Anda di halaman 1dari 16

TINDAK PIDANA MONEY LAUNDERING

Herxi Thovan Mudhofar, Siti Syara, Muhammad Royyan, Isma Fitriana


herxithovan@gmail.com , sitisyara03@gmail.com , royanmuhammadd@gmail.com ,
ismafitriana021@gmail.com

ABSTRAK
Money laundering adalah praktik ilegal untuk menyembunyikan asal-usul dana yang
diperoleh secara tidak sah melalui serangkaian transaksi keuangan. Proses ini melibatkan
langkah-langkah kompleks, termasuk pencucian aset, agar sumber dana tersebut sulit
dilacak oleh pihak berwenang. Money laundering memiliki dampak serius terhadap
stabilitas ekonomi dan keamanan global, sehingga perlu adanya kerjasama internasional
dan penerapan kebijakan anti-pencucian uang yang efektif untuk memerangi kejahatan
finansial ini.

Praktik ini merupakan ancaman serius bagi integritas ekonomi dan stabilitas keuangan
global. Pencucian uang seringkali terkait dengan kegiatan kriminal seperti perdagangan
narkoba, korupsi, dan penipuan. Penyelipan adalah proses mencampur uang kotor dengan
uang bersih, seringkali melalui transaksi yang rumit untuk menyembunyikan asal-usul
uang. Integrasi adalah tahap di mana uang tersebut kembali ke ekonomi dan tampak 'bersih

Kata Kunci : Pencucian Uang,KUHP

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman semakin maju juga teknologi, seiring dengan itu
kemajuan tidak selamanya membawa dampak positif bagi dunia dan masyarakat ,justru
kadang kala kejahatan semakin marak berkembang juga. Pada kasus pencucian uang
contohnya merupakan salah satu hasil pengaruh dari perkembangan zaman, secara
singkat pencucian uang dapat di fahami mendapatkan uang dari suatu kejahatan tindak
pidana yang kemudian di olah sedemikian rupa agara terlihat menjadi uang yang bersih
atau suci kembali untuk bisa di manfaatkan oleh oknumkonum yang tidak bertanggung
jawab. Maka dibutuhkan perkembangan fiqh dalam mengkaji hal ini.
Oleh karena itu, kami mencoba mengurai Tindak Pidana Pencucian Uang
perspektif hukum pidana dan juga Fiqh Jinayat, mulai dari pengertian Pencucian Uang
itu sendiri, hingga bagaimana perspektif Fiqh Jinayat dalam menghukumi pencucian
uang.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah akan kami bagi menjadi berikut:
1. Apa pengertian money laundering ?
2. Apa saja unsur-unsur tindak pidana money laundering?
3. Apa syarat-syarat tindak pidana dikatakan money laundering?
4. Apa dasar dan pembuktian tindak pidana money laundering?
5. Apa hukuman tindak pidana money laundering dalam Islam?
6. Apa saja hal-hal yang dapat menggugurkan hukuman tindak pidana money
laundering
7. Apa hikmah dilarang tindak pidana money laundering?

Metode PenelitianLandasan Teoritis


PEMBAHASAN
Pengertian Money Laundering
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money laundering”. Jika
melihat pengertian money laundering yang diartikan secara terpisah akan mendapatkan
kata money dan laundering. Sehingga kata money (noun) dalam Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia :“Money adalah uang“ dan arti Laundering berasal dari kata dasar
Laundry (verb) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia: “Laundry adalah pencucian;
cucian”. 1Kata Money laundering jika digabungkan akan menjadi suatu istilah dan akan
memperoleh pengertian sebagai kata kerja (verb) yaitu “Pencucian Uang” yang
diartikan lebih luas lagi adalah uang yang telah dicuci, dibersihkan, atau diputihkan.
Pencucian uang atau money laundering menurut S.R. Sjahdeini memberikan
pengertian yaitu rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh
seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak
pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang
tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap
tindak pidana, dengan cara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kemudian
dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal.2

1
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang
Disempurnakan, Malang: C.V Hasta, 1980, hal. 117
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana
seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan
kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is
the proces by which once conceals the existence of it’s illegalssources, or it illegal
application of income and the disquises that income, to makeit appear legimate).
Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang haram
(dirty money) atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal (legimate
money).3
Dalam Pasal 1 angka (1) Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan
Atas Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
pengertian money laundering adalah : “Perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
menyembunyikan, atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah”.4

