perlindungan tersebut telah diberikan pada saat pelaporan. Dengan demikian pemberian
perlindungan tersebut diberikan sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan
perkara. Secara materiil, pengaturan mengenai perlindungan bagi korban dan saksi
TPPU dalam UU TPPU tidak hanya sebatas pada perlindungan fisik tetapi juga
perlindungan hukum yang berupa perlindungan kepada pelapor dan saksi dari adanya
gugatan atau tuntutan baik secara perdata atau pidana.

8
2.5 CONTOH KASUS TERKAIT TPPU
KASUS 1.
Nazaruddin Divonis Enam Tahun Kasus Pencucian Uang
Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jun 2016 19:58 WIB Tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)
dalam pembelian saham perdana PT Garuda Muhammad Nazaruddin saat menunggu
Majelis Hakim dalam sidang vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 9 Juni
2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia – Sidang putusan terdakwa kasus pencucian uang Muhammad
Nazaruddin sudah ditetapkan. Nazaruddin mendapatkan hukuman 6 tahun penjara
disertai denda Rp 1 miliar subsidier satu tahun.

Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo mengatakan Nazaruddin sudah


ditetapkan secara sah bersalah melanggar pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP
dan pasal 3 ayat 1 huruf a dan c Undang-undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo
pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

“Nazaruddin secara sah dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana


korupsi dan pencucian uang semasa jabatannya sebagai anggota DPR,” ujarnya di ruang
Sidang Cakra 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (15/6) sore.

Selain itu, dalam putusan tersebut Majelis menyatakan terdapat beberapa aset
yang telah disita Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan dikembalikan terdakwa. Pasalnya,
aset tersebut diketahui sudah dimiliki oleh mantan bendahara umum Demokrat tersebut
sebelum menjabat sebagai anggota DPR.

Aset yang dikembalikan antara lain perkebunan kelapa sawit di daerah Mandau,
beberapa klaim asuransi, rumah di alam sutera, dan jam tangan hitam yang sudah pecah
merek Patek Philippe.

Usai dibacakan hasil keputusan tersebut, Nazaruddin menyatakan tidak akan


mengajukan upaya hukum. Ia yang selama persidangan menundukkan kepala dan
mengaku sedang tidak sehat mengatakan menerima keputusan yang telah ditetapkan.

9
“Saya menerima semua keputusan yang sudah diputuskan, saya tidak akan
mengajukan banding,” ujarnya dengan suara lemas. Meski begitu, keputusan tersebut
berbeda dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Awalnya, JPU menuntut hukuman
pidana selama tujuh tahun dengan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. JPU
KPK juga menuntut agar harta Nazaruddin dirampas untuk negara Senilai Rp 600
miliar.

Ditemui usai persidangan pimpinan JPU KPK, Kresno Anton Wibowo


mengatakan masih berpikir untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim. “Kita
akan kaji terlebih dahulu, lagipula kami masih punya waktu tujuh hari untuk
mengajukan upaya hukum,” ujarnya.

Ia menambahkan Nazaruddin awalnya diminta oleh JPU untuk penyitaan Rp 300


miliar berasal dari saham dan uang yang disita sekitar Rp 100 miliar. Namun, saat ini
Kresno belum bisa memberitahukan berapa nominal dari penyitaan saham dan uang
yang ditetapkan. Jumlah tersebut belum termasuk aset dari properti seperti rumah dan
pabrik yang nilainya diperkirakan cukup besar.

Sebelumnya, Nazaruddin didakwa telah menerima uang senilai Rp40,3 miliar


dari PT Duta Graha Indah (DGI) dan PT Nindya Karya sebagai imbalan melancarkan
proyek. Dia juga didakwa menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang diduga
berasal dari tindak pidana korupsi.

Awalnya, jaksa mendakwa Nazaruddin telah mentransfer uang menggunakan


rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dan rekening atas
nama orang lain. Ada 42 rekening yang menjadi tempat persembunyian uang
Nazaruddin, di antaranya PT Pasific Putra Metropolitan, PT Permai Raya Wisata, PT
Exartech Technologi Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, PT Dulamayo
Raya, PT Buana Ramosari Gemilang, PT Nuratindo Bangun Perkasa, PT Anugerah
Nusantara, PT Marell Mandiri, PT Panahatan, PT City Investment, PT Alfindo
Nuratama, PT Borisdo Jaya, PT Darmo Sipon, PT Putra Utara Mandiri, Neneng Sri
Wahyuni, Amin Handoko, dan Fitriaty Kuntana.

