ABSTRAK
Money laundering adalah praktik ilegal untuk menyembunyikan asal-usul dana yang
diperoleh secara tidak sah melalui serangkaian transaksi keuangan. Proses ini melibatkan
langkah-langkah kompleks, termasuk pencucian aset, agar sumber dana tersebut sulit
dilacak oleh pihak berwenang. Money laundering memiliki dampak serius terhadap
stabilitas ekonomi dan keamanan global, sehingga perlu adanya kerjasama internasional
dan penerapan kebijakan anti-pencucian uang yang efektif untuk memerangi kejahatan
finansial ini.
Praktik ini merupakan ancaman serius bagi integritas ekonomi dan stabilitas keuangan
global. Pencucian uang seringkali terkait dengan kegiatan kriminal seperti perdagangan
narkoba, korupsi, dan penipuan. Penyelipan adalah proses mencampur uang kotor dengan
uang bersih, seringkali melalui transaksi yang rumit untuk menyembunyikan asal-usul
uang. Integrasi adalah tahap di mana uang tersebut kembali ke ekonomi dan tampak 'bersih
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman semakin maju juga teknologi, seiring dengan itu
kemajuan tidak selamanya membawa dampak positif bagi dunia dan masyarakat ,justru
kadang kala kejahatan semakin marak berkembang juga. Pada kasus pencucian uang
contohnya merupakan salah satu hasil pengaruh dari perkembangan zaman, secara
singkat pencucian uang dapat di fahami mendapatkan uang dari suatu kejahatan tindak
pidana yang kemudian di olah sedemikian rupa agara terlihat menjadi uang yang bersih
atau suci kembali untuk bisa di manfaatkan oleh oknumkonum yang tidak bertanggung
jawab. Maka dibutuhkan perkembangan fiqh dalam mengkaji hal ini.
Oleh karena itu, kami mencoba mengurai Tindak Pidana Pencucian Uang
perspektif hukum pidana dan juga Fiqh Jinayat, mulai dari pengertian Pencucian Uang
itu sendiri, hingga bagaimana perspektif Fiqh Jinayat dalam menghukumi pencucian
uang.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah akan kami bagi menjadi berikut:
1. Apa pengertian money laundering ?
2. Apa saja unsur-unsur tindak pidana money laundering?
3. Apa syarat-syarat tindak pidana dikatakan money laundering?
4. Apa dasar dan pembuktian tindak pidana money laundering?
5. Apa hukuman tindak pidana money laundering dalam Islam?
6. Apa saja hal-hal yang dapat menggugurkan hukuman tindak pidana money
laundering
7. Apa hikmah dilarang tindak pidana money laundering?
1
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang
Disempurnakan, Malang: C.V Hasta, 1980, hal. 117
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana
seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan
kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is
the proces by which once conceals the existence of it’s illegalssources, or it illegal
application of income and the disquises that income, to makeit appear legimate).
Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang haram
(dirty money) atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal (legimate
money).3
Dalam Pasal 1 angka (1) Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan
Atas Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
pengertian money laundering adalah : “Perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
menyembunyikan, atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah”.4
2
Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2010,
hal. 98
3
Suparapto, Money Laundering, Warta BRI , hal. 8
4
Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia, Bandung: Books Terrace & Library Pusat
Informasi Hukum Indonesia, 2005.hal. 18
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1)
UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010
3. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010.
4. Bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
5
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung:Mandar Maju. Hal.
108
6
Fahrojih, Ikwan. 2016. Hukum Acara Pidana Korupsi. Malang: Setaara Press.hal. 80
7
Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori Dan Hukum Pembuktian. Jakarta:Erlangga.hal. 23
Hukuman Tindak Pidana Money Laundering
1. Hukuman Tindak Pidana Momey Laundering dalam Hukum Positif
Tindak pidana money laundering atau tindak pidana pencucian uang merupakan
tindakan ilegal yang merugikan masyarakat hingga negara karena merusak
keseimbangan perekonomian negara , tindak pidana tersebut diancam dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 hukuman yang tepat bagi yang terlibat
Tindak pidana pencucian uang yakni “Setiap orang yang menempatkan,
mentransfer , mengalihkan , membelanjakan , membayarkan , menghibahkan ,
menitipkan membawa keluar negeri , mengubah bentuk , menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyampaikan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian
uang dengan pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar”,
penjatuhan hukuman dalam tindak pidana money laundering tergantung pada kadar
kesalahan yang akan dinilai oleh Hakim atau tuntutan yang akan diajukan oleh JPU.
