Anda di halaman 1dari 7

Peraturan Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Bagi

Pelaku Aktif

Raden Tegar Wijaya


02011281924243
Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya, Indonesia, Email : radentegarw@gmail.com

Abstrak

Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundering) merupakan upaya perbuatan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau Harta Kekayaan hasil tindak
pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut
tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang legal. Ada tiga tahapan yang ditempuh
untuk “mensucikan” hasil kejahatan dalam money laundring. Pertama, uang yang
dihasilkan dari suatu kegiatan kejahatan di ubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak
menimbulkan kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai
cara (placement). Langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks,
berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke
berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan
kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak
pidana tersebut (layering). Langkah yang terakhir adalah tahapan dimana pelaku
memasukkan kembali dana yang sudah kabu.r asal usulnya ke dalam Harta Kekayaan
yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai
bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegaiatan
bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (integrasi).

Kata Kunci : Pencucian Uang, Kejahatan Ekonomi, TPPU

PENDAHULUAN

Kehidupan ekonomi antara satu negara dengan negara lain semakin saling
tergantung, sehingga ketentuan hukum di bidang perdagangan internasional dan bisnis
transnasional semakin diperlukan. Kejahatan korporasi yang semakin canggih baik
bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering melampaui batas-batas negara
(transborder crime) dan juga sering dipengaruhi oleh negara lain akibat era globalisasi.

Tindak Pidana Pencucian uang merupakan kejahatan yang mempunyai ciri khas
yakni, kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal akan tetapi kejahatan ganda.
Kejahatan ini ditandai dengan bentuk pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat
follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan
asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang
merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang
yang kemudian dilakukan proses pencucian. 1

Tindakan penyamaran dan penyembunyian atas harta hasil tindak pidana tersebut
diistilahkan dengan pencucian uang (money laundering). Istilah ini muncul sekitar tahun
1920-an, di mana para pelaku tindak pidana menyamarkan dan menyembunyikan harta
hasil tindak pidananya melalui usaha binatu (laundry). Sejak itulah tindakan
penyembunyian dan penyamaran harta hasil kejahatan disebut dengan “money
laundering.2

Menurut Edy O.S Hiariej rumusan tindak pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang berbentuk fragmen-fragmen dalam bentuk unsur-unsur tindak pidana, disamping
sebagai pengejawantahan atas asas legalitas, bahwa tidak ada tindak pidana sebelum
tindak pidana tersebut dirumuskan terlebih dahulu oleh undangundang, unsur-unsur
tersebut juga harus dibuktikan untuk menentukan apakan pelaku tindak pidana pencucian
uang benar-benar melakukan tindak pidna pencucian uang.3

Romli Atmasasmita lebih dari itu mengatakan, bahwa UU TPPU 2010 telah ”.
membagi tindak pidana pencucian uang menjadi dua bagian, yakni tindak pidana
pencucian uang aktif (Pasal 3 dan Pasal 4) dan pencucian uang pasif (Pasal 5). Kata kunci
dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU TPPU 2010 adalah “unsur diketahuinya atau patut
diduganya” yang merupakan unsur pokok dalam tindak pidana pencucian uang baik

1
Suprihadi, 2012, Tindak Pidana Pencucian Uang, http://www.negarahukum.com/
hukum/1562.html, hlm. 1
2
J.E Sahetapy dalam Harmadi, Kejahatan Pencucian Uang, (Malang: Setara Press, 2011), hlm. 1
3
Edy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014) hlm
98.
bersifat aktif maupun pasif. Lalu bagaimana pengaturan lebih lanjut serta contoh kasus
dari pencucian uang dengan pelaku aktif .

METODE PENELIAN

Penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah jenis
penulisan normatif, yaitu penelitian hukum yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas
hukum, terhadap sistematika hukum, dan juga penelitian terhadap taraf sinkronisasi
hukum. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu
dengan menggunakan penelitian data sekunder, dengan sumber datanya dapat diperoleh
melalui penelusuran dokumen.4 Penelitian ini juga termasuk penelitian kepustakaan
dikarenakan sumber data utamanya berasal dari dokumen, seperti peraturan perundang-
undangan dan sebagainya sesuai dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis.

PEMBAHASAN

Pengertian pencucian uang telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka (1) UU TPPU
20105, yakni “Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Artinya, pencucian
uang itu merupakan segala perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana
sebagaimana telah diatur dalam UU TPPU 2010.

Pencucian uang aktif merupakan pelaku utama yang umumnya melibatkan pihak
lain untuk melancarkan aksinya. Dikarenakan tujuan utama dari tindakan tersebut adalah
menyembunyikan hasil dari tindak pidana, maka pelaku utama melakukan beberapa
upaya yang dimaksudkan untuk menyamarkan harta kekayaan atau mengubah bentuk
dana tersebut melalui beberapa transaksi agar sulit di lacak asal usul dari dana tersebut.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 UU PPTPU : “Setiap Orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat

4
Soerjono Soekanto & Sri Mamudja, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001),
hlm. 14
5
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2010.
berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan
tujuan untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Pasal 3 Undang-Uandang Nomor 8 Tahun 2010 di atas dapat dirumuskan unsur-


unsurnya sebagai berikut:

1. Setiap orang;
2. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain;
3. Atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
4. Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan.