Dalam berkas dakwaan, Nazaruddin disebut telah mengalihkan kepemilikan atas


saham perusahaan Permai Grup, mengalihkan kepemilikan atas tanah dan bangunan,

10
membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan,
membelanjakan untuk kendaraan bermotor, membayarkan polis asuransi, dan
membayarkan pembelian saham dan obligasi sukuk.

Nazaruddin juga didakwa menerima imbalan pelicin proyek dari PT Waskita


Karya sejumlah Rp13.250.023.000, dari PT Adhi Karya sejumlah Rp3.762.000.000,
serta dari PT Pandu Persada Konsultan sejumlah Rp1.701.276.000. (obs/obs)

KASUS 2

Terungkap Nilai Fantastis TPPU Rafael Alun Menjelang Sidang

Tim detikcom - detikNews

Minggu, 20 Agu 2023 05:58 WIB Jakarta - Kasus korupsi yang melibatkan Rafael Alun
Trisambodo akan memasuki babak baru. Mantan pejabat Ditjen Pajak ini segera
disidangkan.

Korupsi Rafael Alun ini terungkap lewat klarifikasi Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya. Saat itu aset milik Rafael Alun dinilai tidak
wajar.

Hasil klarifikasi itu mengungkap dugaan korupsi dari ayah Mario Dandy
tersebut. Rafael Alun lalu ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Dalam
perkembangan penyidikan, Rafael Alun kembali ditetapkan sebagai tersangka di kasus
pencucian uang. Kasus Korupsi Rafael Alun Segera Disidang

Usai melakukan serangkaian penyidikan dan pemeriksaan saksi, berkas perkara


korupsi Rafael Alun dinyatakan lengkap. Dia bakal menjalani sidang di Pengadilan
Tipikor Jakarta Pusat. "Jaksa KPK Nur Haris Arhadi pada (18/8) telah selesai
melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan terdakwa Rafael Alun Trisambodo ke
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri
kepada wartawan, Sabtu (19/8/2023).

11
Tim jaksa KPK menjerat Rafael Alun dengan dua dakwaan sekaligus. Dia dijerat
dengan pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. "Tim jaksa KPK mendakwa
dengan pasal gratifikasi sekaligus TPPU," ujar Ali.

Ali mengatakan penahanan dari Rafael Alun kini menjadi wewenang dari
Pengadilan Tipikor. Tim jaksa KPK saat ini masih menunggu jadwal persidangan
pertama untuk Rafael Alun. "Saat ini tim jaksa masih menunggu penetapan jadwal
persidangan pertama untuk pembacaan surat dakwaan," tutur Ali. Nilai Korupsi Rafael
Alun Senilai Rp 111,2 Miliar

Kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan
Rafael Alun segera disidangkan. KPK mengungkap Rafael Alun melakukan pencucian
uang selama 20 tahun terakhir. Tindakan pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun
terbagi menjadi dua periode. Dalam periode pertama Rafael Alun melakukan pencucian
uang sejak tahun 2003.

"TPPU periode 2003 sampai dengan 2010 sebesar Rp 31,7 miliar," kata Ali.
Perbuatan pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun berlanjut ke periode kedua. Di
periode ini ayah dari Mario Dandy tersebut melakukan pencucian uang mulai tahun
2011 hingga 2023. Dalam periode keduanya ini, ada mata uang asing yang digunakan
Rafael Alun dalam kasus pencucian uangnya tersebut.

"TPPU periode 2011 sampai dengan 2023 sebesar Rp 26 miliar, SGD 2 juta,
USD 937 ribu," jelas Ali. Jika ditotal, tindak pidana pencucian uang yang dilakukan
Rafael Alun dalam dua periode selama 20 tahun terakhir mencapai Rp 94,6 miliar.

KPK juga mengungkap penerimaan gratifikasi yang dilakukan Rafael. Mantan


pejabat Ditjen Pajak ini diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar rupiah.
"Gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar," tutur Ali. Jika ditotal, besaran nilai korupsi
gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang Rafael Alun mencapai Rp 111,2 miliar.

Perbandingan Harta dan Nilai Korupsi Rafael Alun Perjalanan kasus korupsi
Rafael Alun berawal dari klarifikasi mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) miliknya. Saat itu gaya hidup mewah Rafael diduga tidak selaras
dengan penghasilannya sebagai penyelenggara negara.

12
Dalam LHKPN periodik 2022, Rafael Alun melaporkan kekayaannya sebesar
Rp 56,7 miliar. Harta itu didominasi 11 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di
wilayah Jakarta hingga Manado. Aset Rafael di sektor ini bernilai Rp 51,9 miliar.

Rafael Alun juga melaporkan kepemilikan empat mobil senilai Rp 1 miliar. Dia
juga melaporkan harta bergerak lainnya sebesar Rp 420 juta serta surat berharga senilai
Rp 1,5 miliar. Ayah Mario Dandy ini juga memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 1,4
miliar dan harta lainnya senilai Rp 419 juta. Dalam laporan kekayaannya ini Rafael
Alun mengaku tidak memiliki utang.

Jika ditotal nilai pencucian uang Rafael Alun selama 20 tahun terakhir mencapai
Rp 94,6 miliar. Saat ditotal dengan nilai gratifikasinya, maka besaran dugaan nilai
korupsi Rafael Alun akan mencapai Rp 111,2 miliar. Angka itu dua kali lipat lebih besar
dari jumlah harta yang telah dilaporkan Rafael Alun.

KASUS 3

Jakarta - Penyidik Direktorat Jenderal Pajak menyerahkan tersangka pelaku tindak


pidana pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, Amie Hamid
kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Berkas tersebut telah dinyatakan lengkap
alias P21 dan akan segera disidangkan. "Amie Hamid membuat transaksi yang ada di
dalam faktur palsu dengan nilai penjualan Rp 1,2 triliun dengan nilai potensi PPn yang
dirugikan senilai Rp 123,41 miliar," jelas dia. Dari hasil penjualan transaksi faktur fiktif
tersebut, tersangka memperoleh Rp 123,41 miliar dengan keuntungan sebesar
Rp49,15miliar.

"Amie Hamid, sudah diputus tindak pidana perpajakan 2 tahun 6 bulan. Dia
didenda Rp 246 miliar. Dia dapat Rp 49 miliar dari faktur palsu, menyamarkan dari
transaksi illegal ke legal," ujar Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak,
Dadang Suwarna. Tersangka membelikan uang yang didapat dari keuntungan tersebut
untuk membeli sejumlah aset dan barang-barang. Atas hasil perbuatan pidana itu,
penyidik telah menyita sebagian aset yang dimiliki tersangka yang diduga diperoleh dari
hasil perbuatan pidana yang diperkirakan Rp 26,89 miliar.

Dari total Rp 26,80 miliar, terdiri dari uang tunai sebesar Rp 441,76 juta yang
merupakan pengembalian atas pembatalan pembelian apartemen unit 31 BD tipe 2BR-B

13
luas 61.4 m2, di Newmont Apartment. Delapan bidang properti baik tanah maupun
bangunan dengan taksiran nilai pasar mencapai Rp 24,5 miliar, dan sembilan unit
kendaraan dengan total nilai sekitar Rp 1,9 miliar. "Dari jumlah yang diselamatkan atas
uang yang diperoleh faktur pajak, diselamatkan RP 26,8 miliar terdiri dari uang tunai
RP 441 juta itu dari pembelian apartemen. Itu uangnya kami serahkan ke Kejaksaan
sebagai bukti," ujarnya.

Atas perbuatan ini, dia mendapatkan ancaman hukuman paling lama 20 tahun
dengan denda paling banyak Rp 10 miliar. Dia diduga melanggar pasal 3 UU
nomor 8 tahun 2010.

KASUS 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini


Jumat (13/10/2023) menampilkan tersangka atas kasus dugaan korupsi di Kementerian
Pertanian. Adalah Syahrul Yasin Limpo (SYL) Eks Menteri Pertanian, Kasdi
Subagyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan
Muhammad Hatta, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan
Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Berikut konstruksi perkara yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi


Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata di Gedung KPK Kuningan, Jakarta.SYL
menjabat Menteri Pertanian RI untuk periode 2019 s/d 2024 di Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.

Selanjutnya dalam periode kepemimpinan SYL selaku Menteri Pertanian, KS


diangkat dan dilantik selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dan MH juga
diangkat dan dilantik selaku Direktur Alat dan Mesin pada Direktorat Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.

SYL kemudian membuat kebijakan personal yang diantaranya melakukan


pungutan hingga menerima setoran dari AS internal Kementan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya.

Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut
berlangsung dari tahun 2020 s/d 2023. SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS
dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam

14
bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang
maupun jasa.

Terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para AS di Kementerian Pertanian


diantaranya dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status
jabatannya. KS dan MH selalu aktif menyampaikan perintah SYL dimaksud dalam
setiap forum pertemuan baik formal maupun informal di lingkungan Kementerian
Pertanian. Terkait sumber uang yang digunakan diantaranya berasal dari realisasi
anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up termasuk permintaan uang
pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk


mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala
Badan hingga Sekretaris dimasing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah
ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4000 s/d USD10.000.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi sekaligus orang


kepercayaan dari SYL dilakukan rutin tiap bulannya dengan menggunakan pecahan
mata uang asing. Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara
lain untuk pembayaran cicilan kart kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL,
perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bâgi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan
wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi sekaligus orang


kepercayaan dari SYL dilakukan ruin tiap bulannya dengan menggunakan pecahan mata
uang asing. Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara lain
untuk pembayaran cicilan kart kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL,
perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bâgi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan
wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah.

Uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti


permulaan sejumlah sekitar Rp13,9 Miliar dan penelusuran lebih mendalam mash terus
dilakukan Tim Penyidik. Terdapat penggunaan uang lain ole SYL bersama-sama
dengan KS dan MH serta sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian untuk ibadah
Umroh di Tanah Suci dengan nilai miliaran rupiah.

15
Selain itu sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana
perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan partai Nasdem dengan nilai miliaran
rupiah dan KPK akan terus mendalami. Penerimaan-penerimaan dalam bentuk
gratifikasi yang diterima SYL bersama-sama KS dan MH mash terus dilakukan
penelusuran dan pendalaman ole Tim Penyidik. Dari analisis dan kebutuhan proses
penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka SYL dan Tersangka MH untuk masing-
masing 20 hari pertama terhitung 13 Oktober 2023 s/d 1 November 2023 di Rutan KPK.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 128 Undang


Undana Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentano Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUHP, Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3
dan atau 4 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang.

2.6 ANALISIS MAHASISWA

Kami memakai kasus 3 karena menurut pendapat kelompok kami tentang kasus
diatas “kami setuju dengan dakwaan yang diberikan kepada pelaku, sesuai dengan
pasal 3 Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Tentang tindak pidana pencucian uang”.
Karena pelaku melakukan kejahatan tersebut menyalahi aturan dan dapat merugikan
banyak pihak dengan cara memakai uang hasil tindak pidana sesuai unsur pasal 3
Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Tentang tindak pidana pencucian uang.

Akibat perbuatannya, Amie Hamid terancam terkena tindak pidana pencucian


uang pasal 3 UU No.8 Tahun 2010 yang berbunyi “Setiap Orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta

16
Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) .

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2003 tentang pencucian uang, berarti


menganggap perbuatan pencucian uang sebagai tindak pidana (kejahatan) yang harus
ditindak tegas oleh para penegak hukum yang berwenang.

Dengan adanya perangkat hukum yang tegas hal ini bisa dijadikan sebagai
perwujudan rasa keadilan. Sanksi tindak pidana pencucian uang berupa pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Tujuan dari sanksi tersebut adalah untuk menciptakan pencegahan,


menghentikan aliran dana ilegal dan memulihkan hasil kejahatan. Selain itu, UU
PPTPU juga mengatur mengenai investigasi, pelaporan, dan kerja sama internasional
untuk mencegah dan memberantas pencucian uang.

Selain itu pihak yang terlibat seperti pelapor dan saksi memiliki perlindungan
hukum dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya
termasuk keluarganya. Dalam kasus money laundering kepolisian dan penuntut umum
juga memiliki kesulitan dalam membuktikan terjadinya tindak pidana pencucian uang
karena modusnya yang bervariasi dan biasanya tidak ditemukan adanya cukup alat
bukti.

3.2 SARAN

Kriminalisasi terhadap money laundering seharusnya diikuti dengan


kriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan yang memungkinkan terjadinya money
laudering misalnya di bidang perbankan dan pasar modal. Hal ini penting karena
money laundering tidak akan lepas dari kegiatan perbankan dan pasar modal.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
Dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.24

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Pasal 3.

Yenti Ganarsih, Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundring), cet. 1,(Jakarta :


Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2003),hal.55.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang,Pasal 1 Angka (7).

20
21

Anda mungkin juga menyukai