Unsur-unsur Tindak Pidana Money Laundering


Berdasarkan ketentuan pasal-pasal 3,4,5,6,7,8,9, dan 10 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010, yang termasuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana money laundering
adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang baik orang perseorangan maupun korporatif dan personil
pengendali korporasi.
2. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas

2
Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2010,
hal. 98

3
Suparapto, Money Laundering, Warta BRI , hal. 8
4
Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia, Bandung: Books Terrace & Library Pusat
Informasi Hukum Indonesia, 2005.hal. 18
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1)
UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010
3. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010.
4. Bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Syarat-syarat Tindak Pidana Money Laundering


Tindak pidana pencucian uang (money laundering) melibatkan proses pengubahan
dana atau aset hasil kegiatan ilegal menjadi bentuk yang sah atau sulit dilacak asal-
usulnya. Berikut adalah beberapa syarat umum yang harus terpenuhi untuk menentukan
adanya tindak pidana pencucian uang, antara lain :
1. Setiap orang dengan sengaja” : “Setiap orang” adalah orang perseorangan
(natural person) atau korporasi (legal person), sedangkan “dengan sengaja” afau
“kesengajaan” adalah “menghendaki atau menginsyafi” atau “dengan kesadaran
penuh” atau “keyakinan dirinya” terjadinya suatu perbuatan atau tndakan
beserta akibat yang ditimbulkannya.
2. Menempatkan harta kekayaan” adalah perbuatan memasukkan uang dari luar
penyedia Jasa Keuangan ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, seperti menabung,
membuka giro dan mendepositokan uang.
3. “Mentransfer harta kekayaan” adalah perbuatan pemindahan uang dari penyedia
Jasa Keuangan satu ke Penyedia Jasa Keuangan lain baik di dalam maupun di
luar negeri atau dari satu rekening ke rekening lainnya di kantor bank yang
sama ataupun bank yang bebeda.
4. “Membayarkan harta kekayaan” adalah menyerahkan sejumlah uang dari
seseorang kepada pihak lain.
5. “Membelanjakan harta kekayaan” adalah penyerahan sejumlah uang atas
pembelian suatu benda.
6. “Menghibahkan harta kekayaan” adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan
kebendaan secara hibah sebagaimana yang telah dikenal dalam pengertian
hukum secara umum.
7. “Menyumbangkan harta kekayaan” adalah pemberian sesuatu benda secara
cuma- cuma.
8. Menitipkan harta kekayaan” adalah menyerahkan pengelolaan atau penguasaan
atas sesuatu benda dengan janji untuk diminta kembali atau sebagaimana diatur
dalam KUH Perdata.
9. “Membawa ke luar negeri harta kekayaan” adalah kegiatan pembawaan uang
secara fisik melewati wilayah pabean RI.
10. “Menukarkan” adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara atau mekanisme
tukar menukar atas semua benda bergerak maupun benda tidak bergerak, baik
yang berwujud maupun tidak berwujud, termasuk benda dalam bentuk mata
uang tertentu yang ditukar dengan mata uang yang lainnya dan jenis surat
berharga satu yang ditukar dengan surat berharga lainnya atau bentuk lainnya.
Kegiatan penukaran uang lazimnya dilakukan di Pedagang Valuta Asing dan
Bank.
11. “Perbuatan lainnya” adalah perbuatan-perbuatan di luar perbuatan yang telah
diuraikan di atas.
12. “Dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan”, yaitu yang disembunyikan adalah asal usul harta kekayaan,
sehingga orang lain secara wajar tidak akan mengetahui asal usul harta
kekayaan dari mana asal atau sumbernya.
13. “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan
jahat” adalah orang perseorangan (natural person) atau korporasi (legal person).
Sedangkan “percobaan” adalah perbuatan untuk melakukan tindak pidana
pencucian uang yaitu perbuatan yang batal dilakukan oleh sebab-sebab diluar
kehendak pelaku. “Pembantuan” adalah perbuatan-perbuatan untuk membantu
pelaku melakukan tindak pidana pencucian uang. “Permufakatan jahat” adalah
persekongkolan antara seorang dengan orang lainnya untuk melakukan tindak
pidana pencucian uang.
14. “Menerima atau menguasai” : “Menerima” adalah memperoleh atau
mendapatkan. “Menguasai” adalah melakukan penguasaan langsung atau tidak
langsung atas harta kekayaan.
15. “Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana”,
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengetahui secara jelas dan pasti atau
setidak-tidaknya dapat memperkirakan berdasarkan fakta atau informasi yang
dimiliki bahwa sejumlah uang atau harga kekayaan merupakan hasil dari suatu
lerbuatan melawan hukum.
16. “Atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain” adalah perbuatan yang
dilakukan dengan menggunakan nama atau identitas diri sendiri. “Atas nama
orang lain” adalah perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan nama atau
identitas orang lain atau nominee.

Pembuktian Perkara Tindak Pidana Money Laundering (TPPU)


Pada Pasal 189 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), untuk dapat
menghukum terdakwa, hakim harus yakin atas dua alat bukti yang disampaikan
penuntut umum di sidang pengadilan. Dua alat bukti biasanya disampaikan untuk
masing-masing unsur tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, hukum acara yang
dipakai dalam pembuktian adalah hukum acara yang diatur dalam KUHAP dan undang-
undang lain yang juga mengatur hukum acara seperti Undang-Undang TPPU, dan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk tindak
pidana asal pembuktian dilakukan oleh jaksa penuntut umum.
Sementara itu, dalam perkara TPPU dikenal adanya pembuktian terbalik, yaitu
Terdakwa harus membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara itu
bukan berasal dari tindak pidana. Unsur yang harus dibuktikan oleh terdakwa, yaitu
objek perkara yang berupa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal
dari tindak pidana. Untuk unsur lainnya tetap harus dibuktikan oleh jaksa penuntut
umum.
Teori pembuktian atau sistem pembuktian yang dianut KUHAP ialah sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Sistem pembuktian negatif
diperkuat oleh prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman.5 Indonesia menganut sistem
pembuktian yang disebut dengan sistem pembuktian negatif (negatief wettelijk) seperti
yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Menurut pasal ini untuk dapat menghukum
seseorang, hakim mendasarkan pada dua alat bukti yang sah menurut Undang-undang,
dan terdapat keyakinan hakim, bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dalam perkembangan sistem pembuktian pidana juga mengenal sesuatu yang baru,
yakni sistem pembalikan beban pembuktian (Omkering van het bewijslast). Sistem
pembalikan beban pembuktian atau yang lebih dikenal masyarakat dengan pembuktian
terbalik merupakan sistem yang meletakkan beban pembuktian pada tersangka. 6Artinya,
lazimnya jika merujuk pada KUHAP maka yang berhak membuktikan kesalahan
terdakwa ialah jaksa penuntut umum akan tetapi sistem pembuktian terbalik terdakwa
(penasihat hukum) akan membuktikan sebaliknya terdakwa tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. 7
Pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU mengatur tentang pembalikan beban pembuktian atau pembuktian
terbalik. Pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur bahwa untuk
kepentingan pemeriksaan di pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta
Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 78
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, hakim memerintahkan terdakwa agar
membuktikan, bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau
terkait dengan tindak pidana asal yang disebut di Pasal 2 ayat (1). Dengan demikian,
kewajiban terdakwalah untuk membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan
perkara TPPU bukan berasal dari tindak pidana asal, misalnya korupsi.

5
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung:Mandar Maju. Hal.
108

6
Fahrojih, Ikwan. 2016. Hukum Acara Pidana Korupsi. Malang: Setaara Press.hal. 80
7
Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori Dan Hukum Pembuktian. Jakarta:Erlangga.hal. 23
Hukuman Tindak Pidana Money Laundering
1. Hukuman Tindak Pidana Momey Laundering dalam Hukum Positif
Tindak pidana money laundering atau tindak pidana pencucian uang merupakan
tindakan ilegal yang merugikan masyarakat hingga negara karena merusak
keseimbangan perekonomian negara , tindak pidana tersebut diancam dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 hukuman yang tepat bagi yang terlibat
Tindak pidana pencucian uang yakni “Setiap orang yang menempatkan,
mentransfer , mengalihkan , membelanjakan , membayarkan , menghibahkan ,
menitipkan membawa keluar negeri , mengubah bentuk , menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyampaikan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian
uang dengan pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar”,
penjatuhan hukuman dalam tindak pidana money laundering tergantung pada kadar
kesalahan yang akan dinilai oleh Hakim atau tuntutan yang akan diajukan oleh JPU.
Pengenaan sanksi TPPU yang sebelumnya diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan
Pasal 5 UU PTPPU diubah dengan Pasal 607 KUHP dengan 3 (tiga) kategori,
yakni:
a. Pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VII :“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda
paling banyak kategori VII ( Rp5 miliar rupiah).”
b. Pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VII :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak kategori
VI (Rp2 miliar).”
c. Pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VI :“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil Tindak Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
kategori VI (Rp2 miliar).”
Kemudian dalam KUHP baru, TPPU dijelaskan dalam pasal 607 dan 608,yang
akan dilampirkan sebagai berikut :
Tindak Pidana Pencucian Uang

Pasal 607

(1) Setiap Orang yang:

a. menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,


menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau Surat berharga atau perbuatan lain atas
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
Tindak Pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak kategori VII;
b. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak kategori VI;
c. menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
banyak kategori VI.
(2) Hasil Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Harta Kekayaan
yang diperoleh dari Tindak Pidana:

a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau
lebih.

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tindak Pidana
pencucian uang.
Pasal 608

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6O7 ayat (1) huruf c tidak berlaku
bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
UndangUndang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.

2. Hukuman Tindak Pidana Momey Laundering dalam Hukum Islam


Hukuman tindak pidana money laundering atau tindak pidana pencucian uang
tidak diterangkan secara gambalang dalam Al-Quran , as-Sunnah , dan Hadis yang
merupakan sumber hukum islam , namun Al-Quran akan selalu relevan dengan
perkembangan zaman untuk menjawab persoalan-persoalan kasus baru yang belum
terdapat hukum yang mengaturnya , tindak pidana pencucian uang dalam hukum
islam dibaratkan pencurian yakni sariqah yang merupakan tindakan penyembunyian
harta tanpa sepengetahuan pemilikanya.8 selain dikategorikan sebagai sariqah
tindak pidana pencucian uang masuk kedalam jarimah ghulul bedasarkan Ijtima
Ulama Komisis Fatwa di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, bahwa tindak pidana
pencucian uang merupakan bentuk penggelapan dengan tujuan menyembunyikan
dan menyarkan harta yang diperoleh secara tidak sah. 9 dengan menitipkanya
kepada pihak ketiga, pengalihan aset, mencapurkan harta tindak pidana pencucian
uang dengan harta hasil usaha lain agar terhindar dari pendeteksian

Berdasarkan pemaparan diatas bahwa tindak pidana money laundering atau


tindak pidana pencucian uang tidak dijelaskan secara gamblang dalam Al-Quran,
Hadis, dan Sunah maka tindak pidana pencucian uang masuk kedalam jarimah
ta’zir karena jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’ oleh karena itu
kewenagan dalam penetapan hukuman sepenuhnya ditetapkan oleh hakim, menurut
Zahra bahwa penetapan hukuman ta’zir yang berwenang atau pemerintah memiliki
kewenangan menentukan hukuman dengan ketentuan hukuman maksimal ataupun

8
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU
dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Koruptor itu Kafir; Telaah Fiqih Korupsi
Muhammadiyah dan NU, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2010), hal. 27.
9
Ijma Ulama 2012, Himpunan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV, hlm.14
hukuman minimal, yang diberikan kepada pengadilan. 10 Macam-macam hukuman
ta’zir11:

1. Hukuman Mati
Menurut Hanafiyah memperbolehkan ulil amri untuk menerapkan hukuman
mati bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan berulang-ulang
2. Hukuman Cambuk
Menurut mazhab asy-Syafi’i boleh sampai 75 kali tetapi tidak boleh melebihi
hadd qadzaf yakni 80 kali
3. Penjara
Menurut asy-Syafi’iyyah hukuman penjara minimalnya satu hari dan tidak
boleh melebihi batas satu tahun
4. Hukuman -hukuman tazi’r lain
a. Penyitaan, perampasan atau pengambil-alihan terhadap alat-alat tindak pidana
dan barang-barang yang haram atas kepemilikanya
b. Pemecatan kepegawaian