Pengenaan sanksi TPPU yang sebelumnya diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 dan
Pasal 5 UU PTPPU diubah dengan Pasal 607 KUHP dengan 3 (tiga) kategori,
yakni:
a. Pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VII :“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda
paling banyak kategori VII ( Rp5 miliar rupiah).”
b. Pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VII :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak kategori
VI (Rp2 miliar).”
c. Pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak
Kategori VI :“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil Tindak Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
kategori VI (Rp2 miliar).”
Kemudian dalam KUHP baru, TPPU dijelaskan dalam pasal 607 dan 608,yang
akan dilampirkan sebagai berikut :
Tindak Pidana Pencucian Uang
Pasal 607
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau
lebih.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tindak Pidana
pencucian uang.
Pasal 608
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6O7 ayat (1) huruf c tidak berlaku
bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
UndangUndang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
8
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU
dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Koruptor itu Kafir; Telaah Fiqih Korupsi
Muhammadiyah dan NU, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2010), hal. 27.
9
Ijma Ulama 2012, Himpunan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV, hlm.14
hukuman minimal, yang diberikan kepada pengadilan. 10 Macam-macam hukuman
ta’zir11:
1. Hukuman Mati
Menurut Hanafiyah memperbolehkan ulil amri untuk menerapkan hukuman
mati bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan berulang-ulang
2. Hukuman Cambuk
Menurut mazhab asy-Syafi’i boleh sampai 75 kali tetapi tidak boleh melebihi
hadd qadzaf yakni 80 kali
3. Penjara
Menurut asy-Syafi’iyyah hukuman penjara minimalnya satu hari dan tidak
boleh melebihi batas satu tahun
4. Hukuman -hukuman tazi’r lain
a. Penyitaan, perampasan atau pengambil-alihan terhadap alat-alat tindak pidana
dan barang-barang yang haram atas kepemilikanya
b. Pemecatan kepegawaian
10
Zahra, al-imam Muhammad Abu, t.th.,al-jarimah,op cit, hlm 75.
11
Audah, ‘Abd al-Qadir , 2011, At-Tasyri al-Jinai al-Islami, Jilid 1, op cit, hlm 557
1. Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi
Yang kini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang
Disebut UU Pemberantasan Tipikor , terdapat 2 obyek pembuktian:
a. Pada “korupsi suap menerima gratifikasi” yang nilainya Rp. 10.000.000.00.-
(Sepuluh juta rupiah) atau lebih (Pasal 12B ayat (1) Huruf a Jo Pasal 37); dan
b. Pada “harta benda terdakwa” yang terbagi dalam 2 (dua) jenis yakni:
Harta benda yang didakwakan dan yang ada hubungannya dengan
Pembuktian tindak pidana korupsi dalam perkara pokok (Pasal 37A).
Harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B Jo Pasal 37
2. Undang-Undang PP TPPU pembuktian terbalik diterapkan dalam 2 (dua) jenis
Tindak pidana pencucian uang:
a. Tindak pidana pencucian uang aktif Pasal 3 dan Pasal 4 , tindak
pidanaPencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
mempergunakan Frasa “menempatkan, mentransfer , mengalihkan ,
membelanjakan , Membayarkan , menghibahkan menitipkan , membawa
keluar negeri , Mengubah bentuk , menukarkan dengan mata uang , atau
surat berharga Atau perbuatan lain yang merupakan kalimat aktif dalam
perumusan Pasal 3, maka dapat diketahui bahwa tindak pencucian uang
sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 3 dalam kepustakaan tindak pidana
pencucian uang Termasuk atau disebut tindak pidana pencucian uang aktif ,
tindak pidana Pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
mempergunakan Frasa menyembunyikan dan menyamarkan yang
merupakan kalimat aktif Dalam perumusan Pasal 4, maka dapat diketahui
tindak pidana pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dalam
kepustakaan tindak Pidana pencucian uang adalah termasuk atau disebut
tindak pidana Pencucian uang aktif.
b. Tindak pidana pencucian uang pasif (Pasal 5). Tindak pidana pencucian
Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, mempergunakan frasa
“menerima” dan “menguasai” yang merupakan kalimat pasif dalam
Perumusan Pasal 5, dalam kepustakaan tindak pidana pencucian uang
Adalah termasuk atau disebut tindak pidana pencucian uang pasif.