Dalam melakukan tindak pidana pencucian uang, pelaku utama atau pelaku aktif
umumnya melibatkan pihak lain untuk melancarkan aksinya. Dikarenakan tujuan utama
dari tindakan tersebut adalah menyembunyikan hasil dari tindak pidana, maka pelaku
utama akan melakukan beberapa upaya yang ditujukan untuk menyamarkan harta
kekayaan atau mengubah bentuk dana melalui beberapa transaksi demi mempersulit
pelacakan (audit trail) asal usul dana tersebut.

Melihat sifat tindak pidana pencucian uang yang bersifat terorganisasi dan
transnasional dan dampaknya sangat luarbiasa bagi masyarakat nasional maupun
internasional, maka perlu perbuatan pencucian uang yang sebelunya bukanlah tindak
pidana dikriminalisasi menjadi tindak pidana. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana pencucian uang tidak bisa dilakukan dengan caracara atau model-model
konvensiaonal yang hanya menghandalkan penangkapan pelaku (follow the sacpeck),
tetapi harus menggunakan model yang baru yakni follow the money.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa pemaknaan
TPPU sebagai independent crime, bukan berarti bahwa tidak ada tindak pidana asal atas
terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut, melainkan dikarenakan pelaku
(materiele dader) tindak pidana asal tidak ada atau tidak diketahui/ditemukan
keberadaannya, tetapi aset yang diduga kuat berasal dari tindak pidana tersebut dikuasai
oleh pihak lain, yang aliran dananya berasal dari materiele dader tindak pidana asal dan
teridentifikasi oleh stakeholder atau oleh penegak hukum, maka terhadap pihak lain
tersebut dapat dijerat dengan TPPU tanpa perlu menunggu diproses-hukumnya materiele
dader tindak pidana asal tersebut. Sehingga, sederhananya dapat dipahami bahwa ini
hanya relevan pada pemahaman tehadap pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang
dalam keadaan tertentu, bukan pemahaman terhadap terjadinya Tindak Pidana Pencucian
Uang secara faktual.

Dalam hal proses pemerikasan perkara tindak pidana pencucian uang, terdakwa
bisa dinyatakan tidak bersalah apabila dalam pemeriksaan memang betul terdakwa
melakukan perbuatan menyamarkan harta kekayaan dalam jumlah yang sangat besar
tetapi harta tersebut bukan merupakan hasil tindak pidana. Maka hasil kejahatan atau
pidana asal (predicate crime) sebagai sumber tindak pidana pencucian uang memegang
peranan yang dominan dalam pembuktian.

Secara teoretis dikenal 4 (empat) macam teori pembuktian, yaitu:6

1. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction intime);


2. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim dalam batas-batas
tertentu atas alasan yang logis (conviction raisonee);
3. Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif; dan
4. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat
bukti dalam undang-undang secara negatif (negatief wettelijk stelsel).

TPPU selalu didahului dengan terjadinya tindak pidana lain (tindak pidana asal).
TPPU merupakan bentuk penyertaan partisipasi, khususnya kelanjutan dari suatu tindak
pidana, tanpa adanya pidana asal yang mendahuluinya tidak dapat terjadi perbuatan

6
M. Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Penin}auan Kembali (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm 277
pidana pencucian uang. Hal ini dikarenakan pencucian uang bertujuan untuk
membersihkan uang haram dari hasil kejahatan agar menjadi uang yang sah.

Mengenai kejahatan asal (predicate crime) menurut Stephen R. Koll


mengklasifikasikan pidana asal (predicate offence) sebagai berikut:7

a. Kejahatan (tindak pidana) itu adalah kejahatan yang menyebabkan


uang/dana itu;
b. Kejahatan (tindak pidana) itu berhubungan dengan perdagangan
narkotika;
c. Kejahatan (tindak pidana) itu melibatkan pelanggaran-pelanggaran serius
terhadap tatanan internasional yang memerlukan transfer uang yang
banyak (seperti perdagangan senjata dan terorisme);
d. Kejahatan (tindak pidana) itu berhubungan dengan organized criminal
enterprise/activities;
e. Kejahatan (tindak pidana) itu menyerang secara serius kredibilitas bank
dan lembaga keuangan lainnya.

Indonesia sendiri telah merumuskan dalam ketentuan hukum positif mengenai


cakupan tindak pidana asal (predicate crime) yang terdapat pada Pasal 2 UU No. 8/2010,
yaitu antara lain: korupsi, narkotika, perdagangan orang, terorisme, dan penculikan.

KESIMPULAN

Tindak pidana pencucian uang aktif adalah pelaku yang merupakan dari seseorang
yang telah melakukan suatu tindak pidana lain. Pencucian uang aktif merupakan pelaku
utama yang umumnya melibatkan pihak lain untuk melancarkan aksinya. Dikarenakan
tujuan utama dari tindakan tersebut adalah menyembunyikan hasil dari tindak pidana,
maka pelaku utama melakukan beberapa upaya yang dimaksudkan untuk menyamarkan
harta kekayaan atau mengubah bentuk dana tersebut melalui beberapa transaksi agar sulit

7
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.
170.
di lacak asal usul dari dana tersebut. Mengenai pengaturannya pencucian uang aktif telah
diatur dalam pasal 3 UU TPPU.

DAFTAR PUSTAKA

Suprihadi, 2012, Tindak Pidana Pencucian Uang, http://www.negarahukum.com/


hukum/1562.html.

J.E Sahetapy dalam Harmadi, Kejahatan Pencucian Uang, (Malang: Setara Press, 2011).

Edy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,
2014).

Soerjono Soekanto & Sri Mamudja, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali Pers,
2001).

M. Yahya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan


Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Penin}auan Kembali (Jakarta: Sinar Grafika, 2002).

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003).

Anda mungkin juga menyukai