Hal yang Dapat Menggugurkan Hukuman Tindak Pidana Money Laundering


Hukuman tindak pidana money laundering diatur pada Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 , pada pasal tersebut selain berisi ancaman pidana terhadap terdakwa masih
terdapat juga perlindungan bagi terdakwa dengan diterapkannya beban pembuktian
terbalik yang terbatas dan berimbang , hal tersebut dapat berlaku jika terdakwa dapat
membuktikan bahwa asal-usul aset yang dimilikinya bukan dari tindak kejahatan ,
sesuai dengan Pasal 77 dan Pasal 78 UU TPPU yang diterapkan paada tindak pidana
pencucian yang aktif pada Pasal 3 dan Pasal 4 dan tindak pidana pencucian uang pasif
pada Pasal 5 , jika terdakwa mampu membuktikan asetnya bersih dari tindak pidana
dapat menggugurkan dugaan tindak pidana pencucian uang , jika menelaah lebih jauh
mengenai pembuktian terbalik merupakan hasil dari penggabungan antara dua peraturan
perundang-undangan diantaranya :

10
Zahra, al-imam Muhammad Abu, t.th.,al-jarimah,op cit, hlm 75.
11
Audah, ‘Abd al-Qadir , 2011, At-Tasyri al-Jinai al-Islami, Jilid 1, op cit, hlm 557
1. Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi
Yang kini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang
Disebut UU Pemberantasan Tipikor , terdapat 2 obyek pembuktian:
a. Pada “korupsi suap menerima gratifikasi” yang nilainya Rp. 10.000.000.00.-
(Sepuluh juta rupiah) atau lebih (Pasal 12B ayat (1) Huruf a Jo Pasal 37); dan
b. Pada “harta benda terdakwa” yang terbagi dalam 2 (dua) jenis yakni:
 Harta benda yang didakwakan dan yang ada hubungannya dengan
Pembuktian tindak pidana korupsi dalam perkara pokok (Pasal 37A).
 Harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B Jo Pasal 37
2. Undang-Undang PP TPPU pembuktian terbalik diterapkan dalam 2 (dua) jenis
Tindak pidana pencucian uang:
a. Tindak pidana pencucian uang aktif Pasal 3 dan Pasal 4 , tindak
pidanaPencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
mempergunakan Frasa “menempatkan, mentransfer , mengalihkan ,
membelanjakan , Membayarkan , menghibahkan menitipkan , membawa
keluar negeri , Mengubah bentuk , menukarkan dengan mata uang , atau
surat berharga Atau perbuatan lain yang merupakan kalimat aktif dalam
perumusan Pasal 3, maka dapat diketahui bahwa tindak pencucian uang
sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 3 dalam kepustakaan tindak pidana
pencucian uang Termasuk atau disebut tindak pidana pencucian uang aktif ,
tindak pidana Pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
mempergunakan Frasa menyembunyikan dan menyamarkan yang
merupakan kalimat aktif Dalam perumusan Pasal 4, maka dapat diketahui
tindak pidana pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dalam
kepustakaan tindak Pidana pencucian uang adalah termasuk atau disebut
tindak pidana Pencucian uang aktif.
b. Tindak pidana pencucian uang pasif (Pasal 5). Tindak pidana pencucian
Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, mempergunakan frasa
“menerima” dan “menguasai” yang merupakan kalimat pasif dalam
Perumusan Pasal 5, dalam kepustakaan tindak pidana pencucian uang
Adalah termasuk atau disebut tindak pidana pencucian uang pasif.
Langkah pembuktian dalam persidangan tindak pidana pencucian uang , yakni
penuntut umum membuktikan terlebih dahulu dakwaan tindak pidana pencucian uang
setelah itu terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan terdakwa bukan merupakan
hasil tindak pidana sesuai yang didakwakan oleh penuntut umum , namun pembuktian
terbalik dapat digunakan sebagai celah oleh terdakwa atau penasihat hukum untuk dapat
menyerang bukti-bukti yang diajukan oleh penuntut umum jadi tanpa persiapan alat
bukti yang matang dalam proses penyidikan maka dalam proses pembuktian terbalik
dapat menjadi bumerang kepada pihak jaksa penuntut umum sendiri karena terdakwa
atau penasihat hukumnya dapat menyertakan bukti-bukti baru, Undang-Undang PP
TPPU sebenarnya memiliki tujuan untuk merampas harta kekayaan terdakwa dan
pengembalian kerugian negara melalui proses pemidanaan yang dilakukan dengan
penjatuhan pidana denda , perampasan harta kekayaan terdakwa , pembayaran biaya
perkara dan pembayaran uang pengganti. Oleh karena itu diperlukanya kerjasama antara
penyidik ataupun penuntut umum dalam berkoordinasi dengan pusat pelaporan dan
analisis transaksi keuangan PPATK untuk melakukan kerjasama berupa pelacakan
secara menyeluruh terhadap harta kekayaan yang dimiliki oleh terdakwa , kerjasama
tersebut dilakukan untuk mencegah adanya perampasan aset secara buta terhadap
keseluruhan harta kekayaan milik terdakwa , karena tidak semua harta kekayaan milik
terdakwa bersumber dari tindak pidana , untuk mendorong proses pembuktian terbalik
yang adil dan tepat sasaran. Penyidik dan instansi terkait harus secara cermat dan teliti
untuk memisahkan harta kekayaan hasil tindak pidana dan harta kekayaan yang tidak
terkait tindak pidana.

Hikmah dilarangnya TPPU


Hikmah yang kita pelajari mengenai dilarangnya money laundering yakni harta yang
halal akan berdampak baik pula terhadap diri kita sebaliknya jika kita makan dari harta
yang haram berdampak buruk pada diri kita, Sahl al-Tustari RA berkata, “Orang yang
memakan harta haram, tubuhnya mau tidak mau akan bermaksiat kepada Allah secara
sadar atau tidak sadar, sedang orang yang memakan harta halal, tubuhnya mau tidak
mau akan taat kepada Allah dan dia diberi Taufik senantiasa melakukan banyak
kebaikan. , selain itu dengan dilarangnya money laundering menghindarkan kita dari
dampak-dampak buruk yang timbul akibat tindak pidana money laundering , jika tidak
ada hukum yang mengatur mengenai money laundering maka kita akan merasakan
berbagai dampak buruk money laundering diantaranya meningkatnya kejahatan yang
berakibat terganggunya sosial masyarakat , mengurangi pendapatan negara berupa pajak
yang berakibat pada tidak layaknya fasilitas umum dan terhambatnya laju pembangunan
, hilangnya kepercayaan investor dan dunia internasional.

KESIMPULAN
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana
seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan
kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal Tindak pidana money
laundering atau tindak pidana pencucian uang merupakan tindakan ilegal yang
merugikan masyarakat hingga negara karena merusak keseimbangan perekonomian
negara , tindak pidana tersebut diancam dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
hukuman yang tepat bagi yang terlibat tindak pidana pencucian uang yakni “Setiap
orang yang menempatkan, mentransfer , mengalihkan , membelanjakan ,
membayarkan , menghibahkan , menitipkan membawa keluar negeri , mengubah bentuk
, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta
kekayaan yang diketahui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyampaikan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak
pidana pencucian uang dengan pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak
Rp10 miliar”,
Tindak pidana money laundering masuk kedalam jarimah ta’zir karena jenis maupun
sanksinya belum ditentukan oleh syara’ oleh karena itu penetapan hukuman sepenuhnya
ditetapkan oleh hakim

DAFTAR PUSTAKA
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris
Dengan Ejaan Yang Disempurnakan, Malang: C.V Hasta, 1980,
Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2010,
Bambang Setioprojo, Money Laundering Pandangan Dalam Rangka Pengaturan,
Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, volume 3, 1998,
Suparapto, Money Laundering, Warta BRI ,
Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia, Bandung: Books
Terrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2005.
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi.
Bandung:Mandar Maju.
Fahrojih, Ikwan. 2016. Hukum Acara Pidana Korupsi. Malang: Setaara Press.
Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori Dan Hukum Pembuktian. Jakarta:Erlangga.
Lasmadi, S., & Sudarti, E. (2021). Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Pencucian
Uang. REFLEKSI HUKUM Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 199-2018
Berutu, A. G. (2019). Tindak Pidana Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering)
dalam Pandangan KUHP dan Hukum Pidana Islam. Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law PISSN, 2655-9021.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tim Kerja Gerakan Nasional
Pemberantasan Korupsi PBNU dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan,
Koruptor itu Kafir; Telaah Fiqih Korupsi Muhammadiyah dan NU, (Jakarta: PT.
Mizan Publika, 2010)
Ijma Ulama 2012, Himpunan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV,

Zahra, al-imam Muhammad Abu, t.th.,al-jarimah,op cit,

Audah, ‘Abd al-Qadir , 2011, At-Tasyri al-Jinai al-Islami, Jilid 1, op cit,

Anda mungkin juga menyukai