Langkah pembuktian dalam persidangan tindak pidana pencucian uang , yakni
penuntut umum membuktikan terlebih dahulu dakwaan tindak pidana pencucian uang
setelah itu terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan terdakwa bukan merupakan
hasil tindak pidana sesuai yang didakwakan oleh penuntut umum , namun pembuktian
terbalik dapat digunakan sebagai celah oleh terdakwa atau penasihat hukum untuk dapat
menyerang bukti-bukti yang diajukan oleh penuntut umum jadi tanpa persiapan alat
bukti yang matang dalam proses penyidikan maka dalam proses pembuktian terbalik
dapat menjadi bumerang kepada pihak jaksa penuntut umum sendiri karena terdakwa
atau penasihat hukumnya dapat menyertakan bukti-bukti baru, Undang-Undang PP
TPPU sebenarnya memiliki tujuan untuk merampas harta kekayaan terdakwa dan
pengembalian kerugian negara melalui proses pemidanaan yang dilakukan dengan
penjatuhan pidana denda , perampasan harta kekayaan terdakwa , pembayaran biaya
perkara dan pembayaran uang pengganti. Oleh karena itu diperlukanya kerjasama antara
penyidik ataupun penuntut umum dalam berkoordinasi dengan pusat pelaporan dan
analisis transaksi keuangan PPATK untuk melakukan kerjasama berupa pelacakan
secara menyeluruh terhadap harta kekayaan yang dimiliki oleh terdakwa , kerjasama
tersebut dilakukan untuk mencegah adanya perampasan aset secara buta terhadap
keseluruhan harta kekayaan milik terdakwa , karena tidak semua harta kekayaan milik
terdakwa bersumber dari tindak pidana , untuk mendorong proses pembuktian terbalik
yang adil dan tepat sasaran. Penyidik dan instansi terkait harus secara cermat dan teliti
untuk memisahkan harta kekayaan hasil tindak pidana dan harta kekayaan yang tidak
terkait tindak pidana.
KESIMPULAN
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana
seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan
kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal Tindak pidana money
laundering atau tindak pidana pencucian uang merupakan tindakan ilegal yang
merugikan masyarakat hingga negara karena merusak keseimbangan perekonomian
negara , tindak pidana tersebut diancam dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
hukuman yang tepat bagi yang terlibat tindak pidana pencucian uang yakni “Setiap
orang yang menempatkan, mentransfer , mengalihkan , membelanjakan ,
membayarkan , menghibahkan , menitipkan membawa keluar negeri , mengubah bentuk
, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta
kekayaan yang diketahui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyampaikan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak
pidana pencucian uang dengan pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak
Rp10 miliar”,
Tindak pidana money laundering masuk kedalam jarimah ta’zir karena jenis maupun
sanksinya belum ditentukan oleh syara’ oleh karena itu penetapan hukuman sepenuhnya
ditetapkan oleh hakim
DAFTAR PUSTAKA
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris
Dengan Ejaan Yang Disempurnakan, Malang: C.V Hasta, 1980,
Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2010,
Bambang Setioprojo, Money Laundering Pandangan Dalam Rangka Pengaturan,
Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, volume 3, 1998,
Suparapto, Money Laundering, Warta BRI ,
Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia, Bandung: Books
Terrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2005.
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi.
Bandung:Mandar Maju.
Fahrojih, Ikwan. 2016. Hukum Acara Pidana Korupsi. Malang: Setaara Press.
Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori Dan Hukum Pembuktian. Jakarta:Erlangga.
Lasmadi, S., & Sudarti, E. (2021). Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Pencucian
Uang. REFLEKSI HUKUM Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 199-2018
Berutu, A. G. (2019). Tindak Pidana Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering)
dalam Pandangan KUHP dan Hukum Pidana Islam. Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law PISSN, 2655-9021.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tim Kerja Gerakan Nasional
Pemberantasan Korupsi PBNU dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan,
Koruptor itu Kafir; Telaah Fiqih Korupsi Muhammadiyah dan NU, (Jakarta: PT.
Mizan Publika, 2010)
Ijma Ulama 2012, Himpunan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV,